Keselamatan Kerja

Pentingnya Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi Kurir Ekspedisi dalam Menghadapi Multi-Hazard

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Dalam industri logistik yang berkembang pesat, para kurir ekspedisi menghadapi berbagai risiko kerja yang dapat mempengaruhi produktivitas dan keselamatan mereka. Paper berjudul Occupational Health and Safety (OHS) Training for Expedition Couriers to be Able to Deal with Multi-Hazards oleh Reniasinta dan Evi Widowati dari Universitas Negeri Semarang membahas bagaimana pelatihan K3 dapat membantu kurir dalam menghadapi risiko kerja yang beragam. Studi ini dilakukan pada kurir ID Express Drop Point Kroya di Kabupaten Cilacap, dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja serta mengusulkan solusi berbasis pelatihan K3.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode cross-sectional. Sampel penelitian terdiri dari 35 kurir ekspedisi ID Express Drop Point Kroya. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang mengukur kelelahan kerja menggunakan instrumen Industrial Fatigue Research Committee (IFRC), serta faktor lain seperti beban kerja, masa kerja, lama kerja, kebiasaan olahraga, dan usia.

Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan uji chi-square, Kolmogorov-Smirnov, dan Fisher. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara kelelahan kerja dengan beban kerja (p=0.024), lama kerja (p=0.007), dan kebiasaan olahraga (p=0.021).

Studi ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap kelelahan kerja pada kurir ekspedisi:

  1. Beban Kerja Tinggi:
    • 42,9% kurir mengalami beban kerja tinggi
    • 45,7% mengalami beban kerja sangat tinggi
    • Beban kerja yang tinggi meningkatkan kemungkinan kelelahan secara signifikan
  2. Lama Kerja yang Tidak Sesuai:
    • 82,9% kurir bekerja lebih dari 7 jam per hari
    • Pekerja dengan jam kerja lebih panjang memiliki kemungkinan lebih besar mengalami kelelahan
  3. Kurangnya Aktivitas Fisik:
    • 48,6% kurir tidak pernah berolahraga
    • Hanya 8,6% yang rutin berolahraga lebih dari 3 kali per minggu
    • Kurangnya olahraga berkontribusi terhadap tingkat kelelahan yang lebih tinggi
  4. Kurangnya Pengalaman Kerja:
    • 57,1% kurir memiliki masa kerja ≤7 bulan, yang dikaitkan dengan adaptasi kerja yang belum optimal

Berdasarkan wawancara dengan 7 kurir, ditemukan bahwa 71% mengalami gejala kelelahan seperti:

  • Sakit kepala
  • Nyeri punggung akibat duduk terlalu lama
  • Kekakuan bahu setelah berkendara berjam-jam

Selain itu, peningkatan belanja online selama pandemi COVID-19 menyebabkan lonjakan volume pengiriman, sehingga menambah tekanan kerja bagi kurir ekspedisi.

Solusi: Pentingnya Pelatihan K3

Hasil penelitian ini menegaskan bahwa pelatihan K3 dapat menjadi solusi dalam mengurangi kelelahan dan meningkatkan keselamatan kerja kurir ekspedisi. Beberapa langkah yang direkomendasikan meliputi:

  1. Pelatihan Manajemen Kelelahan: Mengajarkan teknik manajemen waktu dan istirahat yang optimal untuk mengurangi risiko kelelahan.
  2. Pelatihan Keselamatan Berkendara: Mengedukasi kurir tentang teknik berkendara yang aman dan cara menghindari kecelakaan di jalan.
  3. Pelatihan Ergonomi: Memberikan panduan tentang postur tubuh yang benar saat berkendara dan mengangkat barang untuk mencegah cedera otot dan tulang.
  4. Penerapan Sistem K3 di Perusahaan: Mengoptimalkan jadwal kerja agar tidak melebihi batas aman serta memastikan kurir memiliki waktu istirahat yang cukup.

Paper ini menyoroti betapa pentingnya pelatihan K3 dalam industri logistik, khususnya bagi kurir ekspedisi yang menghadapi risiko kerja tinggi. Dengan menerapkan sistem pelatihan yang baik, perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan kurir sekaligus menjaga produktivitas operasional. Studi ini memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan kebijakan keselamatan kerja di sektor logistik, terutama dalam menghadapi tantangan era digital yang semakin menuntut kecepatan dan efisiensi.

Sumber: Reniasinta, R., & Widowati, E. Occupational Health and Safety (OHS) Training for Expedition Couriers to be Able to Deal with Multi-Hazards. International Journal of Active Learning, Vol. 7 No. 2, 2022, Hal. 209-218.

Selengkapnya
Pentingnya Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi Kurir Ekspedisi dalam Menghadapi Multi-Hazard

Keselamatan Kerja

Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Metode HIRARC di PT Barokah Galangan Perkasa

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi faktor krusial dalam industri maritim, terutama di sektor galangan kapal. Paper berjudul Risk Analysis of Occupational Health and Safety Using Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) Method (Case Study in PT Barokah Galangan Perkasa) karya Andi Giovanni, Lina Dianati Fathimahhayati, dan Theresia Amelia Pawitra membahas penerapan metode HIRARC dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko di PT Barokah Galangan Perkasa, sebuah perusahaan perbaikan dan pembuatan kapal di Kalimantan Timur.

Penelitian ini menggunakan metode Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control (HIRARC), yang bertujuan untuk mengidentifikasi bahaya, menilai tingkat risiko, dan menentukan tindakan pengendalian yang tepat. Studi dilakukan pada dua area kerja utama:

  • Upper Accommodation Area, dengan 40 potensi bahaya yang terdiri dari:
    • 77% risiko rendah
    • 12% risiko sedang
    • 8% risiko tinggi
    • 3% risiko sangat tinggi
  • Cargo Oil Tank Area, dengan 37 potensi bahaya yang terdiri dari:
    • 84% risiko rendah
    • 13% risiko sedang
    • 3% risiko tinggi

Dengan mengetahui tingkat risiko ini, perusahaan dapat memprioritaskan tindakan perbaikan untuk mengurangi kecelakaan kerja.

  1. Bahaya di Upper Accommodation Area
    • Risiko tinggi (8%) dan sangat tinggi (3%): Terjadi pada proses pengelasan di ketinggian, dengan risiko jatuh akibat kurangnya penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti body harness.
    • Penyebab utama kecelakaan: Kabel listrik yang berserakan, pencahayaan buruk, dan penggunaan alat pelindung diri yang tidak optimal.
    • Solusi yang direkomendasikan: Peningkatan pengawasan terhadap pemakaian APD dan penerapan prosedur keamanan ketat.
  2. Bahaya di Cargo Oil Tank Area
    • Risiko tinggi (3%): Terdapat pada paparan gas beracun akibat ventilasi yang kurang baik.
    • Penyebab utama kecelakaan: Kurangnya pelatihan dalam penggunaan alat bantu pernapasan.
    • Solusi yang direkomendasikan: Pemasangan sistem ventilasi tambahan dan pelatihan keselamatan rutin bagi pekerja.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan HIRARC dapat membantu perusahaan dalam meminimalkan risiko kecelakaan kerja. Beberapa langkah strategis yang dapat diterapkan antara lain:

  1. Peningkatan Standar Keselamatan
    • Penyediaan APD yang sesuai dengan standar internasional.
    • Penerapan prosedur keselamatan ketat sebelum melakukan pekerjaan berisiko tinggi.
  2. Pelatihan dan Kesadaran Pekerja
    • Pelatihan berkala terkait penggunaan alat keselamatan.
    • Simulasi keadaan darurat untuk meningkatkan kesiapsiagaan pekerja.
  3. Peningkatan Infrastruktur dan Peralatan
    • Pemasangan ventilasi tambahan di ruang tertutup.
    • Perbaikan sistem pencahayaan untuk mengurangi risiko kecelakaan akibat visibilitas rendah.

Paper ini menggarisbawahi pentingnya penerapan metode HIRARC dalam industri galangan kapal. Dengan memahami tingkat risiko dan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif.

Sumber: Giovanni, A., Fathimahhayati, L. D., & Pawitra, T. A. Risk Analysis of Occupational Health and Safety Using Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) Method (Case Study in PT Barokah Galangan Perkasa). IJIEM (Indonesian Journal of Industrial Engineering & Management), Vol. 4 No. 2, 2023, Hal. 198-211.

 

Selengkapnya
Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Metode HIRARC di PT Barokah Galangan Perkasa

Keselamatan Kerja

Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di rumah sakit menjadi isu penting yang harus diperhatikan. Rumah sakit merupakan tempat kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap tenaga kesehatan, pasien, dan bahkan pengunjung. Paper berjudul Analysis of Occupational Safety and Health (OSH) Risks in Hospitals: Literature Review karya Widi Mahasih Pramusiwi, Widodo Hariyono, dan Rochana Ruliyandari dari Universitas Ahmad Dahlan mengkaji berbagai risiko K3 di rumah sakit Indonesia melalui tinjauan literatur sistematis.

Penelitian ini menggunakan metode systematic literature review dengan pendekatan PRISMA untuk menyeleksi enam artikel ilmiah terkait K3 rumah sakit di Indonesia. Sumber data diperoleh melalui Google Scholar dengan kata kunci "Hospital Occupational Health and Safety Risks" dalam rentang tahun 2018-2022.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko K3 di rumah sakit dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok utama:

  1. Risiko Fisik: Cedera akibat jatuh, tertusuk jarum, terkena benda tajam, kecelakaan listrik, dan gangguan akibat pencahayaan buruk.
  2. Risiko Kimia: Paparan bahan kimia berbahaya seperti disinfektan, gas anestesi, limbah medis, dan obat-obatan sitotoksik.
  3. Risiko Biologis: Penyebaran virus dan bakteri penyebab infeksi nosokomial, COVID-19, hepatitis, HIV/AIDS, dan tuberkulosis.
  4. Risiko Ergonomis: Cedera otot dan tulang akibat postur kerja yang buruk, mengangkat pasien dengan teknik yang salah, serta kelelahan akibat pekerjaan berulang.
  5. Risiko Psikologis: Stres kerja, gangguan kecemasan, serangan dari pasien, serta kejenuhan akibat jam kerja panjang.

Beberapa temuan penting dari studi kasus yang dikaji dalam penelitian ini:

  • Risiko Infeksi Nosokomial di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang: Ditemukan bahwa tenaga kesehatan di IGD menghadapi risiko tinggi terhadap infeksi dari virus dan bakteri. Studi ini menunjukkan bahwa tenaga medis di rumah sakit ini sering mengalami paparan HIV, hepatitis, dan COVID-19 akibat kurangnya standar proteksi diri.
  • Bahaya Limbah Medis di RSU Haji Surabaya: Petugas kebersihan menghadapi risiko tinggi terkena tusukan jarum bekas, yang dapat menyebabkan infeksi HIV dan hepatitis. Paparan limbah medis yang tidak terkelola dengan baik juga meningkatkan risiko penyakit akibat vektor seperti tikus dan serangga.
  • Kelelahan dan Gangguan Muskuloskeletal di RS Roemani Muhammadiyah Semarang: Petugas filing rekam medis sering mengalami sakit punggung, nyeri sendi, serta stres akibat beban kerja yang berlebihan dan ergonomi kerja yang buruk.
  • Paparan Bahan Kimia di Instalasi Farmasi Rumah Sakit: Ditemukan bahwa petugas farmasi sering terpapar zat beracun yang dapat menyebabkan iritasi mata, gangguan pernapasan, hingga penyakit akibat paparan jangka panjang.

Dari hasil penelitian ini, ada beberapa langkah strategis yang dapat diterapkan untuk mengurangi risiko K3 di rumah sakit:

  1. Peningkatan Standar Keselamatan: Menerapkan standar K3 yang lebih ketat dalam penggunaan alat pelindung diri (APD), prosedur pembuangan limbah, serta sistem ventilasi yang baik untuk mengurangi paparan bahan kimia berbahaya.
  2. Pelatihan dan Kesadaran Pegawai: Seluruh tenaga kesehatan dan staf rumah sakit harus mendapatkan pelatihan rutin mengenai manajemen risiko K3 dan cara penanganan darurat jika terjadi kecelakaan kerja.
  3. Peningkatan Infrastruktur dan Peralatan: Menyediakan alat kerja ergonomis, pencahayaan yang cukup, serta sistem keamanan untuk mencegah kecelakaan akibat jatuh atau tertusuk benda tajam.
  4. Dukungan Psikologis untuk Tenaga Kesehatan: Memberikan fasilitas konseling dan sistem kerja yang lebih fleksibel guna mengurangi tingkat stres dan kelelahan di lingkungan rumah sakit.

Penelitian ini menegaskan bahwa risiko K3 di rumah sakit sangat beragam dan berpotensi menimbulkan dampak serius bagi tenaga kesehatan serta pasien. Oleh karena itu, implementasi kebijakan keselamatan yang lebih baik sangat diperlukan guna menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman. Dengan langkah-langkah preventif yang tepat, rumah sakit dapat meningkatkan kualitas pelayanan sekaligus melindungi kesejahteraan tenaga medis dan staf pendukungnya.

Sumber: Widi Mahasih Pramusiwi, Widodo Hariyono, Rochana Ruliyandari. Analysis of Occupational Safety and Health (OSH) Risks in Hospitals: Literature Review. MPPKI (August 2024) Vol. 7 No. 8. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu.

 

Selengkapnya
Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit

Keselamatan Kerja

Pemodelan dan Mitigasi Risiko Keselamatan Kerja di Lingkungan Industri Dinamis

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Keselamatan kerja merupakan asprek kritis di berbagai industri, terutama dalam sektor manufaktur, konstruksi, dan petrokimia yang memiliki lingkungan kerja dinamis. Untuk memberikan pendekatan analitis yang lebih akurat dalam mengukur risiko keselamatan kerja serta membantu pengambilan keputusan berbasis data dalam alokasi sumber daya mitigasi risiko di lingkungan industri yang kompleks.

Penelitian ini mengembangkan model probabilistik yang mampu:

  • Menganalisis data keselamatan kerja secara kuantitatif dari sistem manajemen keselamatan (SMS).
  • Menggabungkan data proaktif (pengamatan keselamatan) dan reaktif (laporan kecelakaan dan insiden).
  • Menggunakan algoritma Bayesian untuk terus memperbarui penilaian risiko seiring dengan berkembangnya lingkungan kerja.
  • Mengoptimalkan alokasi sumber daya untuk mitigasi risiko secara efektif.

Metode ini diuji melalui simulasi serta penerapan di proyek pemeliharaan di sebuah pabrik petrokimia besar, membuktikan efektivitasnya dalam mengurangi risiko kecelakaan kerja.

  1. Studi Simulasi
    • Model diuji dalam lingkungan kerja simulatif yang memiliki 7 kategori risiko keselamatan utama.
    • Dibandingkan dengan metode alokasi sumber daya berbasis heuristik dan metode acak, pendekatan berbasis model probabilistik mampu mengurangi ekspektasi kerugian akibat kecelakaan sebesar 15–20%.
    • Dengan menggunakan data observasi keselamatan, model ini dapat mengalokasikan sumber daya mitigasi risiko secara lebih tepat dibandingkan pendekatan konvensional.
  2. Penerapan di Industri Petrokimia
    • Model ini diterapkan dalam proyek pemeliharaan besar dengan 60 kategori risiko keselamatan yang dianalisis.
    • Penggunaan model memungkinkan identifikasi risiko dengan tingkat keakuratan lebih tinggi, terutama pada kategori seperti "Bekerja di Ketinggian" yang secara konsisten menunjukkan risiko tertinggi.
    • Dibandingkan dengan pendekatan konvensional, model ini menunjukkan konsistensi dalam penilaian risiko meskipun jumlah observasi berbeda antar kategori risiko.

Analisis dan Implikasi bagi Industri

  1. Peningkatan Efektivitas Sistem Manajemen Keselamatan (SMS)
    • SMS modern mengumpulkan data keselamatan dalam jumlah besar, tetapi sering kali kurang mampu menganalisis data tersebut secara efektif.
    • Model probabilistik yang diusulkan memungkinkan pemanfaatan data observasi dan insiden secara bersamaan untuk memberikan gambaran risiko yang lebih akurat.
  2. Optimalisasi Alokasi Sumber Daya
    • Dengan menggunakan metode berbasis Bayesian, perusahaan dapat mengalokasikan sumber daya keselamatan ke area yang paling membutuhkan intervensi.
    • Misalnya, dalam studi industri petrokimia, area “Barricades” dan “Safety Procedures” mendapatkan prioritas lebih tinggi berdasarkan tingkat risikonya.
  3. Peran Teknologi dalam Keselamatan Kerja
    • Integrasi model ini dengan sensor IoT dan teknologi pemantauan otomatis dapat meningkatkan deteksi dini terhadap risiko keselamatan.
    • Teknologi pemodelan risiko ini dapat digunakan dalam sistem otomatisasi industri untuk memberikan peringatan dini terhadap potensi bahaya.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Paper ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis data dapat meningkatkan efektivitas sistem manajemen keselamatan kerja dalam lingkungan industri yang dinamis. Dengan menggunakan model probabilistik hierarkis dan algoritma Bayesian, perusahaan dapat mengoptimalkan mitigasi risiko secara lebih akurat dan efisien.

Untuk penelitian selanjutnya, direkomendasikan eksplorasi lebih lanjut terhadap integrasi model ini dengan kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin untuk meningkatkan deteksi risiko dan prediksi kecelakaan kerja.

Sumber Artikel:
Tewari, A., & Paiva, A. R. (2022). Modeling and Mitigation of Occupational Safety Risks in Dynamic Industrial Environments. Safety Science.

 

Selengkapnya
Pemodelan dan Mitigasi Risiko Keselamatan Kerja di Lingkungan Industri Dinamis

Keselamatan Kerja

Risk Identification of Hazardous Biological and Chemical Substances in Work Safety Efforts

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Keselamatan kerja di laboratorium pendidikan merupakan aspek penting yang harus diperhatikan, terutama dalam penggunaan bahan biologis dan kimia berbahaya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasional dengan pendekatan kualitatif. Sembilan laboratorium yang diteliti mencakup bidang bioteknologi, ekologi, mikrobiologi, zoologi, kedokteran molekuler, dan farmasi. Variabel yang diamati meliputi SOP penggunaan bahan biologis (7 komponen) dan bahan kimia berbahaya (8 komponen). Data diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara dengan asisten laboratorium.

Dari tujuh komponen SOP yang diamati, laboratorium mikrobiologi, biologi molekuler dan bioteknologi, serta kedokteran molekuler menerapkan 6 dari 7 komponen. Beberapa komponen utama yang telah diterapkan meliputi:

Namun, ditemukan bahwa beberapa laboratorium belum optimal dalam mengurangi pembentukan aerosol dan bekerja dengan benda tajam.

Dalam aspek bahan kimia, laboratorium biologi molekuler dan bioteknologi serta laboratorium kedokteran molekuler menunjukkan penerapan SOP yang cukup baik, dengan 6 dari 8 komponen telah dijalankan. Beberapa komponen penting yang telah diterapkan meliputi:

  • Penyimpanan bahan kimia sesuai standar
  • Penyediaan alat pemadam kebakaran yang sesuai
  • Penggunaan APD saat menangani bahan kimia berbahaya
  • Dekontaminasi limbah sebelum dibuang

Namun, masih ditemukan laboratorium yang belum optimal dalam memahami sifat bahan kimia yang digunakan serta penerapan Material Safety Data Sheet (MSDS).

Dari hasil analisis, tingkat risiko di laboratorium dikategorikan sebagai berikut:

  • Risiko rendah: 8 dari 9 laboratorium
  • Risiko sedang: Laboratorium zoologi karena kurangnya penerapan SOP dalam penggunaan bahan kimia berbahaya.

Faktor yang menyebabkan masih adanya risiko di laboratorium meliputi kurangnya pelatihan tenaga laboratorium serta keterbatasan fasilitas untuk pengelolaan limbah.

Untuk meningkatkan keselamatan kerja di laboratorium, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan antara lain:

  1. Meningkatkan pelatihan dan edukasi tenaga laboratorium tentang standar keamanan bahan biologis dan kimia.
  2. Memastikan kepatuhan terhadap SOP dengan pengawasan ketat dan audit rutin.
  3. Mengoptimalkan sistem pengelolaan limbah untuk mengurangi dampak lingkungan dan risiko kontaminasi.
  4. Melengkapi laboratorium dengan fasilitas keamanan yang lebih baik, seperti alat pemadam kebakaran, ventilasi yang memadai, serta peralatan dekontaminasi yang lebih efektif.

Sebagian besar laboratorium di Universitas Jember telah menerapkan standar keselamatan kerja dalam penggunaan bahan biologis dan kimia, meskipun masih terdapat beberapa aspek yang perlu ditingkatkan. Dengan menerapkan rekomendasi yang diberikan, diharapkan keselamatan kerja di laboratorium dapat lebih terjamin dan risiko kecelakaan dapat diminimalkan.

Sumber Artikel: Hanif Murnia Atma, Anita Dewi Prahastuti Sujoso, Ari Satia Nugraha, "Risk Identification of Hazardous Biological and Chemical Substances in Work Safety Efforts", Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Vol. 23(2), 2024, pp. 191-199.

Selengkapnya
Risk Identification of Hazardous Biological and Chemical Substances in Work Safety Efforts

Keselamatan Kerja

Industrial Hazards and Safety Measures – An Empirical Study

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 06 Maret 2025


Keselamatan kerja merupakan aspek krusial dalam industri, terutama di sektor yang memiliki tingkat risiko tinggi seperti pertambangan, manufaktur, dan kimia. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode persentase, korelasi, dan analisis chi-square. Penelitian ini mengkaji industri mineral dan logam yang memiliki risiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Berdasarkan data yang diperoleh:

  • 34% responden berusia di bawah 30 tahun
  • 64% responden puas dengan langkah-langkah keselamatan
  • 81% responden menghadiri program pelatihan keselamatan
  • 60% responden menyatakan bahwa perusahaan memberikan kompensasi yang memadai untuk kecelakaan kerja.
  • 65% responden merasa puas dengan prosedur pembuangan limbah berbahaya
  • 58% responden menyatakan bahwa langkah-langkah keselamatan terhadap penyakit akibat kerja sudah memadai.

Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara faktor demografi pekerja dengan tingkat kepuasan terhadap keselamatan kerja. Analisis chi-square menunjukkan bahwa gender berpengaruh terhadap tingkat kepuasan terhadap langkah-langkah keselamatan. Korelasi antara stres kerja dan efektivitas pelatihan keselamatan menunjukkan nilai RXY = 0.9021, yang berarti ada hubungan kuat antara keduanya. Artinya, semakin efektif pelatihan keselamatan, semakin rendah tingkat stres yang dirasakan pekerja.

Berdasarkan temuan penelitian, ada beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan oleh perusahaan:

  1. Peningkatan Kesadaran Keselamatan: Meskipun sebagian besar pekerja merasa puas, perusahaan harus meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan melalui kampanye dan pelatihan yang lebih interaktif.
  2. Peningkatan Program Pelatihan: Pelatihan keselamatan harus lebih praktis dan aplikatif agar lebih efektif dalam mengurangi kecelakaan kerja.
  3. Penguatan Regulasi dan Pengawasan: Perusahaan harus memastikan bahwa kebijakan keselamatan dipatuhi secara ketat dengan pengawasan rutin.
  4. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang Memadai: Supervisor harus memastikan bahwa pekerja menggunakan APD sesuai standar keselamatan.
  5. Peningkatan Sistem Kompensasi: Meskipun 60% pekerja merasa puas, perusahaan dapat meningkatkan skema kompensasi untuk memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja.

Keselamatan kerja bukan hanya tanggung jawab perusahaan, tetapi juga pekerja. Kesadaran akan keselamatan, kepatuhan terhadap regulasi, dan pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman. Dengan menerapkan langkah-langkah yang direkomendasikan, industri dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja sekaligus meningkatkan produktivitas perusahaan.

Sumber Artikel: J. Anna Thangam, Subramania Bala Jeshurun, A. Thangapoo et al., "Industrial Hazards and Safety Measures – An Empirical Study", Materials Today: Proceedings, https://doi.org/10.1016/j.matpr.2021.09.451

Selengkapnya
Industrial Hazards and Safety Measures – An Empirical Study
« First Previous page 8 of 11 Next Last »