Keselamatan Kerja

Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Sekolah melalui Perspektif Kepala Sekolah

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan sekolah merupakan aspek penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan kondusif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis dokumen dan wawancara semi-terstruktur. Sebanyak 21 kepala sekolah dari berbagai jenjang pendidikan (TK, SD, SMP, SMA) di wilayah Bursa, Turki, menjadi responden dalam studi ini. Data dikumpulkan melalui:

  • Dokumen resmi seperti laporan tahunan K3 sekolah dan surat edaran dari pemerintah.
  • Wawancara langsung dan daring untuk mendapatkan perspektif kepala sekolah mengenai hambatan dan harapan mereka terhadap implementasi K3.

Berdasarkan analisis dokumen dan wawancara, praktik K3 yang dilakukan di sekolah dikategorikan menjadi beberapa aspek:

  • Layanan K3: Pembentukan tim K3 dan prosedur operasionalnya.
  • Pelatihan dan Informasi: Pelatihan keselamatan kerja bagi guru dan staf.
  • Simulasi dan Latihan Darurat: Meliputi simulasi kebakaran, gempa, dan evakuasi.
  • Pengelolaan Limbah dan Program Nol Sampah: Peningkatan kesadaran lingkungan di sekolah.
  • Audit dan Supervisi: Inspeksi rutin oleh pemerintah dan lembaga terkait.
  • Pemantauan Kesehatan: Pemeriksaan kesehatan berkala bagi siswa dan staf.
  • Pencegahan dan Pengukuran Risiko: Identifikasi potensi bahaya serta tindakan mitigasi.
  • Pelaporan Insiden: Dokumentasi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
  • Modul K3 di Sistem Informasi Sekolah: Pelaporan dan pembaruan data terkait K3.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa tantangan utama dalam pelaksanaan K3 di sekolah:

  • Kurangnya Dukungan Finansial: 80% kepala sekolah menyatakan bahwa minimnya anggaran menjadi hambatan utama dalam meningkatkan fasilitas keselamatan.
  • Keterbatasan Tenaga Ahli: Tidak adanya spesialis K3 yang ditugaskan di sekolah mengakibatkan beban kerja tambahan bagi kepala sekolah dan guru.
  • Kurangnya Kesadaran dan Pelatihan: 60% staf sekolah belum pernah mengikuti pelatihan K3 secara formal.
  • Regulasi yang Tidak Konsisten: Banyak kebijakan K3 yang diterapkan secara parsial tanpa pengawasan yang ketat.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa kepala sekolah memiliki beberapa harapan utama:

  • Dukungan Anggaran yang Lebih Besar: Pengalokasian dana khusus untuk implementasi program K3.
  • Penunjukan Spesialis K3 di Sekolah: Setiap sekolah sebaiknya memiliki tenaga ahli K3 yang bertanggung jawab atas keselamatan kerja.
  • Peningkatan Pelatihan bagi Staf Sekolah: Seminar dan pelatihan rutin mengenai prosedur keselamatan dan mitigasi risiko.
  • Kolaborasi dengan Institusi Terkait: Kemitraan dengan otoritas kesehatan dan keselamatan untuk memperbaiki standar K3 di sekolah.

Salah satu sekolah menengah di Bursa berhasil mengurangi angka kecelakaan kerja sebesar 40% dalam dua tahun terakhir dengan menerapkan sistem pengawasan keselamatan berbasis teknologi. Langkah-langkah yang diterapkan meliputi pemasangan CCTV untuk memantau area berisiko dan pemberian APD (Alat Pelindung Diri) kepada staf kebersihan dan teknisi sekolah.

Sebuah sekolah dasar yang rutin melakukan simulasi bencana melaporkan bahwa 80% siswa mampu mengikuti prosedur evakuasi dengan benar dalam simulasi kebakaran terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan keselamatan memiliki dampak positif dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana.

Sebaliknya, sebuah sekolah teknik mengalami peningkatan insiden kecelakaan kerja sebesar 30% dalam lima tahun terakhir karena kurangnya pelatihan bagi siswa yang bekerja di laboratorium praktik. Insiden yang sering terjadi meliputi luka bakar akibat bahan kimia dan cedera akibat penggunaan alat berat tanpa pelindung.

Keunggulan:

  1. Menggunakan metode penelitian yang kuat dengan kombinasi wawancara dan analisis dokumen.
  2. Menyoroti perspektif kepala sekolah sebagai pengambil keputusan utama dalam implementasi K3.
  3. Memberikan solusi berbasis kebijakan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keselamatan kerja di sekolah.

Kelemahan:

  • Terbatas pada wilayah Bursa, Turki, sehingga temuan ini belum tentu berlaku di negara lain dengan sistem pendidikan berbeda.
  • Tidak membahas peran siswa dalam K3, padahal mereka juga merupakan bagian dari ekosistem keselamatan di sekolah.
  • Minimnya data kuantitatif mengenai dampak K3 terhadap prestasi akademik siswa.

Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan standar K3 di sekolah meliputi:

  1. Peningkatan Anggaran K3
    • Pemerintah harus mengalokasikan dana khusus untuk peningkatan infrastruktur keselamatan di sekolah.
    • Sekolah dapat menjalin kerja sama dengan perusahaan swasta untuk memperoleh bantuan dana dan peralatan keselamatan.
  2. Pelatihan Rutin untuk Staf Sekolah
    • Semua guru dan staf harus mengikuti pelatihan K3 minimal setahun sekali.
    • Simulasi bencana dan evakuasi harus dijadikan program wajib dalam kalender akademik.
  3. Penugasan Spesialis K3 di Sekolah
    • Setiap distrik pendidikan harus memiliki tim spesialis K3 yang bertanggung jawab atas inspeksi keselamatan di sekolah-sekolah di wilayahnya.
    • Kepala sekolah harus diberikan pelatihan dasar K3 untuk meningkatkan pemahaman mereka dalam menangani risiko kerja.
  4. Penggunaan Teknologi dalam K3
    • Implementasi sistem pemantauan keselamatan berbasis sensor dan AI dapat membantu mendeteksi potensi bahaya secara dini.
    • Penggunaan aplikasi mobile untuk pelaporan insiden dapat mempercepat respons terhadap keadaan darurat.

Peran kepala sekolah dalam implementasi K3 serta berbagai hambatan yang mereka hadapi. Dengan dukungan kebijakan yang lebih kuat, peningkatan anggaran, dan pelatihan yang lebih baik, sekolah dapat menjadi lingkungan yang lebih aman bagi semua pemangku kepentingan. Studi ini memberikan wawasan yang berharga bagi pembuat kebijakan dan praktisi pendidikan dalam meningkatkan standar keselamatan di lingkungan sekolah.

Sumber: Yilmaz, S. How to Enhance Occupational Health and Safety Practices in Schools: An Analysis Through the Eyes of School Principals. International Journal of Psychology and Educational Studies, Vol. 9 (Special Issue), 2022, Hal. 922-933.

Selengkapnya
Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Sekolah melalui Perspektif Kepala Sekolah

Keselamatan Kerja

Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap Kinerja Karyawan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan kinerja karyawan di berbagai sektor industri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik incidental sampling terhadap 72 responden dari total populasi 250 karyawan di PT. XYZ. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara, dan dokumentasi, yang kemudian dianalisis menggunakan metode regresi linear sederhana melalui SPSS versi 2.3.

Variabel dalam penelitian:

  • Variabel independen: Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
  • Variabel dependen: Kinerja karyawan
  • Variabel mediasi: Kinerja K3 perusahaan

Temuan Utama

1. Hubungan antara K3 dan Kinerja Karyawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi K3 memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap kinerja karyawan.

  • Penerapan program K3 yang lebih baik meningkatkan kinerja karyawan sebesar 32,5%.
  • Karyawan yang bekerja di lingkungan kerja yang lebih aman dan sehat menunjukkan peningkatan produktivitas sebesar 28% dibanding mereka yang bekerja dalam kondisi kurang mendukung.
  • Kepatuhan terhadap standar K3 menurunkan tingkat kecelakaan kerja sebesar 40% dalam 5 tahun terakhir.

2. Dampak K3 terhadap Performa Perusahaan

  • Perusahaan yang menerapkan sistem manajemen K3 secara efektif mampu mencapai target Zero Accident.
  • Absensi karyawan berkurang hingga 18% setelah adanya peningkatan standar keselamatan kerja.
  • Implementasi kebijakan K3 yang lebih baik meningkatkan kepuasan kerja karyawan hingga 25%.

3. Tantangan dalam Implementasi K3

Meskipun penerapan K3 memberikan manfaat yang signifikan, penelitian ini juga menemukan beberapa kendala utama:

  • Kurangnya kesadaran karyawan terhadap pentingnya K3, dengan 60% responden tidak pernah mengikuti pelatihan keselamatan secara formal.
  • Fasilitas keselamatan yang belum memadai, seperti kurangnya alat pelindung diri (APD) di area kerja.
  • Kurangnya pengawasan dari manajemen, yang menyebabkan beberapa prosedur keselamatan tidak diterapkan secara optimal.

Studi Kasus

1. Implementasi K3 di PT. XYZ

PT. XYZ, sebagai perusahaan jasa bongkar muat, menghadapi berbagai tantangan keselamatan kerja, terutama dalam penggunaan alat berat. Melalui program K3, perusahaan berhasil:

  • Mengurangi 50% kasus kecelakaan akibat penggunaan alat berat dengan meningkatkan pelatihan dan sertifikasi operator.
  • Menurunkan kerugian finansial akibat kecelakaan kerja sebesar 35% dengan memperbaiki sistem pengawasan keselamatan.
  • Meningkatkan efisiensi kerja sebesar 20% melalui penerapan prosedur keselamatan yang lebih ketat.

2. Perbandingan dengan Industri Sejenis

Penelitian ini membandingkan implementasi K3 di PT. XYZ dengan perusahaan lain dalam industri yang sama:

  • Perusahaan A dengan kebijakan K3 yang lebih ketat memiliki tingkat absensi karyawan lebih rendah (10% lebih sedikit) dibanding PT. XYZ.
  • Perusahaan B, yang belum menerapkan standar K3 dengan baik, mengalami tingkat kecelakaan kerja 60% lebih tinggi dibanding PT. XYZ.

Keunggulan:

  1. Menggunakan data empiris yang kuat, sehingga hasil penelitian lebih valid dan aplikatif.
  2. Membahas keterkaitan antara K3, kinerja karyawan, dan kinerja perusahaan, yang jarang dikaji dalam penelitian sebelumnya.
  3. Memberikan rekomendasi praktis bagi perusahaan, terutama di sektor jasa bongkar muat.

Kekurangan:

  • Tidak membahas secara mendalam peran teknologi dalam K3, seperti penggunaan sensor atau sistem otomatisasi dalam meningkatkan keselamatan kerja.
  • Tidak mempertimbangkan faktor psikologis karyawan, seperti tingkat stres akibat tekanan kerja, yang juga dapat memengaruhi kinerja.
  • Terbatas pada satu industri, sehingga hasilnya belum tentu dapat digeneralisasi ke sektor lain.

Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas K3:

  1. Peningkatan Pelatihan Keselamatan
    • Mewajibkan seluruh karyawan mengikuti pelatihan K3 secara berkala.
    • Menggunakan simulasi dan teknologi VR untuk meningkatkan pemahaman terhadap prosedur keselamatan.
  2. Penyediaan Fasilitas Keselamatan yang Memadai
    • Memastikan setiap pekerja memiliki akses ke APD yang sesuai.
    • Menyediakan jalur evakuasi yang lebih jelas dan mudah diakses.
  3. Penguatan Pengawasan dan Kepatuhan
    • Menjadikan K3 sebagai bagian dari budaya perusahaan.
    • Memberikan insentif bagi karyawan yang mematuhi prosedur keselamatan.

Penerapan K3 yang efektif memiliki dampak signifikan terhadap kinerja karyawan dan keseluruhan kinerja perusahaan. Dengan meningkatkan kesadaran, fasilitas, dan pengawasan terhadap K3, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif. Oleh karena itu, K3 bukan hanya sebagai kewajiban hukum, tetapi juga sebagai strategi bisnis yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan.

Sumber: Priyanto, H., & Syah, T. Y. R. Effect of Occupational Safety & Health on Employee Performance and Its Relationship with Occupational Health & Safety Performance. International Journal of Business and Social Science, Vol. x, No. x, 2023, Hal. 1-15.

Selengkapnya
Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap Kinerja Karyawan

Keselamatan Kerja

Tantangan dan Prospek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Ghana

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif. Meskipun banyak negara telah mengambil langkah maju dalam menerapkan kebijakan K3, banyak negara berkembang, termasuk Ghana, masih menghadapi berbagai tantangan dalam penerapan praktik keselamatan kerja. Studi ini mengklasifikasikan masalah K3 menjadi beberapa kategori utama, termasuk regulasi, infrastruktur, serta kepedulian manajemen dan pekerja terhadap keselamatan kerja.

K3 sering kali tidak menjadi prioritas utama dalam agenda nasional maupun di tingkat perusahaan. Beberapa indikator utama meliputi:

  • Kurangnya regulasi yang ketat: Ghana tidak memiliki kebijakan K3 nasional yang komprehensif.
  • Rendahnya kesadaran akan keselamatan kerja: Banyak pekerja dan pengusaha tidak memahami pentingnya K3.
  • Minimnya investasi dalam infrastruktur keselamatan: Banyak tempat kerja tidak memiliki fasilitas dasar seperti alat pemadam kebakaran dan APD.

Data menunjukkan bahwa Ghana mengalami tingkat kecelakaan kerja yang signifikan, terutama di sektor konstruksi, manufaktur, dan pertambangan:

  • Industri konstruksi mencatat 902 kecelakaan pada tahun 2000, dengan 56 di antaranya bersifat fatal.
  • Sektor pertambangan memiliki tingkat cedera kerja tertinggi, dengan banyak pekerja mengalami gangguan pernapasan akibat paparan debu dan bahan kimia.
  • Pertanian juga menyumbang kasus penyakit akibat kerja, seperti malaria dan gangguan pernapasan akibat paparan pestisida.

Studi ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang menghambat penerapan K3 di Ghana:

  • Ketidakjelasan Regulasi: Hanya ada beberapa undang-undang yang mengatur K3, seperti Factories, Offices, and Shops Act (1970) dan Mining Regulations (1970), tetapi tidak diperbarui sesuai perkembangan industri.
  • Kurangnya Pelatihan dan Kesadaran: 80% pekerja Ghana tidak pernah menerima pelatihan K3, sehingga banyak yang bekerja dalam kondisi berbahaya tanpa perlindungan yang memadai.
  • Minimnya Inspeksi dan Penegakan Hukum: Pengawasan terhadap penerapan K3 masih sangat lemah akibat keterbatasan sumber daya pemerintah.

Pada tahun 2009, kebakaran di Kumasi Central Market menghancurkan lebih dari 400 kios, mengakibatkan kerugian finansial yang besar. Studi ini mengaitkan kejadian ini dengan kurangnya sistem pencegahan kebakaran dan minimnya pelatihan darurat bagi pedagang. Pekerja tambang di Ghana menghadapi berbagai risiko kesehatan akibat paparan merkuri dan debu silika. Studi ini menemukan bahwa banyak tambang tidak memiliki ventilasi yang memadai, yang menyebabkan tingginya angka kasus penyakit paru-paru kronis. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% pekerja konstruksi di Ghana mengalami cedera akibat jatuh dari ketinggian, karena kurangnya perlengkapan keselamatan seperti helm dan harness.

Keunggulan:

  1. Memberikan gambaran menyeluruh tentang kondisi K3 di Ghana.
  2. Menggunakan data empiris untuk mendukung argumen.
  3. Menyajikan rekomendasi yang dapat diterapkan oleh pemerintah dan industri.

Kekurangan:

  • Kurangnya perbandingan dengan negara lain yang memiliki regulasi K3 lebih baik.
  • Tidak ada studi langsung di lapangan, karena penelitian ini hanya berbasis literatur.
  • Minimnya pembahasan tentang peran teknologi dalam meningkatkan keselamatan kerja.

Rekomendasi untuk Meningkatkan K3 di Ghana

  1. Pembuatan Kebijakan Nasional K3
    • Pemerintah Ghana harus menyusun regulasi nasional yang mewajibkan penerapan standar keselamatan di semua industri.
  2. Pelatihan dan Edukasi K3
    • Perusahaan perlu mewajibkan pelatihan K3 bagi seluruh pekerja.
    • Kampanye kesadaran K3 harus dilakukan secara nasional.
  3. Peningkatan Infrastruktur Keselamatan
    • Investasi dalam peralatan keselamatan seperti APD, sistem pemadam kebakaran, dan ventilasi industri harus ditingkatkan.
  4. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum
    • Pemerintah perlu meningkatkan jumlah inspeksi dan sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi standar keselamatan.

Ghana masih menghadapi berbagai tantangan dalam penerapan K3, termasuk kurangnya regulasi, rendahnya kesadaran pekerja, serta minimnya investasi dalam infrastruktur keselamatan. Untuk meningkatkan kondisi K3, diperlukan kebijakan yang lebih ketat, peningkatan pelatihan, serta investasi dalam teknologi keselamatan. Dengan langkah-langkah ini, Ghana dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif bagi seluruh tenaga kerja.

Sumber: Puplampu, B. B., & Quartey, S. H. Key Issues on Occupational Health and Safety Practices in Ghana: A Review. International Journal of Business and Social Science, Vol. 3 No. 19, 2012, Hal. 151-156.

Selengkapnya
Tantangan dan Prospek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Ghana

Keselamatan Kerja

Evaluasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Manufaktur

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi elemen krusial dalam industri manufaktur untuk melindungi pekerja dari risiko kecelakaan kerja. Penelitian ini terdiri dari empat sub-studi yang mencakup:

  1. Analisis tingkat kecelakaan kerja sebelum dan sesudah penerapan OHSAS 18001.
  2. Pengukuran iklim keselamatan kerja melalui survei terhadap 269 pekerja.
  3. Perbandingan praktik K3 antara perusahaan bersertifikasi dan non-sertifikasi.
  4. Identifikasi faktor yang mempengaruhi efektivitas OHSAS 18001 melalui wawancara dengan manajer perusahaan.

Data dikumpulkan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, termasuk analisis statistik regresi binomial negatif dan wawancara semi-terstruktur.

Penelitian ini menemukan bahwa meskipun perusahaan yang telah tersertifikasi OHSAS 18001 memiliki dokumentasi yang lebih baik, implementasi standar ini tidak selalu berkorelasi langsung dengan penurunan kecelakaan kerja.

  • Rata-rata tingkat cedera di perusahaan bersertifikasi adalah 6,22 per 100 karyawan setelah implementasi standar, turun dari 17,1 sebelum sertifikasi.
  • Namun, dua dari tiga perusahaan bersertifikasi masih mengalami peningkatan tingkat kecelakaan setelah sertifikasi (dari 3,85 ke 4,8 dan 2,78 ke 4,88), menunjukkan bahwa sertifikasi saja tidak cukup untuk meningkatkan keselamatan kerja.

Perbedaan Iklim Keselamatan antara Perusahaan Bersertifikasi dan Non-Bersertifikasi

  • 269 pekerja yang disurvei menunjukkan bahwa perusahaan bersertifikasi memiliki kesadaran keselamatan lebih tinggi.
  • Faktor-faktor seperti pelatihan keselamatan, keterlibatan manajemen, dan komunikasi risiko lebih baik di perusahaan yang telah mengadopsi OHSAS 18001.
  • Namun, terdapat perbedaan signifikan dalam persepsi keselamatan antara manajer dan pekerja, di mana pekerja merasa bahwa implementasi standar lebih bersifat administratif daripada praktis.

Melalui wawancara dengan 16 manajer perusahaan, ditemukan beberapa hambatan utama dalam penerapan sistem K3:

  • Kurangnya komitmen manajemen: 75% responden menyebutkan bahwa manajemen hanya berfokus pada kepatuhan formal tanpa upaya nyata dalam peningkatan keselamatan.
  • Pelatihan pekerja yang terbatas: 80% pekerja tidak menerima pelatihan keselamatan secara berkala.
  • Kurangnya integrasi dengan budaya perusahaan: Banyak perusahaan menerapkan sistem ini hanya untuk memenuhi regulasi, bukan sebagai bagian dari strategi bisnis jangka panjang.

Studi ini mengungkapkan bahwa sertifikasi OHSAS 18001 bukanlah jaminan langsung untuk peningkatan keselamatan kerja. Beberapa poin penting yang dapat diperhatikan:

  • Kelebihan:
    • Meningkatkan dokumentasi dan kepatuhan terhadap regulasi.
    • Meningkatkan kesadaran pekerja terhadap bahaya kerja.
  • Kekurangan:
    • Tidak selalu mengurangi tingkat kecelakaan secara signifikan.
    • Implementasi sering kali hanya bersifat administratif tanpa dampak nyata.
    • Faktor eksternal seperti regulasi pemerintah dan budaya kerja juga memengaruhi efektivitas sistem.

Penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan sistem manajemen K3 tidak hanya bergantung pada sertifikasi formal, tetapi juga pada implementasi yang efektif, komitmen manajemen, serta keterlibatan pekerja. Untuk meningkatkan efektivitas OHSAS 18001, perusahaan perlu memperkuat pelatihan, meningkatkan partisipasi pekerja, dan mengintegrasikan sistem K3 dengan strategi bisnis mereka.

Sumber: Ghahramani, A. Assessment of Occupational Health and Safety Management Systems Status and Effectiveness in Manufacturing Industry. University of Helsinki, 2017.

Selengkapnya
Evaluasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri Manufaktur

Keselamatan Kerja

Pendekatan Multi - Kriteria dalam Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 07 Maret 2025


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam dunia industri untuk melindungi pekerja dari berbagai bahaya yang berpotensi mengancam keselamatan mereka. Penelitian ini melakukan tinjauan sistematis terhadap 80 paper yang diterbitkan antara tahun 2003 hingga 2018. Makalah-makalah ini diklasifikasikan berdasarkan:

  • Tren publikasi dan jurnal penerbit
  • Faktor-faktor risiko yang dinilai
  • Alat analisis yang digunakan dalam metode penilaian risiko

Analisis ini bertujuan untuk memahami bagaimana metode berbasis MCDM dan fuzzy MCDM digunakan dalam berbagai sektor industri, termasuk manufaktur, konstruksi, energi, dan transportasi.

Beberapa contoh implementasi metode MCDM dalam penilaian risiko K3 yang dibahas dalam paper ini meliputi:

  1. Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam Penilaian Risiko Industri Manufaktur
    • Metode AHP digunakan untuk menentukan tingkat risiko di sektor manufaktur dengan membandingkan berbagai faktor seperti probabilitas kejadian dan tingkat keparahan.
    • Studi menunjukkan bahwa AHP membantu meningkatkan ketepatan dalam mengidentifikasi prioritas bahaya di pabrik.
  2. TOPSIS untuk Evaluasi Risiko di Sektor Konstruksi
    • Teknik Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) digunakan untuk mengurutkan risiko berdasarkan kedekatannya dengan solusi ideal.
    • Penelitian ini menemukan bahwa TOPSIS efektif dalam mengklasifikasikan berbagai faktor risiko pada proyek konstruksi skala besar.
  3. Fuzzy AHP dalam Penilaian Risiko Ergonomis
    • Kombinasi AHP dengan fuzzy logic digunakan untuk menilai risiko cedera akibat postur kerja yang buruk.
    • Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ini lebih akurat dibandingkan dengan metode tradisional dalam menilai risiko yang melibatkan ketidakpastian.
  4. VIKOR untuk Manajemen Risiko di Sektor Transportasi
    • VlseKriterijumska Optimizacija I Kompromisno Resenje (VIKOR) digunakan dalam industri transportasi untuk menilai dan mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas.
    • Metode ini membantu dalam memilih solusi terbaik berdasarkan beberapa faktor risiko sekaligus.

Paper ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis MCDM sangat efektif dalam menangani kompleksitas penilaian risiko K3. Namun, terdapat beberapa tantangan yang perlu diperhatikan:

  • Ketergantungan pada Keputusan Subjektif: Banyak metode MCDM yang bergantung pada preferensi pengambil keputusan, sehingga dapat menghasilkan bias.
  • Kompleksitas Perhitungan: Beberapa metode, seperti fuzzy MCDM, memerlukan perhitungan yang lebih kompleks dibandingkan metode tradisional.
  • Kurangnya Standarisasi: Tidak semua metode memiliki standar yang seragam, sehingga sulit untuk dibandingkan antar industri.

Penelitian ini memberikan wawasan mendalam mengenai peran metode berbasis MCDM dan fuzzy MCDM dalam penilaian risiko K3. Dengan memahami berbagai metode ini, industri dapat memilih pendekatan yang paling sesuai untuk mengurangi kecelakaan dan meningkatkan keselamatan pekerja.

Sumber: Gül, M. A Review of Occupational Health and Safety Risk Assessment Approaches Based on Multi-Criteria Decision-Making Methods and Their Fuzzy Versions. Human and Ecological Risk Assessment: An International Journal, Vol. 24 No. 7, 2018, Hal. 1723-1760.

Selengkapnya
Pendekatan Multi - Kriteria dalam Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Keselamatan Kerja

Sejarah dan Perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Amerika Serikat

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Pada akhir abad ke-19, industrialisasi yang pesat membawa peningkatan kecelakaan kerja yang signifikan. Dengan meningkatnya penggunaan mesin berat dan bahan kimia berbahaya, para pekerja menghadapi risiko tinggi terhadap cedera dan penyakit akibat kerja. Data dari artikel menunjukkan bahwa:

  • Pada awal 1900-an, kecelakaan kerja di sektor pertambangan dan pabrik mencapai tingkat yang mengkhawatirkan.
  • Tahun 1905, kasus Lochner v. New York berusaha membatasi jam kerja tetapi dibatalkan oleh Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa regulasi tersebut bertentangan dengan kebebasan berkontrak antara pekerja dan pengusaha.
  • Tahun 1911, tragedi Triangle Shirtwaist Factory Fire di New York menewaskan 146 pekerja tekstil, yang menjadi katalis bagi reformasi keselamatan kerja.

Perjuangan panjang buruh dan aktivis kesehatan akhirnya menghasilkan undang-undang yang lebih progresif:

  • 1969: Mine Safety and Health Act disahkan untuk meningkatkan keselamatan pekerja tambang.
  • 1970: Occupational Safety and Health Act (OSH Act) melahirkan OSHA, lembaga federal yang bertugas mengatur dan menegakkan standar keselamatan kerja.
  • 1980-an dan 1990-an: OSHA menghadapi tantangan dari industri yang berusaha mengurangi regulasi dengan alasan ekonomi. Studi dalam artikel ini menyoroti bagaimana kebijakan federal bergeser akibat tekanan politik dan ekonomi.

Dalam penelitian ini, Rosner dan Markowitz menyoroti bagaimana kebijakan OSHA telah mengurangi angka kecelakaan kerja:

  • Tahun 1970, sebelum OSHA, tingkat kematian akibat kecelakaan kerja mencapai 14.000 per tahun.
  • Tahun 2018, angka ini turun drastis menjadi 5.250 per tahun, meskipun jumlah tenaga kerja meningkat.
  • Standar yang diperkenalkan oleh OSHA, seperti regulasi paparan asbes dan bahan kimia berbahaya, secara signifikan mengurangi penyakit akibat kerja.

Namun, artikel ini juga mencatat bahwa perlawanan dari industri terus berlanjut:

  • Pada era 1980-an, pemerintahan Reagan memangkas anggaran OSHA dan melemahkan pengawasan terhadap perusahaan.
  • Tahun 2001, regulasi ergonomi yang diusulkan untuk mengurangi cedera akibat gerakan repetitif dibatalkan oleh Kongres.
  • Pada 2017-2020, administrasi Trump mengurangi jumlah inspeksi OSHA, yang menyebabkan peningkatan kecelakaan di tempat kerja.

Rosner dan Markowitz menekankan bahwa keselamatan kerja bukan hanya masalah regulasi tetapi juga pertarungan antara kepentingan buruh dan industri. Beberapa poin penting yang dapat diambil dari artikel ini adalah:

  1. Regulasi K3 berdampak nyata pada pengurangan kecelakaan kerja.
  2. Tekanan politik dan ekonomi mempengaruhi efektivitas OSHA dalam melindungi pekerja.
  3. Peran serikat pekerja dan aktivis kesehatan sangat penting dalam memastikan regulasi tetap kuat dan efektif.

Artikel ini memberikan wawasan mendalam mengenai sejarah dan dinamika kebijakan K3 di Amerika Serikat. Meskipun telah banyak kemajuan, tantangan masih tetap ada, terutama dalam menghadapi tekanan dari sektor industri yang ingin melonggarkan regulasi. Keselamatan pekerja harus tetap menjadi prioritas utama, dan penelitian seperti ini membantu menyoroti pentingnya regulasi yang kuat untuk melindungi hak-hak pekerja.

Sumber: Rosner, D., & Markowitz, G. A Short History of Occupational Safety and Health in the United States. American Journal of Public Health, Vol. 110, No. 5, 2020, Hal. 622-628.

Selengkapnya
Sejarah dan Perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Amerika Serikat
« First Previous page 8 of 11 Next Last »