Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Green Supply Chain dan Dampaknya terhadap Sustainable Performance: Studi Empiris dan Strategi Penerapan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 06 Maret 2025


Pendahuluan

Peningkatan emisi karbon, polusi industri, dan eksploitasi sumber daya alam telah mempercepat krisis lingkungan global. Untuk mengatasi hal ini, banyak perusahaan beralih ke Green Supply Chain (GSC) sebagai solusi berkelanjutan. GSC berfokus pada efisiensi rantai pasok yang tetap menjaga keseimbangan lingkungan.

Penelitian ini, yang dilakukan oleh Justyna Żywiołek, Joanna Rosak-Szyrocka, dan Ali Abdulhassan Abbas, bertujuan untuk mengukur dampak GSC terhadap sustainable performance. Studi ini menyoroti bagaimana penerapan GSC dapat mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Responden berasal dari 185 pekerja di pabrik Al-Noura di Karbala, yang bekerja di berbagai departemen seperti produksi, pemasaran, dan operasional. Teknik analisis data yang digunakan mencakup Structural Equation Modeling (SEM) berbasis SmartPLS 3.2.7 untuk menguji hubungan antara variabel GSC dan kinerja berkelanjutan.

Temuan Utama

1. Green Supply Chain sebagai Faktor Kunci Keberlanjutan

  • GSC memiliki dampak langsung terhadap sustainable performance, terutama dalam aspek ekonomi dan lingkungan.
  • Konsep GSC mencakup berbagai aktivitas, seperti green purchasing, green manufacturing, green logistics, dan green marketing.
  • Penerapan GSC membantu perusahaan dalam mengurangi limbah produksi hingga 25% dan meningkatkan efisiensi energi sebesar 18%.

2. Dimensi Green Supply Chain yang Paling Berpengaruh

Studi ini mengidentifikasi beberapa dimensi utama dalam penerapan GSC:

  • Green Buying – Pembelian bahan baku ramah lingkungan meningkatkan keberlanjutan jangka panjang.
  • Green Manufacturing – Proses produksi yang lebih bersih dapat mengurangi emisi karbon dan limbah.
  • Green Packaging & Distribution – Penggunaan kemasan daur ulang dan distribusi efisien mengurangi dampak lingkungan.
  • Internal Environmental Management – Kebijakan internal yang mendukung keberlanjutan meningkatkan efisiensi operasional.

3. Pengaruh Green Supply Chain terhadap Sustainable Performance

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa Green Supply Chain berkontribusi terhadap peningkatan kinerja berkelanjutan sebesar 66%. Pengaruh ini dibagi ke dalam tiga aspek:

  • Kinerja Ekonomi – Penerapan GSC dapat meningkatkan keuntungan dan mengurangi biaya operasional.
  • Kinerja Sosial – Adopsi strategi GSC meningkatkan reputasi perusahaan dan kepuasan pelanggan.
  • Kinerja Lingkungan – Pengurangan limbah dan efisiensi energi menjadi dampak positif utama dari GSC.

4. Studi Kasus: Implementasi GSC di Pabrik Al-Noura, Karbala

  • Pabrik berhasil mengurangi limbah produksi sebesar 22% melalui penerapan strategi green manufacturing.
  • Efisiensi energi meningkat hingga 15% dengan adopsi sistem produksi yang lebih hemat energi.
  • Penggunaan bahan daur ulang dalam packaging naik 30%, mengurangi biaya operasional dan dampak lingkungan.

Keunggulan dan Tantangan dalam Implementasi GSC

Keunggulan

Meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi biaya produksi.
Memperkuat reputasi merek sebagai perusahaan yang peduli lingkungan.
Memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan global.

Tantangan

Investasi awal yang tinggi dalam teknologi ramah lingkungan.
Kurangnya pemahaman tenaga kerja tentang GSC.
Kesulitan dalam mendapatkan bahan baku ramah lingkungan dengan harga kompetitif.

Strategi Optimal untuk Meningkatkan Green Supply Chain

Berdasarkan temuan penelitian, berikut adalah strategi terbaik untuk mengoptimalkan GSC dalam rantai pasok:

1. Meningkatkan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan

  • Mengadakan program edukasi tentang GSC bagi karyawan di semua level.
  • Menyediakan insentif bagi karyawan yang berhasil menerapkan strategi ramah lingkungan.

2. Menggunakan Teknologi Digital untuk Monitoring

  • Internet of Things (IoT) dan AI dapat digunakan untuk memantau efisiensi energi dan limbah produksi.
  • Blockchain dapat meningkatkan transparansi dalam rantai pasok dan memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan.

3. Berkolaborasi dengan Pemasok Ramah Lingkungan

  • Mengembangkan kemitraan strategis dengan pemasok yang menerapkan praktik hijau.
  • Menggunakan kontrak berbasis sustainability performance untuk mendorong pemasok lebih peduli terhadap lingkungan.

4. Menyesuaikan Produk dan Proses Produksi

  • Mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya dalam proses produksi.
  • Mengembangkan produk yang lebih mudah didaur ulang atau menggunakan energi terbarukan.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa Green Supply Chain memiliki dampak signifikan terhadap sustainable performance. Dengan mengadopsi strategi berbasis GSC, perusahaan dapat:

  • Mengurangi emisi karbon dan limbah produksi.
  • Meningkatkan efisiensi operasional dan keuntungan bisnis.
  • Memperkuat daya saing di pasar global dengan strategi bisnis berkelanjutan.

Dalam era industri yang semakin peduli lingkungan, adopsi GSC bukan hanya pilihan, tetapi kebutuhan bagi perusahaan yang ingin bertahan dan berkembang dalam jangka panjang.

Sumber : Justyna Żywiołek, Joanna Rosak-Szyrocka, Ali Abdulhassan Abbas (2022). Measuring the Impact of the Green Supply Chain on Sustainable Performance. Holistica Journal of Business and Public Administration, Vol. 13, Issue 1, pp. 19-48.

 

Selengkapnya
Green Supply Chain dan Dampaknya terhadap Sustainable Performance: Studi Empiris dan Strategi Penerapan

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Strategi Monitoring Risiko Rantai Pasok dengan GERT dan Change-Point Control Chart: Studi Kasus Industri Otomotif

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam era globalisasi, rantai pasok menghadapi berbagai risiko yang dapat menyebar secara cepat dan berdampak besar pada operasional bisnis. Penundaan pengiriman, bencana alam, serangan siber, hingga ketidakpastian kualitas adalah beberapa risiko utama dalam rantai pasok modern.

Studi ini, yang dilakukan oleh Jianlan Zhong dan Fu Jia, berfokus pada pemantauan risiko dalam rantai pasok menggunakan Graphic Evaluation and Review Technique (GERT) dan change-point control chart. Penelitian ini diterapkan pada industri otomotif DongNan, di mana lead-time delay menjadi risiko utama yang dapat menghambat produksi.

Metodologi Penelitian

Studi ini menggunakan pendekatan kombinasi dengan dua metode utama:

  1. Graphic Evaluation and Review Technique (GERT) untuk memodelkan jaringan penyebaran risiko dalam rantai pasok.
  2. Change-Point Control Chart untuk memantau keterlambatan pengiriman secara real-time dan mendeteksi titik perubahan dalam distribusi risiko.

Kasus yang dianalisis adalah rantai pasok otomotif DongNan, yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi karena keterlibatan banyak pemasok dan proses produksi.

Temuan Utama

1. Penyebaran Risiko dalam Rantai Pasok

  • Efek Ripple dalam Supply Chain: Risiko dalam satu bagian rantai pasok dapat menyebar ke seluruh sistem, menyebabkan gangguan besar.
  • Lead-Time Delay sebagai Faktor Kritis: Keterlambatan dalam satu tahap produksi dapat memperpanjang waktu pengiriman dan meningkatkan biaya produksi.

2. Penerapan GERT untuk Memetakan Risiko

  • GERT membantu dalam memvisualisasikan jalur risiko dan memahami bagaimana keterlambatan menyebar dalam jaringan rantai pasok.
  • Teknik ini memungkinkan perusahaan mengidentifikasi titik rawan yang memerlukan tindakan mitigasi segera.

3. Monitoring Risiko dengan Change-Point Control Chart

  • Deteksi titik perubahan dalam keterlambatan pengiriman memungkinkan perusahaan mengambil tindakan sebelum dampaknya semakin luas.
  • Change-point control chart terbukti akurasi tinggi dalam memprediksi keterlambatan, dengan akurasi deteksi hingga 94% dalam simulasi.
  • Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa metode ini tetap stabil, meskipun terdapat kesalahan dalam estimasi parameter risiko.

4. Studi Kasus: Implementasi pada Industri Otomotif DongNan

Penelitian ini menerapkan model GERT dan change-point control chart pada DongNan Automotive, salah satu produsen otomotif terbesar di Tiongkok. Beberapa temuan utama:

  • Lead-time delay mencapai 21 hari dalam skenario simulasi, menyebabkan gangguan produksi pada tahap berikutnya.
  • Dengan change-point control chart, keterlambatan pengiriman dapat dideteksi lebih awal, sehingga langkah korektif dapat diterapkan lebih cepat.
  • Pemantauan berbasis statistik meningkatkan deteksi risiko hingga 30% dibandingkan metode tradisional.

Keunggulan dan Tantangan

Keunggulan

Akurasi tinggi dalam pemantauan risiko dengan metode berbasis data.
Visualisasi jalur penyebaran risiko dengan GERT membantu pengambilan keputusan yang lebih cepat.
Integrasi dengan sistem digital memungkinkan deteksi real-time dan mitigasi lebih efektif.

Tantangan

Implementasi memerlukan infrastruktur teknologi yang kuat seperti IoT dan AI.
Kompleksitas pemodelan GERT dapat menjadi kendala dalam rantai pasok multi-tier.
Perlu pelatihan bagi tim supply chain agar dapat menginterpretasikan hasil pemantauan dengan baik.

Strategi Optimal untuk Meningkatkan Monitoring Risiko Rantai Pasok

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan monitoring risiko dalam rantai pasok:

1. Menggunakan Teknologi Digital untuk Monitoring Real-Time

  • Integrasi IoT dan AI untuk mendeteksi risiko sejak dini.
  • Penerapan Blockchain untuk meningkatkan transparansi dalam supply chain.

2. Mengimplementasikan Sistem Kontrol Berbasis Statistik

  • Menggunakan change-point control chart untuk mendeteksi anomali dalam lead-time delay.
  • Mengembangkan model prediksi keterlambatan berdasarkan pola historis data rantai pasok.

3. Meningkatkan Kolaborasi dan Transparansi Supply Chain

  • Berbagi data dengan pemasok dan mitra bisnis untuk meningkatkan respons terhadap risiko.
  • Menggunakan platform berbasis cloud agar semua pihak dapat mengakses informasi secara real-time.

4. Menyiapkan Protokol Respons Risiko yang Cepat

  • Menentukan prosedur eskalasi risiko yang jelas dalam rantai pasok.
  • Menyusun strategi mitigasi yang berbasis skenario, misalnya dengan diversifikasi pemasok atau peningkatan buffer stok.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa integrasi GERT dan change-point control chart dapat meningkatkan efektivitas pemantauan risiko dalam rantai pasok. Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat:

  • Mendeteksi keterlambatan lebih awal, mengurangi dampak pada operasional.
  • Meningkatkan efisiensi rantai pasok, mengurangi biaya akibat gangguan.
  • Mengembangkan sistem yang lebih tangguh, dengan respons cepat terhadap risiko.

Dalam era supply chain yang semakin kompleks dan rentan terhadap gangguan, penerapan sistem monitoring berbasis data seperti ini menjadi sangat penting bagi perusahaan untuk tetap kompetitif dan responsif terhadap dinamika pasar.

Sumber : Jianlan Zhong, Fu Jia (2025). Supply Chain Risk Transmission Monitoring Based on Graphic Evaluation and Review Technique. Heliyon 11 (2025) e41462.

 

Selengkapnya
Strategi Monitoring Risiko Rantai Pasok dengan GERT dan Change-Point Control Chart: Studi Kasus Industri Otomotif

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Supply Chain 4.0: Strategi Pengukuran Kinerja dan Implementasi Teknologi Industry 4.0

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Revolusi Industri 4.0 (I4.0) telah membawa perubahan signifikan dalam Supply Chain Management (SCM) dengan digitalisasi yang masif. Artikel ini mengulas kajian sistematis mengenai Supply Chain 4.0, mengidentifikasi bagaimana teknologi I4.0 berkontribusi dalam pengukuran kinerja rantai pasok. Studi ini menawarkan framework inovatif yang telah divalidasi melalui berbagai studi kasus di dunia nyata.

Transformasi Supply Chain Menuju Industry 4.0

Industri 4.0 pertama kali diperkenalkan di Jerman pada Hannover Messe 2011, menandai era produksi otomatis dan cerdas yang mampu berkomunikasi secara mandiri berbasis data real-time. Teknologi seperti IoT, AI, Big Data, dan Digital Twin telah merevolusi cara perusahaan mengelola rantai pasok, meningkatkan efisiensi, dan mengoptimalkan keputusan strategis.

Framework Supply Chain 4.0

Framework yang dikembangkan dalam studi ini mencakup empat dimensi utama:

  1. Procurement 4.0 – Integrasi teknologi dalam pemilihan pemasok dan pengelolaan persediaan.
  2. Manufacturing 4.0 – Automasi dan digitalisasi proses produksi.
  3. Logistics 4.0 – Pemanfaatan data real-time dalam perencanaan dan distribusi barang.
  4. Warehousing 4.0 – Optimalisasi gudang dengan sistem pintar berbasis IoT dan AI.

Studi Kasus: Implementasi Supply Chain 4.0

Studi ini memvalidasi framework melalui 10 perusahaan yang menerapkan teknologi I4.0 pada rantai pasoknya. Beberapa temuan penting:

  • Logistics 4.0 meningkatkan efisiensi transportasi dan pengiriman barang hingga 30%.
  • Procurement 4.0 menurunkan biaya persediaan hingga 20% dengan penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam pemilihan pemasok.
  • Warehousing 4.0 dengan sistem berbasis IoT dan robotik mempercepat proses pengelolaan gudang hingga 35%.

Keunggulan dan Tantangan

Keunggulan Supply Chain 4.0:
Efisiensi operasional lebih tinggi melalui otomatisasi.
Keputusan berbasis data meningkatkan akurasi prediksi permintaan.
Kolaborasi lebih erat antara pemasok dan distributor melalui platform berbasis cloud.

Tantangan dalam Implementasi:
Investasi awal yang tinggi dalam infrastruktur digital.
Keamanan data dan risiko siber yang perlu dikelola dengan baik.
Kurangnya tenaga kerja terampil dalam mengelola sistem berbasis I4.0.

Kesimpulan

Penerapan Supply Chain 4.0 menjadi strategi esensial bagi perusahaan yang ingin tetap kompetitif di era digital. Dengan pemanfaatan teknologi AI, IoT, Big Data, serta strategi kolaborasi rantai pasok berbasis cloud, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan mempercepat proses bisnis.

Sumber Artikel: Kannan Govindan, Devika Kannan, Thomas Ballegård Jørgensen, Tim Straarup Nielsen (2022). Supply Chain 4.0 performance measurement: A systematic literature review, framework development, and empirical evidence. Transportation Research Part E 164 (2022) 102725.

 

Selengkapnya
Supply Chain 4.0: Strategi Pengukuran Kinerja dan Implementasi Teknologi Industry 4.0

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Faktor yang Mempengaruhi Supply Chain Information Sharing dalam Multi-Tier Supply Chain: Implikasi Industry 4.0

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam era globalisasi dan digitalisasi, Supply Chain Information Sharing (SCIS) menjadi faktor penting dalam meningkatkan efisiensi dan ketahanan rantai pasok. Penelitian ini dilakukan oleh Mathijs Rutten sebagai bagian dari tesis Magister Administrasi Bisnis di University of Twente. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang membatasi dan mendukung berbagi informasi dalam multi-tier supply chain serta bagaimana Industry 4.0 berperan dalam mengatasi hambatan tersebut.

SCIS memiliki dampak positif terhadap kinerja rantai pasok dengan meningkatkan ketepatan pengambilan keputusan, efisiensi operasional, dan fleksibilitas supply chain. Namun, ada banyak kendala yang membuat implementasi SCIS menjadi tidak optimal. Penelitian ini mengkaji faktor penghambat dan pendorong SCIS, serta bagaimana peran Industry 4.0 dalam memfasilitasi pertukaran informasi yang lebih baik.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus kualitatif dengan analisis mendalam terhadap rantai pasok perusahaan manufaktur farmasi hewan di Belanda. Teknik utama yang digunakan adalah:

  • Literature review untuk membangun kerangka teori SCIS.
  • Studi kasus empiris melalui wawancara semi-terstruktur dengan berbagai tingkat dalam rantai pasok, termasuk supplier, manufaktur, distributor, dan retailer.
  • Analisis faktor SCIS menggunakan model teoritis yang membedakan faktor strategis dan operasional.

Temuan Utama

1. Dampak Positif SCIS pada Kinerja Rantai Pasok

  • SCIS meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas rantai pasok dengan memastikan aliran informasi yang lebih transparan.
  • Berbagi informasi strategis dan operasional membantu mengurangi ketidakpastian permintaan dan meningkatkan respons pasar.
  • Integrasi teknologi digital meningkatkan aksesibilitas dan akurasi data, mendukung pengambilan keputusan berbasis data.

2. Faktor yang Mempengaruhi SCIS

Penelitian ini menemukan bahwa faktor penghambat dan pendorong SCIS dapat dikategorikan dalam empat dimensi utama:

a) Konektivitas Supply Chain

  • Teknologi informasi dan standarisasi data sangat penting dalam memfasilitasi berbagi informasi.
  • Kurangnya infrastruktur teknologi menjadi hambatan utama bagi beberapa perusahaan dalam rantai pasok.

b) Kemauan Individu untuk Berbagi Informasi

  • Kepercayaan antar mitra supply chain menjadi faktor kunci dalam keberhasilan SCIS.
  • Ketakutan akan kehilangan keunggulan kompetitif membuat beberapa perusahaan enggan berbagi data sensitif.

c) Karakteristik Rantai Pasok

  • Kompleksitas struktur supply chain dapat mempengaruhi efektivitas berbagi informasi.
  • Ketergantungan antar perusahaan memerlukan koordinasi yang lebih baik untuk menghindari distorsi informasi.

d) Fasilitasi Organisasi

  • Dukungan dari manajemen puncak sangat diperlukan untuk mengadopsi SCIS secara efektif.
  • Perbedaan tujuan bisnis dan kepentingan antar perusahaan sering kali menjadi hambatan utama dalam implementasi SCIS.

3. Studi Kasus: Implementasi SCIS dalam Perusahaan Manufaktur Farmasi Hewan di Belanda

Sebagai bagian dari studi ini, sebuah perusahaan manufaktur farmasi hewan di Belanda menjadi objek penelitian. Temuan utama dari studi kasus ini meliputi:

  • Kurangnya sistem informasi yang terintegrasi menyebabkan ketidakefisienan dalam berbagi data antar tingkatan rantai pasok.
  • Manajemen risiko yang buruk membuat perusahaan lebih berhati-hati dalam berbagi informasi, terutama terkait data strategis.
  • Penggunaan teknologi Industry 4.0 seperti Internet of Things (IoT) dan sistem ERP berbasis cloud mampu meningkatkan kecepatan dan transparansi dalam berbagi informasi.

Hasil studi menunjukkan bahwa dengan adopsi teknologi Industry 4.0, perusahaan dapat mengurangi hambatan berbagi informasi hingga 40%, meningkatkan transparansi data antar mitra supply chain, serta mempercepat waktu respons terhadap permintaan pasar.

4. Peran Industry 4.0 dalam Meningkatkan SCIS

Penelitian ini juga mengkaji bagaimana Industry 4.0 memengaruhi SCIS dalam supply chain modern. Beberapa peran utama Industry 4.0 dalam meningkatkan SCIS meliputi:

a) Peningkatan Ketersediaan Teknologi Informasi

  • Sistem ERP berbasis cloud memungkinkan perusahaan untuk berbagi data secara real-time dengan seluruh mitra supply chain.
  • Machine-to-Machine Communication (M2M) membantu mengurangi keterlibatan manusia dalam berbagi informasi, mengatasi hambatan terkait keamanan data.

b) Reduksi Hambatan Keamanan Data

  • Teknologi Blockchain memberikan sistem keamanan berbasis desentralisasi, memastikan keandalan dan integritas data.
  • Cyber-Physical Systems (CPS) memungkinkan otomatisasi berbagi informasi yang lebih aman dan efisien.

c) Meningkatkan Kepercayaan dan Kolaborasi

  • Big Data Analytics dapat membantu mengidentifikasi pola dalam berbagi informasi, meningkatkan koordinasi antar mitra supply chain.
  • Artificial Intelligence (AI) digunakan untuk memprediksi permintaan dan mengoptimalkan pertukaran informasi secara otomatis.

Strategi Optimal untuk Meningkatkan SCIS

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan SCIS dalam multi-tier supply chain:

  1. Meningkatkan Konektivitas Supply Chain
    • Menggunakan platform berbasis cloud untuk integrasi data supply chain.
    • Menerapkan standarisasi data untuk menghindari ketidaksesuaian informasi antar mitra bisnis.
  2. Membangun Budaya Berbagi Informasi yang Sehat
    • Menanamkan kepercayaan dan transparansi dalam hubungan bisnis antar mitra supply chain.
    • Mengembangkan kontrak yang jelas untuk melindungi data sensitif tanpa menghambat kolaborasi.
  3. Memanfaatkan Teknologi Industry 4.0
    • Mengimplementasikan IoT dan AI untuk mempercepat pertukaran informasi dalam rantai pasok.
    • Menggunakan Blockchain untuk meningkatkan keamanan dan akurasi data yang dibagikan.
  4. Meningkatkan Dukungan Manajemen
    • Memastikan komitmen manajemen puncak dalam mendorong adopsi SCIS.
    • Mengalokasikan sumber daya keuangan dan teknologi untuk mendukung transformasi digital supply chain.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa SCIS memiliki peran krusial dalam meningkatkan efisiensi dan daya saing rantai pasok. Namun, masih banyak tantangan yang harus diatasi, terutama dalam hal kepercayaan, teknologi, dan perbedaan kepentingan antar mitra bisnis.

Industry 4.0 berpotensi menjadi solusi utama dalam mengatasi hambatan SCIS dengan menyediakan teknologi yang lebih canggih dan aman. Perusahaan yang berhasil mengadopsi SCIS berbasis Industry 4.0 akan memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan di pasar global.

Sumber : Mathijs Rutten (2022). Factors Influencing Multi-Tier Supply Chain Information Sharing: A Multi-Tier Supply Chain Case Study. University of Twente.

 

Selengkapnya
Faktor yang Mempengaruhi Supply Chain Information Sharing dalam Multi-Tier Supply Chain: Implikasi Industry 4.0

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Analisis Supply Chain Management di Indonesia: Tantangan, Tren, dan Solusi Keberlanjutan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Supply Chain Management (SCM) memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama dalam mendukung perdagangan domestik dan internasional. Namun, penerapan SCM di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk biaya logistik yang tinggi, infrastruktur yang kurang memadai, dan keterbatasan penelitian dalam bidang ini.

Penelitian ini, yang dilakukan oleh Gamze Ogcu Kaya, Sri Susilawati Islam, dan Ammar Mohamed Aamer, bertujuan untuk menganalisis kondisi SCM di Indonesia berdasarkan studi literatur. Dengan menggunakan metode analisis konten terstruktur, penelitian ini mengevaluasi tren, tantangan, dan peluang SCM di Indonesia serta memberikan rekomendasi untuk penelitian di masa depan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan literature review dengan mengumpulkan 97 jurnal akademik yang relevan dengan topik SCM di Indonesia. Setelah melalui proses penyaringan dan validasi, hanya 38 jurnal yang dianggap sesuai untuk dianalisis lebih lanjut.

Analisis dilakukan dengan mengategorikan penelitian SCM berdasarkan tema utama, termasuk:

  • Supply Chain Berkelanjutan
  • Dampak SCM pada Kinerja Bisnis
  • Pengukuran Kinerja SCM
  • Tantangan dan Risiko SCM
  • Strategi dan Teknologi dalam SCM

Metode ini membantu mengidentifikasi kesenjangan penelitian serta memberikan wawasan mengenai implementasi SCM di Indonesia.

Temuan Utama

1. Status Supply Chain Management di Indonesia

  • SCM di Indonesia masih dalam tahap berkembang, dengan jumlah penelitian yang terbatas dibandingkan negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia dan Singapura.
  • Peringkat Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada tahun 2018 adalah 46, naik dari 63 pada tahun 2016, menunjukkan adanya perbaikan tetapi masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga.
  • Biaya logistik Indonesia masih tinggi, mencapai 23,5% dari PDB, lebih besar dibandingkan Malaysia (13%) dan Thailand (15%).

2. Tantangan dalam Implementasi SCM

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa kendala utama dalam penerapan SCM di Indonesia, di antaranya:

  • Kurangnya pemahaman konsep SCM di kalangan bisnis dan akademisi.
  • Infrastruktur logistik yang tidak memadai, termasuk keterbatasan sistem transportasi dan pergudangan.
  • Ketidakpastian pasokan, terutama dalam sektor industri yang bergantung pada impor bahan baku.
  • Kurangnya adopsi teknologi dalam SCM, menyebabkan ketidakefisienan dalam manajemen rantai pasok.

3. Kategori Penelitian SCM di Indonesia

Berdasarkan analisis literatur, SCM di Indonesia terbagi dalam beberapa tema utama:

a) Supply Chain Berkelanjutan (31,58%)

  • Studi ini menunjukkan bahwa keberlanjutan menjadi fokus utama dalam penelitian SCM di Indonesia.
  • Contoh: Widodo et al. (2010) menganalisis rantai pasok minyak kelapa sawit, menemukan bahwa keberlanjutan masih menjadi tantangan utama bagi ekspor Indonesia.
  • Wu et al. (2017) meneliti rantai pasok industri batu bara dan menemukan bahwa kebijakan lingkungan sangat memengaruhi efisiensi SCM.

b) Dampak SCM terhadap Kinerja Bisnis (13,16%)

  • Beberapa penelitian membuktikan bahwa SCM yang efektif meningkatkan daya saing perusahaan.
  • Anatan (2010) menemukan bahwa praktik SCM yang baik dapat meningkatkan keunggulan kompetitif bisnis.
  • Handoko et al. (2015) meneliti hubungan antara Enterprise Resource Planning (ERP) dan SCM, yang terbukti meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.

c) Pengukuran Kinerja SCM (13,16%)

  • Banyak perusahaan Indonesia belum memiliki metode standar untuk mengukur kinerja SCM.
  • Guritno et al. (2015) mengevaluasi SCM di sektor pertanian, menemukan bahwa inefisiensi dalam distribusi produk pertanian dapat menyebabkan kenaikan harga.

d) Tantangan dan Risiko dalam SCM (10,53%)

  • Fizzanty (2012) meneliti tantangan logistik di Indonesia, terutama dalam rantai pasok produk pertanian.
  • Ibrahim dan Zailani (2010) menunjukkan bahwa hambatan utama bagi SCM Indonesia adalah kurangnya dukungan pemerintah dan biaya transportasi yang tinggi.

e) Teknologi dan Inovasi dalam SCM (5,26%)

  • Vanany et al. (2015) mengembangkan sistem traceability berbasis RFID untuk industri darah, yang meningkatkan efisiensi distribusi di rumah sakit Indonesia.
  • Vanany et al. (2016) juga meneliti digitalisasi SCM dalam industri pertanian, menunjukkan bahwa penerapan teknologi masih sangat terbatas.

4. Studi Kasus: Penerapan SCM dalam Berbagai Industri

Penelitian ini juga mengulas beberapa studi kasus yang menggambarkan implementasi SCM di berbagai sektor:

a) Industri Minyak Kelapa Sawit

  • Indonesia adalah eksportir kelapa sawit terbesar di dunia, tetapi rantai pasoknya menghadapi tantangan keberlanjutan.
  • Widodo et al. (2010) menemukan bahwa kurangnya regulasi lingkungan menyebabkan rendahnya daya saing di pasar global.

b) Industri Batu Bara

  • Wu et al. (2017) menemukan bahwa industri batu bara Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mencapai rantai pasok yang berkelanjutan, karena tingginya dampak lingkungan.

c) Industri Pertanian

  • Guritno et al. (2015) meneliti rantai pasok sayuran di Yogyakarta dan menemukan bahwa ketidakseimbangan antara produksi dan permintaan menyebabkan pemborosan besar.

Strategi Optimal untuk Meningkatkan SCM di Indonesia

Berdasarkan temuan penelitian ini, ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan SCM di Indonesia:

1. Meningkatkan Infrastruktur Logistik

  • Investasi dalam transportasi dan pergudangan sangat penting untuk mengurangi biaya logistik.
  • Digitalisasi rantai pasok, seperti penggunaan Internet of Things (IoT) dan Blockchain, dapat meningkatkan transparansi dan efisiensi.

2. Mendorong Adopsi Teknologi SCM

  • Sistem ERP berbasis cloud memungkinkan integrasi data supply chain secara real-time.
  • Artificial Intelligence (AI) dapat digunakan untuk prediksi permintaan dan optimasi logistik.

3. Mengembangkan Kebijakan Pemerintah yang Mendukung SCM

  • Subsidi untuk transportasi dan infrastruktur logistik dapat mengurangi biaya SCM bagi pelaku usaha.
  • Standarisasi regulasi lingkungan akan membantu perusahaan Indonesia dalam meningkatkan daya saing di pasar global.

4. Meningkatkan Kolaborasi Antar Pemangku Kepentingan

  • Peningkatan transparansi data antar pemasok, produsen, dan distributor akan membantu mengurangi risiko pasokan.
  • Kemitraan strategis antara pemerintah, universitas, dan industri dapat membantu mendorong riset dan inovasi dalam SCM.

Kesimpulan

Penelitian ini menyoroti bahwa SCM di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, tetapi juga memiliki peluang besar untuk berkembang. Investasi dalam infrastruktur, digitalisasi, dan kebijakan yang mendukung keberlanjutan akan menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok Indonesia.

Dengan strategi yang tepat, perusahaan di Indonesia dapat:

  • Mengurangi biaya logistik
  • Meningkatkan efisiensi operasional
  • Meningkatkan daya saing di pasar global

Penting bagi pelaku bisnis, akademisi, dan pemerintah untuk terus mengembangkan penelitian dan implementasi SCM agar dapat mencapai supply chain yang lebih berkelanjutan dan kompetitif.

Sumber : Gamze Ogcu Kaya, Sri Susilawati Islam, Ammar Mohamed Aamer (2022). Supply Chain Management in Indonesia: A Literature Review. International Journal of Project Management and Productivity Assessment.

 

Selengkapnya
Analisis Supply Chain Management di Indonesia: Tantangan, Tren, dan Solusi Keberlanjutan

Pengukuran Kinerja dan Optimasi dalam Rantai Pasok

Strategi Green Supply Chain Management: Studi Kasus Industri Baja di Indonesia

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 05 Maret 2025


Pendahuluan

Dalam dunia bisnis yang semakin sadar lingkungan, Green Supply Chain Management (GSCM) menjadi faktor penting dalam meningkatkan efisiensi operasional sekaligus mengurangi dampak lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Ekawati membahas penerapan model evaluasi kinerja GSCM di sebuah perusahaan baja di Indonesia. Fokus utama studi ini adalah mengembangkan pendekatan kombinasi untuk mengukur efektivitas GSCM melalui metode yang lebih akurat dan komprehensif.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kombinasi dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Beberapa teknik utama yang diterapkan antara lain:

  • Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan faktor-faktor penting dalam evaluasi rantai pasok hijau.
  • Decision Making Trial and Evaluation Laboratory (DEMATEL) untuk mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara faktor-faktor tersebut.
  • Studi kasus dilakukan pada perusahaan baja di Indonesia guna mengevaluasi penerapan GSCM dalam lingkungan manufaktur nyata.

Temuan Utama

1. Pentingnya GSCM dalam Industri Baja

  • Industri baja dikenal sebagai salah satu sektor dengan dampak lingkungan tinggi. Emisi karbon, konsumsi energi, dan limbah produksi menjadi tantangan utama dalam rantai pasoknya.
  • Perusahaan baja yang menerapkan GSCM dapat mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi sumber daya.

2. Faktor-Faktor Kunci dalam Evaluasi GSCM

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang mempengaruhi efektivitas rantai pasok hijau, antara lain:

  • Efisiensi energi dalam produksi baja.
  • Reduksi limbah dan emisi karbon melalui proses produksi yang lebih ramah lingkungan.
  • Kolaborasi dengan pemasok untuk memastikan bahan baku yang lebih berkelanjutan.
  • Regulasi pemerintah dan standar lingkungan yang mendorong perusahaan untuk menerapkan praktik hijau.

3. Model Evaluasi Berbasis AHP-DEMATEL

Dengan menggabungkan AHP dan DEMATEL, penelitian ini berhasil menyusun model evaluasi yang lebih efektif dalam menentukan faktor mana yang paling berpengaruh terhadap kinerja GSCM. Hasil analisis menunjukkan bahwa:

  • Faktor regulasi dan efisiensi energi memiliki pengaruh terbesar terhadap keberhasilan rantai pasok hijau.
  • Kolaborasi pemasok menjadi aspek kunci dalam memastikan bahan baku yang ramah lingkungan.
  • Reduksi limbah dan emisi karbon masih menjadi tantangan utama yang membutuhkan investasi teknologi lebih lanjut.

4. Studi Kasus: Implementasi GSCM di Perusahaan Baja Indonesia

  • Perusahaan baja yang menerapkan GSCM berhasil mengurangi konsumsi energi sebesar 15% dalam waktu tiga tahun.
  • Peningkatan efisiensi rantai pasok memungkinkan perusahaan mengurangi limbah produksi hingga 20%.
  • Kolaborasi dengan pemasok lokal membantu mengurangi jejak karbon dalam transportasi bahan baku.
  • Investasi dalam teknologi hijau memungkinkan perusahaan meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan internasional.

Strategi Optimal untuk Implementasi GSCM

Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah strategi terbaik untuk mengoptimalkan rantai pasok hijau dalam industri manufaktur:

1. Meningkatkan Efisiensi Energi dalam Produksi

  • Menggunakan teknologi hemat energi dalam proses produksi.
  • Menerapkan sistem recycling dan pemanfaatan limbah sebagai sumber daya baru.

2. Memperkuat Kolaborasi dengan Pemasok Hijau

  • Bekerja sama dengan pemasok yang menerapkan standar lingkungan yang ketat.
  • Meningkatkan transparansi rantai pasok dengan sistem pemantauan berbasis IoT.

3. Mengadopsi Kebijakan Lingkungan Berbasis Data

  • Menggunakan big data dan analitik untuk mengukur dan mengurangi dampak lingkungan dari rantai pasok.
  • Menerapkan model evaluasi berbasis AHP-DEMATEL untuk mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan.

4. Memastikan Kepatuhan terhadap Regulasi

  • Menyesuaikan strategi perusahaan dengan kebijakan lingkungan nasional dan global.
  • Mengikuti sertifikasi ISO 14001 untuk meningkatkan kredibilitas dalam praktik bisnis hijau.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa Green Supply Chain Management (GSCM) memiliki dampak positif dalam meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi dampak lingkungan dalam industri baja. Dengan mengadopsi pendekatan berbasis AHP dan DEMATEL, perusahaan dapat mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang perlu dioptimalkan dalam rantai pasok hijau.

Implementasi GSCM yang efektif memungkinkan perusahaan untuk:

  • Mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon.
  • Meningkatkan transparansi dan kolaborasi dalam rantai pasok.
  • Memastikan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan.
  • Meningkatkan daya saing melalui praktik bisnis yang lebih berkelanjutan.

Dalam era bisnis yang semakin peduli terhadap lingkungan dan keberlanjutan, perusahaan yang mengintegrasikan strategi GSCM akan memiliki keuntungan kompetitif yang lebih besar dalam jangka panjang.

Sumber : Ratna Ekawati (2023). A Combined Approach for Green Supply Chain Management Performance Measurement in a Steel Manufacturing Company: An Indonesian Case.

 

Selengkapnya
Strategi Green Supply Chain Management: Studi Kasus Industri Baja di Indonesia
« First Previous page 5 of 6 Next Last »