Liberalisme Klasik

Laissez-faire

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


Laissez-faire (IPA: [lɛse fɛr]) adalah sebuah frasa bahasa Prancis yang berarti "biarkan terjadi" (secara harafiah "biarkan berbuat"). Istilah ini berasal dari diksi Prancis yang digunakan pertama kali oleh para psiokrat pada abad ke 18 sebagai bentuk perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan. Laissez-faire menjadi sinonim untuk ekonomi pasar bebas yang ketat selama awal dan pertengahan abad ke-19. Secara umum, istilah ini dimengerti sebagai sebuah doktrin ekonomi yang tidak menginginkan adanya campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Pendukung doktrin ini berpendapat bahwa suatu perekonomian perusahaan swasta (private-enterprise economy) akan mencapai tingkat efesiensi yang lebih tinggi dalam pengalokasian dan penggunaan sumber-sumber ekonomi yang langka dan akan mencapai pertumpuhan ekonomi yang lebih besar bila dibandingkan dengan perekonomian yang terencana secara terpusat (centrally planned economy). Pendapat ini didasarkan pada pemikiran bahwa kepemilikan pribadi atas sumber daya dan kebebasan penuh untuk menggunakan sumber daya tersebut akan menciptakan dorongan kuat untuk mengambil risiko dan bekerja keras. Sebaliknya, birokrasi pemerintah cenderung mematikan inisiatif dan menekan perusahaan.

Dalam pandangan laissez-faire, kewajiban negara bukanlah melakukan intervensi untuk menstabilkan distribusi kekayaan atau untuk menjadikan sebuah negara makmur untuk melindungi rakyatnya dari kemiskinan, melainkan bersandar pada sumbangan dan sistem pasar. Laissez faire juga menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh memberi hak khusus dalam bisnis. Misalnya, penganut dari laissez-faire mendukung ide yang menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh membuat monopoli legal atau menggunakan kekuasaan dan paksaan untuk merusak monopoli de facto. Pendukung dari laissez-faire juga mendukung ide perdagangan bebas dalam artian negara tidak boleh melakukan proteksi, seperti tarif dan subsidi, di wilayah ekonominya.

Pada masa awal dari teori ekonomi Eropa dan Amerika, kebijakan laissez-faire terbentuk konflik dengan merkantilisme, yang telah menjadi sistem dominan di Britania raya, Spanyol, Prancis dan negara Eropa lainnya pada masa kejayaannya.

Istilah laissez-faire sering digunakan bergantian dengan istilah "pasar bebas". Beberapa menggunakan laissez-faire untuk merujuk pada perilaku "biarkan terjadi, biarkan lewat" dalam hal-hal di luar ilmu ekonomi.

Laissez-faire dihubungkan dengan Liberalisme klasik, libertarianisme dan Obyektivisme. Asalnya dikenalkan dalam bahasa Inggris tahun 1774, oleh George Whatley, dalam buku Principles of Trade, yang di dampingi oleh Benjamin Franklin. Ekonom klasik, seperti Thomas Malthus, Adam Smith dan David Ricardo tidak menggunakan istilah ini. Jeremy Bentham menggunakan ini, tetapi hanya dalam Liga Hukum Anti-Jagung dan nyaris sama dengan pengertian Inggrisnya.

Teori Ekonomi

Laissez-faire berarti bahwa mahzab pemikiran ekonomi neoklasik memegang pandangan pasar yang murni atau liberal secara ekonomi: bahwa pasar bebas sebaiknya dibiarkan pada seperti apa adanya, dan akan didispensasikan dengan inefisiensi dalam cara yang lebih bebas dan cepat seperti pemberian harga, produksi, konsumsi, dan distribusi dari barang dan jasa dibuat untuk ekonomi yang lebih baik atau efisien.

Ekonom Adam Smith dalam bukunya 'Wealth of Nations' berpendapat bahwa sebuah "tangan tak terlihat" dari pasar akan memandu masyarakat untuk bertindak dengan mengikuti kepentingan pribadi mereka sendiri, karena satu-satunya cara menghasilkan uang adalah dengan melalui pertukaran secara sukarela, dan satu-satunya cara untuk mendapatkan uang dari masyarakat adalah untuk memberikan apa yang mereka inginkan. Smith menunjukkan kalau seseorang tidak mendapatkan makan malam dengan mengandalkan belas kasih dari tukang daging, petani atau tukang roti. Tapi mereka mengandalkan kepentingan pribadi mereka dan membayar mereka atas kerja keras mereka.

Teori Politik

Laissez-faire disebut dalam pernyataan sebelumnya bahwa semua warga kota memiliki persamaan hak, dan pemerintah tidak boleh turut campur dalam memperkuat persamaan pengeluaran melalui redistribusi pemerintah dan tindakan lain. Pengemuka laissez-faire menyukai negara yang netral antara bermacam grup yang bersaing yang bertarung untuk keuntungan dan kekuatan politik di dalam satu negara. Pendukung dari laissez-faire penting untuk ekonomi campuran dalam landasan yang mengarah ke politik kepentingan golongan di mana setiap kelompok mencari keuntungan itu sendiri pada pengeluaran dari orang lain dan dari konsumen.

Sejarah Laissez-Faire

Pada abad ke 19 di Inggris, laissez-faire memiliki pengikut yang sedikit namun kuat seperi Liberalis Manchester seperti Richard Cobden dan Richard Wright. Tahun 1867, ini berujung pada kesepakatan perdagangan bebas ditandatangani antara Britania dan Prancis, setelah beberapa dari perjanjian ini ditandatangani bersama negara-negara Eropa lainnya. Koran The Economist didirikan sebelumnya pada tahun 1843, dan perdagangan bebas didiskusikan dalam sebuah tempat berjulukan The Cobden Club, didirikan setahun setelah kematian Richard Cobden, tahun 1866.

Bagaimanapun, laissez-faire tidak pernah menjadi doktrin negara manapun, dan diakhir seribu delapanratus-an, negara-negara Eropa malah menganut sistem intervionisme dan proteksionisme lagi. Prancis contohnya, mulai membatalkan ksepakatannya dengan negara Eropa lain tahun 1890. Proteksionisme Jerman dimulai (lagi) pada Desember 1878 surat dari Bismarck, berujung pada tarif yang keras dan tinggi tahun 1879.

Amerika Serikat

Walaupun periode sebelum Perang Saudara Amerika dikenal atas pengaruh terbatas dari pemerintahan federal, ada beberapa bagian intervensi yang signifikan dalam ekonomi—khususnya setelah 1820-an. Contoh nyata dari intervensi pemerintah pada periode sebelum perang saudara termasuk didirikannya First National Bank dan Second National Bank dan juga bermacam usaha proteksionis (contohnya tarif 1828). Beberapa dari proposal ini menemui tentangan yang cukup keras, dan membutuhkan banyak sekali tawar menawar sebelum dimasukan dalam undang-undang. Contohnya, First National Bank tidak akan sampai ke meja Presiden Washington dalam absenya kesepakatan yang dicapai oleh Alexander Hamilton dan beberapa anggota selatan dari Kongres untuk menetapkan ibu kota di District of Columbia.

Sebagian besar penentang asas ekonomi campuran di Amerika Serikat terdaftar pada American School (ekonomi). Sekolah pemikiran ini terinspirasi oleh ide-ide Alexander Hamilton, yang mengajukan pembuatan dari bank yang disponsori pemerintah dan kenaikan tarif untuk memenangkan kepentingan industri utara. Setelah kematian Hamilton, proteksionis yang lebih toleran pada periode sebelum perang saudara Amerika datang dari Henry Clay dan American System-nya.

Setelah Perang Saudara, gerakan menuju ekonomi campuran dipercepat dengan lebih banyak lagi proteksionisme dan regulasi pemerintah. Pada tahun 1880-an dan 1890-an, kenaikan tarif signifikan dipakai (lihat Tarif McKinley dan Tarif Dingley). Lebih lanjut, dengan adanya Undang-Undang Komersial Antar Negara Bagian tahun 1887, dan Undang-Undang Anti-trust Sherman, pemerintah federal mulai mengasumsikan sebuah peran yang makin menanjak dalam pengaturan dan pengarahan ekonomi negara.

Pada Era Progresif disahkannya undang-undang untuk lebih mengontrol dalam ekonomi, yang dibuktikan oleh program New Freedom pemerintahan Wilson.

Depresi Hebat

Ada banyak debat tentang hubungan antara laissez-faire dan terjadinya depresi hebat. Beberapa ekonom dan sejarawan (seperti John Maynard Keynes) berpendapat kalau laissez-faire membuat kondisi dibawah depresi hebat menanjak. Sarjana lain seperti Milton Friedman dan Murray Rothbard, mengatakan bahwa Depresi bukanlah hasil dari kebijakan ekonomi laissez-faire tetapi intervensi pemerintah dalam moneter dan sistem kredit. Isu ini, masih menjadi perdebatan keras dalam ekonomi, politik, dan sejarah.

Pada karya Keynes tahun 1936, The General Theory of Employment Interest and Money, Keynes mengenalkan konsep dan istilah yang ditujukan untuk membantu menjelaskan Depresi Hebat. Satu pendapat untuk kebijakan ekonomi laissez-faire selama resesi ialah jika konsumsi jatuh, maka rasio bunga akan jatuh juga. Tingkat bunga yang lebih rendah akan mengakibatkan peningkatan investasi dan permintaan akan tetap konstan. Bagaimanapun, Keynes percaya kalau adaalasan kenapa investasi tidak selamanya secara otomatis naik sebagai reaksi atas jatuhnya konsumsi. Bisnis membuat investasi berdasar pada ekspektasi atas adanya keuntungan. Menurut Keynes, jika jatuhnya konsumsi muncul pada waktu lama, bisnis akan menganalisis tren akan menurunkan harapan dari penjualan masa depan. Maka, menurut Keynes, hal terakhir yang mereka pikir menarik ialah berinvestasi dalam meningkatkan produksi pada masa depan bahkan apabila bunga yang lebih rendah membuat modal tidak menjadi mahal. Dalam kasus ini, menurut Keynes dan kebalikan dari Hukum Say, ekonomi bisa ditaruh dalam kejatuhan umum. ((Keen 2000:198)) Ekonom Keynesian dan sejarawan berpendapat kalau dinamika memperkuat diri ini adalah apa yang terjadi dalam tingkat yang ekstrem pada Depresi Hebat, di mana kebangkrutan merupakan hal umum dan investasi, yang membutuhkan tingkat optimisme, sangat harang terjadi. Solusi dari masalah ini, menurut Keynes, untuk melepaskan ketidakstabilan pasar melalui intervensi pemerintah. Dalam pandangan ini, karena aktor swasta tidak bisa diandalkan untuk membuat permintaan agregat selama resesi, pemerintah memiliki kewajiban untuk membuat permintaan.

Sebagai konsekuensi dari pandangan ini, Keynes spertinya memiliki pandangan yang lebih disenangi dari pemerintahan fasis saat itu, karena, ketika dia dia disorot ketika edisi Jerman dari The General Theory of Employment Interest and Money, "teori dari produksi agregat, di mana inti dari ['The General Theory of Employment Interest of Employment Interest and Money'], bisa diadaptasi lebih mudah diadapsi ke kondisi negara otalitarian [eines totalen Staates] dibanding teori produksi dan distribusi dari produksi yang diberi ditaruh pada kondisi kompetisi bebas dan tingkat tinggi dari laissez-faire.

Freidrich August von Hayek dan Milton Friedman, dengan kontras, berpendapat kalau Depresi Hebat bukanlah hasil dari kebijakan ekonomi laissez-faire tetapi hasil dari terlalu besarnya intervensi pemerintah dan regulasi atas pasar. Mereka mencatat bahwa Depresi Hebat merupakan depresi terlama dalam sejarah Amerika Serikat dan satu-satunya depresi di mana pemerintah mengintervensi besar-besaran. Dalam karya Friedman, Captilaism and Freedom deia berpendapat: "Sebuah agensi yang dibuat pemerintah--The Federal Reserve System-- telah diberi tugas untuk kebijakan moneter. Tahun 1930 dan 1931, agensi ini melaksanakan tanggung jawab dengan baik untuk mengganti apa tindakan yang lain menjadi kontraksi moderat menjadi bencana besar-besaran.

Lebih jauh, Pemerintahan Federal Amerika Serikat membuat sebuah mata uang tetap yang didasarkan nilai emas. Pada satu titik nilai terikat tersebut bisa dibilang lebih tinggi dari harga dunia yang membuat surplus masif atas emas. Permintaan emas naik dan harga dunia meningkat tetapi nilai terikat tersebut terlalu rendah di Amerika Serikat dan membuat migrasi besar-besaran atas emas dari Amerika Serikat. Milton Friedman dan Freidrich Hayek keduanya berpendapat kalau ketidakmampuan untuk beraiksi pada permintaan nilai mata uang membuat kerusuhan dalam bank-bank dan bank tersebut tidak lagi bisa menanganinya, dan tingkat pertukaran tetap antara dollar dan emas keduanya menyebabkan Depresi Hebat, dan tidak memperbaiki, tekanan deflasi. Dia lebih jauh berpendapat dalam tesisnya, kalau pemerintah memberi sakit lebih banyak pada publik Amerika dengan menaikkan pajak, dan mencetak uang untuk membayar hutang (dan menyebabkan inflasi), kombinasi dari apa yang membantu memusnahkan tabungan dari kelas menengah. Friedman menyimpulkan kalau efek dari Depresi Hebat tidak dimitigasi sampai akhir Perang Dunia II dimana ekonomi sampai pada kebangkitan normal dengan penghapusan berbagai pengaturan harga. Opini ini secara khusus menyalahkan sebuah kombinasi dari kebijakan Federal Reserve dan regulasi ekonomi oleh pemerintah Amerika Serikat sebagai penyebab Depresi Hebat, dan depresi diperparah dengan meningkatkan pajak pendapatan dalam pendapatan tertinggi dari 25% ke 63%, sebuah "pajak cek", dan Tarif Smooth-Hawley. Freidman percaya kalau kebijakan intervesionis Herbert Hoover dan New Deal Franklin Delano Roosevelt akan memperpanjang dan memperparah depresi. Friedman menyimpulkan, "Depresi Hebat dalam Amerika Serikat, jauh dari tanda-tanda atas instabilitas dari sistem perusahaan swasta, merupakan saksi pada berapa besar kerusakan yang bisa terjadi oleh kesalahan-kesalahan pada bagian dari beberapa orang ketika mereka memiliki kekuasaan besar atas sistem moneter dari sebuah negara."

Kembalinya Ekonomi Pasar setelah Perang Dunia Kedua

Artikel utama: Neoliberalisme, Ordoliberalisme, Ekonomi pasar sosial, Reaganomi, dan Tachterisme

Setelah Perang Dunia Kedua, pemikiran laissez-faire dibangkitkan kembali melalui Austrian School dan Chicago School, dan pemikir liberal seperti Ludwig von Mises, Freidrich Hayek dan Milton Friedman, yang berpendapat kalau Dunia Bebas didefinisikan oleh kebebasan itu sendiri, lalu penduduknya harus memiliki kebebasan ekonomi secara penuh. Hong Kong merupakan teritori pertama yang menggunakan kebijakan laissez-faire pada era ini, mengikuti jalan tersebut sejak 1960-an.

jerman memakai ini, dengan dukungan koalisi antara Demokratik Kristen dan Demokrat Sosial, yang dijuluki dengan Ekonomi pasar sosial, yang merestorasi ulang ekonomi Jerman yang hancur karena perang dengan membiarkan harga mengambang bebas. Kemudian pada tahun 1970 dan 1980, ide dari Chicago School'"meresonansi"dalam kebijakan ekonomi di Chili, Reaganomi Ronald Reagan, dan kebijakan privatisasi dari Margaret Tatcher.

Kembalinya ekonomi pasar setelah Perang Dunia Kedua masih jauh dari syarat laissez-faire. Amerika Serikat, pada tahun 1980-an misalnya, berkecendrungan melindungi industri mobil dengan pembatasan ekspor "sukarela" dari Jepang. Salah satu sarjana menulis tentang ini:

Bahasa Inggris

“ By and large, the comparative strength of the dollar against major foreign currencies has reflected high U.S. interest rates driven by huge federal budget deficits. Hence, the source of much of the current deterioration of trade is not the general state of the economy, but rather the government's mix of fiscal and monetary policies — that is, the problematic juxtaposition of bold tax reductions, relatively tight monetary targets, generous military outlays, and only modest cuts in major entitlement programs. Put simply, the roots of the trade problem and of the resurgent protectionism it has fomented are fundamentally political as well as economic.”

Bahasa Indonesia

“ Dari berbagai sisi, kekuatan komparatif dari dolar terhadap mata uang asing yang besar lainnya dicerminkan dalam tingkat bunga Amerika Serikat yang dipicu oleh defisit anggaran Federal yang besar. Maka dari itu, sumber dari banyaknya deteriorasi saat ini dalam perdagangan bukanlah keadaan umum dalam ekonomi, tetapi kebijakan campuran pemerintah atas fiskal dan moneter — dan itu, merupakan cerminan problematik dari penurunan pajak yang tinggi, target moneter yang relatif ketat, pengeluaran militer yang besar, dan hanya sedikit pemotongan anggaran pada program utama. Sederhananya, akar dari masalah perdagangan dan proteksionisme yang makin meningkat itu bersumber dari kebijakan politis dan juga ekonomis.”

Laissez-faire Sekarang

Kebanyakan negara modern industrialis sekarang tidak mewakilkan laissez-faire dalam prinsip maupun kebijakannya, karena biasanya mereka melibatkan sejumlah besar intervensi pemerintah dalam ekonomi. Intervensi ini termasuk upah minimum, kesejahteraan korporasi, antitrust, nasionalisasi, dan kesejahteraan sosial di antara bentuk lain dari intervensi pemerintah. Subsidi untuk bisnis dan agrikultur, kepemilikan pemerintah pada beberapa industri (biasanya dalam sumber daya alam), regulasi dari kompetisi pasar, pembatasan perdagangan dalam bentuk tarif protektif - kuta impor - atau regulasi internal yang mengntungkan industri domestik, dan bentuk lain favoritme pemerintah.

Menurut 2007 Index of Economic Freedom Diarsipkan 2008-02-13 di Wayback Machine. yang dikeluarkan Heritage Foundation, 7 negara dengan ekonomi paling bebas ialah: Hong Kong, Singapura, Singapura, Australia, Amerika Serikat dan Irlandia (semuanya merupakan bekas jajahan Britania). Hong Kong diperingkat satu dari 12 tahun berturut-turut dalam indeks yang tujuannya "menghitung äbsennya koersi pemerintah pada pembatasan produksi, distribusi, atau konsumsi barang dan jasa lebih jauh dari keperluan dari penduduk untuk memproteksi dan menetapkan kebebasan itu sendiri."Milton Friedman memuji pendekatan laissez faire oleh Hong Kong yang mengubah kemiskinan menjadi kemakmuran dalam 50 tahun".

Bagaimanapun pada konfrensi pres pada 11 September 2006, Donald Tsang, Eksekutif dari Hong Kong berkata kalau "Non-Proteksionisme positif merupakan kebijakan yang diusulkan oleh Mentri Keuangan sebelumnya, tetapi kita tidak pernah berkata kalau ketia masih menggunakannya sebagai kebijakan kami yang sekarang.... Kami lebih senang dijulukji dengan kebijakan 'pasar-besar, pemerintah kecil'." Respon dalam Hong Kong terbagi secara luas, sebagian melihat sebagai pengumuman untuk meninggalkan non-intervesionisme positif, yang lain melihatnya sebagai respon yang lebih realistis ke kebijakan pemerintah pada beberapa tahun terakhir, seperti intervensi pada pasar modal untuk mencegah broker.

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Laissez-faire

Ilmu Ekonomi

Indeks Harga

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 18 Februari 2025


Indeks harga (bahasa Inggrisprice index) adalah perbandingan harga rata-rata suatu barang dari waktu ke waktu, dengan melihat tahun yang dihitung dengan harga rata-rata tahun dasar. Tahun dasar yang dipilih adalah saat perekonomian sedang baik dan stabil, dan tahun dasar inilah yang menjadi patokan dalam melakukan penghitungan indeks harga suatu barang. Hal ini dirancang untuk membantu dalam membuat statistikperbandingan harga secara keseluruhan, terkait dengan periode waktu ataupun juga dengan letak geografis.

Jenis

Indeks harga produsen

Indeks harga produsen merupakan indeks harga yang mengukur tingkat perubahan harga produk yang dibeli dan dijual oleh produsen. Produk ini dapat berbentuk barang maupun jasa. Informasi yang diperoleh melalui indeks harga produsen diperoleh dari data keluaran dan data masukan. Data keluaran berupa tingkat perubahan harga produk yang dijual setelah tidak lagi dimiliki oleh produsen. Sedangkan data masukan berupa tingkat perubahan harga produk yang dibeli oleh produsen. Perbandingan antara data keluaran dan data masukan merupakan nilai dari indeks harga produsen.

Indeks harga konsumen

Indeks harga konsumen awalnya digunakan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat yang menjadi badan pemerintah dalam Kementerian Ketenagakerjaan Amerika Serikat. Pada periode 1982 hingga 1984, indeks harga konsumen digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan inflasi pada level lanjutan. Sebelum itu, indeks harga konsumen hanya digunakan untuk tingkat pertumbuhan inflasi dasar. Rumus analisis ekonomi digunakan untuk mengubah kondisi tingkat pertumbuhan inflasi pada indeks harga konsumen. Pemerintah Amerika Serikat menyusun indeks harga konsumen berdasarkan berbagai survei berulang. Objek survei ialah harga dari berbagai barang yang dibeli oleh konsumen. Hasil yang diperoleh dari indeks harga konsumen di Amerika Serikat kemudian dipublikasikan melalui siaran pers. Indeks harga konsumen kemudian dirilis tiap bulan sekali di Amerika Serikat. Pada perkembangan berikutnya, indeks harga konsumen mulai digunakan dalam skala mancanegara secara terbuka. Akses informasi indeks harga konsumen juga tersedia di berbagai situs web yang dapat diakses menggunakan internet. Skala yang digunakan adalah persentase dengan nilai maksimal 100%.

Perumusan

Indeks harga juga disebut dengan istilah tingkat harga. Dalam perumusannya, indeks harga mengacu pada tahun dasar penetapan harga. Skala yang digunakan ialah persentase dengan nilai dasar sebesar 100%. Indeks harga tahun yang lain diketahui dengan melakukan perbandingan tingkat harga pada tahun tersebut dengan harga pada tahun dasar. Setelahnya, nilai yang diperoleh dikalikan dengan nilai 100. Nilai yang diperoleh dari indeks harga merupakan rasio dari tahun sekarang dan tahun acuan dasar.

Kegunaan

Mengukur perubahan harga

Perubahan harga merupakan masalah ekonomi yang utama. Kebijakan moneter yang ditetapkan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi memerlukan pertimbangan atas perubahan harga produk yang beredar di dalam negeri. Pengamatan harga ini berlangsung dari waktu ke waktu. Pemerintahmelakukan penetapan indeks harga untuk mengatur biaya dan pengeluaran negara serta pengaturan pajak. Perubahan harga juga berlaku bagi rumah tangga dan infromasi harga umumnya diperlukan oleh masyarakat untuk kegiatan belanja. Indeks harga digunakan untuk meringkas informasi tentang harga produk dari waktu ke waktu. Indeks ini berlaku bagi berbagai jenis barang dan jasa. Pengukuran harga berpenting dalam menentukan belanjakonsumen yang menjadi pendapatan terbesar dari produk domestik bruto.

Sumber Artikel : Wikipedia

Selengkapnya
Indeks Harga

Pendidikan

Pendidikan di Indonesia: 10 Tantangan Utama yang Menghambat Kemajuan

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 18 Februari 2025


Pendidikan merupakan landasan pembangunan dan kesejahteraan suatu bangsa. Di Indonesia, negara dengan warisan budaya yang kaya dan populasi yang beragam, sistem pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk masa depan warga negaranya dan masyarakat luas. Namun, meskipun terdapat kemajuan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, sistem pendidikan Indonesia menghadapi banyak tantangan yang menghambat kemajuannya.

Indonesia, dengan negara kepulauan yang luas dan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, sedang bergulat dengan berbagai kompleksitas dalam sistem pendidikannya. Ketika negara ini berupaya mencapai tujuan sosio-ekonominya, kualitas dan aksesibilitas pendidikan menjadi faktor penting.

10 tantangan besar pendidikan di Indonesia

1. Terbatasnya akses terhadap pendidikan

Salah satu tantangan paling signifikan adalah memastikan akses yang adil terhadap pendidikan, terutama di daerah terpencil dan pedesaan. Kesenjangan dalam infrastruktur, pendanaan, dan guru yang berkualitas seringkali menyebabkan banyak anak tidak memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas, sehingga melanggengkan siklus kemiskinan dan menghambat kemajuan nasional.

2. Mutu pendidikan

Meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Indonesia masih menghadapi permasalahan berupa kurikulum yang ketinggalan jaman, pelatihan guru yang tidak memadai, dan sumber daya pembelajaran yang terbatas. Kurangnya penekanan pada pemikiran kritis dan keterampilan praktis menghambat kemampuan siswa untuk bersaing secara global dan berkontribusi secara efektif terhadap pertumbuhan bangsa.

3. Kekurangan dan kualitas guru

Kurangnya guru yang berkualitas dan termotivasi masih menjadi masalah yang terus-menerus terjadi di Indonesia. Selain itu, rendahnya gaji dan terbatasnya kesempatan pengembangan profesional menyebabkan demotivasi di kalangan pendidik, sehingga berdampak pada kualitas pengajaran secara keseluruhan.

4. Rendahnya alokasi anggaran pendidikan

Alokasi dana yang tidak mencukupi pada sektor pendidikan masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Indonesia perlu memprioritaskan pendidikan dalam anggarannya untuk meningkatkan infrastruktur, membayar guru dengan lebih baik, dan mengembangkan materi pembelajaran yang lebih maju.

5. Infrastruktur yang tidak memadai

Banyak sekolah di Indonesia yang kekurangan infrastruktur, seperti ruang kelas, perpustakaan, dan laboratorium. Kurangnya fasilitas dasar menghambat pengalaman belajar dan mempengaruhi kinerja akademik siswa.

6. ​​Integrasi teknologi

Meskipun teknologi mempunyai potensi untuk merevolusi pendidikan, integrasinya di sekolah-sekolah di Indonesia masih belum merata. Kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antar kelas sosial ekonomi, membatasi akses siswa terhadap peluang pembelajaran berbasis teknologi.

7. Keanekaragaman budaya dan linguistik

Keberagaman budaya dan bahasa yang luas di Indonesia menghadirkan tantangan unik dalam pengembangan kurikulum dan praktik pengajaran. Kurangnya konten lokal dan pilihan pendidikan bilingual dapat menghambat pemahaman dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

8. Disparitas gender

Meskipun ada upaya untuk mendorong kesetaraan gender dalam pendidikan, kesenjangan gender masih terjadi, terutama di wilayah yang lebih konservatif. Norma sosial dan keyakinan budaya seringkali membatasi akses anak perempuan terhadap pendidikan dan kesempatan untuk melanjutkan studi.

9. Angka putus sekolah dan pernikahan dini

Tingginya angka putus sekolah, khususnya di kalangan anak perempuan, terus menjadi kekhawatiran di Indonesia. Faktor-faktor seperti kemiskinan, pernikahan dini, dan kurangnya sistem pendukung sering kali memaksa anak-anak untuk meninggalkan sekolah sebelum waktunya, sehingga membahayakan prospek masa depan mereka.

10. Pendidikan kejuruan dan teknik

Fokus pada pendidikan akademis seringkali membayangi pelatihan kejuruan dan teknis, sehingga menyebabkan kurangnya pekerja terampil di berbagai sektor. Menekankan pendidikan kejuruan dapat mengatasi masalah pengangguran dan memperkuat angkatan kerja di Indonesia.

Kesimpulan

Tantangan yang dihadapi sistem pendidikan Indonesia sangatlah kompleks dan memiliki banyak aspek, namun tantangan tersebut harus diatasi dengan urgensi dan komitmen. Dengan memastikan akses yang adil, meningkatkan kualitas pendidikan, dan berinvestasi pada guru dan infrastruktur, Indonesia dapat mengambil langkah signifikan menuju sistem pendidikan yang lebih inklusif dan kuat. Mengatasi hambatan-hambatan ini akan memberdayakan generasi muda untuk memimpin Indonesia menuju masa depan yang sejahtera dan berkelanjutan, serta memperkuat posisinya di kancah global.

Disadur dari: www.mizanurrmizan.info

Selengkapnya
Pendidikan di Indonesia: 10 Tantangan Utama yang Menghambat Kemajuan

Penulis Tiongkok

Sun Zi

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 18 Februari 2025


Sun Tzu (/ˈsuːnˈdzuː/;merujuk pada Sūn Zǐ) juga merupakan seorang Jenderal dari Tiongkok, ahli strategi militer, dan filsuf yang hidup pada Zaman Musim Semi dan Gugur pada masa Tiongkok Kuno. Sun Tzu diketahui sebagai penulis The Art of War, sebuah strategi militer yang secara luas berpengaruh terhadap filosofi Barat dan Timur. Diluar peninggalannya sebagai penulis The Art of War, Sun Tzu merujuk kepada figur sejarah dari Tiongkok dan Kebudayaan Asia. Dia lahir dengan nama Sun Wu dan dikenal dengan nama Changqing. Nama Sun Tzu sendiri merupakan sebuah gelar kehormatan yang berarti “Master Sun”.

LahirSun Wu
544 SM (tradisional)
Qi atau WuKerajaan Zhou Meninggal 496 SM (tradisional; umur 47–48)
Gusu, Wu, Kerajaan Zhou

Sejarah mengenai Sun Tzu masih belum pasti. Sima Qian dan ahli sejarah kuno lainnya menempatkan dia sebagai menteri dari Raja Helü di Negara Wu dan menetapkan masa hidupnya antara 544–496 SM. Para pakar modern mengemukakan bahwa Sun Tzu hidup pada Periode Negara Perang berdasarkan gaya komposisi dan deskripsinya mengenai Medan Perang. Sejarah juga mencatat bahwa keturunan Sun Tzu yaitu Sūn Bin (孫彬) juga menulis mengenai taktik militer yang juga berjudul The Art of War. Dalam beberapa karya klasik Tiongkok Sun Tzu merujuk kepada Sun Tzu dan Sun Bin, beberapa ahli sejarah percaya bahwa keidentikan mereka merujuk pada ditemukannya Perjanjian Militer Sun Bin pada tahun 1972.

Hasil kerja Sun Tzu telah banyak dipuji dan digunakan di sepanjang Asia Timur karena komposisinya. Selama abad ke 20, The Art of War mengalami pertumbuhan popularitas dan secara praktik digunakan oleh Masyarakat Barat. Karya ini juga mempengaruhi banyak usaha di Asia, Eropa, dan Amerika termasuk budaya, politik, bisnis, dan olahraga, sebagaimana juga dalam medan perang modern.

Kehidupan

Perkamen bambu tentang "Art of War" yang

ditemukan pada tahun 1972 di Provinsi Shandong dan

disimpan di Museum Shandong.

Sumber-sumber lain yang tersedia belum menemukan kesepakatan mengenai tempat lahir Sun Tzu. Pada kronik The Spring and Autumn Annals dikatakan bahwa Sun Tzu lahir pada masa Dinasti Qi, sementara Sima Qian dalam Records of Grand Historian mengatakan bahwa Sun Tzu merupakan warga lokal Wu. Kedua sumber setuju bahwa Sun Tzu lahir pada akhir Spring and Autumn Period dan dia aktif sebagai seorang jenderal dan ahli strategi. Dia melayani Raja Helu dari Wu pada akhir abad ke 6 sebelum masehi, dimulai sekitar tahun 512 SM. Kemenangan Sun Tzu menginspirasinya untuk menulis The Art of War. The Art of War merupakan satu dari banyak Pakta Militer yang digunakan dalam Periode Negara Perang, sebuah masa dimana terjadi perang yang secara terus menerus terjadi antara 7 negara - Zhao, Qi, Qin, Chu, Han, Wei, dan Yan - yang bertarung untuk memperebutkan kekuasaan ke wilayah timur daratan Tiongkok.

Satu dari banyaknya cerita tentang Sun Tzu didapat dari Sima Qian. Sebelum mempekerjakan Sun Tzu, Raja Wu ingin menguji kemampuannya untuk melatih dengan memintanya melatih selir-selirnya yang berjumlah 180 orang untuk dijadikan tentara. Sun Tzu membagi mereka menjadi dua kelompok dan menunjuk dua selir kesayangan raja untuk memimpin masing-masing kelompok atau disebut jenderal. Saat Sun Tzu memerintahkan para selir menghadap ke kanan, mereka tertawa. Sebagai respon dari hal itu, Sun Tzu mengatakan bahwa para jenderal dalam hal ini bertanggung jawab untuk memastikan bahwa para tentara memahami perintah yang diberikan pada mereka. Kemudian, dia mengulangi perintah itu lagi dan sekali lagi para selir tertawa. Sun Tzu kemudian memerintahkan eksekusi terhadap dua selir favorit raja, meskipun raja melakukan protes. Dia menjelaskan bahwa jika para jenderal mengerti apa yang diperintahkan, tetapi tidak mematuhinya, hal itu adalah jelas kesalahan pemimpinnya. Sun Tzu juga mengatakan bahwa saat seorang jenderal ditunjuk, maka itu adalah tugasnya untuk melaksanakan misi yang telah diberikan, meskipun raja melakukan protes. Setelah kedua selir tersebut dibunuh, masing-masing kelompok digantikan pemimpin baru. Setelahnya, kedua kelompok itu melakukan setiap manuver yang diperintahkan dengan sempurna karena mereka sangat menyadari konsekuensi dari tindakan cerobah yang telah dilakukan.

Sima Qian menegaskan bahwa setelahnya Sun Tzu membuktikan bahwa teorinya bekerja sangat efektif dalam medan perang (contohnya dalam Perang Boju). Sun Tzu memiliki karier yang sukses di militer dan menulis The Art of War berdasarkan pengalaman dan keahliannya yang teruji. Bagaimanapun, dalam Zuozhuan, sebuah teks sejarah yang ada sebelum Records of Grand Historian, lebih memberikan penjelasan detail mengenai Perang Boju, namun tidak menyebutkan Sun Tzu sama sekali.

Historisitas

Dimulai sekitar abad ke-12, beberapa ahli mulai meragukan keberadaan historis Sun Tzu, utamanya karena dia tidak disebutkan dalam Sejarah Klasik The Commentary of Zuo (Zuo zhuan 左傳), yang menyebutkan tokoh-tokoh penting dari Periode Musim Semi dan Gugur.  Nama “Sun Wu” (孫武) tidak muncul dalam teks apapun sebelum Records of the Grand Historian,  dan mungkin namanya adalah sebuah julukan deskriptif yang dibuat-buat dan memiliki arti “Prajurit Buronan”: Nama “Sun” dapat diartikan sebagai ‘buronan’ (xùn 遜), sementara “Wu” adalah kebijaksanaan Tiongkok Kuno dari “Beladiri, gagah berani” (wǔ 武), yang berhubungan dengan peran Sunzi sebagai kembaran (doppelgänger) pahlawan dalam cerita Wu Zixu. Para skeptis mengutip ketidakakuratan sejarah yang memungkinkan dan anakronisme dalam teks, menyimpulkan bahwa buku itu sebenarnya merupakan kompilasi dari penulis yang berbeda dan strategi-strategi militer. Hubungan dari para penulis The Art of War bervariasi antara para ahli, orang-orang dan gerakan-gerakan sosial yang ada, termasuk Sun; sarjana dari Negara Chu yaitu Wu Zixu; seorang penulis anonim; sebuah sekolah teori di Negeri Qi atau Negeri Wu; Sun Bin; dan lain-lain. Tidak seperti Sun Wu, Sun Bin tampaknya adalah seseorang yang sungguh ada dan merupakan penguasa yang sebenarnya dalam urusan militer. Dia mungkin telah menjadi inspirasi bagi terciptanya tokoh sejarah "Sunzi" melalui bentuk euhemerisme. Nama Sun Wu selanjutnya muncul pada sumber selanjutnya Records of the Grand Historian (Shiji 史記) dan Wu Yue chunqiu. Satu-satunya pertarungan bersejarah yang dikaitkan pada Sun Tzu yaitu Perang Boju, tidak memiliki catatan pertarungan dirinya.

Munculnya fitur dari The Art of War dalam teks-teks sejarah lainnya dianggap bukti kesejarahan tentang keberadaannya dan bukti karya penulisannya. Konsep strategi tertentu seperti klasifikasi medan (peperangan) dikaitkan dengan Sun Tzu. Penggunaannya (konsep strategi Sun Tzu) dalam karya-karya lain seperti Metode Sima dianggap sebagai bukti prioritas mengenai sejarah (keberadaan) Sun Tzu. Menurut Ralph Sawyer, sangat mungkin Sun Tzu memang ada dan tidak hanya menjabat sebagai seorang jenderal perang tetapi juga merupakan penulis dari buku yang menyandang namanya (The Art of War). Dalam The Art of War dikatakan bahwa ada perbedaan antara perang skala besar dan teknik canggih yang dirinci dalam teks, serta pertempuran skala kecil yang lebih primitif (dipercaya banyak digunakan di Tiongkok selama abad ke-6 SM). Menentang hal tersebut, Sawyer berpendapat bahwa ajaran Sun Wu sangat mungkin diajarkan kepada generasi-generasi di keluarganya atau bahkan untuk para murid di sekolah-sekolah kecil dan pada akhirnya termasuk Sun Bin. Keturunannya atau para siswa mungkin telah merevisi atau memperluas titik-titik tertentu dalam teks aslinya.

Para skeptis mengidentifikasi masalah dengan sudut pandang tradisionalis ke sudut pandang anakronisme dalam The Art of War termasuk mengidentifikasi istilah, teknologi (seperti busur anakronistik dan kavaleri yang tidak disebutkan), ide-ide filosofis, peristiwa, dan teknik militer yang tidak seharusnya tersedia untuk Sun Wu. Selain itu, tidak ada catatan sejarah mengenai seorang jenderal profesional selama Zaman Musim Semi dan Gugur; ini hanyalah bagian dari Periode Negara Perang, sehingga masih ada keraguan mengenai pangkat dan keahlian militer Sun Tzu. Hal ini menyebabkan banyak kebingungan tentang kapan The Art of War benar-benar ditulis. Pandangan tradisional pertama menyatakan bahwa The Art of War ditulis pada 512 SM oleh Sun Wu, yang aktif selama tahun-tahun terakhir Periode Musim Semi dan Gugur (c. 722-481 BC). Pandangan kedua, sebagaimana yang dikemukakan oleh para sarjana seperti Samuel Griffith, menempatkan The Art of War selama masa pertengahan hingga akhir Periode Negara Perang (c. 481-221 BC). Akhirnya, aliran ketiga mengklaim bahwa teks bambu tersebut diterbitkan pada paruh terakhir abad 5 SM; hal ini didasarkan pada bagaimana penganutnya menafsirkan slip bambu yang ditemukan di Yin-ch'ueh-shan pada tahun 1972 AD.

The Art of War

The Art of War secara tradisional dianggap berasal dari Sun Tzu. The Art of War menyajikan filsafat perang untuk mengelola konflik dan memenangkan pertempuran. Hal ini diterima sebagai sebuah karya besar mengenai strategi dan telah sering dikutip dan dijadikan referensi oleh para jenderal dan ahli teori sejak pertama kali diterbitkan, diterjemahkan, dan didistribusikan secara internasional.

There are numerous theories concerning when the text was completed and concerning the identity of the author or authors, but archeological recoveries show The Art of War had taken roughly its current form by at least the early Han. Because it is impossible to prove definitively when the Art of War was completed before this date, the differing theories concerning the work's author or authors and date of completion are unlikely to be completely resolved. Some modern scholars believe that it contains not only the thoughts of its original author but also commentary and clarifications from later military theorists, such as Li Quan and Du Mu.

Dari teks militer yang ditulis sebelum Unifikasi Tiongkok dan pembakaran buku Shi Huangdi di abad ke 2 sebelum masehi, enam karya besar berhasil selamat. Selama Dinasti Song yang berikut-berikutnya, enam karya ini disatukan dengan sebuah teks Tang (dinasti) menjadi sebuah koleksi yang dinamakan Seven Military Classics. Sebagai bagian penting dari kompilasi tersebut, The Art of War membentuk pondasi teori militer ortodok pada awal masa Tiongkok modern. Untuk mengilustrasikan poin ini, buku tersebut disyaratkan sebagai bacaan wajib untuk lulus dalam tes penunjukan kekaisaran dalam mengisi posisi militer.

The Art of War milik Sun Tzu menggunakan bahasa yang mungkin tidak biasa dalam sebuah teks barat untuk topik medan perang dan strategi. Contohnya, pada bab sebelas dikatakan bahwa seorang pemimpin harus “tenang dan tidak dapat ditebak” dan memiliki kemampuan untuk memahami “rencana yang tak terduga”. Teks ini (The Art of War) berisi banyak komentar serupa yang sudah lama membuat bingung pembaca barat yang kurang memahami konteks Asia Timur. Arti dari pernyataan-pernyataan tersebut lebih jelas ketika menginterpretasikan konteks pemikiran dan praktik Taoisme. Sun Tzu melihat seorang jenderal yang ideal sebagai seorang master Taoisme yang tercerahkan, yang mana hal ini menuntun The Art of War dianggap sebagai sebuah contoh utama strategi penganut Taois.

Buku ini juga menjadi populer di kalangan para pemimpin politik dan orang-orang dalam manajemen bisnis. Meskipun memiliki judul The Art of War dan membahas strategi secara luas, namun juga menyentuh pada administrasi publik dan perencanaan. Teks tersebut menguraikan teori peperangan, namun (dapat) juga (mengacu pada) diplomasi dan (cara) budidaya hubungan dengan negara-negara lain sebagai aspek penting untuk perkembangan negara.

Pada 10 April 1972, Makam Yinqueshan Han secara tidak sengaja ditemukan oleh pekerja konstruksi di Shandong. Para ahli menemukan sebuah koleksi naskah kuno yang ditulis pada slip bambu yang ternyata masih terawat dengan baik. Di antara temuan tersebut terdapat The Art of War dan Metode Militer Sun Bin. Meskipun bibliografi Dinasti Han menyatakan bahwa publikasi terakhir yang masih ada diteruskan dan ditulis oleh seorang keturunan Sun, publikasi itu telah hilang. Ditemukannya karya Sun Bin dianggap sebagai momen penting oleh para sarjana, baik karena hubungan Sun Bin ke Sun Tzu dan karena penambahan pekerjaan pada pemikiran militer di akhir zaman kuno Tiongkok. Penemuan tersebut secara keseluruhan, sangat signifikan dalam menambah pengetahuan mengenai teori militer yang dibuat pada Periode Negara Perang. Risalah Sun Bin adalah satu-satunya teks militer yang selamat dari Periode Negara Perang dan ditemukan pada abad kedua puluh serta memiliki kemiripan dengan The Art of War jika dibandingkan dengan teks yang lain.

Peninggalan

The Art of War milik Sun Tzu telah mempengaruhi banyak tokoh penting. Sima Qian menceritakan bahwa Kaisar pertama dalam sejarah China, Qin Shi Huangdi, menganggap The Art of War sebagai buku yang sangat berharga dalam mengakhiri Periode Negara Perang. Pada abad ke-20, Pemimpin Komunis Tiongkok, Mao Zedong pada kemenangannya atas Chiang Kai-shek dan Kuomintang pada tahun 1949 berhutang budi pada The Art of War. Karya ini (The Art of War) sangat mempengaruhi tulisan-tulisan Mao tentang perang gerilya, yang selanjutnya mempengaruhi pemberontakan komunis di seluruh dunia.

The Art of War diperkenalkan ke Jepang pada tahun 760 AD dan buku ini dengan cepat menjadi populer di kalangan jenderal Jepang. Melalui pengaruhnya pada Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu, karya ini secara signifikan mempengaruhi penyatuan Jepang di era modern awal. Sebelum Restorasi Meiji, penguasaan ajaran-ajarannya dihormati di kalangan samurai dan ajaran-ajaran tersebut didorong (untuk diajarkan) dan dicontohkan (dalam ajaran) oleh daimyo yang berpengaruh dan para shogun. Selanjutnya, karya ini tetap populer di kalangan angkatan bersenjata Kekaisaran Jepang. Laksamana Armada, Togo Heihachiro, yang memimpin kemenangan pasukan Jepang dalam Perang Rusia-Jepang, adalah seorang pembaca setia dari Sun Tzu.

Ho Chi Minh menerjemahkan karya ini untuk tentara Vietnam dengan tujuan belajar. Umumnya Vo Nguyen Giap, ahli strategi di balik kemenangan atas pasukan Prancis dan Amerika di Vietnam adalah juga seorang mahasiswa yang sangat rajin dan seorang praktisi dari ide-ide Sun Tzu.

Konflik Asia-Amerika melawan Jepang, Korea Utara, dan Vietnam Utara membawa Sun Tzu menjadi perhatian pemimpin militer Amerika. Lembaga Militer di Amerika Serikat, melalui Command and General Staff College, telah mengarahkan semua unit untuk menyokong perpustakaan-perpustakaan di bawah naungan masing-masing kantor pusat untuk melanjtkan edukasi para personil mengenai The Art of War. The Art of War disebutkan sebagai sebuah contoh karya untuk dipertahankan pada setiap fasilitas dan staf yang bertugas jaga berkewajiban untuk menyiapkan makalah singkat serta mempresentasikannya kepada petugas yang lain mengenai bacaan mereka. Serupa dengan hal itu, The Art of War milik Sun Tzu juga terdaftar dalam Professional Reading Program Korps Angkatan Laut. Selama Perang Gulf pada tahun 1990an, Jenderal Norman Schwarzkopf Jr. dan Jenderal Colin Powell menerapkan prinsip-prinsip Sun Tzu yang terkait dengan penipuan, kecepatan, dan titik lemah seseorang musuh.[30] Bagaimanapun, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya dikritik karena tidak benar-benar memahami karya Sun Tzu dan tidak menghargai The Art of War dalam konteks yang lebih luas mengenai masyarakat Tiongkok.

Retorika Taois adalah sebuah komponen yang tergabung ke dalam The Art of War. Menurut Steven C. Combs dalam "Sun-zi and the Art of War: The Rhetoric of Parsimony", medan peperangan "digunakan sebagai metafora untuk retorika, dan bahwa keduanya secara filosofis didasarkan pada seni." Combs menulis "Medan peperangan dianalogikan sebagai persuasi, sebagai (bentuk) pertempuran antara hati dan pikiran." Penerapan strategi The Art of War sepanjang sejarah dikaitkan dengan retorika filosofisnya. Taoisme adalah prinsip utama dalam The Art of War. Combs membandingkan Taois Tiongkok kuno hingga ke retorika Aristoteles tradisional, terutama untuk perbedaannya dalam hal persuasi. Retorika Taois dalam strategi medan perang The Art of War digambarkan sebagai "damai dan pasif, mendukung keheningan selama berbicara.” Bentuk komunikasi ini adalah bentuk kekikiran. Sifat pelit, yang sangat ditekankan dalam The Art of War sebagai cara menghindari konfrontasi dan menjadi sosok spiritual dengan alam, membentuk prinsip-prinsip dasar Taoisme.

Mark McNeilly dalam Sun Tzu and The Art Modern Warfare menulis bahwa interpretasi modern dari Sun dan peran pentingya sepanjang sejarah Tiongkok sangat penting dalam memahami dorongan China untuk menjadi negara adidaya di abad kedua puluh satu. Para sarjana Tiongkok modern secara eksplisit mengandalkan pelajaran strategis sejarah dan The Art of War dalam mengembangkan teori mereka, (Para sarjana) melihat hubungan langsung antara perjuangan modern mereka dan orang-orang Tiongkok pada masa Sun Tzu. Ada nilai keuntungan yang dirasakan dalam ajaran Sun Tzu dan penulis tradisional Tiongkok lainnya, yang mana digunakan secara teratur dalam mengembangkan strategi bagi Negara Tiongkok dan para pemimpinnya.

Pada tahun 2008, produser Zhang Jizhong mengadaptasi kisah hidup Sun Tzu untuk dijadikan serial televisi drama sejarah sepanjang 40-episode berjudul Bing Sheng, dibintangi Zhu Yawen sebagai Sun Tzu.

 

Sumber Artikel: id.wikipedia.org

Selengkapnya
Sun Zi

Pendidikan

Indonesia Inisiasi Peta Jalan ASEAN untuk Transformasi Digital Sistem Pendidikan

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 18 Februari 2025


Indonesia, yang memiliki jumlah murid dan guru terbesar di Asia Tenggara dan sistem pendidikan terbesar keempat di dunia, telah menyoroti pentingnya transformasi digital dalam sistem pendidikan, terutama setelah pandemi COVID-19.

Mereka menjadi tuan rumah Pertemuan Regional Kedua ASEAN tentang Peta Jalan Deklarasi Transformasi Digital Sistem Pendidikan pada 8 Agustus di Surabaya, Jawa Timur.

Sebanyak tiga agenda utama dibahas dalam pertemuan tersebut: Post Transforming Education Summit 2022: Bagaimana dunia menegaskan kembali pembelajaran dan transformasi digital; presentasi dari negara-negara anggota ASEAN (AMS) mengenai strategi penerapan transformasi digital dalam sistem pendidikan; dan tinjauan AMS mengenai Peta Jalan Deklarasi Transformasi Digital Sistem Pendidikan di ASEAN.

Menjelang pertemuan tersebut, Anang Ristanto, Pj Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian, menekankan perlunya meningkatkan akses terhadap peluang pembelajaran digital yang aman, meningkatkan literasi digital, dan mengembangkan keterampilan digital, khususnya di kawasan ASEAN.

Dalam rangka kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun 2023, lanjutnya, Kementerian Pendidikan menginisiasi upaya koordinasi penyusunan peta jalan.

"Pengembangan peta jalan ini merupakan upaya bersama di antara negara-negara anggota ASEAN, dengan dukungan dari Sekretariat ASEAN," kata Anang.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Suharti mengatakan bahwa manfaat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam dunia pendidikan telah banyak dibahas dalam satu dekade terakhir.

"Namun, pandemi COVID-19 menandai momen penting di mana sistem pendidikan menemukan potensi sebenarnya dari TIK dalam mentransformasi proses pembelajaran agar lebih relevan dengan tantangan abad ke-21," ujarnya dalam pertemuan tersebut.

Selama pandemi, teknologi digital pada awalnya digunakan untuk memastikan bahwa proses belajar mengajar dapat terus berlangsung selama penutupan sebagian atau seluruh sekolah. Seiring perkembangannya, para pemangku kepentingan pendidikan semakin menyadari potensi teknologi digital dalam mempercepat pemulihan sektor pendidikan dan melanjutkan upaya mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan 4 tentang Pendidikan Berkualitas. 

"Pandemi ini semakin menegaskan perlunya memperkuat kolaborasi dan memperbarui komitmen serta upaya kita untuk menata ulang dan membangun kembali sistem pendidikan," kata Suharti.

"Indonesia secara konsisten memperjuangkan transformasi di semua tingkat pendidikan. Selama masa kepresidenan G20 tahun lalu, Indonesia mengedepankan pentingnya penggunaan TIK dalam pendidikan untuk mendukung pemulihan pembelajaran dan menciptakan pendidikan yang lebih inklusif dan relevan," ujarnya.

Mendigitalisasi pendidikan Indonesia

Suharti juga menyoroti upaya Indonesia untuk mentransformasi sistem pendidikannya melalui gerakan Merdeka Belajar (Pembelajaran Emansipasi) yang mengoptimalkan penggunaan TIK dalam pendidikan, dengan fokus utama pada mengatasi krisis pembelajaran.

“Terhitung pada tahun 2019, Indonesia telah memasuki paradigma baru dimana teknologi berperan sebagai motor penggerak transformasi sistem pendidikan,” ujarnya.

Suharti menambahkan, Merdeka Belajar bertujuan untuk mewujudkan suatu sistem yang mampu menciptakan pembelajar yang kompeten sepanjang hayat dan mewujudkan karakter “siswa Pancasila”.

Gerakan ini juga menawarkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan memberdayakan siswa untuk mengeksplorasi mata pelajaran mereka, sementara guru dilatih untuk lebih efisien dalam bekerja sama dengan kepala sekolah untuk merancang kurikulum terbaik yang sesuai dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan siswa.

Menurut Suharti, Merdeka Belajar mengedepankan kebijakan transformasional yang mendukung empat aspek prioritas: komitmen terhadap pembelajaran dasar; dukungan untuk keterampilan mengajar; dedikasi kepada kelompok sasaran; dan meningkatkan serta mempercepat kemajuan dengan memanfaatkan teknologi.

“Di antara keempat aspek tersebut, kami memulai dengan menetapkan Asesmen Nasional sebagai sarana pelaksanaan prioritas pertama. Dengan asesmen yang dirancang secara komprehensif dan tes berbasis komputer, Asesmen Nasional dirancang untuk lebih memahami kemampuan siswa,” tuturnya.

Melalui Asesmen Nasional, Kementerian Pendidikan mendorong pembelajaran yang berfokus pada penguasaan pengetahuan, bukan kinerja ujian. Instrumen penilaiannya meliputi kemampuan kognitif, masukan dan proses pembelajaran, seperti kualitas pembelajaran, kepemimpinan kepala sekolah dan persepsi guru, serta risiko kekerasan, perundungan dan intoleransi.

“Seiring dengan reformasi penilaian, kami juga mengubah kurikulum sehingga lebih fokus pada kedalaman, bukan keluasan pengetahuan. Dengan begitu, topik yang dibahas lebih sedikit, namun keterlibatan yang lebih bermakna di kelas,” jelas Suharti.

Prioritas kedua adalah mendukung keterampilan mengajar dengan mengubah orientasi pendidikan calon guru dari teori ke praktik. Selain itu, guru menerima pelatihan praktis dan mendapatkan pengalaman mengajar yang nyata, serta didorong untuk membentuk komunitas belajar yang mendukung bersama rekan-rekannya untuk menghasilkan ide-ide pembelajaran yang kreatif.

Prioritas ketiga adalah serangkaian intervensi untuk mendukung kebutuhan sekolah, guru, dan siswa, serta mencakup pemberian bimbingan tambahan bagi siswa yang berminat mengajar melalui kebijakan Merdeka Belajar, Kampus Merdeka.

“Kebijakan ini memberikan win-win solution bagi siswa dan sekolah yang membutuhkan tenaga pendidik, namun di sisi lain siswa mendapat kredit akademik penuh atas partisipasinya,” kata Suharti. 

Dalam hal hibah sekolah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengalokasikan lebih banyak dana untuk sekolah-sekolah di daerah terpencil sehingga mereka dapat lebih memenuhi kebutuhan logistik dan pengadaan alat pembelajaran.

Prioritas Merdeka Belajar yang keempat adalah pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan dan mempercepat proses pembelajaran. Langkah pertama untuk memastikan transformasi digital yang berguna dan berkelanjutan di sektor pendidikan adalah dengan mengumpulkan, mengintegrasikan, dan memanfaatkan data. Pemangku kepentingan daerah, seperti sekolah dan unit pelaksana teknis (UPT), kemudian memvalidasi dan mengatur data untuk digunakan lebih lanjut dalam pembuatan dan pengembangan platform digital.

Kementerian telah meluncurkan beberapa platform, antara lain Merdeka Mengajar, Rapor Pendidikan, Belajar.id, dan Kampus Merdeka, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pihaknya juga telah meluncurkan tiga perangkat digital terkait pengelolaan sumber daya sekolah: Aplikasi Perencanaan Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS), Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) dan TanyaBOS.

“Transformasi digital melalui gerakan Merdeka Belajar dapat memperkuat ekosistem pendidikan Indonesia dan menginspirasi negara-negara anggota ASEAN,” tegas Suharti.

Transformasi pendidikan ASEAN secara digital

Selama kepemimpinan Indonesia di ASEAN, berupaya untuk menumbuhkan komitmen yang lebih kuat di antara negara-negara AMS untuk menggunakan ICT sebagai pendorong transformasi sistem pendidikan di kawasan.

“Kami menginisiasi penyusunan peta jalan untuk mewujudkan komitmen yang dituangkan dalam Deklarasi Transformasi Digital Sistem Pendidikan di ASEAN. Peta jalan ini juga berfungsi sebagai alat bagi negara-negara ASEAN untuk mencapai tujuan transformasi digital di sektor pendidikan melalui kesepakatan yang telah disepakati. bidang-bidang utama, pencapaian bersama, kerangka waktu indikatif, dan calon mitra,” kata Suharti.

Rodora T. Babaran, direktur pembangunan manusia di Departemen Komunitas Sosial Budaya ASEAN (SOCA) di Sekretariat ASEAN, mengatakan visi blok tersebut pada tahun 2025 menggarisbawahi pentingnya keterampilan dan pengetahuan di era digital, dengan pendidikan sebagai landasan dari visi tersebut. ASEAN yang inklusif.

“Visi Komunitas ASEAN 2025 mengedepankan upaya peningkatan integrasi dan konektivitas regional melalui teknologi digital, serta mendorong ekosistem pendidikan kolaboratif untuk mendukung pertukaran pengetahuan antar institusi, pendidik, dan siswa di seluruh ASEAN,” ujarnya.

Deklarasi ASEAN tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia untuk Dunia Kerja yang Berubah mengakui sifat dinamis dari angkatan kerja modern dan pentingnya peningkatan keterampilan dan pelatihan secara berkelanjutan, mengingat transformasi digital berperan dalam membentuk kembali industri dan pasar kerja.

“Pendidikan harus memainkan peran penting dalam mempersiapkan individu menghadapi dunia kerja yang terus berkembang. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan upaya yang berkelanjutan dan strategis,” kata Babaran.

“Peta jalan Deklarasi Transformasi Digital Sistem Pendidikan di ASEAN memegang kunci untuk mewujudkan transformasi tersebut. Peta jalan ini bukanlah dokumen statis, melainkan dokumen hidup yang akan terus beradaptasi dan berkembang seiring dengan perubahan kebutuhan teknologi dan pendidikan.”

Peta jalan kepemimpinan Indonesia bertujuan untuk mengoperasionalkan komitmen dan tindakan Deklarasi Transformasi Digital Sistem Pendidikan di ASEAN; menegaskan kembali visi untuk membangun komunitas ASEAN yang berketahanan; memajukan proses pemulihan dari kerugian pembelajaran; dan memanfaatkan potensi teknologi digital dalam meningkatkan akses dan partisipasi dalam pendidikan, meningkatkan praktik belajar mengajar, dan meningkatkan pengelolaan informasi pendidikan.

Dokumen ini juga dimaksudkan sebagai alat bagi negara-negara anggota ASEAN untuk mengoordinasikan upaya mereka untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, dan dengan demikian akan menguraikan bidang-bidang utama, pencapaian, kerangka waktu indikatif, dan calon mitra.

Roadmap Transformasi Digital Sistem Pendidikan di ASEAN akan disampaikan pada Pertemuan 35th Senior Officials Committee for the ASEAN Socio-Cultural Community (SOCA) dan 30th ASEAN Socio-Cultural Community Council (ASCC) Meeting. Pertemuan akan dilaksanakan pada akhir Agustus 2023. Peta jalan tersebut juga akan diserahkan kepada para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke-43 pada September 2023 untuk disetujui.

Disadur dari: www.thejakartapost.com

Selengkapnya
Indonesia Inisiasi Peta Jalan ASEAN untuk Transformasi Digital Sistem Pendidikan

Ilmu Ekonomi

Kesetimbangan

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 18 Februari 2025


Kesetimbangan (bahasa Inggrisequilibrium) dapat merujuk pada beberapa hal, antara lain

  • Kesetimbangan kimia, suatu keadaan sewaktu konsentrasi reaktan dan produk tidak berubah terhadap waktu.
  • Kesetimbangan hidrostatik, suatu keadaan dalam suatu sistem sewaktu suatu kompresi karena gravitasi diimbangi oleh suatu gaya gradien tekanan.

Sumber Artikel : wikipedia

Selengkapnya
Kesetimbangan
« First Previous page 786 of 1.142 Next Last »