Sumber Daya Air

Membangun Masa Depan Air Berkelanjutan di Komunitas

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 17 Juni 2025


Tantangan Air Komunitas di Era Urbanisasi dan Perubahan Iklim

Kebutuhan akan air bersih dan aman semakin mendesak di tengah pertumbuhan penduduk, urbanisasi pesat, dan dampak perubahan iklim. Banyak komunitas di dunia, terutama di negara berkembang, menghadapi kegagalan sistem penyediaan air akibat tekanan populasi, polusi, dan lemahnya tata kelola. Paper “Assessment and enhancement of community water supply system sustainability: A dual framework approach” karya Ranju Bhatta, Ho Huu Loc, Mukand S. Babel, dan Kaushal Chapagain menawarkan solusi inovatif melalui pengembangan dua kerangka kerja (framework) untuk menilai sekaligus meningkatkan keberlanjutan sistem air komunitas.

Artikel ini tidak hanya relevan secara akademis, tetapi juga sangat praktis untuk diterapkan oleh pemerintah daerah, pengelola air, dan komunitas yang ingin memperbaiki sistem air mereka secara berkelanjutan.

Mengapa Penilaian dan Peningkatan Keberlanjutan Air Komunitas Penting?

Permintaan air global meningkat sekitar 1% per tahun dan diperkirakan akan terus melonjak dalam dua dekade ke depan. Di sisi lain, banyak komunitas, meski tinggal di negara dengan sumber air melimpah, tetap kesulitan mengakses air berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan air bukan sekadar masalah ketersediaan, tetapi juga pengelolaan, distribusi, dan keterlibatan masyarakat.

Keberlanjutan air komunitas didefinisikan sebagai upaya menjaga agar layanan air tetap bernilai, memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan generasi mendatang. Untuk itu, diperlukan alat ukur dan strategi peningkatan yang terstruktur dan mudah diadaptasi ke berbagai konteks lokal.

Metodologi: Dual Framework – SAFE-Comm dan SENSE-Comm

1. SAFE-Comm (Sustainability Assessment Framework for Community Water Supply)

Framework ini dikembangkan untuk menilai keberlanjutan sistem air komunitas secara komprehensif. SAFE-Comm terdiri dari tiga dimensi utama:

  • Efisiensi: Menilai operasional dan keuangan, seperti metering, tingkat layanan, cost recovery, aksesibilitas, dan kehilangan air.
  • Resiliensi: Mengukur kemampuan sistem bertahan dan pulih dari gangguan, melalui indikator ketersediaan air, kualitas air, stres lingkungan, dan redundansi (cadangan).
  • Dukungan Komunitas: Menggambarkan keterlibatan, kontribusi finansial, dan kesadaran masyarakat terhadap keberlanjutan air.

Setiap dimensi diukur dengan indikator dan variabel spesifik, yang dinormalisasi dalam rentang skor 1–4. Skor di bawah 1,5 menandakan keberlanjutan buruk, 1,5–2,5 cukup, 2,5–3,5 baik, dan di atas 3,5 sangat baik.

2. SENSE-Comm (Sustainability Enhancement Framework for Community Water Supply)

Framework kedua ini berfungsi sebagai panduan strategis untuk meningkatkan keberlanjutan berdasarkan hasil penilaian SAFE-Comm. SENSE-Comm menyusun tujuan dan strategi spesifik pada tiga dimensi yang sama: efisiensi, resiliensi, dan dukungan komunitas. Kerangka ini menekankan aksi nyata dan kolaborasi, bukan sekadar penilaian.

Studi Kasus: Sistem Air Komunitas Asian Institute of Technology (AIT), Thailand

Profil Lokasi

AIT di Pathum Thani, Thailand, adalah komunitas kampus dengan 3.327 penduduk (1.230 tinggal di dalam kampus). Sumber air utama berasal dari Provincial Water Authorities (PWA), disimpan di tiga reservoir berkapasitas total 1.450 m³. Sistem pengelolaan air limbah juga sudah ada, dengan kapasitas pengolahan 45.000 m³ per bulan.

Penerapan SAFE-Comm

Penilaian dilakukan dengan mengumpulkan data objektif (dari pengelola aset kampus) dan subjektif (melalui survei pengguna). Hasil penilaian:

  • Efisiensi: Skor rata-rata 2,06. Beberapa indikator sangat rendah, seperti metering level (24,22%), cost recovery (3,3%), dan non-revenue water (5%). Namun, aksesibilitas sangat baik (24 jam/hari).
  • Resiliensi: Skor rata-rata 2,5. Ketersediaan air per kapita sangat tinggi (325 lpcd, namun justru dinilai boros), kualitas air memuaskan (71% responden puas), pengolahan air limbah 100%, dan kapasitas cadangan air darurat 2 hari.
  • Dukungan Komunitas: Skor rata-rata 2,2. Partisipasi survei rendah, willingness to pay 2,6 (skala 1–4), dan perilaku hemat air cukup baik.

Kesimpulan: Skor Water Sustainability Index (WSI) AIT adalah 2,25 – masuk kategori “cukup”. Artinya, sistem sudah berjalan, tapi masih banyak ruang perbaikan, terutama pada efisiensi dan partisipasi masyarakat.

Rekomendasi Strategis: Penerapan SENSE-Comm di AIT

Berdasarkan hasil SAFE-Comm, SENSE-Comm mengarahkan pada beberapa aksi prioritas:

Efisiensi

  • Pengurangan Kehilangan Distribusi: Implementasi monitoring jaringan distribusi dengan sensor dan meter untuk deteksi kebocoran serta sistem perbaikan cepat.
  • Pendanaan Berkelanjutan: Menerapkan kebijakan tarif air untuk mendorong penggunaan bijak dan memastikan keberlanjutan finansial. Saat ini, AIT belum mengenakan tarif air, sehingga peluang efisiensi masih sangat besar.
  • Manajemen Aset: Inventarisasi dan penilaian kondisi infrastruktur air secara berkala untuk mendeteksi dan memperbaiki kerusakan sebelum menjadi masalah besar.

Resiliensi

  • Keandalan Infrastruktur: Menambah jalur pipa cadangan dan peralatan backup untuk mengurangi dampak gangguan.
  • Sumber Air Alternatif: Memanfaatkan rainwater harvesting di gedung-gedung kampus sebagai sumber cadangan saat musim kemarau.
  • Kesiapsiagaan Darurat: Menyusun rencana tanggap darurat yang jelas, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dan latihan berkala.
  • Kapasitas Penyimpanan: Membangun fasilitas penyimpanan air baru untuk menghadapi lonjakan permintaan atau gangguan pasokan.

Dukungan Komunitas

  • Konservasi Air: Audit penggunaan air di seluruh fasilitas dan mengadopsi teknologi hemat air seperti low-flow fixtures.
  • Edukasi dan Kesadaran: Kampanye, workshop, dan kompetisi antar unit untuk mendorong perilaku hemat air di kalangan mahasiswa dan staf.
  • Peningkatan Partisipasi: Mendorong inisiatif mahasiswa dalam pengelolaan air, melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan monitoring.

Analisis Kritis: Kelebihan, Kekurangan, dan Relevansi Global

Kelebihan Framework

  • Adaptif dan Fleksibel: Framework dapat diterapkan di berbagai komunitas dengan menyesuaikan variabel sesuai konteks lokal.
  • Mengintegrasikan Dimensi Sosial: Tidak hanya menilai aspek teknis dan ekonomi, tetapi juga menekankan pentingnya dukungan dan partisipasi masyarakat.
  • Berorientasi Aksi: Tidak berhenti pada diagnosis, tetapi menawarkan strategi konkret untuk perbaikan.

Tantangan dan Keterbatasan

  • Keterbatasan Data: Keberhasilan framework sangat bergantung pada ketersediaan data yang akurat dan partisipasi masyarakat.
  • Implementasi Kebijakan: Perubahan perilaku dan penerapan kebijakan baru (misal tarif air) seringkali menghadapi resistensi dari pengguna.
  • Skalabilitas: Framework ini lebih cocok untuk komunitas skala menengah; untuk kota besar atau daerah terpencil, perlu adaptasi lebih lanjut.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Framework ini melengkapi model-model sebelumnya seperti Water Poverty Index (WPI) dan Canadian Water Sustainability Index (CWSI) yang lebih fokus pada aspek makro atau kota. SAFE-Comm dan SENSE-Comm menonjol karena mengintegrasikan dimensi dukungan komunitas dan menawarkan strategi peningkatan, bukan sekadar penilaian.

Studi Kasus Global dan Tren Industri

  • Studi di Kenya dan Ethiopia: Banyak proyek air komunitas gagal bertahan lebih dari 5 tahun karena kurangnya partisipasi masyarakat dan lemahnya pendanaan.
  • Inovasi di Negara Maju: Kota-kota di Eropa dan Amerika mulai menerapkan smart metering dan digitalisasi pengelolaan air, yang dapat diadaptasi ke komunitas berkembang.
  • Tren Industri: Sektor swasta mulai masuk melalui Public-Private Partnership (PPP) untuk memperbaiki sistem air komunitas, namun tetap perlu pengawasan dan keterlibatan warga agar tidak terjadi komersialisasi berlebihan.

Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi untuk Indonesia

Framework ini sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia, terutama di desa, kelurahan, atau kawasan pinggiran kota yang sering mengalami krisis air. Pemerintah daerah dapat mengadopsi SAFE-Comm dan SENSE-Comm untuk:

  • Melakukan audit keberlanjutan sistem air secara berkala.
  • Merancang strategi perbaikan berbasis data dan partisipasi warga.
  • Mengintegrasikan edukasi dan inovasi teknologi dalam pengelolaan air komunitas.
  • Menjadikan hasil penilaian sebagai dasar pengajuan dana ke pemerintah pusat atau donor.

Menuju Komunitas Mandiri dan Tangguh Air

Paper ini memberikan kontribusi nyata dalam pengelolaan air komunitas dengan menawarkan alat ukur dan strategi peningkatan yang adaptif, mudah diimplementasikan, dan berorientasi pada aksi nyata. Dengan menyeimbangkan aspek efisiensi, resiliensi, dan dukungan komunitas, framework ini dapat membantu komunitas di seluruh dunia—termasuk Indonesia—untuk membangun sistem air yang berkelanjutan, tangguh, dan inklusif.

Keberhasilan framework ini sangat bergantung pada komitmen bersama, keterbukaan data, dan keberanian untuk berubah. Jika diadopsi secara luas, SAFE-Comm dan SENSE-Comm dapat menjadi standar baru dalam pengelolaan air komunitas yang berkelanjutan.

Sumber Artikel 

Bhatta, R., Loc, H.H., Babel, M.S., & Chapagain, K. (2024). Assessment and enhancement of community water supply system sustainability: A dual framework approach. Environmental and Sustainability Indicators, 24, 100486.

Selengkapnya
Membangun Masa Depan Air Berkelanjutan di Komunitas

Sumber Daya Air

Peluang Investasi Sektor Swasta dalam Mewujudkan Keamanan Air Global

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 17 Juni 2025


Krisis Air dan Peran Kunci Sektor Swasta

Air adalah sumber daya vital yang kini menghadapi tekanan besar akibat pertumbuhan populasi, perubahan iklim, dan infrastruktur yang menua. Paper “Mapping a Sustainable Water Future” yang dipimpin oleh Pamela A. Green dan timnya mengangkat isu penting bagaimana sektor swasta dapat menjadi solusi inovatif untuk mengatasi tantangan keamanan air global, terutama di tengah keterbatasan pendanaan publik yang signifikan. Studi ini menawarkan kerangka analisis spasial pertama yang menggabungkan kebutuhan investasi air dengan kapasitas lingkungan sosial dan tata kelola di berbagai negara, untuk mengidentifikasi wilayah dengan peluang investasi sektor swasta terbaik.

Metodologi: Indeks Kebutuhan Investasi Air dan Peluang Sektor Swasta

Penelitian ini mengembangkan dua indeks utama:

  • Water Investment Needs (WIN): Mengukur kebutuhan investasi berdasarkan ancaman terhadap sumber daya air (kuantitas dan kualitas), dampak iklim, dan infrastruktur yang ada. Data diolah secara spasial pada resolusi grid global (~10 km persegi), menggabungkan 23 indikator tekanan lingkungan pada sungai dan sumber air.
  • Private Sector Opportunity Index (PrivateOI): Menggabungkan WIN dengan indikator enabling environment yang mencerminkan kesiapan sosial, ekonomi, dan tata kelola suatu negara untuk mendukung investasi sektor swasta. Indikator ini menggunakan Global Innovation Index (GII), indikator implementasi Integrated Water Resource Management (IWRM), dan Adaptive Capacity (AC).

Metode ini memungkinkan pemetaan wilayah yang tidak hanya membutuhkan investasi air, tetapi juga memiliki kapasitas untuk mendukung dan mengembangkan solusi bisnis berkelanjutan.

Distribusi Kebutuhan dan Peluang Investasi Air Global

1. Kebutuhan Investasi Air Tertinggi di Negara Berkembang

  • Wilayah dengan skor WIN tertinggi berada di sub-Sahara Afrika, Asia (khususnya India dan China), Eropa Timur, serta Amerika Tengah dan Selatan.
  • Wilayah ini memiliki populasi besar dan pertumbuhan pesat, namun infrastruktur air masih belum memadai.
  • Contohnya, di India dan China, tekanan terhadap sumber air sangat tinggi akibat irigasi berlebihan, polusi, dan perubahan iklim yang menyebabkan variabilitas curah hujan ekstrem.

2. Peluang Investasi Sektor Swasta Terbesar di Negara Berkembang dengan Lingkungan Mendukung

  • Sekitar 64% populasi global dapat memperoleh manfaat dari intervensi sektor swasta.
  • Negara-negara berpendapatan menengah, seperti China, India, Vietnam, dan Thailand, menunjukkan kombinasi kebutuhan air tinggi dan kapasitas inovasi yang memadai, sehingga menjadi target utama investasi sektor swasta.
  • Di sisi lain, banyak negara berpendapatan rendah, terutama di Afrika, memiliki kebutuhan tinggi tetapi lingkungan yang kurang mendukung sehingga masih bergantung pada pembiayaan publik dan bantuan internasional.

3. Kategori Tantangan Air dan Contoh Regional

Paper mengelompokkan tantangan air ke dalam empat tema utama yang mempengaruhi peluang investasi:

  • Water Resource Development (Pengembangan Sumber Air): Contoh utama di Asia Selatan dan Timur, terutama India dan China, menghadapi masalah over-pumping akuifer dan kebutuhan irigasi canggih. Pasar sistem irigasi pintar diperkirakan menghasilkan pendapatan global sebesar $6,8 miliar pada 2022 dengan pertumbuhan tahunan lebih dari 10% hingga 2030.
  • Pollution (Polusi): Di Eropa dan Afrika, teknologi nano-sensor dan metode filtrasi canggih mulai digunakan untuk mengatasi polusi industri dan pertanian. Namun, di Afrika, akses dasar ke air bersih dan sanitasi masih rendah, sehingga solusi terdesentralisasi dan terjangkau sangat dibutuhkan.
  • Catchment Disturbance (Gangguan Daerah Tangkapan Air): Di Amerika Selatan, khususnya Brasil bagian tengah-timur, degradasi ekosistem dan penggunaan air berlebihan mengancam pasokan air dan pembangkit listrik tenaga air. Restorasi ekosistem dan teknologi pertanian adaptif menjadi solusi potensial yang juga dapat menciptakan jutaan lapangan kerja.
  • Biotic Factors (Faktor Biotik): Di Asia Tenggara dan Oseania, industri akuakultur menghadapi tantangan pencemaran nutrien dan penyakit ikan. Teknologi monitoring otomatis dan sistem akuakultur berkelanjutan menawarkan peluang investasi yang signifikan.

4. Studi Kasus: Negara dengan Peluang dan Kebutuhan Tertinggi

  • India dan Vietnam: Menjadi contoh negara berpendapatan menengah dengan inovasi yang berkembang pesat, menawarkan peluang investasi sektor swasta yang menjanjikan.
  • Sub-Sahara Afrika: Meski kebutuhan air sangat tinggi, keterbatasan kapasitas inovasi dan tata kelola menjadi hambatan utama bagi investasi swasta.
  • Amerika Latin dan Asia Tenggara: Memiliki peluang investasi yang kuat, terutama dalam pengelolaan ekosistem dan teknologi pertanian.

Diskusi: Keterbatasan, Tantangan, dan Peluang

Keterbatasan Lingkungan Pendukung

  • Indeks GII dan indikator lain memberikan gambaran umum, namun tidak sepenuhnya menangkap kompleksitas lokal seperti kebijakan, budaya, dan infrastruktur.
  • Banyak negara dengan kebutuhan tinggi masih menghadapi masalah pembiayaan, risiko politik, dan kurangnya pasar keuangan yang matang.

Tantangan Pendanaan dan Regulasi

  • Hanya sekitar 1% dari total investasi teknologi iklim dialokasikan untuk teknologi air pada 2021, menunjukkan kurangnya perhatian dan risiko tinggi sektor ini.
  • Regulasi yang tidak pasti dan fragmentasi pasar air memperlambat pengambilan keputusan investasi dan implementasi proyek.

Peluang Inovasi dan Kolaborasi

  • Teknologi seperti sensor pintar, sistem irigasi otomatis, pengolahan air limbah canggih, dan solusi berbasis alam (nature-based solutions) menjadi fokus utama.
  • Kolaborasi multi-pihak antara pemerintah, sektor swasta, lembaga keuangan, dan masyarakat lokal sangat krusial untuk keberhasilan investasi dan implementasi.

Nilai Tambah dan Hubungan dengan Tren Global

  • Paper ini menghubungkan kebutuhan air dengan kapasitas inovasi dan tata kelola, memberikan panduan strategis bagi investor dan pembuat kebijakan.
  • Relevan dengan tren global menuju ekonomi sirkular, adaptasi iklim, dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDG), khususnya SDG 6 tentang air bersih dan sanitasi.
  • Menggarisbawahi pentingnya investasi sektor swasta sebagai pelengkap pembiayaan publik yang terbatas, terutama di negara berkembang dengan potensi pasar besar.

Mewujudkan Masa Depan Air yang Berkelanjutan Melalui Investasi Sektor Swasta

Paper ini menyajikan kerangka kerja inovatif untuk mengidentifikasi wilayah global dengan kebutuhan investasi air tinggi sekaligus memiliki kapasitas untuk mendukung investasi sektor swasta. Dengan hampir dua pertiga populasi dunia berpotensi mendapat manfaat, terutama di negara berpendapatan menengah, peluang bisnis di sektor air sangat besar dan mendesak.

Namun, keberhasilan investasi ini bergantung pada penguatan lingkungan pendukung, termasuk kebijakan, tata kelola, dan kapasitas inovasi. Pendekatan multisektoral dan kolaboratif antara sektor publik dan swasta menjadi kunci untuk mengatasi tantangan air global dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Referensi Asli

Green, P. A., Vörösmarty, C. J., Koehler, D. A., Brown, C., Rex, W., Rodriguez Osuna, V., Tessler, Z. (2024). Mapping a sustainable water future: Private sector opportunities for global water security and resilience. Global Environmental Change, 88, 102906. Elsevier Ltd.

Selengkapnya
Peluang Investasi Sektor Swasta dalam Mewujudkan Keamanan Air Global

Sumber Daya Alam

Comparative Analysis of Rights of Nature (RoN) Case Studies Worldwide

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 17 Juni 2025


Hak Alam dan Pergeseran Paradigma Hukum Lingkungan

Dalam beberapa dekade terakhir, krisis lingkungan global—mulai dari penurunan keanekaragaman hayati hingga degradasi ekosistem—memaksa masyarakat dunia mencari pendekatan baru dalam perlindungan alam. Salah satu inovasi paling radikal adalah pengakuan Rights of Nature (RoN), yaitu pemberian hak hukum kepada entitas alam seperti sungai, hutan, atau ekosistem. Paper karya Viktoria Kahui, Claire W. Armstrong, dan Margrethe Aanesen ini menawarkan analisis komparatif mendalam atas 14 studi kasus RoN di berbagai belahan dunia, menyoroti pola kemunculan, desain, serta tantangan implementasi yang dihadapi gerakan ini1.

Dari Antroposentris ke Ekosentris

Tradisi hukum lingkungan selama ini cenderung antroposentris—alam dilindungi demi kesejahteraan manusia. Namun, RoN menawarkan paradigma ekosentris, di mana alam diakui memiliki nilai intrinsik dan kepentingan hukum tersendiri. Gagasan ini berakar pada pemikiran Indigenous Peoples (misalnya Māori di Selandia Baru) dan diperkuat oleh pemikiran filsuf hukum seperti Christopher Stone yang pada 1972 mengusulkan agar “benda alam” dapat menjadi subjek hukum1.

Sejak Ekuador menjadi negara pertama yang memasukkan RoN dalam konstitusinya pada 2008, inisiatif serupa bermunculan di Bolivia, Amerika Serikat, Meksiko, Selandia Baru, Kolombia, Australia, Kanada, India, Bangladesh, dan Spanyol. Data terbaru menunjukkan hingga 2021 terdapat 409 inisiatif RoN di 39 negara, dengan 80% di antaranya berada di Amerika1.

Analisis Komparatif Deskriptif

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif komparatif untuk menelaah 14 kasus RoN yang dipilih berdasarkan literatur dan signifikansi global. Analisis difokuskan pada dua aspek utama:

  • Fitur Kemunculan: Siapa penggerak utama, aktivitas ekonomi yang menjadi ancaman, rentang waktu konflik, dan tujuan pengakuan RoN.
  • Fitur Desain: Skala geografis entitas yang diakui, kerangka hukum, status hukum, mekanisme perwalian (guardianship), serta aspek liability dan pembiayaan1.

Kasus-kasus ini kemudian dikategorikan dalam dua kelompok besar: public guardianship (hak diadvokasi semua warga) dan appointed guardianship (hak diwakili entitas atau individu tertentu, disebut juga Environmental Legal Personhood/ELP, dengan subkategori indirect, direct, dan living ELPs)12.

Temuan Utama: Pola Kemunculan dan Desain RoN

Pola Kemunculan: Perlawanan atas Kegagalan Tata Kelola Konvensional

Sebagian besar kasus RoN muncul sebagai respons terhadap kegagalan tata kelola lingkungan konvensional dalam menghadapi tekanan ekonomi—baik urbanisasi, pertanian, maupun industri. Di hampir semua kasus, peran komunitas lokal dan masyarakat adat sangat menonjol, baik sebagai penggerak utama maupun penjaga nilai-nilai ekosentris. Contoh nyata:

  • Ekuador (2008): RoN diadopsi sebagai reaksi atas dominasi korporasi pertambangan dan kebijakan neoliberal yang dianggap merusak alam. Prosesnya sangat partisipatif, melibatkan ribuan proposal masyarakat sipil. Dalam 8 tahun pertama, terdapat 13 gugatan hukum yang berhasil menggunakan RoN untuk melindungi alam1.
  • Bolivia (2010): Lahir dari konflik air dan gas serta gerakan sosial besar-besaran (Cochabamba Water War, Gas Conflict), RoN diakui dalam konstitusi dan diperkuat lewat “Law of the Rights of Mother Earth”. Tujuannya menyeimbangkan kepentingan manusia dan alam, menolak komersialisasi sistem kehidupan, dan mengakui keberagaman nilai budaya1.

Ragam Desain dan Tantangan Implementasi

Public Guardianship

  • Ekuador & Bolivia: Semua warga dapat mengadvokasi hak alam di pengadilan. Namun, efektivitas sangat bergantung pada pemahaman dan pelatihan hakim dalam menafsirkan undang-undang baru. Di Bolivia, hak alam diatur secara rinci, termasuk hak atas kehidupan, air, udara bersih, dan regenerasi1.
  • Amerika Serikat (Lake Erie Bill of Rights, 2020): Inisiatif warga Toledo untuk melindungi Danau Erie dari polusi pupuk pertanian. Namun, undang-undang ini dibatalkan pengadilan karena dianggap terlalu “vague” dan menimbulkan ketidakpastian liability bagi pelaku ekonomi1.

Appointed Guardianship/ELP

  • Australia (Victorian Environmental Water Holder/VEWH, 2011): Pemerintah mendirikan badan hukum khusus untuk mengelola hak air lingkungan. VEWH dapat membeli dan menjual hak air di pasar, didanai pemerintah, dan memiliki liability terbatas. Namun, muncul paradoks: VEWH dianggap “bersaing” dengan kebutuhan air manusia sehingga menimbulkan resistensi komunitas1.
  • Selandia Baru (Whanganui River & Te Urewera, 2014 & 2017): Sungai dan hutan diakui sebagai entitas hukum dengan guardian gabungan (perwakilan Māori dan pemerintah). Hak, kewajiban, dan liability diatur jelas, didukung advisory group, dan pendanaan dari negara. Model ini menjadi benchmark global karena detail dan keberhasilannya dalam mengakomodasi nilai adat dan sistem hukum modern1.
  • Kolombia (Atrato River, 2016): Pengakuan hak sungai sebagai respons atas kerusakan akibat tambang ilegal dan polusi. Guardian terdiri atas perwakilan pemerintah dan komunitas adat, didukung tim ahli dari lembaga riset dan universitas1.
  • Spanyol (Mar Menor, 2022): Inisiatif warga dan akademisi mengadvokasi hak laguna dari kerusakan akibat pertanian dan pertambangan. Hak-hak laguna diatur dalam undang-undang, dengan mekanisme perwalian kolektif (komite perwakilan pemerintah, warga, dan ilmuwan)1.

Living ELPs

  • India (Ganges & Yamuna, 2017): Pengadilan mengakui sungai sebagai “legal/living person” dengan hak setara manusia. Namun, keputusan ini dibatalkan Mahkamah Agung karena ketidakjelasan liability dan masalah yurisdiksi lintas negara bagian1.
  • Bangladesh (Turag River, 2019): Pengadilan mengakui seluruh sungai sebagai entitas hukum, dengan National River Conservation Commission sebagai guardian. Sejak keputusan ini, lebih dari 4.000 bangunan ilegal di bantaran sungai telah dibongkar dan 190 hektar lahan berhasil direklamasi1.

Analisis Kritis: Keunggulan, Tantangan, dan Perbandingan

Keunggulan RoN

  • Mengisi Kelemahan Tata Kelola Konvensional: RoN muncul sebagai solusi atas kegagalan regulasi dan insentif ekonomi yang terlalu antroposentris.
  • Mengakomodasi Nilai Adat dan Lokal: Banyak kasus RoN dipelopori atau diinspirasi oleh masyarakat adat, sehingga mampu mengintegrasikan nilai spiritual dan budaya ke dalam sistem hukum modern.
  • Memberi Suara pada Alam: Dengan mengakui entitas alam sebagai subjek hukum, RoN memaksa perubahan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan politik yang lebih memperhatikan eksternalitas lingkungan12.

Tantangan dan Kritik

  • Ketidakjelasan Liability: Dua kasus besar (Lake Erie di AS dan sungai di India) dibatalkan karena ketidakjelasan siapa yang bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran hak alam. Liability yang tidak jelas dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan resistensi pelaku ekonomi1.
  • Keterbatasan Implementasi: Di beberapa negara, RoN lebih bersifat deklaratif dan belum diikuti perubahan nyata dalam perlindungan ekosistem. Efektivitas sangat bergantung pada political will, kapasitas institusi, dan dukungan masyarakat1.
  • Paradoks Legal Personhood: Di Australia, VEWH justru melemahkan dukungan komunitas karena dianggap “kompetitor” dalam perebutan sumber daya air. Hal ini menunjukkan pentingnya desain kelembagaan yang sensitif terhadap konteks sosial-ekonomi1.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

Penelitian ini memperkuat temuan sebelumnya bahwa RoN seringkali lahir dari kegagalan tata kelola konvensional dan didorong oleh advokasi akar rumput serta komunitas adat. Namun, paper ini menambah dimensi baru dengan menyoroti pentingnya detail desain kelembagaan—khususnya soal liability dan mekanisme perwalian—sebagai kunci keberhasilan implementasi RoN12.

Relevansi dengan Tren Global dan Industri

RoN sangat relevan dengan tren global menuju earth system law dan environmental rule of law, serta upaya pencapaian target SDGs terkait keanekaragaman hayati dan tata kelola air. Di sektor industri, RoN menuntut perusahaan untuk mempertimbangkan eksternalitas lingkungan secara lebih serius, bahkan membuka kemungkinan gugatan hukum atas nama entitas alam. Di Indonesia, wacana RoN mulai berkembang, misalnya dalam advokasi perlindungan Sungai Citarum dan Danau Toba, meski belum diakui secara hukum formal.

Studi Kasus Inspiratif: Whanganui River, Selandia Baru

Salah satu model paling sukses adalah pengakuan Whanganui River sebagai entitas hukum di Selandia Baru. Setelah lebih dari 150 tahun konflik antara Māori dan pemerintah kolonial, pada 2017 sungai ini diakui sebagai “legal person” dengan guardian gabungan (perwakilan Māori dan pemerintah). Hak dan kewajiban diatur jelas, didukung advisory group, dan pendanaan dari negara. Model ini menjadi rujukan global karena mampu mengakomodasi nilai adat, memperkuat perlindungan ekosistem, dan meminimalisir konflik liability1.

Implikasi Kebijakan: Rekomendasi untuk Masa Depan

Berdasarkan temuan paper, berikut beberapa rekomendasi untuk pengembangan RoN yang efektif:

  • Perjelas Mekanisme Liability: Setiap RoN harus memiliki aturan jelas tentang siapa yang bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran hak alam, baik guardian maupun pelaku ekonomi.
  • Perkuat Peran Komunitas Lokal dan Adat: Partisipasi masyarakat adat dan lokal harus menjadi inti desain kelembagaan RoN, bukan sekadar simbolis.
  • Integrasikan RoN dengan Tata Kelola Konvensional: RoN tidak harus menggantikan sistem lama, tapi dapat menjadi pelengkap yang memperkuat perlindungan lingkungan.
  • Sediakan Pendanaan dan Kapasitas Institusi: Guardian harus didukung dana memadai dan akses ke keahlian ilmiah serta hukum.
  • Edukasi dan Advokasi Publik: Keberhasilan RoN sangat bergantung pada pemahaman dan dukungan masyarakat luas, termasuk dunia usaha dan pembuat kebijakan.

Menuju Tata Kelola Alam yang Lebih Adil dan Berkelanjutan

Paper ini menegaskan bahwa Rights of Nature bukan sekadar inovasi hukum, tetapi juga refleksi perubahan nilai dan paradigma dalam hubungan manusia-alam. Keberhasilan RoN sangat ditentukan oleh desain kelembagaan yang jelas, keterlibatan komunitas lokal, dan keberanian politik untuk menempatkan hak alam setara dengan hak manusia dan korporasi. Di tengah ancaman krisis lingkungan global, RoN menawarkan harapan baru untuk tata kelola alam yang lebih adil, berkelanjutan, dan inklusif.

Sumber Artikel 

Kahui, V., Armstrong, C.W., & Aanesen, M. (2024). Comparative analysis of Rights of Nature (RoN) case studies worldwide: Features of emergence and design. Ecological Economics, 221, 108193. Available online 6 April 2024. 0921-8009/© 2024 The Authors. Published by Elsevier B.V.

Selengkapnya
Comparative Analysis of Rights of Nature (RoN) Case Studies Worldwide

Sumber Daya Air

Mengukur Dampak Indeks Keamanan Air terhadap Pembangunan Sosial-Ekonomi Uni Eropa

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 17 Juni 2025


Air sebagai Fondasi Kemajuan Eropa

Di tengah perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan tantangan polusi, air bersih dan aman menjadi isu strategis bagi masa depan Eropa. Paper “Quantifying the Impact of the Water Security Index on Socio-Economic Development in EU27” karya Monica Laura Zlati dkk. menghadirkan analisis komprehensif tentang bagaimana indeks keamanan air (water security index, WSI) mempengaruhi pembangunan ekonomi dan sosial di 27 negara Uni Eropa (EU27) selama dua dekade terakhir. Dengan metodologi canggih dan data lintas negara, penelitian ini menawarkan wawasan baru yang sangat relevan dengan kebutuhan kebijakan dan tren global menuju pembangunan berkelanjutan.

Kerangka Teori dan Tinjauan Literatur: Dari Teori ke Praktik

Penelitian ini menggabungkan pendekatan lintas disiplin, mulai dari teori pembangunan berkelanjutan, resource dependency, integrated water resources management, hingga keadilan lingkungan (environmental justice). Literatur sebelumnya menyoroti keunggulan negara-negara Nordik dan Eropa Barat dalam pengelolaan air, sementara kawasan Eropa Timur dan Selatan masih menghadapi tantangan besar terkait polusi, akses air, dan infrastruktur. Namun, penelitian ini melangkah lebih jauh dengan menghubungkan keamanan air, pembangunan ekonomi, dan sosial dalam satu model trilateral yang lebih representatif dan sensitif terhadap dinamika regional.

Model Persamaan Struktural dan Analisis Disparitas

Penelitian ini menggunakan data dari Eurostat dan sumber resmi lain untuk periode 2000–2022. Indikator utama meliputi efisiensi penggunaan air, akses sanitasi dan air minum, ekosistem air, belanja pemerintah untuk perlindungan lingkungan, hingga GDP per kapita. Model yang digunakan adalah structural equation modeling (SEM), yang memetakan hubungan antara tiga variabel laten: Water Security Index (WSI), Economic Development (ED), dan Social Development (SD).

Pengujian statistik dilakukan dengan berbagai indeks validitas, termasuk RMSEA yang selalu berada di bawah 0,08, menandakan model yang sangat fit. Selain itu, disparitas regional diuji dengan Kruskal-Wallis Test, yang mampu mengidentifikasi perbedaan signifikan antar kelompok negara di EU27.

Temuan Utama: Disparitas, Studi Kasus, dan Angka-angka Kunci

Disparitas Keamanan Air di Eropa

Penelitian ini menemukan disparitas tajam dalam keamanan air di seluruh EU27. Negara-negara seperti Irlandia, Denmark, Finlandia, Swedia, Austria, Luksemburg, Latvia, Lituania, dan Slovakia menempati posisi teratas dengan nilai WSI di atas 0,8. Mereka menunjukkan efisiensi pengelolaan air, akses sanitasi dan air minum yang sangat baik, serta investasi lingkungan yang signifikan.

Sebaliknya, negara-negara seperti Prancis, Kroasia, Belgia, Rumania, Italia, Belanda, Bulgaria, Spanyol, dan Yunani berada di kelompok terbawah dengan WSI negatif. Mereka menghadapi tantangan polusi tinggi, akses air bersih yang rendah, dan keterbatasan anggaran lingkungan.

Efisiensi dan Akses Sanitasi

Luxemburg, Irlandia, dan Denmark menjadi contoh sukses efisiensi penggunaan air. Negara-negara ini tidak hanya mengadopsi teknologi mutakhir, tetapi juga menerapkan kebijakan insentif dan edukasi publik yang efektif. Sebagai contoh, Irlandia berhasil meningkatkan efisiensi penggunaan air domestik hingga lebih dari 90% pada tahun 2022, jauh di atas rata-rata EU27.

Di sisi lain, Rumania, Polandia, Lithuania, dan Latvia menghadapi disparitas besar dalam akses sanitasi layak. Rumania, misalnya, pada tahun 2022 hanya mampu menyediakan sanitasi layak bagi 72% penduduknya, dibandingkan rata-rata EU27 yang mencapai 95%. Hal ini menyoroti perlunya intervensi infrastruktur dan kebijakan yang lebih agresif di kawasan Eropa Timur.

Dampak Ekonomi dan Sosial

Negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, seperti Jerman dan Belanda, harus mengalokasikan anggaran besar untuk menjaga kualitas air. Pada tahun 2022, Jerman menghabiskan lebih dari 1,2% GDP-nya untuk perlindungan lingkungan air, sementara negara-negara di cluster bawah hanya mampu mengalokasikan kurang dari 0,5% GDP. Akibatnya, beban sosial dan ekonomi akibat polusi dan akses air yang buruk menjadi lebih berat di negara-negara dengan kapasitas fiskal terbatas.

Kepadatan penduduk dan tingkat polusi juga menjadi faktor kunci. Belanda, misalnya, meski memiliki GDP per kapita tinggi, harus menghadapi tantangan besar akibat kepadatan penduduk dan polusi pertanian yang tinggi, sehingga biaya pengelolaan air terus meningkat.

Krisis dan Guncangan Eksternal

Penelitian ini juga menyoroti dampak guncangan eksternal seperti Brexit dan pandemi COVID-19. Selama periode 2020–2022, korelasi antara belanja lingkungan dan indeks keamanan air menurun tajam, menandakan kerentanan sistem pengelolaan air terhadap krisis global.

Analisis Kritis dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Model trilateral yang diusulkan penelitian ini menawarkan keunggulan dibandingkan model-model sebelumnya yang hanya fokus pada satu atau dua dimensi. Dengan mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan secara simultan, model ini memberikan gambaran yang lebih holistik dan relevan dengan kebutuhan kebijakan masa kini.

Namun, kompleksitas model dan kebutuhan data yang sangat detail bisa menjadi tantangan bagi negara-negara dengan kapasitas statistik terbatas. Selain itu, meski model ini sangat cocok untuk konteks Eropa, penerapannya di kawasan lain mungkin memerlukan penyesuaian indikator dan metodologi.

Penelitian ini juga mengonfirmasi temuan sebelumnya bahwa negara-negara Nordik dan Eropa Barat unggul dalam keamanan air, tetapi menambahkan dimensi sosial-ekonomi yang lebih dalam dan memperkuat argumen perlunya kebijakan berbasis data.

Implikasi Kebijakan: Rekomendasi dan Strategi Masa Depan

Penelitian ini menawarkan sejumlah rekomendasi kebijakan yang sangat relevan dengan tren industri dan kebutuhan masa depan Uni Eropa:

  • Standarisasi Kerangka Kerja Nasional: Negara-negara anggota perlu menyesuaikan kebijakan pengelolaan air mereka dengan standar Uni Eropa, guna memastikan harmonisasi dan efektivitas lintas negara.
  • Pembentukan Organisasi Pemantau: Diperlukan lembaga khusus yang memantau keamanan air dan kesehatan masyarakat secara berkelanjutan.
  • Inovasi Berkelanjutan: Investasi pada riset dan teknologi baru di bidang pengelolaan air harus menjadi prioritas, terutama untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan urbanisasi.
  • Promosi Tanggung Jawab Sosial: Edukasi publik dan industri tentang pentingnya menjaga ekosistem air perlu terus ditingkatkan, agar tercipta budaya hemat dan peduli lingkungan.
  • Perbaikan Tata Kelola: Transparansi dan efektivitas pengelolaan air harus diperkuat, termasuk melalui digitalisasi data dan pelibatan masyarakat.

Hubungan dengan Tren Global dan Industri

Penelitian ini sangat relevan dengan tren global menuju ekonomi sirkular, di mana pengelolaan air tidak lagi hanya soal suplai, tetapi juga efisiensi, daur ulang, dan inovasi teknologi. Urbanisasi dan migrasi yang pesat di Eropa memperlebar disparitas akses air bersih, sehingga kebijakan berbasis data menjadi semakin penting.

Krisis iklim dan energi juga menempatkan ketahanan air sebagai prioritas utama, terutama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi hijau dan pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs).

Kesimpulan: Menuju Keamanan Air yang Berkelanjutan dan Inklusif

Penelitian ini menegaskan bahwa keamanan air adalah fondasi utama pembangunan ekonomi dan sosial di Eropa. Disparitas regional yang tajam menuntut kebijakan yang lebih terintegrasi, inovatif, dan responsif terhadap dinamika lokal maupun global. Model trilateral yang diusulkan memberikan alat analisis yang kuat bagi pembuat kebijakan untuk memetakan prioritas, merancang intervensi, dan memonitor dampak kebijakan secara real-time.

Tantangan utama ke depan adalah harmonisasi data, peningkatan kapasitas institusi, dan adaptasi terhadap guncangan eksternal seperti krisis ekonomi, pandemi, dan perubahan iklim. Nilai tambah penelitian ini terletak pada integrasi dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan secara simultan, serta penekanan pada pentingnya kebijakan berbasis data dan inovasi teknologi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di sektor air.

Referensi 

Quantyfing the impact of the water security index on socio-economic development in EU27
Monica Laura Zlati, Valentin-Marian Antohi, Romeo-Victor Ionescu, Catalina Iticescu, Lucian Puiu Georgescu
Socio-Economic Planning Sciences 93 (2024) 101912
0038-0121/© 2024 The Authors. Published by Elsevier Ltd.
Available online 6 May 2024

Selengkapnya
Mengukur Dampak Indeks Keamanan Air terhadap Pembangunan Sosial-Ekonomi Uni Eropa

Perubahan Iklim

Krisis Kekurangan Air Global dan Strategi Adaptasi untuk Pertanian Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Juni 2025


Air sebagai Sumber Daya Vital yang Terancam

Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan semua aktivitas ekonomi, terutama sektor pertanian yang menyerap sekitar 70% dari total penggunaan air global. Namun, meskipun bumi sebagian besar tertutup air, ketersediaan air tawar yang dapat digunakan sangat terbatas dan semakin terancam oleh perubahan iklim, pertumbuhan populasi, polusi, dan eksploitasi berlebihan. Paper berjudul Water scarcity: A global hindrance to sustainable development and agricultural production – A critical review of the impacts and adaptation strategies oleh Biswas et al. (2025) memberikan tinjauan kritis mengenai dampak kekurangan air secara global, dengan fokus khusus pada sektor pertanian dan perspektif India sebagai negara berkembang yang menghadapi krisis air parah.

Jenis dan Penyebab Kekurangan Air

Jenis Kekurangan Air

  • Kekurangan air fisik (Physical water scarcity): Terjadi ketika ketersediaan air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia dan ekosistem. Diperkirakan 1,2 miliar orang tinggal di wilayah yang mengalami kekurangan air fisik, terutama di daerah kering dan semi-kering.
  • Kekurangan air ekonomi (Economic water scarcity): Terjadi ketika air tersedia secara fisik, tetapi aksesnya terbatas karena infrastruktur yang buruk, manajemen yang lemah, atau masalah institusional. Diperkirakan lebih dari 1,6 miliar orang menghadapi kekurangan air jenis ini.

Penyebab Utama

  • Perubahan iklim dan kekeringan: Variabilitas cuaca yang meningkat menyebabkan penurunan curah hujan dan peningkatan frekuensi kekeringan. Antara 2001-2018, 74% bencana alam terkait air seperti banjir dan kekeringan.
  • Pertumbuhan populasi: Saat ini, 41% penduduk dunia tinggal di daerah dengan tekanan air tinggi. Proyeksi menunjukkan kebutuhan air untuk pangan akan meningkat 40-50% pada 2030.
  • Polusi air: Limbah industri, pertanian, dan domestik mencemari sumber air, mengurangi kualitas dan ketersediaan air bersih.
  • Praktik pertanian yang boros air: Sekitar 60% air irigasi hilang karena sistem irigasi yang tidak efisien dan pemilihan tanaman yang tidak sesuai dengan kondisi air setempat.

Dampak Kekurangan Air pada Pertanian dan Ketahanan Pangan

  • Kekurangan air mengancam produksi pangan global, dengan prediksi penurunan hasil panen hingga 20-30% di beberapa wilayah pada 2030-2050.
  • Contoh nyata di California, AS, kekeringan tahun 2015 menyebabkan kerugian ekonomi pertanian sebesar $1,84 miliar dan hilangnya 10.100 pekerjaan musiman.
  • Di India, lebih dari 600 juta orang menghadapi krisis air, dengan penurunan drastis ketersediaan air per kapita dari 5.177 m³ pada 1951 menjadi sekitar 1.296 m³ pada 2025. Kota-kota besar seperti Delhi dan Chennai menghadapi risiko habisnya sumber air tanah.
  • Penurunan produksi gula di India dari 28,3 juta ton (2013-2014) menjadi 21,3 juta ton (2016-2017) akibat kekeringan dan kurangnya air irigasi.
  • Perubahan pola tanam, seperti pergeseran dari padi ke tanaman yang lebih hemat air (misal jagung dan millet), mulai dilakukan sebagai strategi adaptasi.

Strategi Adaptasi dan Manajemen Air dalam Pertanian

Teknik Irigasi Efisien

  • Mikro-irigasi (drip dan sprinkler): Menghemat air hingga 60%, meningkatkan hasil panen hingga 40% pada tanaman seperti tomat dan zaitun.
  • Irigasi berbasis sensor dan pengendalian evapotranspirasi: Mengoptimalkan waktu dan jumlah irigasi, mengurangi pemborosan air.
  • Irigasi defisit dan pengeringan bergantian: Mengurangi penggunaan air tanpa mengorbankan hasil panen secara signifikan.

Praktik Pertanian Berkelanjutan

  • Pengolahan tanah konservasi: Mengurangi penggunaan air hingga 40%, meningkatkan kesuburan dan struktur tanah.
  • Rotasi tanaman dan pergantian tanaman (crop shifting): Memilih tanaman yang lebih tahan kekeringan dan sesuai kondisi air lokal.
  • Mulsa: Mengurangi evaporasi tanah dan mempertahankan kelembaban, efektif di daerah kering.
  • Penggunaan varietas tahan kekeringan: Contohnya varietas padi hemat air di China dan jagung tahan kering di Afrika.

Teknologi dan Inovasi

  • Superabsorbent polymer hydrogels: Menyimpan air di dalam tanah dan mengurangi stres tanaman.
  • Precision agriculture: Menggunakan sensor dan data satelit untuk pengelolaan air yang presisi dan efisien.
  • Sistem penampungan air hujan dan pompa tenaga surya: Meningkatkan ketersediaan air di daerah kering dan terpencil.

Kebijakan dan Manajemen Sumber Daya Air

  • Penetapan harga air dan pasar air: Mendorong penggunaan air yang efisien dan alokasi yang optimal, seperti di Australia dan Brasil.
  • Pengaturan jarak sumur dan perizinan: Mencegah eksploitasi berlebihan dan konflik antar pengguna air.
  • Penguatan tata kelola dan partisipasi komunitas: Meningkatkan kesadaran dan pengelolaan bersama sumber daya air.

Analisis Kritis dan Perbandingan dengan Tren Global

Paper ini memberikan gambaran komprehensif yang menggabungkan aspek fisik, sosial, dan ekonomi dari krisis air global, dengan fokus kuat pada sektor pertanian dan negara berkembang seperti India. Pendekatan multidisipliner dan penggunaan data kuantitatif serta studi kasus nyata memperkuat argumen dan relevansi kebijakan.

Namun, tantangan implementasi strategi adaptasi tetap besar, terutama terkait biaya awal teknologi irigasi modern dan kebutuhan pelatihan petani. Selain itu, aspek kelembagaan dan politik air yang kompleks perlu lebih banyak perhatian untuk memastikan keberlanjutan.

Dibandingkan dengan literatur lain, paper ini menegaskan pentingnya integrasi antara inovasi teknologi, kebijakan harga dan pasar air, serta praktik tradisional yang adaptif. Hal ini sejalan dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dan inklusif.

Menuju Pertanian Berkelanjutan di Tengah Krisis Air

Krisis air merupakan hambatan utama bagi pembangunan berkelanjutan dan ketahanan pangan global. Dengan meningkatnya tekanan akibat perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan pola konsumsi yang berubah, kebutuhan akan strategi adaptasi yang efektif semakin mendesak.

Paper ini menyajikan berbagai solusi praktis dan inovatif yang dapat diadopsi di berbagai wilayah, khususnya negara berkembang seperti India, untuk mengurangi dampak kekurangan air pada pertanian. Penggabungan teknologi efisien, praktik pertanian berkelanjutan, dan kebijakan yang mendukung akan menjadi kunci keberhasilan.

Upaya terkoordinasi antara pemerintah, peneliti, petani, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan ketersediaan air yang cukup bagi generasi sekarang dan mendatang.

Sumber Artikel :

Biswas, A., Sarkar, S., Das, S., Dutta, S., Roy Choudhury, M., Giri, A., Bera, B., Bag, K., Mukherjee, B., Banerjee, K., Gupta, D., & Paul, D. (2025). Water scarcity: A global hindrance to sustainable development and agricultural production – A critical review of the impacts and adaptation strategies. Cambridge Prisms: Water, 3, e4

Selengkapnya
Krisis Kekurangan Air Global dan Strategi Adaptasi untuk Pertanian Berkelanjutan

Perubahan Iklim

Tata Kelola Air untuk Sistem Pangan Tangguh terhadap Perubahan Iklim

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 16 Juni 2025


Air sebagai Kunci Ketahanan Sistem Pangan Global

Perubahan iklim yang semakin nyata membawa tantangan besar terhadap ketersediaan air dan keberlanjutan sistem pangan dunia. Dalam konteks ini, tata kelola air yang efektif menjadi fondasi utama untuk membangun sistem pangan yang tangguh, adil, dan berkelanjutan. Dokumen Water Governance for Climate Resilient Food Systems (September 2021) yang disusun oleh 31 ahli global dari berbagai disiplin ilmu dan institusi internasional, mengangkat urgensi menempatkan air sebagai pusat perhatian dalam transformasi sistem pangan menghadapi masa depan iklim yang tidak pasti.

Resensi ini akan menguraikan secara komprehensif tantangan, prinsip tata kelola air yang direkomendasikan, studi kasus dan angka penting dari dokumen, serta analisis kritis dan relevansi dengan tren global dan industri.

Tantangan Tata Kelola Air dalam Sistem Pangan di Era Perubahan Iklim

Dokumen ini menegaskan bahwa meskipun produksi pangan global meningkat dan berhasil menekan harga pangan, krisis iklim dan ketidakpastian siklus air mengancam keberlanjutan sistem pangan. Beberapa tantangan utama yang dihadapi adalah:

  • Ketidakpastian dan volatilitas siklus air: Perubahan pola curah hujan, frekuensi banjir dan kekeringan yang meningkat, serta gangguan pasokan air yang berdampak langsung pada produksi dan distribusi pangan.
  • Persaingan penggunaan air: Air yang terbatas harus memenuhi kebutuhan pangan, ekosistem, energi, dan kebutuhan sosial-ekonomi lainnya.
  • Ketimpangan akses dan keadilan: Kelompok rentan, seperti petani kecil dan masyarakat miskin, seringkali paling terdampak oleh krisis air dan pangan.
  • Dampak berantai: Gangguan pada sistem air menyebabkan risiko berjenjang yang memengaruhi seluruh rantai pasok pangan, termasuk kesehatan dan gizi masyarakat.

Pandemi COVID-19 juga memperparah krisis pangan dan memperlihatkan kerentanan sistem pangan global terhadap gangguan eksternal.

Enam Prinsip Tata Kelola Air untuk Sistem Pangan Tangguh

Dokumen ini mengajukan enam atribut kunci yang harus diadopsi dalam tata kelola air untuk membangun sistem pangan yang tahan iklim:

  1. Memahami sistem pangan sebagai sistem terpadu
    Pendekatan sistem terpadu mengakui keterkaitan erat antara air, pangan, energi, lingkungan, dan sosial. Platform kolaborasi lintas sektor dan wilayah sangat diperlukan untuk mengelola kompleksitas ini secara adaptif.
  2. Mengadopsi tata kelola polisentris dan partisipatif
    Tata kelola yang melibatkan berbagai tingkat pemerintahan, komunitas lokal, perempuan, dan pemuda memungkinkan respons cepat dan inklusif terhadap ancaman lokal, serta memfasilitasi negosiasi dan resolusi konflik.
  3. Mendorong inovasi, pembelajaran, dan penyebaran pengetahuan
    Sistem yang tangguh harus terus berinovasi dalam teknologi, kebijakan, dan insentif, serta membangun mekanisme umpan balik untuk evaluasi dan penyesuaian kebijakan.
  4. Mengintegrasikan keberagaman dan redundansi
    Keanekaragaman teknik produksi dan institusi pengelolaan air meningkatkan fleksibilitas dan kapasitas adaptasi jangka pendek maupun panjang.
  5. Menjamin kesiapsiagaan sistem
    Fokus pada kesiapsiagaan melalui pemantauan data yang transparan dan akuntabel, sistem peringatan dini, dan pengembangan kapasitas adaptasi untuk menghadapi kejutan tak terduga.
  6. Merencanakan jangka panjang
    Infrastruktur keras dan lunak serta sistem tata kelola harus dirancang untuk bertahan dan beradaptasi dalam jangka waktu panjang, mengingat ketidakpastian iklim yang terus meningkat.

Studi Kasus dan Data Penting

  • Pengelolaan air tradisional yang berhasil: Sistem irigasi komunitas seperti Muang Fai di Thailand dan Subak di Bali menunjukkan prinsip tata kelola polisentris dan partisipatif yang telah bertahan selama berabad-abad.
  • Program insentif berbasis ekosistem: Payment for Ecosystem Services (PES) seperti Conservation Reserve Program di AS, Grain-to-Green di China, dan MGNREGA di India telah membantu konservasi air dan tanah, dengan potensi pendanaan global mencapai US$40 miliar per tahun.
  • Teknologi pemantauan air: Penggunaan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi air real-time, seperti yang diterapkan di Maharashtra, India, membantu mengatasi eksploitasi air tanah berlebihan.
  • Dampak perubahan iklim: Risiko kehilangan lahan produktif akibat intrusi air asin di delta Asia, perubahan aliran sungai utama di Andes dan Himalaya, serta peningkatan frekuensi kekeringan di Afrika, menunjukkan urgensi tata kelola air yang adaptif.

Analisis Kritis dan Perbandingan dengan Tren Global

Pendekatan tata kelola air yang diusulkan menekankan pentingnya mengatasi kompleksitas sosial-ekologis dan menghindari solusi satu dimensi seperti peningkatan efisiensi irigasi yang sering gagal ketika diterapkan secara luas. Konsep polisentris dan partisipatif sejalan dengan tren global dalam pengelolaan sumber daya bersama yang inklusif dan adaptif.

Namun, tantangan nyata tetap ada dalam hal pendanaan, kapasitas institusi, dan resistensi politik terhadap reformasi tata kelola air. Inovasi teknologi dan insentif ekonomi harus dipadukan dengan penguatan kelembagaan dan pemberdayaan komunitas lokal agar efektif.

Selain itu, integrasi solusi tradisional dan modern menjadi penting agar tata kelola air tidak hanya berfokus pada teknologi tinggi, tetapi juga menghargai kearifan lokal dan praktik berkelanjutan yang telah terbukti.

Rekomendasi Kebijakan dan Implikasi Praktis

  • Membangun kemitraan multi-sektor dan multi-level yang melibatkan pemerintah, swasta, komunitas, dan kelompok rentan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan.
  • Mengembangkan sistem pemantauan dan data terbuka untuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan air.
  • Mengadopsi pendekatan berbasis ekosistem dan agroekologi untuk meningkatkan keberagaman dan ketahanan sistem pangan.
  • Meningkatkan kapasitas adaptasi dan kesiapsiagaan melalui pendidikan, pelatihan, dan sistem peringatan dini.
  • Merancang infrastruktur dan kebijakan dengan perspektif jangka panjang, mempertimbangkan ketidakpastian iklim dan dinamika sosial-ekonomi.

Dokumen Water Governance for Climate Resilient Food Systems menegaskan bahwa air adalah bahasa perubahan iklim dan pusat dari ketahanan sistem pangan masa depan. Dengan mengadopsi tata kelola air yang kompleks, inklusif, inovatif, dan berorientasi jangka panjang, kita dapat membangun sistem pangan yang tidak hanya produktif dan efisien, tetapi juga adil dan berkelanjutan.

Transformasi ini membutuhkan komitmen kuat dari semua pemangku kepentingan, terutama perempuan, pemuda, dan komunitas lokal yang paling terdampak. Hanya dengan pendekatan holistik dan kolaboratif, kita dapat menghadapi tantangan air dan pangan di era perubahan iklim yang penuh ketidakpastian.

Sumber Artikel :

Water Governance for Climate Resilient Food Systems, September 2021, Statement by 31 global practitioners and researchers, United Nations Food Systems Summit 2021.

Selengkapnya
Tata Kelola Air untuk Sistem Pangan Tangguh terhadap Perubahan Iklim
« First Previous page 165 of 1.194 Next Last »