Analysis

Human Reliability Analysis dalam Keselamatan Nuklir

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 24 April 2025


Pendahuluan: Tantangan Baru dalam Sistem Kelistrikan Modern

Dalam beberapa dekade terakhir, transisi energi global semakin mengarah pada pemanfaatan energi terbarukan seperti angin dan surya. Meskipun ramah lingkungan, integrasi energi terbarukan ini menimbulkan tantangan besar dalam menjaga keandalan sistem kelistrikan. Paper "Review and Classification of Reliability Indicators for Power Systems with a High Share of Renewable Energy Sources" karya Evelyn Heylen, Geert Deconinck, dan Dirk Van Hertem dari KU Leuven membahas urgensi perubahan paradigma dalam manajemen keandalan sistem kelistrikan. Resensi ini akan mengeksplorasi metode klasifikasi indikator keandalan yang diusulkan, menyoroti temuan utama, dan mengaitkannya dengan tren industri serta tantangan praktis di lapangan.

Potensi Dampak Ekonomi dan Lingkungan

Selain aspek teknis, ketidakandalan sistem kelistrikan juga berdampak besar pada ekonomi dan lingkungan. Gangguan listrik yang berulang dapat memicu kerugian finansial di sektor industri dan bisnis, terutama pada negara-negara dengan ketergantungan tinggi pada energi terbarukan. Sebagai contoh, pemadaman listrik besar di California pada tahun 2020 menyebabkan kerugian lebih dari $2 miliar, sebagian besar karena ketidakmampuan jaringan mengelola beban puncak saat energi surya menurun menjelang malam.

Dari sisi lingkungan, integrasi energi terbarukan yang kurang optimal memicu kebutuhan penggunaan pembangkit listrik cadangan berbahan bakar fosil, yang justru meningkatkan emisi karbon. Oleh karena itu, pengembangan indikator keandalan yang lebih adaptif juga memiliki dampak besar dalam mempercepat transisi energi bersih.

Studi Kasus Tambahan: Jerman dan Australia

Untuk memperkuat analisis, mari kita lihat contoh dari dua negara pemimpin transisi energi terbarukan: Jerman dan Australia.

  • Jerman: Jerman memiliki pangsa energi terbarukan sebesar 46% pada 2022. Mereka menerapkan System Average Interruption Duration Index (SAIDI) untuk memantau durasi gangguan, tetapi indeks ini belum mampu memprediksi gangguan akibat fluktuasi energi angin. Paper ini menyarankan pengembangan indikator probabilistik yang lebih sensitif terhadap perubahan cuaca.
  • Australia: Dengan penetrasi energi surya rooftop yang tinggi, Australia menghadapi masalah stabilitas frekuensi. System Strength Indicator (SSI) diterapkan untuk memantau ketahanan jaringan. Namun, indikator ini masih deterministik dan gagal mendeteksi risiko sistem saat energi surya turun drastis di siang hari. 

Menyongsong Masa Depan dengan Teknologi Cerdas

Integrasi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan machine learning (ML) semakin menjadi kebutuhan mendesak dalam pengelolaan keandalan sistem kelistrikan. Sistem berbasis AI dapat menganalisis pola historis gangguan, memprediksi skenario risiko, dan memberikan rekomendasi tindakan mitigasi secara real-time. Teknologi ini dapat dikombinasikan dengan sensor IoT yang memantau stabilitas jaringan di berbagai titik untuk meningkatkan akurasi data.

Misalnya, National Grid UK kini mengembangkan sistem berbasis AI yang mampu merespons gangguan dalam hitungan detik dengan mengalihkan suplai daya dari pembangkit energi terbarukan terdekat. Langkah ini mengurangi durasi pemadaman hingga 30%.

Peran Kebijakan dan Regulasi dalam Mendukung Indikator Keandalan

Teknologi saja tidak cukup. Diperlukan dukungan kebijakan yang lebih progresif untuk memastikan keandalan sistem tetap terjaga di tengah meningkatnya penetrasi energi terbarukan. Beberapa negara, seperti Denmark dan Belanda, sudah mulai menerapkan kebijakan Dynamic Reserve Capacity, yaitu cadangan daya fleksibel yang diaktifkan otomatis saat ada gangguan energi terbarukan.

Pemerintah juga dapat mengadopsi Performance-Based Regulation (PBR), yaitu sistem insentif bagi operator jaringan yang berhasil menjaga keandalan sistem sambil tetap mendorong integrasi energi bersih. Operator yang berhasil mempertahankan stabilitas dan menekan gangguan akan mendapatkan insentif finansial, sedangkan yang gagal dikenakan penalti.

Kolaborasi Industri dan Akademisi untuk Inovasi Indikator Baru

Selain teknologi dan regulasi, inovasi dalam pengembangan indikator keandalan juga memerlukan kolaborasi erat antara industri dan akademisi. Universitas dan lembaga riset dapat membantu menciptakan model prediktif baru, sementara industri menyediakan data dan pengalaman lapangan.

Contoh sukses dari kolaborasi ini adalah proyek Energy Smart Borders di Uni Eropa. Proyek ini menggabungkan riset akademik dengan partisipasi perusahaan energi besar seperti Siemens dan EDF Energy untuk menciptakan indikator baru yang mengukur ketahanan jaringan lintas negara di tengah lonjakan pemanfaatan energi terbarukan.

Kesimpulan: Menuju Sistem Kelistrikan yang Lebih Tangguh dan Adaptif

Paper ini memberikan landasan yang kuat untuk memahami kompleksitas indikator keandalan pada sistem kelistrikan modern. Klasifikasi indikator yang lebih terstruktur dan transparan membantu mengidentifikasi celah dan kekurangan yang perlu diatasi. Dengan pendekatan yang lebih fleksibel, didukung teknologi modern, indikator probabilistik, serta integrasi AI dan IoT, sistem kelistrikan masa depan bisa lebih tangguh menghadapi variabilitas energi terbarukan.

Dukungan regulasi, insentif berbasis performa, dan kolaborasi antara akademisi dan industri menjadi kunci mewujudkan jaringan listrik yang andal, bersih, dan adaptif. Sistem kelistrikan di masa depan bukan hanya harus kuat secara teknis, tetapi juga cerdas dan responsif terhadap dinamika energi yang terus berkembang.

 

Sumber Utama:
OECD Nuclear Energy Agency. (2004). Human Reliability Analysis in Probabilistic Safety Assessment for Nuclear Power Plants. CSNI Technical Opinion Papers No. 4.
Tersedia di: https://www.oecd-nea.org/jcms/pl_14278/human-reliability-analysis-in-probabilistic-safety-assessment-for-nuclear-power-plants

 

Selengkapnya
Human Reliability Analysis dalam Keselamatan Nuklir

Analysis

Peningkatan Efisiensi Analisis Kegagalan dengan Menggabungkan FTA dan FMEA secara Rekursif

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 10 April 2025


Pendahuluan

Dalam industri manufaktur, terutama yang berkaitan dengan peralatan bernilai tinggi dan berteknologi tinggi, pemahaman terhadap pola kegagalan sistem menjadi aspek yang sangat penting. Menganalisis kemungkinan kegagalan tidak hanya membantu mengurangi downtime tetapi juga memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan strategi pemeliharaan yang lebih efektif. Dalam hal ini, Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA) adalah dua pendekatan utama yang sering digunakan untuk menganalisis kegagalan.

Penelitian oleh Peeters, Basten, dan Tinga (2018) mengusulkan metode inovatif dengan menggabungkan kedua pendekatan ini secara rekursif untuk meningkatkan efisiensi analisis kegagalan pada sistem manufaktur aditif MetalFAB1 dari Additive Industries. Artikel ini akan membahas konsep metode yang diajukan, keunggulannya dibandingkan dengan metode tradisional, serta implikasi praktisnya dalam industri.

Konsep FTA dan FMEA dalam Pendekatan Rekursif

1. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)

FMEA adalah metode bottom-up yang bertujuan untuk mengidentifikasi kegagalan potensial dalam suatu sistem, mengevaluasi dampaknya, dan menetapkan prioritas perbaikan berdasarkan Risk Priority Number (RPN). RPN dihitung berdasarkan tiga faktor utama:

  • Severity (S): Tingkat keparahan dampak kegagalan.
  • Occurrence (O): Kemungkinan kegagalan terjadi.
  • Detection (D): Kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum berdampak besar.

Meskipun FMEA efektif dalam mendeteksi dan memitigasi kegagalan, pendekatan ini memiliki kelemahan dalam hal struktur yang tidak selalu jelas, serta ketergantungan tinggi pada keahlian individu yang melakukan analisis.

2. Fault Tree Analysis (FTA)

Berbeda dengan FMEA, FTA adalah metode top-down yang digunakan untuk memetakan hubungan antara berbagai kegagalan sistem dan penyebabnya. Dengan menggunakan diagram pohon kesalahan, FTA memungkinkan identifikasi akar penyebab kegagalan dengan cara yang lebih sistematis. Metode ini sangat berguna dalam memahami hubungan antar kegagalan di berbagai tingkat sistem.

Namun, kelemahan utama FTA adalah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk diterapkan secara menyeluruh dan dapat menjadi terlalu kompleks dalam sistem besar dengan banyak komponen.

3. Pendekatan Rekursif: Kombinasi FTA dan FMEA

Untuk mengatasi keterbatasan dari masing-masing metode, penelitian ini mengusulkan pendekatan rekursif di mana:

  1. FTA dilakukan terlebih dahulu di tingkat sistem untuk mengidentifikasi kemungkinan mode kegagalan.
  2. FMEA diterapkan untuk mengevaluasi kegagalan kritis yang ditemukan pada analisis FTA pertama.
  3. FTA lebih lanjut diterapkan pada fungsi-fungsi yang memiliki kegagalan kritis, sehingga menghasilkan pemetaan yang lebih rinci.
  4. FMEA diterapkan kembali di tingkat komponen, sehingga memungkinkan pendekatan yang lebih mendalam untuk memahami mekanisme kegagalan.

Metode ini diterapkan pada MetalFAB1, sistem manufaktur aditif untuk pencetakan logam, dan dianggap lebih efisien dibandingkan pendekatan konvensional oleh tim teknik di Additive Industries.

Studi Kasus: Penerapan pada MetalFAB1

Penelitian ini mengaplikasikan pendekatan rekursif ini pada MetalFAB1, sebuah sistem pencetakan logam berbasis manufaktur aditif. Proses analisisnya melibatkan tiga level:

  1. Analisis Tingkat Sistem: Mengidentifikasi 12 mode kegagalan utama, dengan beberapa di antaranya seperti kegagalan modul pemrosesan dan kegagalan penyimpanan cetakan memiliki nilai RPN tertinggi.
  2. Analisis Tingkat Fungsi: Menggunakan FTA pada fungsi dengan kegagalan tertinggi, misalnya kegagalan dalam pengendapan lapisan serbuk logam.
  3. Analisis Tingkat Komponen: Fokus pada mekanisme spesifik, seperti kegagalan pada blade recoater dan keausan pada panduan piston.

Hasil dari metode ini menunjukkan bahwa pendekatan rekursif memungkinkan pemilihan area kritis yang lebih efisien, mengurangi waktu analisis dibandingkan dengan penerapan FTA atau FMEA secara terpisah. Pendekatan ini juga membantu insinyur memahami hubungan sebab-akibat antara komponen yang lebih kecil hingga sistem secara keseluruhan, memungkinkan mereka membuat keputusan yang lebih tepat dalam desain ulang dan strategi pemeliharaan.

Keunggulan dan Implikasi Praktis

Pendekatan yang diajukan dalam penelitian ini memberikan beberapa keunggulan utama:

  • Efisiensi Waktu: Mengurangi waktu analisis dengan menargetkan hanya bagian sistem yang paling kritis.
  • Peningkatan Akurasi: Menggunakan kombinasi metode top-down dan bottom-up, sehingga tidak ada kegagalan penting yang terlewat.
  • Fokus pada Kegagalan Kritis: Dengan menggunakan cut-off RPN, metode ini memastikan bahwa sumber daya digunakan secara optimal untuk mengatasi kegagalan dengan dampak terbesar.
  • Penerapan dalam Berbagai Industri: Metode ini dapat diterapkan tidak hanya pada manufaktur aditif tetapi juga pada industri penerbangan, energi, otomotif, dan kesehatan.

Implikasi praktis dari penelitian ini sangat luas, terutama dalam industri manufaktur yang bergantung pada sistem kompleks dengan biaya perawatan tinggi. Penerapan metode ini dapat membantu perusahaan dalam:

  • Mengembangkan strategi pemeliharaan prediktif yang lebih efektif.
  • Mengurangi downtime yang tidak terduga.
  • Meningkatkan keandalan sistem manufaktur.
  • Mengurangi biaya perbaikan dengan melakukan intervensi sebelum kegagalan terjadi.

Kesimpulan

Penelitian ini membuktikan bahwa kombinasi FTA dan FMEA dalam pendekatan rekursif merupakan solusi yang lebih efisien untuk analisis kegagalan sistem kompleks seperti MetalFAB1. Dengan mengoptimalkan waktu analisis dan meningkatkan akurasi dalam mengidentifikasi kegagalan kritis, metode ini dapat menjadi standar baru dalam industri yang mengandalkan peralatan bernilai tinggi.

Sebagai langkah lanjut, metode ini dapat diterapkan pada berbagai sektor lain seperti energi, transportasi, dan kesehatan untuk meningkatkan reliabilitas sistem secara keseluruhan. Selain itu, penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengoptimalkan metode pemilihan cutoff RPN, sehingga dapat diterapkan secara lebih fleksibel di berbagai industri.

Sumber:

  • Peeters, J.F.W., Basten, R.J.I., & Tinga, T. (2018). Improving failure analysis efficiency by combining FTA and FMEA in a recursive manner. Reliability Engineering and System Safety, 172, 36–44. DOI: 10.1016/j.ress.2017.11.024
Selengkapnya
Peningkatan Efisiensi Analisis Kegagalan dengan Menggabungkan FTA dan FMEA secara Rekursif
page 1 of 1