Teknik Industri
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Mutu sebagai Inti Kinerja Industri Farmasi
Industri farmasi merupakan sektor dengan tingkat regulasi yang sangat tinggi, di mana kualitas bukan hanya standar operasional, melainkan fondasi eksistensi bisnis. Dalam tesis ini, penulis meneliti secara menyeluruh bagaimana implementasi Quality Management Systems (QMS) berdampak pada performa operasional dan kompetitif perusahaan farmasi di Nairobi. Melalui pendekatan kuantitatif, studi ini menguji hubungan antara berbagai elemen QMS—termasuk dokumentasi mutu, manajemen risiko, pelatihan SDM, dan budaya mutu—dengan output bisnis seperti efisiensi, kepuasan pelanggan, dan produktivitas.
Kerangka Teori: Dari Prinsip Mutu ke Praktik Operasional
H2: Pilar Konseptual: QMS dan Teori Kinerja Organisasi
Penulis membangun kerangka berpikir dengan merujuk pada model manajemen mutu yang berakar pada filosofi Total Quality Management (TQM), yang dikombinasikan dengan prinsip ISO 9001 dan regulasi farmasi. Empat komponen utama dijadikan variabel independen:
Dokumentasi sistem mutu
Pelatihan dan pengembangan SDM
Manajemen risiko mutu
Budaya mutu perusahaan
Masing-masing variabel dihipotesiskan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, yang diukur melalui produktivitas, efisiensi proses, inovasi, dan kepuasan pelanggan.
Metodologi: Pendekatan Kuantitatif Berbasis Data Lapangan
H2: Strategi Survei dan Analisis Regresi
Penulis mengadopsi pendekatan kuantitatif deskriptif dan inferensial. Survei dilakukan pada 47 perusahaan farmasi terdaftar di Nairobi, dengan responden kunci dari manajemen menengah hingga atas. Teknik sampling menggunakan purposive sampling, dan instrumen berupa kuesioner Likert 5 poin.
H3: Teknik Statistik
Reliabilitas instrumen diuji dengan Cronbach’s Alpha > 0,7
Regresi linier berganda digunakan untuk mengukur pengaruh tiap variabel independen terhadap variabel dependen
Uji t dan F digunakan untuk signifikansi statistik
📌 Interpretasi Teoritis: Pendekatan ini mencerminkan keyakinan bahwa perilaku organisasi dapat diukur secara numerik, sejalan dengan teori positivistik dalam manajemen mutu.
Hasil Studi: Keterhubungan Kuat antara QMS dan Performa Bisnis
H2: Temuan Kunci
1. Dokumentasi Sistem Mutu
Korelasi positif kuat dengan kinerja (r = 0,762)
Standarisasi SOP meningkatkan efisiensi proses dan menurunkan variasi output
2. Pelatihan dan Pengembangan
Memberikan kontribusi signifikan terhadap pemecahan masalah dan kepatuhan regulasi
Perusahaan dengan program pelatihan berkelanjutan mencatat produktivitas lebih tinggi
3. Manajemen Risiko
Identifikasi dan mitigasi risiko mutu berdampak langsung pada penurunan produk cacat
Korelasi sedang terhadap performa (r = 0,611)
4. Budaya Mutu
Budaya kerja proaktif dan komitmen terhadap mutu berkorelasi erat dengan kepuasan pelanggan (r = 0,723)
H3: Hasil Regresi Linier Berganda
Model regresi menjelaskan 70,1% variansi kinerja perusahaan (Adjusted R² = 0.701), dengan dokumentasi sistem dan budaya mutu sebagai prediktor paling dominan.
Analisis Reflektif: Mutu sebagai Sistem Sosial dan Teknokratik
H2: Mutu Bukan Sekadar Kepatuhan, tapi Budaya
Penulis berhasil menunjukkan bahwa keberhasilan QMS tidak hanya terletak pada dokumen dan sistem, tetapi pada budaya organisasi. Dengan kata lain, mutu adalah hasil interaksi antara sistem teknis dan perilaku manusia dalam organisasi.
H3: Perspektif Organisasi Pembelajar
Indikasi bahwa pelatihan dan pengembangan SDM memberi dampak signifikan menunjukkan bahwa perusahaan yang belajar adalah perusahaan yang berkembang. Penulis tidak secara eksplisit menyebut teori organisasi pembelajar, namun temuannya mendukung kerangka ini.
Kekuatan dan Kelemahan Studi
H2: Keunggulan Metodologis
Penggunaan statistik inferensial yang kokoh
Instrumen diuji reliabilitasnya
Relevansi industri tinggi (studi langsung ke perusahaan nyata)
H3: Keterbatasan
Fokus pada satu lokasi geografis (Nairobi) membatasi generalisasi
Tidak ada data kualitatif yang memperkaya konteks perilaku organisasi
Responden hanya dari sisi manajemen, tidak mencakup pekerja operasional
Implikasi Ilmiah dan Praktis
H2: Kontribusi terhadap Ilmu Manajemen Farmasi
Studi ini berkontribusi dalam:
Menyediakan bukti empiris hubungan antara praktik QMS dan performa bisnis
Menunjukkan pentingnya pelatihan dan budaya organisasi dalam keberhasilan mutu
Memberi peta jalan bagi perusahaan farmasi lain untuk mengembangkan strategi mutu berbasis sistem
H3: Implikasi Praktis
QMS yang terdokumentasi dengan baik mempermudah audit dan pengambilan keputusan
Investasi dalam pelatihan SDM memberikan imbal hasil tinggi dalam bentuk efisiensi dan inovasi
Budaya mutu menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan tahan regulasi
Kesimpulan: Mutu sebagai Sumber Daya Strategis
Tesis ini menegaskan bahwa Quality Management Systems bukan sekadar alat kepatuhan, melainkan strategi organisasi yang berperan vital dalam menciptakan keunggulan bersaing. Ketika mutu didefinisikan dan dikelola secara sistemik, organisasi tidak hanya memenuhi regulasi, tetapi melampaui ekspektasi pasar.
Kinerja perusahaan farmasi di Nairobi yang memiliki QMS mapan ternyata lebih tinggi dalam produktivitas, efisiensi, dan kepuasan pelanggan. Ini mengindikasikan bahwa pendekatan sistem mutu yang komprehensif dapat menjadi katalis pertumbuhan sektor farmasi, tidak hanya secara lokal, tapi juga di pasar global.
🔗 Catatan
Tesis ini merupakan dokumen akademik dan tidak memiliki DOI resmi. Untuk informasi lebih lanjut, dokumen kemungkinan tersedia melalui repositori universitas atau lembaga akademik tempat penulis menempuh pendidikan.
Biologi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Tantangan Kompleksitas Produk Biologis
Dalam dunia bioteknologi farmasi, pengembangan dan pemantauan kualitas produk biologis seperti antibodi monoklonal (mAb), protein rekombinan, atau vaksin menuntut akurasi dan ketelitian ekstrem. Produk ini tidak hanya kompleks secara struktural, tetapi juga sangat sensitif terhadap perubahan proses produksi. Paper ini membahas pendekatan strategis dalam memantau impuritas dan produk degradasi pada bioterapi, khususnya bagaimana peralihan dari pendekatan konvensional menuju pendekatan Quality by Design (QbD) telah mentransformasi paradigma kontrol kualitas.
Penulis menekankan bahwa pendekatan berbasis risiko, sistemik, dan ilmiah sangat dibutuhkan untuk memahami serta mengelola impuritas yang dapat memengaruhi keamanan dan efektivitas terapeutik suatu produk biologis.
Kerangka Konseptual: Impuritas, Stabilitas, dan Kualitas Bawaan
H2: Memahami Jenis Impuritas
Produk biologis tidak terhindar dari keberadaan product-related impurities (PRI) seperti varian glikosilasi, fragmen protein, dan agregat. Disamping itu, product-related degradation products (PRDP) dapat muncul karena faktor fisik atau kimia selama penyimpanan atau pengolahan. Keduanya dapat memengaruhi:
Potensi biologis
Keamanan imunogenik
Stabilitas jangka panjang
H3: Kontrol Mutu Tradisional vs. QbD
Metode konvensional fokus pada pengujian akhir, tanpa mempertimbangkan kontrol proses. QbD menawarkan pemahaman proses menyeluruh, integrasi data sejak awal pengembangan, serta kontrol berbasis risiko yang proaktif.
Pendekatan Analitik: Perkembangan Metodologi
H2: Alat dan Teknik Pengujian PRI & PRDP
Penulis meninjau berbagai alat analitik seperti:
RP-HPLC dan SEC: Untuk mengukur fragmen dan agregat protein
CE-SDS dan iCIEF: Untuk varian isoform
LC-MS: Untuk pemetaan peptida dan deteksi perubahan struktur sekunder
Masing-masing metode digunakan untuk menggali karakteristik spesifik impuritas.
📌 Refleksi Teoritis: Pendekatan ini memperkuat gagasan bahwa produk biologis bukan hanya satu molekul homogen, tetapi kumpulan entitas dengan sifat biologis dan kimia yang tumpang tindih.
Transformasi Menuju QbD: Sistem yang Berbasis Ilmu dan Risiko
H2: Elemen Kunci QbD dalam Produk Biologis
Penulis menyusun QbD menjadi beberapa tahapan:
Target Product Profile (TPP)
Critical Quality Attributes (CQAs)
Critical Process Parameters (CPPs)
Design Space
Control Strategy
Tahapan ini membentuk dasar untuk mengelola variabilitas dalam produk secara ilmiah.
H3: Studi Kasus Implementasi
Penulis menyoroti hasil dari pengembangan produk biologis berbasis QbD yang menunjukkan:
Penurunan jumlah impuritas hingga 40%
Penambahan robustnes proses produksi
Validasi metode dengan error margin < 5% dalam monitoring PRDP
Narasi Argumentatif: QbD sebagai Filosofi, Bukan Hanya Alat
Makalah ini menyajikan argumentasi bahwa pendekatan QbD bukan sekadar kumpulan alat statistik atau teknik validasi, tetapi mencerminkan perubahan cara berpikir dalam pengembangan produk farmasi. QbD mengubah kontrol kualitas dari kegiatan reaktif menjadi sistem proaktif yang mencakup seluruh siklus hidup produk.
📌 Catatan Kritis: Walaupun konsep disusun secara logis, paper ini belum menunjukkan bagaimana strategi QbD diterapkan pada produk non-standar seperti vaksin RNA atau sel terapi yang memerlukan pendekatan yang jauh lebih kompleks.
Sorotan Hasil dan Refleksi Teoritis
H2: Data dan Fakta Kunci
Studi agregasi protein menunjukkan penurunan kadar agregat dari 8% menjadi <2% setelah optimasi QbD
Ketahanan metode analitik meningkat 30% setelah eksplorasi design space
Tingkat kegagalan batch menurun hingga 20% dalam skala pilot
H3: Implikasi Teoritis
Hasil-hasil ini mendukung teori sistem mutu total (Total Quality Management) dan validasi berkelanjutan. Ini juga menunjukkan bahwa kualitas dalam produk biologis bukan hanya hasil formulasi, melainkan juga fungsi dari desain dan pemahaman proses.
Kritik Terhadap Pendekatan Metodologis Penulis
H2: Kekuatan Makalah
Disusun secara sistematis, mulai dari definisi hingga penerapan QbD
Menampilkan berbagai teknik analitik terkini
Fokus pada penerapan praktis, bukan sekadar wacana konseptual
H3: Keterbatasan
Tidak disediakan data mentah atau tabel eksperimen, hanya deskripsi naratif
Kurangnya visualisasi perbandingan sebelum dan sesudah QbD
Fokus masih terlalu pada protein terapeutik, belum menjangkau spektrum bioterapi baru seperti vaksin DNA/RNA
Kesimpulan: Implikasi Ilmiah dan Masa Depan Produk Biologis
H2: Rangkuman Reflektif
Makalah ini menyimpulkan bahwa dalam dunia produk biologis, pemantauan impuritas dan degradasi adalah pilar utama jaminan mutu. Pendekatan QbD memberikan kerangka kerja yang dinamis dan terstruktur untuk mengelola risiko, mengoptimalkan proses, dan memastikan keberlanjutan kualitas produk.
H3: Arah Masa Depan
Dari perspektif ilmiah, QbD akan menjadi pondasi utama dalam era personalized medicine, biosimilar, dan continuous manufacturing. Studi seperti ini membuka jalan bagi pengembangan produk biologis yang lebih aman, efektif, dan dapat direproduksi dengan mutu tinggi.
📎 Link Resmi Paper:
https://doi.org/10.3384/lic.diva-178241
Farmakokimia
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Transformasi Pendekatan Analitik dalam Dunia Farmasi
Perkembangan dunia farmasi kini tidak hanya menuntut akurasi analitik, tetapi juga robustness, efisiensi, dan keberlanjutan dalam pengujian produk. Pendekatan Quality by Design (QbD), yang dahulu lebih banyak diterapkan pada pengembangan produk dan proses manufaktur, kini mulai merambah metode analitik. Dalam artikel ini, penulis menyajikan penerapan prinsip QbD untuk mengembangkan dan memvalidasi metode spektrofotometri UV dalam penetapan kadar hidroklorotiazid — sebuah diuretik yang digunakan secara luas.
Penelitian ini menunjukkan bahwa integrasi sistematis antara ilmu statistik, prinsip validasi, dan QbD dapat menghasilkan metode yang tidak hanya valid dan presisi, tetapi juga adaptif terhadap variabilitas lingkungan dan peralatan.
Landasan Teoretis: Dari QbD Menuju AQbD
H2: Quality by Design (QbD) dalam Konteks Analitik
Penulis menjadikan pendekatan QbD sebagai fondasi konseptual utama. Dalam konteks analitik, QbD diwujudkan dalam bentuk Analytical Quality by Design (AQbD), yang tidak hanya menargetkan validitas metode, tetapi juga ketahanan (robustness) dan ruang kerja yang dapat dioperasikan (MODR – Method Operable Design Region).
Tiga komponen utama pendekatan QbD yang ditekankan dalam studi ini adalah:
Analytical Target Profile (ATP): Menentukan tujuan dan kebutuhan spesifik dari metode spektrofotometri.
Critical Method Parameters (CMPs): Faktor-faktor yang paling memengaruhi hasil analitik, seperti panjang gelombang dan waktu reaksi.
Design of Experiments (DoE): Pendekatan statistik untuk mengoptimalkan kombinasi parameter.
Metodologi: Eksperimen Terstruktur dengan Pendekatan DoE
H2: Strategi Eksperimental
Penelitian ini menggunakan full factorial design 3², yaitu percobaan statistik dua faktor (waktu reaksi dan panjang gelombang) dengan tiga level masing-masing. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi pengaruh kedua parameter tersebut terhadap hasil absorbansi.
H3: Variabel yang Diuji
Waktu reaksi: 5, 10, dan 15 menit
Panjang gelombang: 272, 274, dan 276 nm
Respon utama adalah nilai absorbansi larutan hidroklorotiazid pada konsentrasi 12 μg/mL.
Hasil Studi: Konsistensi, Validitas, dan Ketahanan Metode
H2: Identifikasi Panjang Gelombang Optimal
Spektrum absorbansi menunjukkan bahwa 274 nm adalah panjang gelombang dengan respons terbaik untuk hidroklorotiazid. Pada titik ini, sensitivitas metode juga optimal.
H3: Hasil Statistik
Linearitas metode terbukti dalam rentang 2–20 µg/mL dengan R² = 0,9995
Presisi intra-day dan inter-day menunjukkan %RSD < 1,5%
Akurasi metode diuji pada level 80%, 100%, dan 120% dan menghasilkan recovery 99–101%
LOD dan LOQ tercatat pada 0,55 µg/mL dan 1,65 µg/mL
📌 Refleksi teoritis: Angka-angka ini tidak hanya memenuhi syarat validasi ICH, tapi juga mencerminkan kontrol statistik atas performa metode, bukan sekadar observasi deskriptif.
Narasi Argumentatif: Logika Sistemik dalam Validasi Analitik
Penulis menyusun argumentasi bahwa validasi metode tidak boleh dilakukan secara parsial atau terputus. Dalam pendekatan tradisional, validasi sering kali dianggap sebagai kegiatan satu kali. Namun melalui QbD, validasi dipandang sebagai bagian dari siklus hidup metode yang harus dirancang, dipantau, dan dievaluasi ulang secara berkelanjutan.
H3: Kritik terhadap Validasi Tradisional
Penulis secara implisit mengkritik bahwa:
Metode tradisional tidak fleksibel ketika parameter berubah
Tidak adanya pemetaan risiko membuat metode mudah gagal saat transfer antar laboratorium
Poin-Poin Kunci yang Diangkat Penulis
QbD menjadikan pengembangan metode sebagai aktivitas ilmiah, bukan prosedural.
Penggunaan DoE mengurangi jumlah eksperimen yang dibutuhkan.
MODR memungkinkan fleksibilitas tanpa perlu revalidasi.
Validasi metode berbasis QbD mengarah pada sistem mutu yang berkelanjutan dan efisien.
Kritik terhadap Pendekatan Penulis
H2: Kekuatan Metodologis
Desain eksperimen terstruktur dan jelas
Visualisasi data melalui grafik kontur dan 3D response surface sangat membantu
Validasi parameter dilakukan secara lengkap dan sistematis
H3: Kelemahan atau Batasan
Penelitian ini terbatas pada satu zat (hidroklorotiazid); belum diuji pada matriks kompleks
Paper ini tidak menunjukkan transferability ke laboratorium lain, padahal itu adalah bagian penting dari AQbD
Belum ada diskusi mengenai kestabilan metode dalam jangka panjang (stability-indicating capability)
Implikasi Ilmiah dan Praktis
H2: Kontribusi terhadap Ilmu Farmasi
Mendorong adopsi QbD dalam analisis, bukan hanya manufaktur
Menunjukkan bahwa metode UV sederhana pun dapat memenuhi standar global jika dirancang dengan benar
Memberi template praktis untuk pengembangan metode berbasis risiko
H3: Implikasi Industri
Mempermudah proses validasi ulang saat ada perubahan alat atau lokasi
Mengurangi biaya pengujian laboratorium melalui efisiensi desain
Memberikan kepercayaan regulator terhadap metode analitik yang lebih stabil dan konsisten
Kesimpulan: Mutu Tidak Diuji, Tapi Dirancang
Melalui paper ini, Arshiya Sultana dan timnya menyampaikan pesan kuat bahwa dalam era farmasi modern, kualitas tidak lagi menjadi hasil dari pengujian akhir, melainkan buah dari perancangan ilmiah sejak awal. Pendekatan QbD tidak hanya membuat metode analitik lebih presisi, tetapi juga membuatnya tangguh, hemat, dan mudah dikontrol.
Bagi dunia industri dan akademik, studi ini menjadi bukti bahwa validasi metode dapat ditingkatkan secara sistemik, dengan landasan ilmu statistik, manajemen risiko, dan filosofi mutu bawaan.
📎 Link Resmi Paper:
https://doi.org/10.5281/zenodo.7676585
Industri Farmasi
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pengantar: Paradigma Baru dalam Analisis Farmasi
Pendekatan tradisional dalam jaminan mutu farmasi berbasis pengujian akhir produk telah lama dinilai tidak memadai, terlebih dalam konteks industri yang semakin menuntut presisi dan efisiensi. Paper karya Shaik Ayesha Ameen dan Nagaraju Pappula ini menyajikan sebuah narasi reflektif tentang pentingnya Analytical Quality by Design (AQbD), yaitu implementasi prinsip Quality by Design (QbD) dalam pengembangan metode analisis farmasi. Dengan menjadikan prinsip ilmiah dan manajemen risiko sebagai landasan, AQbD menjanjikan kualitas yang tidak hanya diuji, tetapi dirancang sejak awal.
Apa Itu AQbD? Konsep dan Filosofi Dasar
H2: Dari QbD ke AQbD
QbD adalah pendekatan sistematis untuk pengembangan produk yang menggabungkan pemahaman proses, kontrol, dan manajemen risiko dalam satu kerangka. AQbD memperluas prinsip ini ke ranah analitik, yakni ke dalam metode uji mutu dan kontrol kualitas. Inti dari AQbD adalah bahwa kualitas metode analitik tidak bisa “ditambahkan” di akhir proses, melainkan harus dirancang sejak awal.
H3: Pilar Utama AQbD
Penulis menyusun AQbD ke dalam lima elemen strategis:
Analytical Target Profile (ATP): Tujuan spesifik metode analitik.
Critical Method Variables (CMV) & Critical Analytical Attributes (CAA): Faktor kunci yang mempengaruhi performa analitik.
Design of Experiments (DoE): Eksperimen terstruktur untuk memahami parameter metode.
Method Operable Design Region (MODR): Ruang desain metode yang valid.
Control Strategy: Strategi pemantauan dan peningkatan berkelanjutan.
Kelima elemen ini membentuk siklus hidup metode analitik dari desain, pengembangan, validasi, hingga penerapan.
Kritik dan Refleksi Konseptual: Menerobos Keterbatasan Pendekatan Tradisional
H2: Keterbatasan Validasi Tradisional
Dalam pendekatan tradisional, validasi metode dilakukan satu kali, tanpa mempertimbangkan variabilitas proses jangka panjang. Ini meningkatkan risiko kegagalan metode saat transfer antar laboratorium atau ketika kondisi berubah. AQbD menjawab ini dengan menyediakan:
Pengendalian variabilitas sejak awal.
Pemahaman statistik terhadap ketahanan metode.
Kemampuan beradaptasi tanpa revalidasi (selama berada dalam MODR).
H3: Argumentasi Logis Penulis
Penulis menyajikan argumentasi bahwa AQbD bukan hanya kerangka teknis, tetapi juga perubahan paradigma berpikir. Ini mencerminkan pergeseran dari pendekatan berbasis checklist ke pendekatan berbasis pemahaman ilmiah.
Namun demikian, satu kritik terhadap makalah ini adalah kurangnya data kuantitatif atau studi kasus yang menunjukkan perbandingan langsung antara metode tradisional dan AQbD dalam praktik nyata. Hal ini membatasi verifikasi empiris dari klaim yang disampaikan.
Menggali Kedalaman Konsep Teoritis
H2: Teori Sistem dan Manajemen Risiko
Makalah ini mencerminkan penerapan teori sistem dan manajemen mutu berbasis risiko seperti yang diatur oleh ICH Q8–Q10. Penggunaan Ishikawa Diagram menunjukkan penerapan sistem berpikir dalam mengidentifikasi sebab-akibat dari variabilitas metode analitik.
Penerapan Design of Experiments (DoE) sebagai pendekatan statistik mencerminkan kontribusi penting dari ilmu matematika dalam dunia farmasi. Dengan DoE, peneliti dapat memetakan hubungan antara variabel metode dan respons yang dihasilkan dengan efisiensi tinggi.
Manfaat AQbD dalam Konteks Industri
H2: Efisiensi, Robustness, dan Fleksibilitas
AQbD membantu perusahaan dalam:
Mengurangi pengulangan validasi.
Memprediksi risiko proses secara real-time.
Menyederhanakan transfer teknologi antar laboratorium.
Beberapa keuntungan utama yang dicatat:
Robustness tinggi: Metode tahan terhadap variasi.
Real-time decision making: AQbD mendukung real-time release testing.
Peningkatan efisiensi biaya: Mengurangi biaya validasi ulang.
Namun, implementasi penuh AQbD membutuhkan pelatihan SDM, komitmen dari manajemen puncak, serta investasi awal dalam perangkat lunak dan pemodelan statistik.
Aplikasi Nyata dan Potensi Pengembangan
H2: Berbagai Ranah Implementasi
Paper ini memetakan potensi AQbD dalam beberapa area analitik:
HPLC/UPLC/HPTLC: Pengembangan metode kualitatif dan kuantitatif.
Bioanalisis: Ekstraksi analit dari matriks biologis.
Spektroskopi: Identifikasi senyawa tanpa kerusakan sampel.
Penetapan Impuritas dan Produk Degradasi: Deteksi kontaminan yang sensitif.
H3: Validasi AQbD vs Tradisional
Dalam validasi, AQbD memberikan fleksibilitas melalui pendekatan berbasis risiko dan MODR. Penulis menekankan bahwa metode AQbD lebih hemat sumber daya dibandingkan pendekatan konvensional, dengan tetap mempertahankan kualitas dan kepatuhan regulasi.
Kritik Metodologis dan Refleksi Ilmiah
H2: Ketidakseimbangan antara Teori dan Praktek
Kendati makalah ini kaya akan kerangka teoritis dan istilah regulasi (ATP, MODR, QTMP, CAAs, dll.), ia kekurangan data numerik atau tabel perbandingan berbasis kuantitatif. Akibatnya, pembaca sulit menilai seberapa besar perbedaan performa antara pendekatan tradisional dan AQbD secara objektif.
H3: Perluasan Kajian Interdisipliner
Mengingat AQbD berada pada persimpangan antara ilmu farmasi, statistik, manajemen mutu, dan rekayasa sistem, akan lebih kuat bila penulis menyentuh dimensi interdisipliner ini secara lebih eksplisit, misalnya dengan menyoroti dinamika implementasi AQbD di lapangan industri nyata.
Kesimpulan: Implikasi Ilmiah dan Arah Masa Depan
Pendekatan AQbD sebagaimana dijelaskan dalam paper ini membuka jalan baru dalam membangun sistem kualitas farmasi yang proaktif, bukan reaktif. Keunggulannya tidak hanya terletak pada ketahanan metode analitik, tetapi juga pada bagaimana ia membentuk fondasi bagi sistem mutu yang terintegrasi, berkelanjutan, dan fleksibel dalam menghadapi perubahan.
Secara ilmiah, AQbD merupakan penerapan konkret dari filosofi build-in quality, yang menggantikan logika test-and-fix. Ini selaras dengan tren global menuju continuous manufacturing dan real-time release testing, menjadikan AQbD sebagai pilar penting dalam transformasi industri farmasi menuju masa depan yang lebih adaptif dan berkelanjutan.
📄 Link resmi paper:
🔗 https://doi.org/10.18579/jopcr/v22.4.81
Apakah Anda ingin file resensi ini dalam bentuk .docx atau PDF? Saya bisa bantu ekspor.
Teknik Industri
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Menyatukan Ekonomi, Lingkungan, dan Sosial dalam Konstruksi Modern
Dalam dunia yang makin digerakkan oleh tuntutan keberlanjutan, industri konstruksi, yang selama ini dikenal sebagai sektor dengan jejak karbon dan dampak sosial-ekonomi besar, dihadapkan pada tantangan mendasar: bagaimana bertransformasi menjadi lebih berkelanjutan secara holistik?
Aleksandar Mitic, melalui tesisnya, mencoba menjawab tantangan tersebut dengan menyelidiki peran modal sosial (social capital) dalam mendukung transformasi menuju corporate sustainability di industri konstruksi Denmark. Studi ini menggabungkan pendekatan teoretis dan praktis untuk menunjukkan bahwa hubungan antarmanusia dan jaringan kepercayaan bukan hanya pelengkap, melainkan pendorong utama dalam membentuk keberlanjutan korporasi.
Kerangka Teoretis: Corporate Sustainability dan Modal Sosial
Corporate Sustainability sebagai Kerangka Tiga Dimensi
Penulis mendefinisikan keberlanjutan korporasi (CS) sebagai integrasi ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup dalam praktik bisnis. Tujuannya bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi jangka pendek, tetapi penciptaan nilai jangka panjang yang seimbang bagi pemangku kepentingan.
Tiga dimensi yang menjadi dasar CS menurut penulis adalah:
Dimensi Lingkungan: pengurangan emisi, efisiensi sumber daya, konstruksi ramah lingkungan.
Dimensi Sosial: keselamatan kerja, kesejahteraan karyawan, partisipasi komunitas.
Dimensi Ekonomi: profitabilitas, efisiensi proses, dan daya saing jangka panjang.
Social Capital: Hubungan Sebagai Aset Strategis
Social capital didefinisikan sebagai “resources embedded in social networks” — sumber daya yang muncul dari hubungan interpersonal, kepercayaan, dan norma bersama. Penulis membagi modal sosial ke dalam tiga kategori:
Bonding social capital: keterikatan internal dalam kelompok yang homogen (misalnya antarpekerja)
Bridging social capital: hubungan antar kelompok berbeda dalam organisasi (misalnya manajer dan pekerja lapangan)
Linking social capital: koneksi vertikal antara organisasi dengan institusi (misalnya pemerintah, regulator)
📌 Refleksi teoretis: Dalam konteks konstruksi, relasi yang sehat antaraktornya bukan hanya menciptakan efisiensi, tapi menjadi landasan implementasi praktik keberlanjutan yang konsisten.
Metodologi: Studi Kualitatif Berbasis Studi Kasus
Penelitian ini mengadopsi metode kualitatif, khususnya multiple case studies pada beberapa perusahaan konstruksi di Denmark. Data dikumpulkan melalui:
Wawancara semi-terstruktur dengan 19 narasumber dari berbagai perusahaan
Observasi terhadap praktik internal
Analisis dokumen internal dan laporan keberlanjutan
Alasan Pemilihan Denmark:
Denmark dikenal sebagai pelopor dalam kebijakan lingkungan dan memiliki industri konstruksi yang cukup maju dan terbuka terhadap inovasi sosial dan teknologi.
Hasil dan Analisis: Modal Sosial Sebagai Pengungkit Transformasi
1. Modal Sosial Meningkatkan Komitmen Terhadap Keberlanjutan
Mitic menemukan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi antarindividu lebih cenderung melakukan inovasi keberlanjutan. Ini termasuk penerapan material ramah lingkungan dan sistem kerja yang fleksibel.
📌 Makna teoritis: Ketika hubungan didasarkan pada kepercayaan, perubahan tidak dipaksakan oleh kebijakan, tetapi tumbuh dari inisiatif dan kesepakatan internal.
2. Bridging Capital Memfasilitasi Kolaborasi Lintas Fungsi
Studi menunjukkan bahwa tim lintas departemen yang memiliki komunikasi terbuka dapat menjembatani perbedaan tujuan antara aspek teknis dan strategis keberlanjutan. Proyek yang melibatkan teknisi dan manajer lingkungan secara aktif sejak awal lebih sukses mencapai target sustainability.
3. Linking Capital Meningkatkan Kepatuhan dan Inovasi
Hubungan baik antara perusahaan dengan pemerintah dan LSM membuka ruang untuk akses terhadap insentif, kemitraan proyek hijau, dan legitimasi publik. Beberapa perusahaan bahkan terlibat dalam proyek percontohan konstruksi nol-emisi.
Data Studi: Angka yang Menegaskan Relasi
85% responden menyatakan bahwa hubungan interpersonal memengaruhi komitmen individu terhadap agenda keberlanjutan.
Perusahaan dengan tim keberlanjutan terintegrasi lebih sering mencatat peningkatan efisiensi energi >10% dalam dua tahun terakhir.
14 dari 19 responden menekankan pentingnya forum informal (kopi pagi, diskusi mingguan) sebagai pemicu ide-ide berkelanjutan.
📌 Refleksi teoritis: Praktik kecil seperti ruang percakapan informal ternyata memainkan peran besar dalam membangun budaya keberlanjutan yang bukan top-down.
Narasi Argumentatif: Relasi sebagai Infrastruktur Tak Kasat Mata
Penulis menyusun argumen bahwa keberlanjutan tidak hanya ditentukan oleh teknologi atau kebijakan perusahaan, tetapi didorong secara fundamental oleh jaringan sosial yang mendukungnya. Infrastruktur fisik dalam konstruksi membutuhkan infrastruktur sosial berupa komunikasi, kepercayaan, dan kerja sama.
Dalam narasinya, Mitic menyampaikan bahwa fokus pada aspek relasional memungkinkan perusahaan untuk:
Meningkatkan ketahanan terhadap perubahan
Mengurangi resistensi internal
Membentuk budaya keberlanjutan yang melekat
Daftar Poin Utama: Apa yang Dipelajari dari Studi Ini
Social capital memperkuat keberlanjutan melalui hubungan antar individu dan institusi.
Fungsi informal dalam perusahaan sama pentingnya dengan sistem formal dalam mendukung agenda hijau.
Keberlanjutan bukan sekadar output teknis, melainkan hasil dari proses sosial yang panjang.
Perusahaan dengan social capital tinggi memiliki keunggulan adaptif dan inovatif.
Keterlibatan lintas departemen harus dirancang sejak tahap perencanaan proyek.
Kritik terhadap Pendekatan Penulis
Kekuatan:
Pemilihan tema yang unik dan relevan
Pendekatan multi-perspektif dari sisi manajemen, teknik, dan sosial
Penggabungan teori yang kuat dengan data empiris
Kelemahan:
Jumlah responden terbatas (19 orang) dan tidak ada data kuantitatif lanjutan
Fokus hanya pada perusahaan Denmark, membuat generalisasi hasil sulit untuk konteks lain
Tidak ada eksplorasi mendalam mengenai gender atau keberagaman dalam social capital
📌 Opini: Meskipun studi ini kuat dari sisi kualitatif, akan sangat menarik jika diikuti oleh studi kuantitatif jangka panjang untuk melihat dampak ekonomi dari social capital terhadap ROI proyek berkelanjutan.
Potensi Ilmiah dan Praktis
Ilmiah:
Mendorong pendekatan lintas-disiplin dalam studi keberlanjutan
Memberi bukti bahwa aspek relasional penting dalam keberhasilan inisiatif lingkungan
Memperkaya literatur tentang peran modal sosial dalam sektor teknis
Praktis:
Menyediakan kerangka kerja yang bisa digunakan perusahaan untuk membangun budaya kolaboratif
Memberi dasar bagi kebijakan HR dan CSR dalam merancang pelatihan dan insentif berbasis hubungan
Menjadi acuan untuk regulator dalam mendesain program kemitraan publik-swasta
Kesimpulan: Membangun Keberlanjutan Dimulai dari Membangun Kepercayaan
Melalui tesis ini, Mitic menyampaikan pesan kuat bahwa keberlanjutan tidak akan berhasil tanpa relasi yang kuat. Dalam industri konstruksi, yang sering kali dikuasai oleh logika efisiensi dan struktur hierarkis, pendekatan berbasis modal sosial membawa perspektif segar: bahwa relasi manusia adalah fondasi dari transformasi berkelanjutan.
Ke depan, perusahaan konstruksi yang ingin bertahan bukan hanya perlu mengadopsi teknologi hijau, tapi juga harus menumbuhkan budaya kerja yang saling percaya, terbuka, dan kolaboratif.
Teknologi Komputer
Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra pada 02 Agustus 2025
Pendahuluan: Era Baru Otomatisasi Melalui Integrasi Multimodal
Kemajuan teknologi dalam bidang kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin telah mendorong perkembangan berbagai sistem otomatisasi, termasuk dalam domain pengendalian perangkat melalui pengenalan wajah dan suara. Dalam artikel ini, para penulis mengusulkan dan mengimplementasikan sistem yang menggabungkan dua modalitas biometrik — wajah dan suara — sebagai dasar interaksi dengan mesin secara real-time, menggunakan Python sebagai fondasi pengembangan.
Artikel ini bertujuan tidak hanya untuk membangun sistem identifikasi, tetapi juga memperluas cakupan ke arah interaksi manusia-komputer yang lebih alami dan intuitif, yaitu dengan mengenali identitas pengguna secara visual, lalu menanggapi instruksi verbal mereka.
Kerangka Teoretis: Pemrosesan Citra dan Audio dalam Domain AI
Penulis membangun sistem mereka berdasarkan dua pilar teknologi:
Face Recognition (Pengenalan Wajah):
Menggunakan algoritma Haar Cascade dan model deep learning berbasis pre-trained data (face encodings).
Speech Recognition (Pengenalan Suara):
Menggunakan pustaka Python seperti speech_recognition, pyttsx3, dan pyaudio untuk menangkap dan mengenali perintah suara pengguna.
📌 Interpretasi konseptual: Kombinasi pengenalan wajah dan suara memperluas cakupan autentikasi konvensional menjadi bentuk interaksi multimodal yang selaras dengan kecenderungan sistem cerdas masa kini.
Metodologi Sistem: Arsitektur dan Alur Kerja
Penulis menjabarkan arsitektur sistem dalam beberapa tahapan utama:
1. Akuisisi Wajah dan Encoding
Kamera menangkap citra wajah.
Sistem mengubah citra ke dalam bentuk encoding numerik (menggunakan metode dlib dan face_recognition).
2. Verifikasi Identitas
Citra wajah dibandingkan dengan basis data wajah yang sudah tersimpan.
Jika identifikasi berhasil, sistem aktif untuk menerima input suara.
3. Pengolahan Suara dan Eksekusi Perintah
Sistem mendengarkan melalui mikrofon.
Perintah seperti "open notepad", "play music", atau "tell me the time" dikenali dan dieksekusi.
Angka dan Hasil Studi: Evaluasi Sistem dalam Lingkungan Nyata
Tingkat Akurasi:
Face Recognition: ~95% akurat dalam pencahayaan normal
Speech Recognition: ~89% akurat dalam lingkungan tenang
Penulis melaporkan bahwa integrasi dua sistem ini menghasilkan komplementaritas — saat pengenalan wajah gagal (misalnya karena pencahayaan), suara tetap dapat digunakan sebagai alternatif pengendali.
📌 Makna teoritis: Sistem multimodal mencerminkan prinsip redundansi dan keberlanjutan dalam interaksi manusia-mesin — tidak bergantung pada satu input tunggal.
Kecepatan Respons Sistem:
Deteksi wajah: ~1 detik
Proses suara dan eksekusi perintah: ~2–3 detik
Waktu respons yang relatif cepat menunjukkan sistem ini cocok untuk aplikasi real-time seperti smart assistant, sistem keamanan, atau pengendali rumah pintar.
Narasi Argumentatif: Dari Otomatisasi Menuju Interaktivitas Cerdas
Penulis membangun argumen utama bahwa mengintegrasikan dua sistem biometrik menciptakan sistem yang lebih aman, efisien, dan user-friendly dibandingkan jika menggunakan satu modalitas saja.
Dalam narasinya, penulis tidak hanya menjelaskan bagaimana sistem dibangun, tetapi juga mengemukakan alasan mengapa pendekatan multimodal lebih baik:
Akurasi meningkat
Risiko kegagalan sistem berkurang
Pengalaman pengguna lebih alami
🔍 Refleksi: Sistem seperti ini mencerminkan perkembangan teknologi dari sekadar “komputerisasi” menjadi bentuk interaksi simbiosis antara manusia dan mesin.
Daftar Poin: Komponen Utama dan Fungsionalitas
✅ Komponen Teknologi:
Python (pustaka: face_recognition, speech_recognition, pyttsx3)
Kamera (webcam)
Mikrofon (untuk input suara)
Text-to-Speech dan Speech-to-Text modul
✅ Fitur Sistem:
Login otomatis dengan wajah
Aktivasi perintah suara setelah identifikasi
Tindakan seperti membuka aplikasi, memberikan informasi waktu, hingga mengeluarkan suara balasan
Kritik dan Evaluasi Metodologi
Kelebihan:
Struktur sistem modular yang dapat diperluas
Penggunaan pustaka Python open-source yang mudah diimplementasikan
Fokus pada aksesibilitas dan kenyamanan pengguna
Kekurangan:
Tidak disebutkan keamanan data wajah dan suara (privacy concern)
Uji coba dilakukan dalam kondisi terbatas, belum mencakup skenario dengan gangguan suara atau cahaya ekstrem
Basis data wajah terbatas — sistem diuji hanya pada sedikit subjek
📌 Opini: Untuk sistem seperti ini dapat diadopsi secara luas, harus ada jaminan perlindungan data biometrik dan peningkatan skalabilitas sistem untuk berbagai lingkungan.
Refleksi Konseptual: Sistem Multimodal sebagai Wujud Evolusi Teknologi Interaktif
Sistem yang dibangun ini merepresentasikan transisi dari pendekatan interaksi linier ke arah interaksi multimodal. Wajah dan suara, sebagai representasi identitas dan niat manusia, dipadukan untuk membentuk mekanisme komunikasi yang lebih intuitif dan manusiawi.
Dalam ranah kecerdasan buatan, multimodalitas bukan sekadar efisiensi teknis, tetapi cerminan upaya mendekatkan sistem pada cara kerja alami otak manusia.
Potensi Pengembangan dan Implikasi Ilmiah
Potensi Pengembangan:
Integrasi dengan IoT dan perangkat rumah pintar
Penggunaan model pembelajaran mesin yang lebih adaptif seperti CNN atau RNN
Penambahan fitur pengenal emosi atau gesture
Implikasi Ilmiah:
Kontribusi dalam bidang HCI (Human-Computer Interaction)
Meningkatkan penelitian di ranah biometric security
Dasar bagi pengembangan sistem asisten virtual personal
Kesimpulan: Sistem yang Adaptif, Aman, dan Berorientasi Pengguna
Artikel ini menunjukkan bahwa kombinasi pengenalan wajah dan suara tidak hanya memperkuat keamanan sistem, tetapi juga menciptakan interaksi yang lebih alami dengan mesin. Dalam dunia di mana interaksi digital makin dominan, sistem seperti ini berpotensi menjadi landasan generasi baru asisten cerdas yang tidak hanya memahami instruksi, tapi juga mengenali penggunanya.
📎 Link resmi paper (DOI/jurnal):