Peneliti Pusat Riset Rekayasa Genetika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Farida Rahayu mengungkapkan, permasalahan sulitnya fermentasi etanol yang selama ini dilakukan dalam produksi bioetanol. Di mana, biomassa dikonversi menjadi etanol melalui tahapan yang cukup panjang.
“Metode ini dianggap kurang efektif karena menyebabkan tingginya biaya produksi,” ungkap Farida, dalam webinar Friday Scientific Sharing Seminar series 31, Jumat (15/3).
Dijelaskannya, perkembangan generasi bioetanol berdasarkan jenis substratnya saat ini sudah sampai generasi ke-4, yaitu dengan memanfaatkan genetik dari suatu mikroorganisme.
Sehingga dalam risetnya, Farida menawarkan metode fermentasi baru dengan menggunakan mikroorganisme thermophilic yang telah direkayasa genetiknya.
“Dalam kegiatan riset ini, kita menggunakan bakteri acetogen,” rincinya.
“Untuk metode riset ini kita menawarkan tahapan yang dipersingkat, di mana antara tahapan sakarifikasi, fermentasi, dan distilasi dijadikan satu dalam satu bioreaktor,” imbuh Farida.
Farida meyakini, dengan menggunakan mikroorganisme thermophilic yang notabene memiliki suhu optimum pertumbuhan tinggi dan hampir berdekatan dengan destilasi. Sehingga, harapannya tidak perlu untuk memindahkan mikroorganisme ini untuk melakukan destilasi.
“Diharapkan pula dengan metode fermentasi thermophilic ini, hasil etanol yang didapatkan menjadi lebih optimal. Karena selain proses destilasi itu terjadi, mikroba masih bisa melakukan produksi. Berbeda dengan bila kita menggunakan mikroorganisme mesofilik pada saat destilasi, maka kegiatan produksi itu akan berhenti,” jelas Farida.
Harapannya, lanjut dia, menggunakan thermophilic fermentasi dengan mikroorganisme yang sudah di rekayasa genetiknya akan bisa mendapatkan hasil etanol yang lebih optimal.
“Adapun pendekatan dari strain improvement bisa kita lakukan melalui mutant selection, recombination atau recombinant DNA Technology. Kegiatan riset yang dilakukan di sini menggunakan recombinant DNA technology,” terang Farida.
Dirinya mengatakan tujuan riset tersebut untuk meningkatkan produktivitas dan juga meningkatkan aktivitas regulasi dari suatu enzim.
Selain itu, tujuan lainnya adalah memanfaatkan ilmu dan teknologi recombinant DNA/genetic engineering, untuk bisa mendapatkan suatu mutan yang bisa digunakan dalam pemenuhan kebutuhan manusia itu sendiri.
Menurutnya, ilmu dan teknologi tentang manipulating dan improving microbial strains penting untuk meningkatkan kapasitas metabolisme mikroorganisme yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Maka, ilmu semakin berkembang dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai informasi, dijelaskan juga oleh Farida tiga generasi bioetanol sebelumnya. Pada bioetanol generasi pertama masih menggunakan substrat yang berdekatan dengan pangan seperti gula atau pati. Karena dirasa ada kompetisi antara pangan dan energi, maka ilmu itu akan berkembang terus hingga pada generasi kedua.
“Di generasi kedua ini, substrat yang digunakan untuk produksi bioetanol adalah dari residu/limbah lignoselulosa biomassa. Dari sini diharapkan ada renewable energy. Karena kalau berasal dari lignoselulosa ke biomassa bisa diperbarui setiap saat,” jelasnya.
Setelah itu, berkembang lagi di generasi ke-3, dengan memanfaatkan biomassa alga atau mikroalga yang juga digunakan sebagai substrat untuk produksi bioetanol.
Hingga dalam perkembangannya saat ini, generasi ke-4 dengan memanfaatkan genetik dari suatu mikroorganisme.
Sumber: https://brin.go.id/