Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Liquefied Natural Gas (LNG) semakin menjadi bagian penting dalam industri energi global sebagai sumber energi yang lebih bersih dibandingkan bahan bakar fosil lainnya. Dengan perkiraan peningkatan kapasitas pencairan LNG hingga dua kali lipat pada tahun 2035, perhatian terhadap keselamatan fasilitas LNG semakin meningkat.
Pentingnya Keamanan LNG dan Respons Darurat
Fasilitas LNG memiliki potensi bahaya besar akibat sifat kriogenik LNG dan volatilitas tinggi dalam bentuk uap. Beberapa tantangan utama yang dihadapi industri LNG antara lain:
Metode Penelitian dan Studi Kasus
Sejak tahun 2005, Mary Kay O’Connor Process Safety Center (MKOPSC) di Texas A&M University telah melakukan serangkaian eksperimen dan simulasi teoritis untuk memahami lebih dalam perilaku LNG dalam berbagai skenario kebocoran dan mitigasi yang dapat diterapkan.
Hasil dan Temuan Penelitian
1. Penyebaran Uap LNG
Eksperimen menunjukkan bahwa penyebaran uap LNG sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfer, termasuk kecepatan angin dan kelembaban udara. Dalam beberapa skenario, penyebaran uap dapat mencapai jarak yang lebih jauh dari yang diprediksi oleh model tradisional, yang menunjukkan pentingnya penggunaan simulasi CFD dalam analisis risiko LNG.
2. Tumpahan LNG di Air
Ketika LNG tumpah ke air, terjadi pembentukan awan gas yang lebih cepat akibat perbedaan suhu yang ekstrem antara LNG (-162°C) dan air. Uji coba di BFTF menunjukkan bahwa tidak terjadi pembentukan kolam LNG di permukaan air, melainkan penguapan langsung yang menciptakan uap mudah terbakar dalam hitungan menit.
3. Penggunaan Water Curtain untuk Mengendalikan Penyebaran Uap LNG
Eksperimen menunjukkan bahwa water curtain dapat mengurangi penyebaran uap LNG dengan cara menghalangi pergerakan awan gas dan meningkatkan turbulensi udara yang mempercepat dispersi gas ke atmosfer. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada konfigurasi nozel dan kondisi angin di lokasi kejadian.
4. Efektivitas Expansion Foam dalam Mengendalikan Kebakaran LNG
Berdasarkan temuan penelitian ini, beberapa rekomendasi utama untuk meningkatkan keselamatan LNG dan respons darurat adalah:
Penelitian yang dilakukan oleh MKOPSC menunjukkan bahwa keamanan LNG dan respons terhadap tumpahan dapat ditingkatkan dengan pendekatan berbasis eksperimen dan model simulasi. Dengan menerapkan strategi mitigasi yang lebih efektif dan berbasis data ilmiah, industri LNG dapat mengurangi risiko kecelakaan serta memastikan operasi yang lebih aman. Penerapan metode seperti water curtain dan expansion foam, serta penggunaan simulasi CFD untuk analisis risiko, diharapkan dapat menjadi standar dalam industri LNG untuk meminimalkan potensi bencana akibat tumpahan LNG.
Sumber Artikel
Kim, B. K., Ruiz, R., Zhang, B., Nayak, S., Mentzer, R. A., & Mannan, M. S. (2023). Recent Progress in LNG Safety and Spill Emergency Response Research. Texas A&M University System.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Keselamatan kebakaran merupakan aspek krusial dalam berbagai jenis bangunan, terutama di institusi pendidikan seperti sekolah dan universitas. Risiko kebakaran di lingkungan pendidikan meningkat akibat kurangnya kesadaran keselamatan, keterbatasan sistem pemantauan kebakaran, serta keterlambatan dalam merespons insiden darurat. Paper ini bertujuan untuk mengembangkan sistem manajemen keselamatan kebakaran berbasis Internet of Things (IoT) yang memungkinkan deteksi dini, pemantauan real-time, dan optimalisasi proses evakuasi. Penelitian dilakukan di Universitas Jeddah, khususnya di Kampus Al-Faisaliah untuk perempuan, sebagai lokasi uji coba sistem ini.
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan utama. Pertama, analisis kebutuhan keselamatan kebakaran dilakukan dengan meninjau regulasi yang berlaku di Arab Saudi serta melakukan survei terhadap mahasiswa dan staf mengenai kesadaran mereka terhadap bahaya kebakaran. Kedua, sistem berbasis IoT dikembangkan dengan memasang sensor suhu, asap, gas, dan deteksi keberadaan manusia di dalam gedung, serta menghubungkannya dengan sistem pemantauan berbasis cloud. Ketiga, uji coba sistem dilakukan untuk mengevaluasi keakuratan deteksi kebakaran, efektivitas respons darurat, dan kecepatan sistem dalam mengirim notifikasi kepada petugas keamanan kampus.
Statistik Kebakaran di Arab Saudi
Berdasarkan data dari Saudi Civil Defense, setiap tahun terjadi lebih dari 42.000 kebakaran, dengan rata-rata 119 insiden per hari. Sebanyak 35,41% dari kebakaran tersebut terjadi di tempat kerja, termasuk sekolah dan universitas. Penyebab utama kebakaran meliputi permintaan termal berlebihan yang mencapai 37,71%, masalah listrik sebesar 22%, serta penggunaan sumber panas terbuka. Secara finansial, kebakaran di Arab Saudi menyebabkan kerugian mencapai 49 juta Saudi Riyal atau sekitar 13 juta dolar Amerika Serikat.
Kelemahan Sistem Keselamatan Kebakaran di Universitas Jeddah
Dari hasil survei dan observasi langsung di kampus, ditemukan bahwa tingkat kesadaran keselamatan kebakaran di kalangan mahasiswa dan staf masih rendah. Tidak adanya sistem pemantauan kebakaran yang aktif selama 24 jam memperbesar potensi keterlambatan dalam mendeteksi kebakaran. Selain itu, prosedur evakuasi belum tersosialisasikan dengan baik, sehingga banyak penghuni gedung tidak mengetahui jalur keluar yang aman saat terjadi keadaan darurat.
Salah satu permasalahan utama yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah kurangnya sistem untuk melacak jumlah orang di dalam gedung saat terjadi kebakaran. Hal ini dapat memperlambat proses evakuasi karena petugas keamanan tidak memiliki data akurat mengenai siapa saja yang masih berada di dalam gedung.
Solusi Berbasis IoT untuk Manajemen Kebakaran
Sistem yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari berbagai sensor yang ditempatkan di seluruh gedung, termasuk sensor suhu, asap, dan gas beracun untuk mendeteksi kebakaran lebih awal. Sensor ini dapat membedakan antara kondisi normal dan keadaan darurat, sehingga dapat mengurangi alarm palsu yang sering terjadi pada sistem pemadam kebakaran konvensional.
Sistem ini juga dilengkapi dengan pemantauan real-time melalui dashboard berbasis cloud yang memungkinkan petugas keamanan untuk memantau suhu ruangan, tingkat asap, serta jumlah orang di dalam gedung secara langsung. Jika sistem mendeteksi parameter yang melebihi ambang batas, maka alarm akan berbunyi secara otomatis, disertai dengan lampu peringatan di dalam gedung. Selain itu, notifikasi segera dikirim melalui SMS ke ponsel petugas keamanan kampus, memungkinkan mereka untuk bertindak lebih cepat.
Salah satu fitur unggulan sistem ini adalah kemampuannya untuk melacak jumlah orang yang berada di dalam gedung selama keadaan darurat. Data ini sangat berguna bagi tim pemadam kebakaran dalam menyusun strategi evakuasi yang lebih efektif, sehingga meminimalkan potensi korban jiwa.
Implementasi di Kampus Al-Faisaliah
Untuk menguji efektivitas sistem ini, uji coba dilakukan di Gedung 11, Universitas Jeddah. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem mampu mendeteksi kebakaran dalam waktu kurang dari 10 detik, jauh lebih cepat dibandingkan sistem manual yang mengandalkan alarm asap konvensional. Dengan sistem notifikasi otomatis, waktu respons petugas keamanan dapat dikurangi hingga 40%, memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan lebih cepat.
Keakuratan sistem pemantauan mencapai lebih dari 90%, dengan tingkat alarm palsu yang sangat rendah, yaitu di bawah 5%. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan IoT dalam manajemen kebakaran dapat meningkatkan efektivitas sistem keselamatan secara signifikan dibandingkan metode konvensional.
Perbandingan dengan Sistem Konvensional
Dibandingkan dengan sistem pemadam kebakaran tradisional, sistem berbasis IoT yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki beberapa keunggulan utama. Pertama, deteksi kebakaran jauh lebih cepat karena menggunakan berbagai jenis sensor yang dapat mendeteksi suhu tinggi, asap, serta gas beracun secara bersamaan. Kedua, sistem notifikasi otomatis memungkinkan informasi darurat disampaikan secara langsung ke petugas keamanan tanpa perlu menunggu laporan dari penghuni gedung. Ketiga, kemampuan pemantauan real-time melalui dashboard berbasis cloud memberikan visibilitas yang lebih baik terhadap kondisi di dalam gedung, memungkinkan respons yang lebih cepat dan terkoordinasi.
Selain itu, sistem ini juga mampu melacak jumlah orang yang berada di dalam gedung saat terjadi kebakaran, fitur yang tidak tersedia pada sistem konvensional. Dengan informasi ini, petugas pemadam kebakaran dapat menentukan strategi evakuasi yang lebih efektif dan memastikan tidak ada orang yang tertinggal di dalam gedung.
Rekomendasi untuk Implementasi Lebih Luas
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan keselamatan kebakaran di institusi pendidikan lainnya adalah:
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa sistem keselamatan kebakaran berbasis IoT memiliki potensi besar dalam meningkatkan keamanan di lingkungan pendidikan. Dengan fitur seperti deteksi dini, pemantauan real-time, serta notifikasi otomatis, sistem ini dapat mengurangi risiko kebakaran, mempercepat proses evakuasi, dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.
Implementasi sistem ini di Universitas Jeddah membuktikan bahwa penggunaan teknologi cerdas dalam manajemen kebakaran dapat secara signifikan meningkatkan efektivitas respons darurat. Oleh karena itu, sistem serupa dapat diterapkan di kampus dan sekolah lain untuk meningkatkan keselamatan penghuni gedung serta meminimalkan potensi kerugian akibat kebakaran.
Sumber Asli Paper
Kamel, S., Jamal, A., Omri, K., & Khayyat, M. (2022). An IoT-based Fire Safety Management System for Educational Buildings: A Case Study. International Journal of Advanced Computer Science and Applications, 13(7), 765-771.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Kebakaran merupakan salah satu bencana paling destruktif yang dapat mengancam keselamatan manusia, infrastruktur, dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan data-driven dengan menganalisis data kebakaran dari tahun 1996 hingga 2021. Data yang digunakan mencakup:
Dengan data ini, penelitian membagi analisis pencegahan kebakaran menjadi tiga kategori utama: deteksi kebakaran dan gas, pencegahan kebakaran pada peralatan listrik, serta pencegahan kebakaran pada sistem energi generasi baru.
Hasil dan Pembahasan
Pencegahan kebakaran melalui deteksi dini menggunakan berbagai sensor, termasuk:
Penelitian menemukan bahwa rumah yang dilengkapi detektor asap memiliki tingkat kematian akibat kebakaran 50% lebih rendah dibandingkan rumah tanpa detektor. Faktor listrik merupakan penyebab utama kebakaran dalam bangunan, terutama akibat kegagalan mekanis, percikan busur listrik (arc fault), dan panas berlebih. Penelitian ini membahas beberapa inovasi dalam pencegahan kebakaran listrik, termasuk:
Studi ini menunjukkan bahwa peralatan listrik yang lebih tua memiliki risiko kebakaran yang lebih tinggi, sehingga inspeksi berkala dan pembaruan infrastruktur listrik sangat penting. Sumber energi generasi baru, seperti panel surya, sistem penyimpanan energi (ESS), dan sel bahan bakar hidrogen, memiliki risiko kebakaran yang unik.
Berdasarkan temuan penelitian, ada beberapa langkah strategis yang disarankan untuk meningkatkan pencegahan kebakaran:
Kesimpulan
Dengan implementasi strategi ini, diharapkan tingkat kebakaran dan dampaknya di Korea Selatan dapat dikurangi secara signifikan.
Sumber Artikel
Hoon-Gi Lee, Ui-Nam Son, Seung-Mo Je, Jun-Ho Huh, Jae-Hun Lee. Overview of Fire Prevention Technologies by Cause of Fire: Selection of Causes Based on Fire Statistics in the Republic of Korea. Processes, Vol. 11, 2023, 244.
Keselamatan Kebakaran
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Keselamatan kebakaran di rumah sakit menjadi salah satu aspek penting dalam manajemen risiko bencana, terutama karena rumah sakit memiliki berbagai sumber potensi bahaya, seperti peralatan listrik, bahan kimia mudah terbakar, dan dapur operasional.
Indonesia, sebagai negara yang rentan terhadap perubahan iklim, mengalami peningkatan suhu global yang berkontribusi terhadap risiko kebakaran di berbagai sektor, termasuk fasilitas kesehatan. Rumah sakit memiliki karakteristik unik dalam penanganan kebakaran karena melibatkan evakuasi pasien yang mungkin tidak dapat bergerak secara mandiri. Oleh karena itu, perawat memiliki peran penting dalam kesiapsiagaan terhadap kebakaran.
Studi ini bertujuan untuk menilai tingkat pengetahuan perawat tentang kebakaran dan menghubungkannya dengan kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi bencana. Dengan pendekatan cross-sectional, penelitian ini memberikan gambaran komprehensif tentang kesiapan perawat dalam menghadapi kebakaran.
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada 71 perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit X, Klaten. Responden dipilih menggunakan metode simple random sampling, dengan fokus pada perawat dewasa yang bekerja di rumah sakit tersebut.
Variabel yang diteliti meliputi:
Analisis data dilakukan dengan uji korelasi Sommers' D untuk menilai hubungan antara kedua variabel tersebut.
Karakteristik Responden
Pengetahuan Perawat tentang Kebakaran
Sebagian besar perawat (77,5%) memiliki pengetahuan yang baik tentang kebakaran. Faktor ini dianggap penting karena pemahaman yang memadai mengenai kebakaran dapat meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Kesiapsiagaan dalam Respons Kebakaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73,2% responden berada dalam kategori "Siap" dalam menghadapi bencana kebakaran. Hal ini mencerminkan tingkat kesiapan yang cukup baik, meskipun masih terdapat 26,8% perawat yang belum siap.
Analisis Korelasi
Implikasi dan Rekomendasi
1. Peningkatan Pelatihan dan Simulasi Kebakaran
Diperlukan pelatihan rutin yang lebih intensif, setidaknya dua kali dalam setahun, untuk meningkatkan kesiapsiagaan perawat. Simulasi kebakaran harus mencakup prosedur evakuasi pasien dan penggunaan alat pemadam kebakaran.
2. Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan
Rumah sakit harus mengintegrasikan kurikulum keselamatan kebakaran dalam program pelatihan perawat. Perawat yang memiliki pemahaman yang lebih baik akan lebih siap dalam menghadapi bencana.
3. Penguatan Prosedur Darurat di Rumah Sakit
Perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem alarm kebakaran, rencana evakuasi, dan fasilitas pemadam kebakaran yang tersedia di rumah sakit untuk memastikan semuanya berfungsi dengan baik.
4. Pemanfaatan Teknologi dalam Pelatihan Kesiapsiagaan
Teknologi seperti virtual reality (VR) dapat digunakan untuk memberikan simulasi kebakaran yang lebih realistis bagi perawat, membantu mereka memahami prosedur evakuasi dengan lebih baik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan antara pengetahuan kebakaran dan kesiapsiagaan perawat dalam menghadapi bencana di rumah sakit. Meskipun hubungan ini tidak terlalu kuat, peningkatan edukasi dan pelatihan dapat menjadi langkah efektif untuk meningkatkan kesiapan perawat dalam menghadapi kebakaran. Dengan menerapkan strategi yang lebih baik dalam pelatihan, pendidikan, dan prosedur keselamatan, rumah sakit dapat memastikan bahwa tenaga medisnya siap menghadapi kebakaran dengan respons yang cepat dan efektif.
Sumber Artikel
Setyawan, H., Nugraheni, A. M., Haryati, S., Qadrijati, I., Fajariani, R., Wardani, T. L., Atmojo, T. B., & Sjarifah, I. (2021). The Correlation of Fire Knowledge toward Disasters Response and Preparedness Practice among Hospital Nurse Klaten Central Java, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 724(1), 012041.
Industri Minyak dan Gas
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Industri minyak dan gas memiliki risiko kebakaran yang sangat tinggi. Sifat bahan bakar yang mudah terbakar, tingginya tekanan kerja, serta berbagai faktor lingkungan menjadikan sistem tanggap darurat kebakaran sebagai komponen krusial dalam operasional perusahaan. Penelitian ini mengkaji kesiapan Fire Emergency Response System di PT X, salah satu perusahaan minyak dan gas terbesar di Indonesia. Dengan menggunakan FERRAT Form (Fire and Emergency Response Readiness Assessment Tools) sebagai instrumen evaluasi, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan dan memberikan rekomendasi perbaikan dalam sistem tanggap darurat kebakaran.
Penelitian ini dilakukan dengan metode cross-sectional, di mana observasi langsung dilakukan terhadap sistem tanggap darurat kebakaran di PT X. Evaluasi dilakukan menggunakan FERRAT Form, yang terdiri dari tiga elemen utama:
Menurut data dari Bureau of Safety and Environmental Enforcement (2012), kebakaran di industri minyak dan gas sering terjadi akibat kurangnya pelatihan terhadap pekerja, ketidaksiapan sistem keamanan, serta kelalaian dalam operasional. Kasus kebakaran besar di kilang minyak di Indramayu, Jawa Barat (2021) mengakibatkan kerugian finansial hingga miliaran rupiah. Penyebab utamanya adalah kebocoran tangki dan kurangnya sistem keamanan kebakaran.
Di PT X sendiri, kebakaran yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir mengakibatkan kerugian hingga 1,2 triliun rupiah. Investigasi menunjukkan bahwa sistem fire emergency response yang ada masih memiliki berbagai kelemahan, terutama dalam hal manajemen sistem kebakaran dan kesiapan peralatan pemadam.
Temuan dari Evaluasi FERRAT Form
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa hanya 40% desain sistem kesiapsiagaan PT X berada dalam kategori "acceptable", sementara 40% masih dalam kategori "not acceptable". Beberapa kelemahan yang ditemukan meliputi:
Dalam aspek infrastruktur tanggap darurat kebakaran, 43% berada dalam kategori "acceptable", sementara 24% masih membutuhkan perbaikan lebih lanjut. Beberapa temuan penting:
Evaluasi kesiapan peralatan menunjukkan bahwa hanya 38% yang berada dalam kategori "acceptable", sementara 8% masih dalam kategori "not acceptable". Beberapa permasalahan utama:
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa meskipun PT X memiliki sistem pemadam kebakaran, masih ada banyak celah dalam implementasinya. Dampak dari kelemahan ini terlihat dalam beberapa insiden kebakaran di fasilitas PT X. Misalnya, dalam kebakaran terakhir, fire pumps tidak berfungsi optimal, menyebabkan keterlambatan dalam pemadaman api. Selain itu, kurangnya koordinasi antar unit pemadam internal memperburuk situasi.
Namun, beberapa perbaikan telah dilakukan, seperti:
Berdasarkan temuan penelitian, berikut beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh PT X untuk meningkatkan sistem tanggap darurat kebakaran:
Penelitian ini menunjukkan bahwa sistem Fire Emergency Response di PT X masih memiliki berbagai kelemahan yang perlu diperbaiki. Hasil evaluasi menggunakan FERRAT Form menunjukkan bahwa sebagian besar aspek kesiapsiagaan kebakaran masih belum memenuhi standar yang optimal. Beberapa permasalahan utama mencakup kurangnya pelatihan untuk tim pemadam kebakaran internal, minimnya deteksi dini kebakaran, serta kesiapan peralatan yang belum maksimal. Dengan melakukan perbaikan pada aspek perencanaan, infrastruktur, serta kesiapan sumber daya manusia, PT X dapat meningkatkan sistem tanggap darurat kebakaran mereka. Langkah-langkah ini tidak hanya akan mengurangi risiko kebakaran, tetapi juga menyelamatkan aset perusahaan serta nyawa pekerja.
Sumber Asli Paper
Jatmika, I., Djunaidi, Z., Atthaya, A. A., Hasan, S., & Al Azhar, M. (2024). Analisis Kesiapan Respons Kedaruratan Kebakaran di PT X. Jurnal Kesehatan Tambusai, Volume 5, Nomor 2, Juni 2024.
Keselamatan Kerja
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 10 Mei 2025
Dalam industri petrokimia, keselamatan kerja menjadi prioritas utama mengingat risiko tinggi yang melekat dalam setiap aktivitasnya. Berdasarkan laporan Safety Performance Indicator untuk Oil and Gas Producers (OGP) tahun 2018, tercatat 2 kematian di dalam perusahaan dan 29 kematian yang melibatkan kontraktor. Dengan Fatal Accident Rate (FAR) sebesar 1,20 per 1 juta jam kerja untuk kontraktor dibandingkan dengan 0,31 di dalam perusahaan, jelas bahwa risiko keselamatan bagi kontraktor lebih tinggi. Oleh karena itu, implementasi Contractor Safety Management System (CSMS) menjadi solusi penting dalam mengelola keselamatan kerja kontraktor, sebagaimana yang dilakukan oleh PT Pupuk Kujang.
PT Pupuk Kujang, sebagai perusahaan petrokimia dengan tingkat risiko tinggi, telah menerapkan enam tahapan dalam pelaksanaan CSMS, yaitu:
Namun, dalam studi ini ditemukan adanya kelemahan dalam tahap prakualifikasi, di mana kontraktor lokal telah ditunjuk sebagai pemenang tender sebelum dinyatakan lolos tahap prakualifikasi. Hal ini menimbulkan risiko terhadap kepatuhan terhadap standar keselamatan.
Berdasarkan hasil penelitian di PT Pupuk Kujang, ditemukan bahwa implementasi CSMS belum berjalan optimal. Berikut beberapa temuan utama:
Perbandingan dengan Industri Lain
Jika dibandingkan dengan implementasi CSMS di PT Pupuk Sriwijaya, ditemukan bahwa PT Pupuk Kujang memiliki kelemahan dalam tahap komunikasi antara departemen pengadaan dan HSE (Health, Safety, and Environment). Sementara di PT Petrokimia Gresik, sistem CSMS telah lebih terstruktur dengan adanya kriteria minimal bagi kontraktor untuk lolos seleksi. Di sektor lain seperti pertambangan, penelitian di perusahaan tambang batu bara menunjukkan bahwa tahapan prakualifikasi lebih ketat, dengan evaluasi menyeluruh terhadap dokumen keselamatan sebelum kontraktor dapat bekerja di lapangan. Hal ini menyoroti perlunya peningkatan pengawasan dalam implementasi CSMS di PT Pupuk Kujang.
Rekomendasi
Untuk meningkatkan efektivitas CSMS di PT Pupuk Kujang, beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan adalah:
Kesimpulan
Implementasi CSMS di PT Pupuk Kujang telah berjalan dengan baik dalam beberapa aspek, namun masih terdapat kelemahan terutama dalam tahap prakualifikasi kontraktor. Dengan meningkatnya angka kecelakaan kerja yang lebih tinggi pada kontraktor dibandingkan dengan pekerja internal perusahaan, penting bagi PT Pupuk Kujang untuk memperbaiki sistem seleksi dan pengawasan terhadap kontraktor. Dengan penerapan rekomendasi di atas, diharapkan implementasi CSMS dapat lebih efektif dalam mengurangi risiko kecelakaan kerja.
Sumber: Wardhani, Y. D. K. (2022) ‘Implementation of Contractor Safety Management System as a Requirement for Partners at a Petrochemical Company’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 11(1), pp. 1-11.