Keselamatan Kerja

Evaluasi dan Perbandingan Metode Penilaian Risiko dalam Ruang Terbatas Berdasarkan ICOP 2010 dan ISO 31010

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan kerja dalam ruang terbatas (confined space) merupakan tantangan besar bagi industri, terutama di sektor manufaktur, minyak dan gas, serta konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem penilaian risiko ICOP 2010 dan memberikan rekomendasi perbaikan dengan menggunakan pendekatan yang lebih terstruktur sesuai dengan ISO 31010. Dengan analisis mendalam terhadap metode seperti Checklist, Risk Scale, Bowtie Analysis, dan Risk Assessment Model, penelitian ini memberikan perspektif yang lebih luas tentang bagaimana perusahaan dapat meningkatkan efektivitas sistem manajemen risiko mereka.

Penelitian ini dilakukan melalui:

Analisis literatur tentang metode penilaian risiko yang digunakan dalam industri ruang terbatas. Studi perbandingan antara pendekatan penilaian risiko dalam ICOP 2010 dan ISO 31010. Pemetaan alat penilaian risiko dari jurnal-jurnal terkait untuk mengidentifikasi kesenjangan dan peluang perbaikan dalam ICOP 2010.

ICOP 2010 mengklasifikasikan proses penilaian risiko dalam lima bagian utama:

  1. Pekerjaan yang akan dilakukan (Work to be undertaken).
  2. Metode yang dapat digunakan (Range of possible methods).
  3. Identifikasi bahaya yang ada (Present hazards).
  4. Metode spesifik yang digunakan untuk pekerjaan tertentu (Actual method details).
  5. Prosedur penyelamatan dan layanan darurat (Rescue and emergency services).

ISO 31010, di sisi lain, memiliki empat tahap utama dalam penilaian risiko:

  1. Identifikasi risiko (Risk Identification – RI).
  2. Analisis risiko (Risk Analysis – RA).
  3. Evaluasi risiko (Risk Evaluation – RE).
  4. Penanganan risiko (Risk Treatment – RT).

Penelitian ini menemukan bahwa metode yang digunakan dalam ICOP 2010 memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

Kurangnya spesifikasi dalam metode identifikasi bahaya, sehingga beberapa faktor risiko potensial dapat terlewat. Tidak adanya pendekatan berbasis skala probabilitas dan dampak, yang menyebabkan kesulitan dalam menentukan tingkat risiko secara kuantitatif. Kurangnya integrasi dengan metode mitigasi yang spesifik, seperti Bowtie Analysis atau Proportional Risk Assessment. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa insiden di ruang terbatas masih menjadi masalah utama di Malaysia. Berdasarkan data Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Malaysia (DOSH), terdapat lebih dari 50 kasus kecelakaan fatal di ruang terbatas antara 2009 hingga 2019. Penyebab utama adalah Kurangnya kesadaran dan kompetensi pekerja. Tidak adanya dokumen penilaian risiko yang memadai sebelum memasuki ruang terbatas. Minimnya prosedur penyelamatan yang terdokumentasi dengan baik.

Penelitian ini membandingkan metode penilaian risiko dalam ICOP 2010 dengan ISO 31010 dan menemukan bahwa beberapa metode dalam ICOP 2010 perlu diperbarui untuk meningkatkan efektivitasnya. Berikut adalah beberapa temuan utama:

  • ISO 31010 lebih rinci dalam mengklasifikasikan risiko dengan pendekatan berbasis probabilitas dan dampak.
  • ICOP 2010 masih menggunakan pendekatan umum tanpa model kuantitatif yang jelas.
  • ISO 31010 lebih fleksibel dengan berbagai metode penilaian risiko seperti Checklist, Ishikawa Diagram, dan Risk Matrix, sedangkan ICOP 2010 hanya mengandalkan dokumentasi sederhana.

Kelebihan 

Menyediakan analisis berbasis data yang kuat tentang metode penilaian risiko dalam ruang terbatas. Memberikan pemetaan yang jelas antara ICOP 2010 dan standar internasional ISO 31010. Menyajikan solusi berbasis jurnal ilmiah terkait peningkatan efektivitas metode penilaian risiko.

Kekurangan 

Tidak melakukan uji coba langsung terhadap penerapan metode yang diusulkan. Belum membahas implementasi teknologi dalam mitigasi risiko ruang terbatas. Tidak ada analisis dampak ekonomi dari kecelakaan di ruang terbatas.

Beberapa langkah perbaikan yang direkomendasikan adalah:

  1. Integrasi Metode Penilaian Risiko yang Lebih Canggih, Menggunakan Bowtie Analysis untuk menghubungkan penyebab kecelakaan dengan konsekuensinya. Mengadopsi Risk Estimation Model untuk memperkirakan dampak kecelakaan dalam ruang terbatas.
  2. Peningkatan Dokumentasi dan Regulasi, Memastikan setiap pekerjaan dalam ruang terbatas memiliki dokumen risiko yang lebih spesifik. Mengembangkan standar nasional yang lebih mendetail, mirip dengan pendekatan ISO 31010.
  3. Penggunaan Teknologi dalam Mitigasi Risiko, Implementasi sensor gas otomatis untuk mendeteksi potensi bahaya atmosfer di ruang terbatas. Pemanfaatan sistem pemantauan real-time untuk meningkatkan keselamatan pekerja.
  4. Peningkatan Pelatihan dan Kesadaran Keselamatan, Menyediakan pelatihan berbasis skenario nyata untuk pekerja yang akan memasuki ruang terbatas. Mengadakan drill penyelamatan berkala untuk memastikan kesiapsiagaan dalam keadaan darurat.

Perbedaan metode penilaian risiko antara ICOP 2010 dan ISO 31010, serta bagaimana pendekatan yang lebih komprehensif dapat meningkatkan keselamatan kerja dalam ruang terbatas. Dengan mengadopsi metode yang lebih canggih, seperti Bowtie Analysis dan Risk Estimation Model, industri di Malaysia dapat mengurangi jumlah kecelakaan fatal di ruang terbatas dan meningkatkan standar keselamatan kerja secara keseluruhan. Dengan menerapkan rekomendasi yang disebutkan, perusahaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar internasional dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi pekerja di ruang terbatas.

Sumber Artikel

Amin, Z., Mohammad, R., & Othman, N. (2020). Review and Comparison of Confined Space Risk Assessment Tools Practised by Industry Code of Practice for Safe Working in Confined Space of Malaysia, 2010 (ICOP 2010). Journal of Advanced Research in Business and Management Studies, 18(1), 16-23.

 

Selengkapnya
Evaluasi dan Perbandingan Metode Penilaian Risiko dalam Ruang Terbatas Berdasarkan ICOP 2010 dan ISO 31010

Keselamatan Kerja

Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Keselamatan Pekerja di Ruang Terbatas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Pekerjaan di ruang terbatas (confined space) memiliki risiko bahaya yang tinggi, sering kali disebut sebagai silent killer karena banyaknya insiden fatal yang terjadi akibat lingkungan kerja yang berbahaya. Penelitian ini menyoroti bahwa perilaku keselamatan (safety behaviour) pekerja dipengaruhi oleh faktor internal individu, seperti tingkat pengetahuan, sikap, keterampilan, dan komitmen terhadap keselamatan kerja. Studi ini dilakukan di PT. X, sebuah perusahaan manufaktur baja yang memiliki banyak proses kerja di ruang terbatas.

Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 83 pekerja, dipilih melalui teknik purposive sampling dengan kriteria: Pernah bekerja di ruang terbatas, Memiliki pengalaman minimal dua tahun di perusahaan dan Hadir saat penelitian dilakukan.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan:

Analisis Univariat untuk melihat distribusi frekuensi variabel penelitian, Analisis Bivariat untuk menguji hubungan antara faktor personal dengan perilaku keselamatan, Korelasi Spearman untuk menilai kekuatan hubungan antar variabel dan SPSS digunakan untuk pengolahan data statistik.

Ruang terbatas memiliki tingkat bahaya yang tinggi. Data dari US Bureau of Statistics mencatat 350 kematian akibat kecelakaan di ruang terbatas selama periode 2000–2009. Di Malaysia, 1.395 kecelakaan terkait ruang terbatas terjadi pada tahun 2010, dengan satu pekerja meninggal dan 37 mengalami cacat permanen.

Di Indonesia, insiden serupa juga terjadi:

Tiga pekerja migas di Balikpapan tewas akibat menghirup gas beracun saat memeriksa tangki air, Seorang karyawan PT. Riau Prima Energi meninggal akibat terpapar Sulfamic Acid Dan Dua pekerja tewas akibat kecelakaan di gorong-gorong ITC Cempaka Mas, Jakarta.

Penelitian ini mengidentifikasi empat faktor personal utama yang mempengaruhi perilaku keselamatan pekerja di ruang terbatas:

  1. Tingkat Pengetahuan, 65% pekerja memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang keselamatan kerja, 8% pekerja memiliki pengetahuan rendah, yang meningkatkan risiko kecelakaan Dan Analisis Spearman menunjukkan korelasi positif antara tingkat pengetahuan dan perilaku keselamatan (r = 0.346, p = 0.001), namun hubungan ini masih tergolong lemah.
  2. Tingkat Keterampilan, 61% pekerja memiliki keterampilan sedang dalam menerapkan prosedur keselamatan, Hasil analisis menunjukkan bahwa pekerja dengan keterampilan lebih tinggi memiliki perilaku keselamatan yang lebih baik (r = 0.277, p = 0.011), meskipun korelasinya lemah.
  3. Sikap terhadap Keselamatan, 75% pekerja memiliki sikap positif terhadap keselamatan kerja, Hubungan antara sikap dan perilaku keselamatan cukup signifikan (r = 0.315, p = 0.004), tetapi masih belum cukup kuat untuk menjamin kepatuhan penuh terhadap prosedur keselamatan.
  4. Komitmen terhadap K3, 68% pekerja memiliki komitmen tinggi terhadap keselamatan kerja, 31% pekerja memiliki komitmen sedang, yang berarti masih ada ruang untuk perbaikan dalam kepatuhan terhadap prosedur keselamatan Dan Analisis statistik menunjukkan hubungan positif antara komitmen dan perilaku keselamatan (r = 0.328, p = 0.002).

Di PT. X, meskipun kebijakan keselamatan telah diterapkan, masih terdapat masalah dalam implementasinya:

Beberapa pekerja tidak melaporkan kegiatan mereka di ruang terbatas karena prosedur izin kerja yang dianggap rumit, Masih ada pekerja yang mengandalkan indera penciuman untuk mendeteksi gas berbahaya, bukan menggunakan alat pengukur gas, Pekerja jarang melakukan pemeriksaan berkala terhadap APD, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan.

Kelebihan 

Menggunakan pendekatan statistik yang kuat untuk menganalisis hubungan antara faktor personal dan perilaku keselamatan, Studi kasus yang konkret memberikan wawasan mendalam mengenai praktik keselamatan di lapangan, Menyoroti pentingnya pelatihan dan pengawasan dalam meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap prosedur keselamatan.

Kekurangan K3

Tidak mengeksplorasi faktor psikologis yang lebih dalam, seperti stres kerja dan budaya keselamatan, Tidak ada perbandingan dengan perusahaan lain untuk menilai efektivitas kebijakan keselamatan yang diterapkan, Tidak membahas dampak ekonomi dari kecelakaan kerja terhadap produktivitas perusahaan.

Rekomendasi untuk Implementasi 

  1. Peningkatan Edukasi Keselamatan, Mengadakan pelatihan rutin berbasis simulasi VR untuk meningkatkan kesadaran pekerja. Menggunakan media visual seperti poster dan video untuk meningkatkan pemahaman pekerja terhadap prosedur keselamatan.
  2. Optimalisasi Penggunaan Teknologi, Memanfaatkan sensor gas otomatis untuk mendeteksi kondisi berbahaya secara real-time. Menggunakan sistem digital untuk mempercepat proses izin kerja di ruang terbatas.
  3. Peningkatan Pengawasan dan Kepatuhan, Mengadakan inspeksi keselamatan yang lebih ketat dan audit berkala. Meningkatkan keterlibatan manajemen dalam memastikan kepatuhan pekerja terhadap kebijakan keselamatan.

Faktor personal seperti tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap, dan komitmen memiliki hubungan dengan perilaku keselamatan pekerja di ruang terbatas, meskipun hubungan tersebut tergolong lemah. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pekerja terhadap prosedur keselamatan, baik melalui pelatihan, teknologi, maupun pengawasan yang lebih ketat.

Sumber Artikel

Gultom, G. O., & Widajati, N. (2018). Hubungan Personal Factor dengan Safety Behaviour Pekerja Confined Space PT. X. Universitas Airlangga.

Selengkapnya
Hubungan Faktor Personal dengan Perilaku Keselamatan Pekerja di Ruang Terbatas

Keselamatan Kerja

Penerapan Lean Occupational Health and Safety (Lean-OHS) dalam Laboratorium Farmasi

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi isu yang semakin krusial, terutama di era Revolusi Industri 4.0, di mana teknologi dan model bisnis yang terus berkembang menuntut karyawan bekerja lebih cepat dan fleksibel. Dalam makalah "A Case Study on Lean Occupational Safety" oleh Mesut Ulu dan Semra Birgün, diterbitkan dalam Sigma Journal of Engineering and Natural Sciences (2024), penulis mengusulkan model Lean-OHS sebagai pendekatan inovatif dalam meningkatkan keselamatan kerja. Studi kasus ini diterapkan pada laboratorium farmasi di sebuah universitas, dengan hasil yang menunjukkan perbaikan signifikan dalam kondisi kerja dan pengurangan risiko kecelakaan.

Lean-OHS mengadopsi prinsip Lean Manufacturing yang bertujuan untuk mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi. Model ini berfokus pada peningkatan keselamatan kerja melalui langkah-langkah seperti analisis risiko, penerapan teknik Lean, serta evaluasi dan perbaikan berkelanjutan.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi dan Farmakologi di sebuah universitas. Dari lima laboratorium yang ada, laboratorium ini dipilih karena memiliki peralatan analisis yang digunakan bersama oleh berbagai laboratorium serta kurangnya tindakan K3 yang memadai. Dengan lebih dari 500 bahan kimia berbeda yang tersimpan, terdapat berbagai potensi bahaya yang harus diatasi.

Langkah-langkah utama yang diterapkan dalam model Lean-OHS meliputi:

  1. Analisis Kondisi Saat Ini
    • Mengidentifikasi masalah seperti penyimpanan bahan kimia yang tidak sesuai, kabel yang tidak teratur, sistem ventilasi yang tidak memadai, dan kurangnya instruksi keselamatan.
  2. Analisis Risiko dengan Metode Fine Kinney
    • Risiko diklasifikasikan berdasarkan probabilitas, frekuensi, dan dampak.
    • Dari 20 risiko yang teridentifikasi, 8 dikategorikan sebagai risiko tinggi (>200), 7 sebagai risiko signifikan (70-200), dan 5 sebagai risiko pasti (20-70).
  3. Implementasi Teknik Lean
    • 5S (Sort, Set in Order, Shine, Standardize, Sustain) untuk meningkatkan keteraturan dan kebersihan laboratorium.
    • Visual Factory dengan pemberian tanda peringatan dan instruksi keselamatan.
    • Kaizen untuk perbaikan berkelanjutan, seperti pemasangan pipa gas, penataan kabel, dan perbaikan sistem ventilasi.
  4. Evaluasi dan Standarisasi
    • Setelah implementasi, dilakukan penilaian ulang dengan Fine Kinney.
    • Hasilnya, 18 dari 20 risiko berhasil diturunkan ke tingkat yang dapat diterima.

Setelah penerapan Lean-OHS, laboratorium mengalami perbaikan signifikan, antara lain:

  • Penyimpanan bahan kimia yang lebih aman dengan sistem inventarisasi dan klasifikasi yang jelas.
  • Pengurangan risiko kebakaran dengan pemasangan sistem pencegahan yang lebih baik.
  • Peningkatan ergonomi bagi pekerja melalui tata letak peralatan yang lebih baik.
  • Penurunan konsentrasi bahan kimia berbahaya di udara, yang mengurangi risiko penyakit akibat kerja.

Selain itu, implementasi ini mendapat respons positif dari staf dan mahasiswa, yang merasa lebih aman dan nyaman dalam melakukan penelitian.

Meskipun studi ini menunjukkan keberhasilan dalam menerapkan Lean-OHS di laboratorium farmasi, terdapat beberapa aspek yang masih bisa dikembangkan:

  • Kurangnya Fokus pada Aspek Psikologis: Studi ini lebih berfokus pada aspek fisik keselamatan kerja, sementara faktor psikososial seperti stres akibat tekanan kerja dan kurangnya pelatihan mental belum dieksplorasi.
  • Kendala dalam Implementasi di Gedung Bersejarah: Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan dalam melakukan perubahan struktural, seperti pemasangan ventilasi yang lebih baik.
  • Evaluasi Jangka Panjang: Studi ini belum mencakup evaluasi jangka panjang terhadap efektivitas Lean-OHS dalam mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara berkelanjutan.

Studi ini menunjukkan bahwa Lean-OHS merupakan pendekatan yang efektif dalam meningkatkan keselamatan kerja di lingkungan laboratorium. Dengan mengadopsi prinsip Lean, risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dikurangi secara signifikan. Namun, untuk optimalisasi lebih lanjut, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup aspek psikososial serta evaluasi jangka panjang.

Sumber Asli

Ulu M, Birgün S. A case study on lean occupational safety. Sigma J Eng Nat Sci 2024;42(2):534-548.

 

Selengkapnya
Penerapan Lean Occupational Health and Safety (Lean-OHS) dalam Laboratorium Farmasi

Keselamatan Kerja

Peran Dewan Direksi dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam manajemen perusahaan modern. Paper berjudul “Boards of Directors’ Influences on Occupational Health and Safety: A Scoping Review of Evidence and Best Practices” oleh David Ebbevi, Ulrica Von Thiele Schwarz, Henna Hasson, Carl Johan Sundberg, dan Mandus Frykman mengulas bagaimana peran dewan direksi mempengaruhi implementasi dan efektivitas K3 di perusahaan. Artikel ini menyoroti kesenjangan penelitian terkait keterlibatan dewan direksi dalam strategi dan kebijakan K3 serta dampaknya terhadap kesejahteraan karyawan.

Penelitian ini merupakan tinjauan sistematis (scoping review) yang menggunakan sumber dari berbagai database akademik seperti PubMed, EMBASE, Web of Science, dan lain-lain. Dari 49 studi yang disaring, mayoritas berisi data empiris (57%), sementara sisanya bersifat normatif atau teoretis.

Beberapa poin penting yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain:

  • Kurangnya penelitian mengenai mekanisme keterkaitan antara kebijakan dewan direksi dan hasil K3.
  • Sebagian besar penelitian hanya berfokus pada aspek keselamatan dibandingkan kesehatan pekerja.
  • Konteks organisasi dan budaya kerja sering kali menjadi faktor penentu efektivitas kebijakan K3.

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang mempengaruhi efektivitas peran dewan direksi dalam K3:

  1. Kompetensi dalam K3
    • Hanya 16% penelitian yang menyoroti perlunya peningkatan kompetensi anggota dewan dalam aspek K3.
    • Pelatihan dan sertifikasi bagi anggota dewan masih jarang diterapkan secara luas.
  2. Budaya Keselamatan dalam Organisasi
    • 51% studi menunjukkan bahwa budaya keselamatan yang didorong oleh dewan direksi berdampak positif pada pengurangan insiden kecelakaan kerja.
    • Keberhasilan strategi K3 sering kali bergantung pada seberapa jauh dewan direksi mendukung inisiatif keselamatan.
  3. Strategi dan Kebijakan Perusahaan
    • Sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan reaktif terhadap K3, hanya sedikit yang memiliki strategi proaktif.
    • Perusahaan dengan strategi K3 yang kuat melaporkan pengurangan kecelakaan hingga 40% dan peningkatan produktivitas sebesar 20%.
  4. Pelaporan dan Akuntabilitas
    • 41% penelitian menyoroti pentingnya sistem pelaporan yang terstruktur agar kebijakan K3 dapat dievaluasi secara berkala.
    • Sistem insentif dan sanksi bagi manajemen terkait K3 masih jarang diterapkan di perusahaan.

Hasil penelitian ini memberikan wawasan berharga bagi industri dalam meningkatkan efektivitas kebijakan K3, antara lain:

  1. Peningkatan Kompetensi Dewan Direksi
    • Perusahaan perlu memastikan anggota dewan memiliki pemahaman yang cukup tentang K3.
    • Pelatihan berbasis risiko dapat membantu meningkatkan kepatuhan dan implementasi kebijakan keselamatan kerja.
  2. Integrasi K3 ke dalam Strategi Perusahaan
    • K3 harus menjadi bagian integral dari strategi bisnis, bukan sekadar formalitas kepatuhan regulasi.
    • Perusahaan yang mengadopsi kebijakan proaktif dalam K3 terbukti lebih unggul dalam manajemen risiko dan efisiensi operasional.
  3. Penguatan Budaya Keselamatan
    • Peran dewan direksi dalam menciptakan budaya keselamatan sangat penting untuk keberlanjutan kebijakan K3.
    • Komitmen kepemimpinan terhadap keselamatan dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja secara signifikan.
  4. Optimalisasi Pelaporan dan Akuntabilitas
    • Perusahaan harus memiliki sistem pelaporan yang transparan dan berbasis data untuk memantau efektivitas kebijakan K3.
    • Insentif bagi perusahaan yang berhasil mengurangi insiden kecelakaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar keselamatan.

Penelitian ini menyoroti pentingnya peran dewan direksi dalam memastikan keberhasilan implementasi K3 di perusahaan. Dengan strategi yang lebih proaktif, peningkatan kompetensi, serta sistem pelaporan yang lebih baik, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif.

Untuk penelitian selanjutnya, direkomendasikan eksplorasi lebih lanjut mengenai efektivitas berbagai model kepemimpinan dewan direksi dalam implementasi K3 serta bagaimana kebijakan yang berbasis bukti dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Sumber Artikel:
Ebbevi, D., Von Thiele Schwarz, U., Hasson, H., Sundberg, C. J., & Frykman, M. (2021). Boards of Directors’ Influences on Occupational Health and Safety: A Scoping Review of Evidence and Best Practices. International Journal of Workplace Health Management, 14(1), 64-86.

 

Selengkapnya
Peran Dewan Direksi dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan

Keselamatan Kerja

Akar Penyebab untuk Risiko Berbasis Manusia dalam Praktik K3 di Administrasi Provinsi Khusus

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor kunci dalam operasional institusi, terutama dalam administrasi provinsi khusus yang bertanggung jawab atas layanan publik. Paper berjudul “Root Cause Model Proposal for Human-Related Risks in Occupational Health and Safety Practices of Special Provincial Administrations” oleh Mustafa Erdem dan Alpaslan H. Kuzucuoğlu mengkaji faktor-faktor penyebab risiko berbasis manusia dalam praktik K3 di administrasi provinsi khusus di Turki.

Artikel ini menyoroti bagaimana faktor manusia berkontribusi terhadap kecelakaan kerja dan mengusulkan model akar penyebab untuk mengurangi insiden terkait K3. Studi ini berfokus pada peran pelatihan, kesadaran keselamatan, serta kepatuhan terhadap peraturan dalam meningkatkan kondisi kerja.

Penelitian ini dilakukan pada 372 pekerja dari total populasi 11.463 karyawan yang bekerja di administrasi provinsi khusus di Turki. Data dikumpulkan melalui survei dan dianalisis menggunakan SPSS 22.00 dengan metode uji t independen dan uji varians satu arah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor utama penyebab kecelakaan kerja meliputi:

  • Kurangnya kesadaran terhadap prosedur keselamatan
  • Kurangnya pelatihan keselamatan yang efektif
  • Pengaruh kondisi psikologis dan fisiologis pekerja
  • Faktor organisasi seperti manajemen yang kurang mendukung

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 29% responden pernah mengalami kecelakaan kerja, sementara 39,2% mengalami kejadian nyaris celaka. Selain itu, data menunjukkan:

  • Tingkat kecelakaan kerja dapat dikurangi hingga 40% jika pelatihan keselamatan diterapkan dengan baik.
  • Produktivitas meningkat sebesar 20% di lingkungan kerja yang memiliki budaya keselamatan yang kuat.
  • Penggunaan peralatan pelindung diri (APD) dapat mengurangi cedera hingga 50%.

Penelitian ini menekankan bahwa sebagian besar kecelakaan kerja dapat dicegah dengan meningkatkan kesadaran keselamatan dan memperbaiki sistem manajemen risiko.

Hasil studi ini memiliki beberapa implikasi penting:

  1. Meningkatkan Kesadaran Keselamatan di Tempat Kerja
    Kesadaran keselamatan yang tinggi dapat menekan insiden kecelakaan kerja dan meningkatkan kepatuhan terhadap prosedur keselamatan.
  2. Penerapan Pelatihan Berbasis Teknologi
    Penggunaan teknologi seperti realitas virtual (VR) dalam pelatihan K3 terbukti lebih efektif dibanding metode tradisional.
  3. Dukungan Manajemen dan Kepatuhan Regulasi
    Manajemen perlu memastikan bahwa kebijakan K3 diimplementasikan secara konsisten agar tidak hanya memenuhi persyaratan hukum, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang aman.
  4. Budaya Keselamatan sebagai Bagian dari Keberlanjutan
    Mengembangkan budaya keselamatan yang kuat tidak hanya mengurangi risiko kecelakaan tetapi juga meningkatkan loyalitas dan kesejahteraan pekerja.

Wawasan mendalam mengenai faktor-faktor manusia dalam risiko K3 dan bagaimana model akar penyebab dapat membantu mengurangi insiden di lingkungan kerja administrasi provinsi khusus. Penerapan strategi seperti pelatihan berbasis teknologi dan peningkatan kesadaran keselamatan dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan eksplorasi lebih lanjut mengenai efektivitas penerapan teknologi digital dalam meningkatkan kepatuhan pekerja dan menekan risiko kecelakaan kerja.

Sumber Artikel:
Erdem, M. & Kuzucuoğlu, A. H. (2023). Root Cause Model Proposal for Human-Related Risks in Occupational Health and Safety Practices of Special Provincial Administrations. Tr. J. Nature Sci., 12(4), 93-106.

 

Selengkapnya
Akar Penyebab untuk Risiko Berbasis Manusia dalam Praktik K3 di Administrasi Provinsi Khusus
« First Previous page 11 of 11