Pertambangan dan Perminyakan

Pengurangan Emisi Karbon dan Prospek Industri Migas ke Depannya

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025


Industri migas telah menjadi ikon investasi yang sangat menguntungkan selama lebih dari satu abad belakangan. Sejak intensifikasi penggunaan BBM dan gas alam digunakan di berbagai sektor, mulai dari Rumah Tangga, Transportasi, Industri, dan Ketenagalistrikan di awal abad ke-20, hingga kini migas menjadi komoditas energi yang belum dapat tergantikan dan masih relatif memberikan keuntungan signifikan baik bagi perusahaan migas sendiri ataupun bagi para investor yang terlibat di dalamnya.

Meski demikian, sektor migas melahirkan kerentanan dalam pemenuhan energi di banyak negara, hal ini mengingat rasio tingkat konsumsi migas tidak dibarengi dengan kepemilikan cadangan dan kemampuan produksi yang memadai. Alhasil ada negara-negara eksportir migas yang mampu secara konsisten mendulang keuntungan dan devisa hampir satu abad, terutama mereka yang tergabung dalam OPEC+ Rusia. Sementara negara-negara lainnya yang menjadi pengonsumsi migas terus menerus harus menyerahkan devisanya untuk pemenuhan kebutuhan migas domestik.

Di sisi lain, sebagai komoditas yang bersifat oligopolis, tingkat harga migas sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik energi yang secara tahunan ditentukan di sidang OPEC+ untuk menentukan rencana produksi tahunan. Kondisi ini salah satu yang pada akhirnya mempercepat upaya mendorong pemanfaatan energi terbarukan (EBT), khususnya di sektor ketenagalistrikan dan transportasi. Harapannya dengan proses transisi energi berbasis energi terbarukan yang potensinya tersebar luas secara merata akan mampu mengurangi ketergantungan ekonomis terhadap negara-negara penghasil energi fosil, terutama migas.

Berkembang pesat

Di sektor ketenagalistrikan, kemajuan dalam pemanfaatan energi terbarukan yang berbasis surya, angin, geothermal hingga gelombang laut terus berkembang dengan pesat, kapasitas EBT secara global meningkat 4,8 kali lipat dalam satu dekade, dari 761 TWh menjadi 3657 TWh. Meski demikian, sektor ketenagalistrikan masih tetap membutuhkan topangan backbond system yang dapat diharapkan keandalannya serta mampu memproduksi listrik secara masif, di antaranya dengan mempertahankan penggunaan sumber energi primer berbasis gas, selain juga intensifikasi penggunaan nuklir dan air skala raksasa.

Kebutuhan gas untuk sektor tenaga listrik secara global terus meningkat dengan kapasitas pembangkit gas mencapai 4888 TWh pada 2010 dan kini telah menjadi 6518 TWh di 2021. Diproyeksikan permintaan gas alam berbasis pipa dan LNG akan terus meningkat hingga 2050 nanti seiring dengan pertumbuhan permintaan listrik yang dibarengi dengan komitmen pengeliminasian PLTU batubara, khususnya di negara-negara maju.

Gas menjadi pilihan utama mengingat pemanfaatannya yang lebih mudah dengan distribusi yang juga lebih murah sehingga dari sisi harga jauh lebih kompetitif di banding BBM. Di sisi lain, kadar emisi dari gas dan LNG jauh lebih rendah dengan tingkat efisiensi kalori yang lebih tinggi.

 

Shifting Teknologi

Di sektor transportasi, penggunaan energi terbarukan masif digunakan mulai dari intensifikasi penggunaan biofuel sebagai alternatif pengganti atau campuran bagi BBM, dan kini juga tengah berlangsung upaya masif untuk menggantikan teknologi kendaraan berbasis BBM ke kendaraan rendah emisi berbasis listrik dan hidrogen. Persaingan keduanya telah melibatkan industri-industri terkemuka untuk mendorong percepatan dekarbonisasi di sektor transportasi.

Untuk mempertahankan linearitas industrinya, banyak industri migas juga terlibat kolaborasi dengan industri otomotif untuk mempercepat pembentukan supply chains Green hidrogen, seperti yang telah dilakukan Kawasaki dan ADNOC pertengahan April lalu. Meski demikian, di sektor transportasi khususnya untuk angkutan laut dan udara, pemanfaatan BBM masih relatif lebih tinggi dan inovasinya masih relatif jauh lebih lambat dibanding inovasi teknologi untuk angkutan darat, faktor utamanya menyangkut kebutuhan bahan bakar yang mampu memproses pembakaran dengan intensitas kalori tinggi, seperti Avtur, Avgas, HSDO (High Speed Diesel Oil), dan MDF/O (Marine Diesel Fuel/Oil) belum secara optimal dapat digantikan oleh berbagai alternatif sumber energi lainnya.

Diperkirakan pertumbuhan kendaraan listrik akan mengalami akselerasi seiring dengan kebijakan-kebijakan afirmatif di berbagai negara untuk menurunkan biaya produksi komponen baterai, di antaranya dengan pembebasan bea masuk bahan baku hingga insentif penghapusan PPn. Namun, dengan penguasaan teknologi dan bahan baku yang belum cukup merata akan dipastikan bahwa proses transisi akan berjalan lebih lambat di negara-negara berkembang.

Untuk industri dan rumah tangga, seiring perubahan desain perangkat rumah tangga berbasis elektrik dan mesin industri yang lebih mengintensifkan penggunaan listrik, permintaan BBM dan gas akan mengalami penurunan secara eksponensial, kecuali untuk industri-industri yang membutuhkan pembakaran seperti di sektor peleburan yang masih akan mengandalkan gas secara masif. Namun, di negara-negara empat musim, penggunaan gas untuk pemanas di musim dingin akan terus meningkat seiring pertumbuhan populasi.

Tiga Model Transformasi

Meski banyak pakar tetap optimistik dengan permintaan migas yang tidak akan merosot hingga 2050 nanti, tetapi sektor ini akan mengalami pengurangan efisiensi terutama dari sisi lahirnya kebijakan protektif terkait pengendalian emisi, mulai dari pengenaan pajak karbon hingga restriksi dari sisi investasi yang mulai memasukkan industri migas dalam ruang investasi berisiko tinggi terhadap perubahan iklim, khususnya untuk aktivitas eksplorasi baru yang memiliki resiko pada deforestrasi maupun degradasi ekosistem bawah laut.

IMF (2022) mencatat terjadi penurunan investasi global di sektor migas, proporsinya turun dari 3,6% total investasi global pada 2014 menjadi 1,5% saja pada 2021. IEA (2022) memprediksi dengan penurunan investasi akan berdampak pada penurunan kapasitas produksi secara bertahap 8% per tahun hingga 2050 nanti. Situasi ini dihadapi secara efektif oleh perusahaan-perusahaan migas di tingkat global yang mulai merubah citra dirinya tidak hanya sebagai oil and gas company, tetapi menjadi integrated energy company.

Dengan kekuatan modal yang besar dan keunggulan di bidang teknologi memungkinkan industri migas melakukan transformasi dengan cepat untuk merambah ke sektor energi terbarukan. Ada tiga contoh menarik proses transformasi di sektor migas; pertama, Model British Petroleum (BP) yang dalam roadmap 2050 tegas mencanangkan diri sebagai integrated energy company. Meski pada 2022, 89% capex dalam portofolio BP masih berada di sektor hulu migas, tetapi BP berkomitmen 2030, 50% capex-nya berada pada energi rendah karbon yang berbasis pada proyek EBT, utamanya pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT dan pengembangan biofuel.

Kedua, Model Uni Emirates Arab (UEA),di mana tiga perusahaan migasnya --Mubadala, ADNOC, dan TAQA-- membentuk konsorsium untuk membentuk sayap korporasi di bidang energi terbarukan bernama Masdar Energy. Masdar Energy berfokus dalam proyek-proyek berbasis energi terbarukan khususnya Solar PV, Wind dan energi berbasis sampah. Agresivitas Masdar diharapkan menjadi sayap baru ketika nantinya induk bisnisnya mengalami kemerosotan, akan diimbangi oleh akselerasi bisnis EBT yang menjadi kekuatan bisnis baru di masa depan.

Ketiga, Model Pertamina, yang cukup menarik diamati karena sebagai perusahaan migas plat merah di Indonesia yang pada dasarnya lebih banyak mengoperasikan bisnis hilir dibanding hulunya. Pertamina mencoba membangun anak perusahaan baru yang sejalan dengan core competency-nya di bidang pengeboran, yaitu Pertamina Geothermal Energy. Bahkan kini PGE dilepaskan menjadi satu-satunya anak perusahaan Pertamina yang melepaskan saham ke publik pada Maret lalu.

Melalui IPO PGE diharapkan dapat melakukan aksi korporasi untuk memasifkan pendanaan dalam pembiayaan project di sektor geothermal mengingat Indonesia memiliki potensi geothermal terbesar kedua di dunia setelah AS, dengan potensi mencapai 23,7 GWe dan baru dimanfaatkan sebesar 9% saja, atau 2,5 GWe dengan pertumbuhan kapasitas baru 5% saja.

Dari ketiga korporasi tersebut, induk perusahaannya di sektor migas juga terus berkomitmen untuk menerapkan strategi dekarbonisasi dengan menurunkan tingkat emisi seperti mendorong zero flare gas, dan juga pemanfaatan teknologi Carbon Capture and Utilization/Storage (CCU/S) untuk mengejar capaian penurunan emisi dalam sistem produksinya. Ketiga perusahaan migas ini juga menjadikan bisnisnya di bidang EBT sebagai arena untuk mempertahankan keuntungan finansialnya dengan melakukan perdagangan karbon internal afiliasi perusahaan.

Kesigapan dalam mendorong transisi energi di industri migas sedianya menjadi barometer bagaimana proses transisi energi secara global dapat berjalan, mengingat kekuatan modal dan juga nilai perputaran bisnis di sektor migas telah menjadi kekuatan pendorong ekonomi dunia selama satu abad belakangan.

Komitmen transisi energi di sektor migas akan menjadi faktor yang mempercepat ataupun memperlambat proses transisi energi secara keseluruhan, termasuk di dalamnya terkait insentif harga pasar EBT, di mana kenaikan harga minyak dunia akan cenderung mempercepat proses transisi guna mendorong efisiensi. Sebaliknya, tingkat harga yang rendah akan cenderung menghambatnya karena rasionalitas pasar terhadap harga akan signifikan di sektor energi yang ketersediaannya sangat berpengaruh bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara.
 

Sumber: news.detik.com

Selengkapnya
Pengurangan Emisi Karbon dan Prospek Industri Migas ke Depannya

Pertambangan dan Perminyakan

KLHK Mendorong Industri Hulu Migas Menuju Rendah Emisi

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025


Tantangan dan peluang mengembangkan solusi rendah emisi pada industri eksplorasi dan pengembangan hulu minyak dan gas terus berkembang. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong agar industri ini bisa mendobrak batas agar semakin rendah emisi dan berkelanjutan. 

Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Menteri LHK Bidang Energi, Haruni Krisnawati mewakili Menteri LHK pada The 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas 2023, di Nusa Dua, Bali, Kamis, (21/09/2023).

Ia mengungkapkan bila perubahan iklim bukan lagi ancaman, tetapi ini adalah kenyataan yang mendesak harus dihadapi. Emisi gas rumah kaca dari sektor minyak dan gas, merupakan salah satu kontributor utama krisis iklim ini. 

"Saat kita menghadapi tantangan mendesak untuk memitigasi perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca, sangat penting untuk mengeksplorasi dan merangkul alternatif energi berkelanjutan yang dapat memberi kekuatan pada bumi melawan perubahan iklim," ujarnya.

Ia menyebut jika dalam Enhanced NDC/ ENDC, Indonesia telah meningkatkan ambisinya mengurangi emisi gas rumah kaca dari 29% menjadi 31,89% tanpa syarat atau upaya sendiri, dan dari 41% menjadi 43,2% dengan syarat atau dukungan internasional, dengan skenario business-as-usual pada tahun 2030.

"Komitmen ini merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk terus menyelaraskan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan ketahanan iklim kita," tuturnya.

Indonesia disebutnya terus meningkatkan ambisinya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, di mana sekitar 94% berasal dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya/Forestry and Other Land Uses (FOLU) dan energi.

"Salah satu aksi mitigasi yang relevan dengan sektor industri minyak dan gas bumi adalah penghijauan/aforestasi di area bekas tambang," ujar Haruni. 

Ia menyebut jika KLHK mengakui adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh industri pertambangan untuk memenuhi kewajiban perusahaan dalam menggunakan kawasan hutan. 

"Pemegang IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) harus melaksanakan dua kewajiban, yaitu terkait dengan reklamasi kawasan hutan bekas tambang dan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS)," ujarnya.

Reklamasi kawasan hutan bekas tambang merupakan upaya untuk memulihkan dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kawasan hutan bekas tambang sebagai sistem penyangga kehidupan. Sedangkan rehabilitasi daerah aliran sungai adalah kegiatan penanaman di dalam dan di luar kawasan hutan oleh pemegang IPPKH, yang dimaksudkan untuk mempercepat rehabilitasi hutan dan lahan dengan sumber dana non pemerintah, sebagai upaya memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi daerah aliran sungai untuk mempertahankan daya dukung, produktivitas, dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan. 

Haruni juga menyebut jika KLHK mengapresiasi upaya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam menekan emisi dari industri hulu migas dengan mengeluarkan Peraturan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, atau dikenal dengan istilah CCS/CCUS, dan beberapa studi atau proyek percontohan di Indonesia. Peraturan ini turut mendukung target Indonesia untuk mengurangi emisi karbon.

"Teknologi CCS diharapkan memainkan peran penting dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dari hulu migas di Indonesia," imbuh Haruni.

Meski demikian Haruni menyebut perlu kiranya beberapa hambatan dan risiko perlu diatasi dalam penerapan CCS, seperti: Potensi kebocoran karbon selama penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan, Potensi dampak lingkungan dari penyimpanan karbon jangka panjang di bawah tanah, dan Risiko terhadap kesehatan yang mungkin timbul akibat kebocoran karbon dioksida yang tersimpan atau juga dari pencemaran air tanah. 

"CCS harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan bahwa tidak mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan, ekosistem, dan masyarakat," pungkasnya. 
 

Sumber: ppid.menlhk.go.id 

Selengkapnya
KLHK Mendorong Industri Hulu Migas Menuju Rendah Emisi

Pertambangan dan Perminyakan

Rencana Pembubaran SKK Migas: Bagaimana Dampaknya Terhadap Produksi Minyak di Indonesia?

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025


Pemerintah dan DPR kini tengah membahas revisi Undang-Undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Adapun salah satu klausul penting dalam revisi UU Migas ini yaitu terkait pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) Migas.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan, bila nantinya klausul ini disetujui dan revisi UU Migas disahkan, lembaga pengawas kegiatan hulu migas di Tanah Air yang ada saat ini yaitu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) otomatis akan dibubarkan.

Dia menyebut, BUK Migas nantinya akan menjadi lembaga definitif pengganti SKK Migas yang saat ini masih bersifat sementara. Pasalnya, SKK Migas merupakan badan sementara yang dibuat pemerintah sejak Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) pada 2012 lalu.

Mulyanto mengatakan, jika BUK Migas terbentuk, tidak ada alasan untuk mempertahankan lembaga yang tidak memiliki dasar hukum.

"Konsekuensi logisnya demikian (pembubaran SKK Migas). Tidak ada dasar hukumnya lagi bagi kelembagaan tersebut," ungkap Mulyanto kepada CNBC Indonesia, Senin (18/9/2023).

Lantas, apakah pembentukan BUK Migas baru tersebut akan berpengaruh pada peningkatan produksi migas di Indonesia?

Mulyanto mengatakan, pihaknya berharap dengan rencana dibentuknya BUK Migas baru, itu bisa mendongkrak produksi migas di dalam negeri yang terpantau terus menurun dari tahun ke tahun.

"Dengan kondisi itu diharapkan kita dapat mempertahankan, dan bahkan meningkatkan lifting migas kita," jelas Mulyanto.

Namun demikian, menurutnya upaya peningkatan produksi migas di dalam negeri juga harus didukung oleh perbaikan insentif oleh pemerintah. Dia mengatakan, pihaknya berharap BUK Migas baru tersebut bisa menjaga investasi di sektor hulu migas Indonesia.

"Dengan keberadaan BUK Migas ini beserta insentif dan dukungan pemerintah yang dirumuskan dalam Revisi UU Migas, diharapkan dapat menjaga investasi di industri migas yang menuju sunset ini," tambahnya.

Berdasarkan data SKK Migas, produksi minyak terangkut (lifting) pada Semester I 2023 tercatat baru mencapai 615,5 ribu barel per hari (bph), atau 93% dari target dalam APBN 2023 yang sebesar 660 ribu bph.

Adapun realisasi salur gas pada Semester I 2023 baru sebesar 5.308 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), atau 86% dari target dalam APBN 2023 sebesar 6.160 MMSCFD.

Dalam draf revisi UU Migas yang diterima CNBC Indonesia, berikut isu klausul terkait pembentukan BUK Migas.

Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4A

(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

(2) Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendelegasikan pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu kepada BUK Migas.

(3) BUK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pemegang Kuasa Usaha Pertambangan.

(4) BUK Migas sebagai pemegang Kuasa Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu melalui Kontrak Kerja Sama dengan Badan Usaha dan/atau Bentuk Usaha Tetap.

(5) Dalam hal Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap mempunyai beberapa anak perusahaan, kegiatan usahanya dapat dilakukan dengan menggunakan pembiayaan secara mandiri, pengalihan pembiayaan dari anak usaha lain, dan/atau pembiayaan secara komersial.

(6) Dalam hal terjadi sisa cost recovery pada salah satu anak perusahaan, sisa cost recovery dapat dialihkan pembiayaannya pada anak perusahaan lainnya.
 

Sumber: www.cnbcindonesia.com 

Selengkapnya
Rencana Pembubaran SKK Migas: Bagaimana Dampaknya Terhadap Produksi Minyak di Indonesia?

Pertambangan dan Perminyakan

SKK Migas Mengumumkan Industri Hulu Lokal Mencapai 61 Persen

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025


Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) atau komponen lokal dalam pengadaan barang dan jasa industri hulu migas mencapai 61,8 persen.
Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan capaian itu melampaui target yang ditetapkan pemerintah sebesar 57 persen.

"Ini perlu disyukuri, hingga Oktober kemarin, capaian TKDN Hulu Migas melampaui target yang ditetapkan pemerintah, yakni sebesar 57 persen. Saya optimistis angka ini terus meningkat hingga akhir tahun 2023," kata Nanang dalam konferensi pers di kantor SKK Migas Rabu (15/11).

Di sisi lain, Nanang memaparkan industri migas juga berkontribusi pada sektor lain. 

Pada sektor komoditas utama dan penunjang migas, industri migas berkontribusi 83,6 persen. Selanjutnya pada industri tenaga kerja sebesar 6,75 persen, transportasi sebesar 6,71 persen, kesehatan sebesar 0,13 persen, dan asuransi sebesar 0,3 persen. Nanang juga menekankan bahwa sesuai dengan Rencana Strategis Indonesia Oil and Gas (IOG) 4.0, ada sejumlah target pencapaian strategis yang ingin dikejar oleh SKK Migas. Salah satunya produksi minyak 1 juta barel serta gas bumi sebanyak 12 miliar standar kaki kubik per hari.

Khusus akhir tahun ini, SKK Migas menargetkan lifting minyak akan mencapai di atas 600 ribu barel per hari (bopd). Nanang mengatakan lifting minyak akhir tahun ini diharapkan mendekati target tahun depan yang dipatok 635 ribu bopd. "Kita akan sangat berusaha keras untuk bisa mendekatkan produksi di akhir tahun ini yang akan menjadi entry point di tahun depan sedekat mungkin dengan target. Harapan kita di akhir tahun di atas 600 (ribu bopd)," katanya.


Sumber: www.cnnindonesia.com

Selengkapnya
SKK Migas Mengumumkan Industri Hulu Lokal Mencapai 61 Persen

Pertambangan dan Perminyakan

10 Perusahaan Dengan Produksi Minyak Besar di Indonesia, Medco Capai Sasaran APBN dan WPNB

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025


Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) mencatat sejumlah perusahan minyak dan gas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menorehkan produksi minyak dan kondensat jumbo sepanjang semester I 2023. Salah satu perusahaan tersebut, yaitu Mobil Cepu LTD yang merupakan anak perusahaan dari ExxonMobil. Tak hanya itu, produksi minyak jumbo juga telah ditorehkan oleh sejumlah anak usaha PT Pertamina (Persero). Mulai dari PT Pertamina Hulu Rokan hingga PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur.

Lebih lengkap, perusahaan mana saja yang masuk dalam 10 KKKS dengan produksi minyak dan kondensat jumbo di Indonesia. Berikut ini JawaPos.com rangkum daftar lengkap hasil produksinya.

1. Mobil Cepu LTD

Hingga 30 Juni 2023, Exxonmobil Cepu Limited yang merupakan anak perusahaan dari ExxonMobil mencatat realisasi produksi minyak dan kondensat mencapai 165.265 barel oil per day (BOPD). Sedangkan realisasi liftingnya mencapai 165.145 BOPD.

Realisasi produksi Mobil Cepu LTD telah melebihi target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2023 atau setara 114,8 persen dari target yang sebesar 144.000 BOPD. Realisasi produksi Mobil Cepu LTD juga melebihi perencanaan produksi minyak dan kondensat atau Work Program and Budget (WPNB) 121,1 persen dari 136.500 BOPD.

2. PT Pertamina Hulu Rokan (PHR)

Hingga 30 Juni 2023, PHR mencatat realisasi produksi minyak dan kondensat mencapai 161.594 BOPD. Sedangkan realisasi liftingnya mencapai 162.759 BOPD.

Realisasi produksi PHR tersebut setara 86 persen dari target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2023 yang sebesar 187.870 BOPD. Realisasi produksi PHR baru mencapai 89,8 persen dari WPNB-nya yang sebesar 180.000 BOPD.

3. PT Pertamina EP

Hingga 30 Juni 2023, PEP yang merupakan anak usaha Pertamina Hulu Energi ini mencatat realisasi produksi minyak dan kondensat sebesar 71.470 BOPD. Sedangkan realisasi liftingnya sebesar 70.650 BOPD.

Realisasi produksi PEP mencapai 89,3 persen dari target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2023 yang sebesar 80.000 BOPD. Realisasi produksi PEP mencapai 96,6 persen dari WPNB-nya yang sebesar 74.011 BOPD.

4. PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM)

Hingga 30 Juni 2023, PHM mencatat realisasi produksi minyak dan kondensat mencapai 26.862 BOPD. Sedangkan realisasi liftingnya sebesar 24.713 BOPD.

Realisasi produksi PHM mencapai 89,5 persen dari target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2023 yang sebesar 30.000 BOPD. Realisasi produksi PHM mencapai 99,8 persen dari WPNB-nya yang sebesar 26.905 BOPD.

5. Pertamina Hulu Energi ONWJ LTD

PHE ONWJ LTD yang memiliki Area operasional berada di wilayah Kontrak Kerja Sama (KKS) Offshore North West Java (ONWJ) di Jawa Barat, yang membentang dari Kepulauan Seribu (DKI Jakarta) sampai ke Cirebon Utara (Jawa Barat) hingga 30 Juni 2023 mencatat realisasi produksi minyak dan kondensat mencapai 26.346 BOPD. Sedangkan realisasi liftingnya mencapai 26.258 BOPD.

Realisasi produksi PHE ONWJ LTD tersebut mencapai 90,8 persen dari target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2023 yang sebesar 29.000 BOPD. Realisasi produksi PHE ONWJ LTD tersebut mencapai 95,5 persen dari WPNB-nya yang sebesar 27.600 BOPD.

6. PT Pertamina Hulu Energi OSES 

PHE Offshore Southeast Sumatera (OSES) hingga 30 Juni 2023 mencatat realisasi produksi minyak dan kondensat mencapai 17.347 BOPD. Sedangkan realisasi liftingnya mencapai 17.344 BOPD.

Realisasi produksi OSES mencapai 72,3 persen dari target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2023 yang sebesar 24.000 BOPD. Realisasi produksi OSES tersebut mencapai 78,5 persen dari WPNB-nya yang sebesar 22.103 BOPD.

7. Petrochina International Jabung LTD

PetroChina International Jabung Ltd, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) operator Wilayah Kerja (WK) atau Blok Jabung, Tanjung Jabung Timur, Jambi, hingga 30 Juni 2023 mencatat realisasi produksi minyak dan kondensat mencapai 15.452 BOPD. Sedangkan realisasi liftingnya mencapai 15.478 BOPD.

Realisasi produksi Petrochina International Jabung mencapai 88,3 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2023 yang sebesar 17.550 BOPD. Realisasi produksi Petrochina International Jabung mencapai 90,9 persen dari WPNB-nya yang sebesar 17.000 BOPD.

8. Medco E & P Natuna 

Hingga 30 Juni 2023, Medco E&P Natuna mencatat realisasi produksi minyak dan kondensat mencapai 11.644 BOPD. Sedangkan realisasi liftingnya mencapai 11.607 BOPD.

Realisasi produksi Medco E&P Natuna telah melebihi target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2023 atau setara 121,3 persen dari target yang sebesar 9.600 BOPD. Realisasi produksi Medco E&P Natuna juga mencapai 137,7 persen dari WPNB-nya yang sebesar 8.457 BOPD.

9. PT Pertamina Hulu Sanga Sanga

Anak Perusahaan PHI ini mencatat, hingga 30 Juni 2023 realisasi produksi minyak dan kondensatnya mencapai 10.324 BOPD. Sedangkan realisasi liftingnya mencapai 10.257 BOPD.

Realisasi produksi minyak dan kondensat Sanga Sanga baru mencapai 93,9 persen dari target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2023 yang sebesar 11.000 BOPD. Namun, jika dibandingkan target WPNB-nya yang sebesar 10.229 BOPD, realisasi produksi dan kondensat Sanga Sanga telah mencapai 100,9 persen.

10. PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur 

Hingga 30 Juni 2023, Pertamina Hulu Kaltim mencatat realisasi produksi minyak dan kondensat mencapai 9.629 BOPD. Sedangkan realisasi liftingnya mencapai 10.992 BOPD.

Realisasi produksi Pertamina Hulu Kaltim baru mencapai 91,7 persen dari target lifting yang ditetapkan dalam APBN 2023 yang sebesar 10.500 BOPD. Realisasi produksi Pertamina Hulu Kaltim tersebut juga baru mencapai 97,8 persen dari WPNB-nya yang sebesar 9.850 BOPD.
 

Sumber: www.jawapos.com

Selengkapnya
10 Perusahaan Dengan Produksi Minyak Besar di Indonesia, Medco Capai Sasaran APBN dan WPNB

Pertambangan dan Perminyakan

Menteri Keuangan: Dukungan Pemerintah terhadap Peningkatan Kinerja Sektor Migas di Indonesia

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025


Jakarta, 20/09/2023 KemenkeJakartau – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa sebagai salah satu sumber pasokan energi yang utama, sektor minyak dan gas (migas) mendapatkan tekanan yang cukup besar. Di tengah kontestasi geopolitik, migas menjadi salah satu komoditas strategis yang dijadikan instrumen ketegangan geopolitik tersebut. Di sisi lain, sektor migas juga menjadi perhatian utama para aktivitis perubahan iklim.

“Anda terjepit di antara dua pergeseran dan persaingan global yang sangat kuat yaitu masalah geopolitik dan perubahan iklim. Indonesia adalah negara yang besar. Kita harus bisa merespon hal tersebut,” ungkap Menkeu dalam Acara The 4th International Convention on Indonesian Oil and Gas 2023 di Bali, Rabu (20/09).

Menkeu mengatakan bahwa sebagai negara yang memiliki potensi migas sangat besar, kondisi geopolitik dan perubahan iklim perlu direspon secara tepat dan seimbang. Pemerintah pun akan terus memberikan berbagai dukungan untuk meningkatkan kinerja migas di Indonesia. 

“Alat fiskal kita berupa insentif perpajakan di tingkat produsen, dalam bentuk subsidi kepada konsumen, serta perbaikan rezim. Ini merupakan bukti bahwa Indonesia akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk memperbaiki iklim investasi,” jelas Menkeu.

Selain itu, Menkeu memaparkan langkah perbaikan iklim investasi dilakukan dengan perbaikan data. Pemerintah dan SKK Migas menyediakan lebih banyak data dan transparansi mengenai potensi sumber daya di Indonesia. 

Pemerintah juga sedang merevisi beberapa peraturan dalam rangka memperbaiki dan adaptif bagi industri migas termasuk dengan mempertimbangkan teknologi baru seperti carbon capture untuk mencapai ketahanan energi, namun pada saat yang sama menyediakan energi yang lebih ramah lingkungan dan rendah emisi.

“Jadi merancang dan melaksanakan transisi sangatlah penting tidak hanya untuk masa depan perekonomian Indonesia, namun juga untuk kesejahteraan perekonomian global. Kami akan terus menyempurnakan skenario peta jalan karena kami juga memahami bahwa teknologi akan terus berubah,” pungkas Menkeu. 
 

Sumber: www.kemenkeu.go.id 

Selengkapnya
Menteri Keuangan: Dukungan Pemerintah terhadap Peningkatan Kinerja Sektor Migas di Indonesia
« First Previous page 322 of 1.103 Next Last »