Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025
Keselamatan kerja dalam ruang terbatas (confined space) merupakan tantangan besar bagi industri, terutama di sektor manufaktur, minyak dan gas, serta konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistem penilaian risiko ICOP 2010 dan memberikan rekomendasi perbaikan dengan menggunakan pendekatan yang lebih terstruktur sesuai dengan ISO 31010. Dengan analisis mendalam terhadap metode seperti Checklist, Risk Scale, Bowtie Analysis, dan Risk Assessment Model, penelitian ini memberikan perspektif yang lebih luas tentang bagaimana perusahaan dapat meningkatkan efektivitas sistem manajemen risiko mereka.
Penelitian ini dilakukan melalui:
Analisis literatur tentang metode penilaian risiko yang digunakan dalam industri ruang terbatas. Studi perbandingan antara pendekatan penilaian risiko dalam ICOP 2010 dan ISO 31010. Pemetaan alat penilaian risiko dari jurnal-jurnal terkait untuk mengidentifikasi kesenjangan dan peluang perbaikan dalam ICOP 2010.
ICOP 2010 mengklasifikasikan proses penilaian risiko dalam lima bagian utama:
ISO 31010, di sisi lain, memiliki empat tahap utama dalam penilaian risiko:
Penelitian ini menemukan bahwa metode yang digunakan dalam ICOP 2010 memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
Kurangnya spesifikasi dalam metode identifikasi bahaya, sehingga beberapa faktor risiko potensial dapat terlewat. Tidak adanya pendekatan berbasis skala probabilitas dan dampak, yang menyebabkan kesulitan dalam menentukan tingkat risiko secara kuantitatif. Kurangnya integrasi dengan metode mitigasi yang spesifik, seperti Bowtie Analysis atau Proportional Risk Assessment. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa insiden di ruang terbatas masih menjadi masalah utama di Malaysia. Berdasarkan data Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Malaysia (DOSH), terdapat lebih dari 50 kasus kecelakaan fatal di ruang terbatas antara 2009 hingga 2019. Penyebab utama adalah Kurangnya kesadaran dan kompetensi pekerja. Tidak adanya dokumen penilaian risiko yang memadai sebelum memasuki ruang terbatas. Minimnya prosedur penyelamatan yang terdokumentasi dengan baik.
Penelitian ini membandingkan metode penilaian risiko dalam ICOP 2010 dengan ISO 31010 dan menemukan bahwa beberapa metode dalam ICOP 2010 perlu diperbarui untuk meningkatkan efektivitasnya. Berikut adalah beberapa temuan utama:
Kelebihan
Menyediakan analisis berbasis data yang kuat tentang metode penilaian risiko dalam ruang terbatas. Memberikan pemetaan yang jelas antara ICOP 2010 dan standar internasional ISO 31010. Menyajikan solusi berbasis jurnal ilmiah terkait peningkatan efektivitas metode penilaian risiko.
Kekurangan
Tidak melakukan uji coba langsung terhadap penerapan metode yang diusulkan. Belum membahas implementasi teknologi dalam mitigasi risiko ruang terbatas. Tidak ada analisis dampak ekonomi dari kecelakaan di ruang terbatas.
Beberapa langkah perbaikan yang direkomendasikan adalah:
Perbedaan metode penilaian risiko antara ICOP 2010 dan ISO 31010, serta bagaimana pendekatan yang lebih komprehensif dapat meningkatkan keselamatan kerja dalam ruang terbatas. Dengan mengadopsi metode yang lebih canggih, seperti Bowtie Analysis dan Risk Estimation Model, industri di Malaysia dapat mengurangi jumlah kecelakaan fatal di ruang terbatas dan meningkatkan standar keselamatan kerja secara keseluruhan. Dengan menerapkan rekomendasi yang disebutkan, perusahaan dapat meningkatkan kepatuhan terhadap standar internasional dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman bagi pekerja di ruang terbatas.
Sumber Artikel
Amin, Z., Mohammad, R., & Othman, N. (2020). Review and Comparison of Confined Space Risk Assessment Tools Practised by Industry Code of Practice for Safe Working in Confined Space of Malaysia, 2010 (ICOP 2010). Journal of Advanced Research in Business and Management Studies, 18(1), 16-23.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025
Pekerjaan di ruang terbatas (confined space) memiliki risiko bahaya yang tinggi, sering kali disebut sebagai silent killer karena banyaknya insiden fatal yang terjadi akibat lingkungan kerja yang berbahaya. Penelitian ini menyoroti bahwa perilaku keselamatan (safety behaviour) pekerja dipengaruhi oleh faktor internal individu, seperti tingkat pengetahuan, sikap, keterampilan, dan komitmen terhadap keselamatan kerja. Studi ini dilakukan di PT. X, sebuah perusahaan manufaktur baja yang memiliki banyak proses kerja di ruang terbatas.
Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 83 pekerja, dipilih melalui teknik purposive sampling dengan kriteria: Pernah bekerja di ruang terbatas, Memiliki pengalaman minimal dua tahun di perusahaan dan Hadir saat penelitian dilakukan.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan:
Analisis Univariat untuk melihat distribusi frekuensi variabel penelitian, Analisis Bivariat untuk menguji hubungan antara faktor personal dengan perilaku keselamatan, Korelasi Spearman untuk menilai kekuatan hubungan antar variabel dan SPSS digunakan untuk pengolahan data statistik.
Ruang terbatas memiliki tingkat bahaya yang tinggi. Data dari US Bureau of Statistics mencatat 350 kematian akibat kecelakaan di ruang terbatas selama periode 2000–2009. Di Malaysia, 1.395 kecelakaan terkait ruang terbatas terjadi pada tahun 2010, dengan satu pekerja meninggal dan 37 mengalami cacat permanen.
Di Indonesia, insiden serupa juga terjadi:
Tiga pekerja migas di Balikpapan tewas akibat menghirup gas beracun saat memeriksa tangki air, Seorang karyawan PT. Riau Prima Energi meninggal akibat terpapar Sulfamic Acid Dan Dua pekerja tewas akibat kecelakaan di gorong-gorong ITC Cempaka Mas, Jakarta.
Penelitian ini mengidentifikasi empat faktor personal utama yang mempengaruhi perilaku keselamatan pekerja di ruang terbatas:
Di PT. X, meskipun kebijakan keselamatan telah diterapkan, masih terdapat masalah dalam implementasinya:
Beberapa pekerja tidak melaporkan kegiatan mereka di ruang terbatas karena prosedur izin kerja yang dianggap rumit, Masih ada pekerja yang mengandalkan indera penciuman untuk mendeteksi gas berbahaya, bukan menggunakan alat pengukur gas, Pekerja jarang melakukan pemeriksaan berkala terhadap APD, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan.
Kelebihan
Menggunakan pendekatan statistik yang kuat untuk menganalisis hubungan antara faktor personal dan perilaku keselamatan, Studi kasus yang konkret memberikan wawasan mendalam mengenai praktik keselamatan di lapangan, Menyoroti pentingnya pelatihan dan pengawasan dalam meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap prosedur keselamatan.
Kekurangan K3
Tidak mengeksplorasi faktor psikologis yang lebih dalam, seperti stres kerja dan budaya keselamatan, Tidak ada perbandingan dengan perusahaan lain untuk menilai efektivitas kebijakan keselamatan yang diterapkan, Tidak membahas dampak ekonomi dari kecelakaan kerja terhadap produktivitas perusahaan.
Rekomendasi untuk Implementasi
Faktor personal seperti tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap, dan komitmen memiliki hubungan dengan perilaku keselamatan pekerja di ruang terbatas, meskipun hubungan tersebut tergolong lemah. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pekerja terhadap prosedur keselamatan, baik melalui pelatihan, teknologi, maupun pengawasan yang lebih ketat.
Sumber Artikel
Gultom, G. O., & Widajati, N. (2018). Hubungan Personal Factor dengan Safety Behaviour Pekerja Confined Space PT. X. Universitas Airlangga.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi isu yang semakin krusial, terutama di era Revolusi Industri 4.0, di mana teknologi dan model bisnis yang terus berkembang menuntut karyawan bekerja lebih cepat dan fleksibel. Dalam makalah "A Case Study on Lean Occupational Safety" oleh Mesut Ulu dan Semra Birgün, diterbitkan dalam Sigma Journal of Engineering and Natural Sciences (2024), penulis mengusulkan model Lean-OHS sebagai pendekatan inovatif dalam meningkatkan keselamatan kerja. Studi kasus ini diterapkan pada laboratorium farmasi di sebuah universitas, dengan hasil yang menunjukkan perbaikan signifikan dalam kondisi kerja dan pengurangan risiko kecelakaan.
Lean-OHS mengadopsi prinsip Lean Manufacturing yang bertujuan untuk mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi. Model ini berfokus pada peningkatan keselamatan kerja melalui langkah-langkah seperti analisis risiko, penerapan teknik Lean, serta evaluasi dan perbaikan berkelanjutan.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi dan Farmakologi di sebuah universitas. Dari lima laboratorium yang ada, laboratorium ini dipilih karena memiliki peralatan analisis yang digunakan bersama oleh berbagai laboratorium serta kurangnya tindakan K3 yang memadai. Dengan lebih dari 500 bahan kimia berbeda yang tersimpan, terdapat berbagai potensi bahaya yang harus diatasi.
Langkah-langkah utama yang diterapkan dalam model Lean-OHS meliputi:
Setelah penerapan Lean-OHS, laboratorium mengalami perbaikan signifikan, antara lain:
Selain itu, implementasi ini mendapat respons positif dari staf dan mahasiswa, yang merasa lebih aman dan nyaman dalam melakukan penelitian.
Meskipun studi ini menunjukkan keberhasilan dalam menerapkan Lean-OHS di laboratorium farmasi, terdapat beberapa aspek yang masih bisa dikembangkan:
Studi ini menunjukkan bahwa Lean-OHS merupakan pendekatan yang efektif dalam meningkatkan keselamatan kerja di lingkungan laboratorium. Dengan mengadopsi prinsip Lean, risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dikurangi secara signifikan. Namun, untuk optimalisasi lebih lanjut, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup aspek psikososial serta evaluasi jangka panjang.
Sumber Asli
Ulu M, Birgün S. A case study on lean occupational safety. Sigma J Eng Nat Sci 2024;42(2):534-548.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam manajemen perusahaan modern. Paper berjudul “Boards of Directors’ Influences on Occupational Health and Safety: A Scoping Review of Evidence and Best Practices” oleh David Ebbevi, Ulrica Von Thiele Schwarz, Henna Hasson, Carl Johan Sundberg, dan Mandus Frykman mengulas bagaimana peran dewan direksi mempengaruhi implementasi dan efektivitas K3 di perusahaan. Artikel ini menyoroti kesenjangan penelitian terkait keterlibatan dewan direksi dalam strategi dan kebijakan K3 serta dampaknya terhadap kesejahteraan karyawan.
Penelitian ini merupakan tinjauan sistematis (scoping review) yang menggunakan sumber dari berbagai database akademik seperti PubMed, EMBASE, Web of Science, dan lain-lain. Dari 49 studi yang disaring, mayoritas berisi data empiris (57%), sementara sisanya bersifat normatif atau teoretis.
Beberapa poin penting yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain:
Penelitian ini mengidentifikasi beberapa faktor utama yang mempengaruhi efektivitas peran dewan direksi dalam K3:
Hasil penelitian ini memberikan wawasan berharga bagi industri dalam meningkatkan efektivitas kebijakan K3, antara lain:
Penelitian ini menyoroti pentingnya peran dewan direksi dalam memastikan keberhasilan implementasi K3 di perusahaan. Dengan strategi yang lebih proaktif, peningkatan kompetensi, serta sistem pelaporan yang lebih baik, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif.
Untuk penelitian selanjutnya, direkomendasikan eksplorasi lebih lanjut mengenai efektivitas berbagai model kepemimpinan dewan direksi dalam implementasi K3 serta bagaimana kebijakan yang berbasis bukti dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Sumber Artikel:
Ebbevi, D., Von Thiele Schwarz, U., Hasson, H., Sundberg, C. J., & Frykman, M. (2021). Boards of Directors’ Influences on Occupational Health and Safety: A Scoping Review of Evidence and Best Practices. International Journal of Workplace Health Management, 14(1), 64-86.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 05 Maret 2025
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor kunci dalam operasional institusi, terutama dalam administrasi provinsi khusus yang bertanggung jawab atas layanan publik. Paper berjudul “Root Cause Model Proposal for Human-Related Risks in Occupational Health and Safety Practices of Special Provincial Administrations” oleh Mustafa Erdem dan Alpaslan H. Kuzucuoğlu mengkaji faktor-faktor penyebab risiko berbasis manusia dalam praktik K3 di administrasi provinsi khusus di Turki.
Artikel ini menyoroti bagaimana faktor manusia berkontribusi terhadap kecelakaan kerja dan mengusulkan model akar penyebab untuk mengurangi insiden terkait K3. Studi ini berfokus pada peran pelatihan, kesadaran keselamatan, serta kepatuhan terhadap peraturan dalam meningkatkan kondisi kerja.
Penelitian ini dilakukan pada 372 pekerja dari total populasi 11.463 karyawan yang bekerja di administrasi provinsi khusus di Turki. Data dikumpulkan melalui survei dan dianalisis menggunakan SPSS 22.00 dengan metode uji t independen dan uji varians satu arah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor utama penyebab kecelakaan kerja meliputi:
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 29% responden pernah mengalami kecelakaan kerja, sementara 39,2% mengalami kejadian nyaris celaka. Selain itu, data menunjukkan:
Penelitian ini menekankan bahwa sebagian besar kecelakaan kerja dapat dicegah dengan meningkatkan kesadaran keselamatan dan memperbaiki sistem manajemen risiko.
Hasil studi ini memiliki beberapa implikasi penting:
Wawasan mendalam mengenai faktor-faktor manusia dalam risiko K3 dan bagaimana model akar penyebab dapat membantu mengurangi insiden di lingkungan kerja administrasi provinsi khusus. Penerapan strategi seperti pelatihan berbasis teknologi dan peningkatan kesadaran keselamatan dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan eksplorasi lebih lanjut mengenai efektivitas penerapan teknologi digital dalam meningkatkan kepatuhan pekerja dan menekan risiko kecelakaan kerja.
Sumber Artikel:
Erdem, M. & Kuzucuoğlu, A. H. (2023). Root Cause Model Proposal for Human-Related Risks in Occupational Health and Safety Practices of Special Provincial Administrations. Tr. J. Nature Sci., 12(4), 93-106.