Pendidikan

Menakar Dampak Kompetensi dan Motivasi terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi: Studi Kasus Proyek Villa Jimbaran Greenhill R.13

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Mei 2025


Pendahuluan

Produktivitas tenaga kerja konstruksi masih menjadi tantangan besar di Indonesia, bahkan di daerah sepesat Bali yang tengah berkembang pesat secara infrastruktur. Dalam konteks inilah, penelitian yang dilakukan oleh Komang Gde Krisna Maha dan timnya dari Politeknik Negeri Bali menjadi relevan dan penting. Dengan meneliti bagaimana kompetensi dan motivasi memengaruhi produktivitas serta perbandingan koefisien tenaga kerja lapangan dan standar SNI 2022, studi ini menawarkan kontribusi nyata bagi sektor konstruksi nasional.

Latar Belakang Masalah

Menurut BPS (2018), lebih dari 18,57% proyek konstruksi mengalami keterlambatan. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya kompetensi tenaga kerja di lapangan. Mirisnya, dari sekitar 4,9 juta pekerja konstruksi di Indonesia, hanya sekitar 3% yang telah memiliki sertifikat keahlian. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan keterampilan lapangan dan kenyataan di lapangan.

Dalam proyek pembangunan Villa Jimbaran Greenhill R.13, penelitian ini bertujuan mengukur sejauh mana kompetensi dan motivasi individu dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja. Hal ini dilakukan untuk menciptakan pendekatan produktivitas berbasis data yang relevan dan kontekstual.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dengan 30 responden. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara, dan observasi lapangan.

Instrumen pengumpulan data telah diuji validitas dan reliabilitasnya:

  • Semua item kuesioner menunjukkan nilai r-hitung > r-tabel.

  • Cronbach’s Alpha untuk seluruh variabel di atas 0,76 (termasuk reliabel).
     

Analisis dilakukan menggunakan regresi linier berganda dan perbandingan koefisien tenaga kerja lapangan dengan acuan SNI 2022.

Temuan Utama: Kompetensi, Motivasi, dan Produktivitas

A. Hasil Regresi dan Uji Statistik

  • Kompetensi kerja (X1) berpengaruh signifikan terhadap produktivitas (t-hitung 4,218 > t-tabel 2,048).

  • Motivasi kerja (X2) juga berpengaruh signifikan (t-hitung 2,808 > t-tabel 2,048).

  • Nilai R-Square sebesar 0,936, menunjukkan bahwa 93,6% variasi produktivitas dijelaskan oleh kedua variabel tersebut.
     

B. Hasil Analisis Deskriptif

  • Rata-rata skor kompetensi: 4,20 (kategori setuju).

  • Rata-rata skor motivasi: 4,18.

  • Rata-rata produktivitas: 4,19.
     

Dengan nilai yang tinggi dan saling terkait, hasil ini menunjukkan bahwa meningkatkan kompetensi dan motivasi secara simultan akan memberikan hasil nyata pada produktivitas proyek.

Studi Kasus: Perbandingan Upah Riil vs SNI

Penelitian ini juga membandingkan selisih upah tenaga kerja berdasarkan dua pendekatan koefisien:

1. Pemasangan Bata Ringan (10 cm):

  • Total biaya lapangan: Rp 22.200/m2

  • Total biaya menurut SNI: Rp 233.620/m2

  • Selisih: Rp 211.400/m2 atau 90% lebih tinggi menurut SNI
     

2. Plesteran Dinding (20 mm):

  • Total biaya lapangan: Rp 24.280/m2

  • Total biaya menurut SNI: Rp 65.680/m2

  • Selisih: Rp 41.400/m2 atau 63% lebih tinggi menurut SNI
     

Temuan ini menunjukkan adanya potensi pemborosan biaya jika hanya mengandalkan standar tanpa mempertimbangkan realisasi lapangan. Selain itu, menjadi penting bahwa standar nasional harus fleksibel dan adaptif terhadap kondisi aktual proyek.

Nilai Tambah dan Refleksi Industri

A. Kontribusi Studi:

  • Memberikan dasar empiris untuk kebijakan peningkatan kompetensi tenaga kerja.

  • Menyediakan data pembanding aktual yang dapat digunakan dalam estimasi biaya konstruksi.
     

B. Kritik dan Keterbatasan:

  • Jumlah responden terbatas (30 orang), kurang representatif untuk generalisasi nasional.

  • Studi dilakukan hanya pada satu proyek dan belum memperhitungkan faktor eksternal seperti cuaca, teknologi, atau manajemen proyek.
     

C. Perbandingan Penelitian Lain:

Penelitian ini konsisten dengan hasil studi oleh Mariana et al. (2018) yang juga menegaskan bahwa motivasi kerja berkorelasi positif dengan produktivitas. Hal serupa juga ditemukan oleh Prasetyo (2022) dan Agassy (2019) dalam kajian perbandingan koefisien lapangan vs SNI.

Implikasi Praktis

  • Bagi kontraktor: Perlu dilakukan penyesuaian estimasi biaya berdasarkan observasi realisasi lapangan.

  • Bagi pemerintah: Diperlukan revisi reguler terhadap SNI agar tetap relevan dan tidak menyebabkan overestimasi.

  • Bagi pendidikan vokasi: Perlu memperbanyak program sertifikasi untuk tenaga kerja konstruksi.
     

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi dan motivasi memiliki pengaruh kuat terhadap produktivitas tenaga kerja konstruksi. Dengan kontribusi 93,6% terhadap variasi produktivitas, dua faktor ini layak menjadi prioritas dalam pelatihan dan pengelolaan sumber daya manusia proyek.

Selain itu, analisis terhadap selisih koefisien biaya lapangan dan SNI menegaskan perlunya pendekatan biaya berbasis realita, bukan sekadar standar.

Penelitian ini membuka ruang untuk riset lanjutan yang lebih luas, lintas proyek dan daerah, guna mendukung pengambilan keputusan berbasis data di sektor konstruksi Indonesia.

 

Sumber:
Komang Gde Krisna Maha, Lilik Sudiajeng, I Made Anom Santiana. (2023). Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Kerja terhadap Produktivitas serta Koefisien Tenaga Kerja pada Proyek Pembangunan Villa Jimbaran Greenhill R.13. Politeknik Negeri Bali.

Selengkapnya
Menakar Dampak Kompetensi dan Motivasi terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Konstruksi: Studi Kasus Proyek Villa Jimbaran Greenhill R.13

Teknologi Infrastruktur

Membangun Efisiensi Proyek Infrastruktur: Strategi Value Management dalam Sistem Design and Build

Dipublikasikan oleh Anisa pada 28 Mei 2025


Pendahuluan: Mengapa Value Management Jadi Sorotan?

Di tengah meningkatnya tuntutan efisiensi anggaran dan percepatan pembangunan infrastruktur, pendekatan design and build (D-B) menjadi primadona baru dalam sistem pengadaan konstruksi. Namun efisiensi metode ini tidak akan maksimal tanpa penerapan value management (VM) — sebuah pendekatan terstruktur yang dirancang untuk mencapai best value for money melalui optimalisasi fungsi, biaya, dan kualitas proyek.

Artikel ini mengisi celah penting dalam literatur: bagaimana mengidentifikasi critical success factors (CSFs) dari VM secara spesifik dalam proyek infrastruktur berbasis sistem D-B di Indonesia — sebuah wilayah yang masih jarang dieksplorasi secara akademik.

Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian

Tujuan Utama

  • Mengidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan (critical success factors) pada setiap tahap pelaksanaan VM dalam proyek D-B.

  • Menyusun kerangka kerja (framework) yang dapat digunakan dalam proyek infrastruktur di Indonesia.

Metodologi Singkat

  • 28 faktor dievaluasi melalui survei berbasis kuesioner kepada kontraktor proyek infrastruktur (swasta dan BUMN).

  • Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan Relative Importance Index (RII) menggunakan skala Likert 1–5.

  • Validitas dan reliabilitas diuji menggunakan Cronbach’s Alpha (rentang 0.722–0.890).

Tiga Pilar Utama Value Management dalam Proyek Design and Build

Tahap 1: VM Pre-Study

VM dimulai sebelum konstruksi — saat informasi proyek dikumpulkan dan strategi dirumuskan. Tiga faktor paling krusial:

  1. Kelengkapan informasi proyek (RII = 0.962)

    • Gambar teknis, data biaya, kondisi eksisting, dan spesifikasi harus diperbarui.

  2. Kejelasan tujuan VM (RII = 0.914)

    • Tanpa tujuan yang eksplisit, proses VM akan kehilangan arah.

  3. Pengalaman tim VM (RII = 0.886)

    • Tim berpengalaman lebih mampu menjalankan analisis fungsional secara kreatif dan produktif.

“Kurangnya persiapan dapat menyebabkan gagalnya identifikasi ide inovatif pada tahap kreatif VM.” — Othman et al. (2021)

Tahap 2: VM Study

Ini merupakan inti dari proses VM, terdiri dari 6 fase: Information, Function Analysis, Creative, Evaluation, Development, Presentation. Tiga faktor teratas:

  1. Perbandingan desain awal dan alternatif dari sudut biaya (RII = 0.924)

    • Menentukan apakah desain alternatif benar-benar hemat biaya.

  2. Kreativitas dalam menghasilkan ide inovatif (RII = 0.908)

    • Mendorong sinergi tim lintas disiplin untuk solusi baru.

  3. Pemilihan alternatif yang feasible secara implementasi (RII = 0.903)

    • Alternatif yang paling bisa diterapkan dan memberikan efisiensi nyata menjadi fokus.

“VM menjadi alat paling efektif jika seluruh pihak terlibat sejak tahap awal perencanaan.” — Shen & Liu (2003)

Tahap 3: VM Post-Study

Fokus utamanya adalah rencana implementasi. Satu faktor menonjol:

  • Pengembangan rencana pelaksanaan hasil VM (RII = 0.854)

    • Termasuk diplomasi lintas instansi, penjadwalan eksekusi, dan integrasi ke dokumen proyek utama.

Faktor Pendukung Kritis (Supporting Factor)

VM tidak akan berhasil tanpa:

  • Kerja sama seluruh stakeholder (RII = 0.876)

    • Kolaborasi reguler melalui rapat implementasi dan pengawasan pasca-workshop adalah kunci.

  • Tanpa ini, bahkan dalam sistem D-B yang bersifat terintegrasi, implementasi VM bisa terhambat oleh perbedaan kepentingan internal tim proyek.

Studi Kasus & Relevansi Lokal: Konteks Indonesia

  • D-B semakin populer dalam proyek infrastruktur nasional, didorong oleh regulasi Kementerian PUPR No. 25/2020.

  • Namun, seperti dicatat oleh KPPIP (2017), proyek infrastruktur besar sering menghadapi tantangan berupa persiapan lemah dan pembengkakan biaya.

  • VM terbukti menjadi solusi hemat: studi di Malaysia menunjukkan efisiensi biaya sebesar 23,53% pada proyek di atas 12 juta USD (Jaapar et al., 2012).

  • Di Indonesia, VM mulai diterapkan pada proyek jembatan dan terowongan sejak 2014 (Berawi et al., 2014).

Analisis Tambahan: Dibandingkan dengan Metode Lain

Kritik dan Saran

Kekuatan Paper:

  • Framework VM berbasis data empiris lokal (Indonesia).

  • Validasi metode statistik kuat (RII, Cronbach's Alpha).

  • Relevansi tinggi dengan konteks kebijakan nasional.

Ruang Perbaikan:

  • Minim pembahasan tentang digitalisasi (misal: integrasi BIM–VM).

  • Tidak membahas biaya implementasi VM secara langsung.

  • Perlu studi lanjutan untuk sektor non-infrastruktur (bangunan, energi, dll.)

Implikasi Praktis untuk Dunia Konstruksi

Bagi Pemerintah:

  • Perlu menetapkan kebijakan VM sebagai kewajiban, setara seperti di AS dan Australia.

  • Harus mengembangkan standar nasional untuk VM workshop dan pelaporan.

Bagi Kontraktor:

  • Harus menyusun tim VM sejak awal perencanaan proyek D-B.

  • Gunakan hasil VM sebagai basis revisi desain dan dokumen tender.

Bagi Akademisi:

  • Penelitian ini bisa jadi model awal untuk studi lanjut pada proyek EPC, PPP, dan modular construction.

  • Framework dapat diadaptasi untuk membentuk tools evaluasi performa VM dalam fase eksekusi.

Kesimpulan: VM adalah Kunci Strategis Efisiensi Proyek Design and Build

Melalui studi empiris yang solid, artikel ini menunjukkan bahwa keberhasilan value management dalam proyek design and build sangat bergantung pada:

  1. Persiapan informasi dan tim sejak awal proyek,

  2. Proses analitis dan kreatif dalam pengembangan alternatif desain,

  3. Perencanaan implementasi yang konkret dan kolaboratif.

Framework yang dihasilkan menjadi panduan praktis bagi pemilik proyek, kontraktor, dan regulator dalam merancang strategi penghematan anggaran tanpa mengorbankan kualitas.

Sumber

Rostiyanti, S. F., Nindartin, A., & Kim, J.-H. (2023). Critical Success Factors Framework of Value Management for Design and Build Infrastructure Projects. Journal of Design and Built Environment, 23(1), 19–34.
DOI: 10.22452/jdbe.vol23no1.2

Selengkapnya
Membangun Efisiensi Proyek Infrastruktur: Strategi Value Management dalam Sistem Design and Build

Ekonomi Regional & Statistik

Model Statistik Ini Bisa Prediksi PDRB Daerah Hingga 99% Akurat—Simak Faktornya!

Dipublikasikan oleh pada 28 Mei 2025


Pendahuluan: PDRB Bukan Sekadar Angka

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sering dianggap sebagai angka statistik belaka. Namun dalam kenyataannya, PDRB mencerminkan denyut nadi perekonomian sebuah daerah. Dalam konteks Jawa Timur—provinsi dengan kontribusi ekonomi terbesar kedua di Indonesia—fluktuasi PDRB menjadi sorotan penting.

Dalam rentang waktu 2013–2015, laju pertumbuhan ekonomi Jatim menunjukkan tren penurunan, dari 6,08% (2013) menjadi 5,44% (2015). Meskipun masih di atas rata-rata nasional, penurunan ini memicu pertanyaan: apa sebenarnya penyebabnya?

Desi Puspita, dalam tugas akhirnya di Departemen Statistika ITS, memilih pendekatan yang tidak biasa: regresi nonparametrik spline, untuk menguak hubungan antara PDRB dan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya.

Latar Belakang: Saat Model Linear Tak Lagi Cukup

Sering kali dalam analisis ekonomi, hubungan antar variabel diasumsikan linier. Tapi dalam kenyataannya, data sosial ekonomi sangat dinamis dan kompleks. Dalam studi ini, scatterplot menunjukkan pola tak beraturan antara PDRB dengan variabel-variabel prediktor seperti:

  • Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

  • Jumlah Industri Besar dan Sedang (IBS)

  • Dana Alokasi Umum (DAU)

  • Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Kondisi ini membuat metode regresi linear biasa tidak memadai, dan mendorong penggunaan regresi nonparametrik spline, yang memiliki fleksibilitas lebih dalam menangkap pola data yang tidak linier.

Apa Itu Regresi Nonparametrik Spline?

Keunggulan:

  • Tidak mengasumsikan bentuk fungsi hubungan

  • Cocok untuk data yang tidak mengikuti pola tertentu

  • Mampu menangkap perubahan lokal antar interval melalui titik knot

Spline bekerja dengan membagi kurva regresi menjadi beberapa segmen, masing-masing dengan fungsi polinomial tersendiri. Titik "knot" menjadi penentu di mana bentuk kurva berubah.

Data dan Variabel Penelitian

📍 Sumber data:

  • BPS Jawa Timur (2011–2015)

  • Statistik Keuangan dan Industri Jawa Timur

  • Statistik APBD dan DAU

📈 Variabel yang dianalisis:

  • Y (Respon): PDRB atas dasar harga konstan 2010

  • X1: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

  • X2: Jumlah Industri Besar dan Sedang (IBS)

  • X3: Dana Alokasi Umum (DAU)

  • X4: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Hasil Utama: Ketika Dana dan Industri Bicara

1. Model Terbaik: Kombinasi Knot 2-3-3

  • Model ini dipilih berdasarkan nilai Generalized Cross Validation (GCV) terkecil.

  • Nilai koefisien determinasi R² = 99,52%, menunjukkan model sangat akurat menjelaskan variasi data PDRB.

2. Tiga Variabel Paling Signifikan:

  • IBS (Industri): Kontribusi signifikan terhadap nilai tambah ekonomi daerah.

  • DAU: Semakin tinggi dana transfer pusat, semakin tinggi nilai PDRB.

  • APBD: Investasi langsung pemerintah daerah mendorong aktivitas ekonomi lokal.

3. TPAK Tidak Signifikan?

Meskipun teorinya partisipasi kerja memengaruhi PDRB, hasil model menunjukkan signifikansi yang lemah. Ini menunjukkan perlunya pendekatan lintas sektoral, di mana kualitas tenaga kerja lebih penting dibanding kuantitas.

Studi Kasus: Kesenjangan Antardaerah

Dalam penelitian ini, data PDRB menunjukkan disparitas mencolok:

  • Kota Surabaya: PDRB mencapai Rp 324,2 triliun

  • Kabupaten Sidoarjo: Rp 112 triliun

  • Kota Blitar: Hanya Rp 3,85 triliun

🎯 Analisis tambahan: Kesenjangan ini menegaskan bahwa faktor struktural seperti infrastruktur, basis industri, dan belanja pemerintah sangat menentukan perkembangan ekonomi daerah.

Kritik & Kekuatan Penelitian

🔍 Kekuatan:

  • Menggunakan pendekatan statistik canggih dan fleksibel

  • Memberi hasil akurat dan mendalam

  • Menyediakan rekomendasi skenario kebijakan (optimis, moderat, pesimis)

⚠️ Keterbatasan:

  • Data hanya tahun 2015, tidak memperhitungkan fluktuasi antar tahun

  • Tidak memasukkan variabel pendidikan, infrastruktur, atau indeks kemiskinan

  • Sifat cross-section tidak menangkap dinamika temporal

Dampak Praktis & Rekomendasi Kebijakan

Penelitian ini dapat digunakan untuk:

  • Perencanaan anggaran berbasis data: DAU dan APBD perlu diarahkan ke sektor pengungkit PDRB.

  • Pengembangan kawasan industri baru: Kabupaten dengan IBS rendah bisa diprioritaskan dalam perencanaan industri.

  • Evaluasi skenario fiskal daerah: Model optimis dan pesimis memberikan simulasi realistis untuk kebijakan berbasis target.

Perbandingan dengan Penelitian Lain

  • Nurindah (2016): Studi serupa di Jawa Tengah juga menempatkan DAU, IBS, dan APBD sebagai faktor utama PDRB.

  • Fauzan (2015): Menambahkan variabel pendidikan dan investasi untuk memperkaya model pertumbuhan.

  • Najiah (2013): Menggunakan regresi parametrik, tapi gagal menangkap pola nonlinier seperti yang ditunjukkan model spline ini.

Kesimpulan: Fleksibilitas Statistik untuk Fleksibilitas Ekonomi

Desi Puspita dengan cerdas memilih metode statistik nonkonvensional untuk menjawab masalah ekonomi riil. Di era kebijakan berbasis data, model regresi spline nonparametrik menjadi alat yang sangat kuat untuk mengungkap hubungan tak linier dan tak terlihat di balik angka-angka statistik.

Dengan akurasi model mencapai hampir 100%, hasil penelitian ini bisa dijadikan rujukan nyata untuk perencanaan pembangunan daerah yang lebih adaptif, cerdas, dan berbasis data.

Sumber:

Puspita, D. (2017). Pemodelan Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Jawa Timur Menggunakan Regresi Nonparametrik Spline. Tugas Akhir Sarjana Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Akses: ITS Repository (jika tersedia)

Selengkapnya
Model Statistik Ini Bisa Prediksi PDRB Daerah Hingga 99% Akurat—Simak Faktornya!

Infrastruktur Jalan

Menakar Efektivitas Metode Design-Build dalam Proyek Jalan Raya: Evaluasi Nasional oleh FHWA

Dipublikasikan oleh Anisa pada 28 Mei 2025


Design-Build: Evolusi Strategis dalam Dunia Infrastruktur AS

Selama lebih dari tiga dekade, badan transportasi di Amerika Serikat telah bereksperimen dengan berbagai metode pengadaan inovatif untuk merespons tekanan biaya, waktu, dan kualitas proyek jalan raya. Salah satu pendekatan paling menonjol adalah design-build (D-B), sebuah metode di mana proses desain dan konstruksi dipadukan dalam satu kontrak. Ini berbeda dari metode tradisional design-bid-build (D-B-B) yang memisahkan kontrak desain dan konstruksi.

Laporan ini disusun sebagai kewajiban legislatif di bawah TEA-21 (Transportation Equity Act for the 21st Century), khususnya Pasal 1307(f), untuk mengevaluasi efektivitas metode D-B. Hasil studi ini menjadi penentu utama bagi masa depan penggunaan D-B secara luas dalam proyek infrastruktur AS, khususnya di bawah skema SEP-14.

Fokus dan Ruang Lingkup Studi

Tujuan Studi

  1. Menilai pengaruh D-B terhadap kualitas, biaya, dan waktu proyek.

  2. Menentukan tingkat desain awal yang sesuai sebelum pelelangan D-B.

  3. Menilai dampaknya terhadap pelaku usaha kecil.

  4. Meneliti unsur subjektivitas dalam kontrak D-B.

  5. Menyusun rekomendasi untuk penyempurnaan prosedur D-B.
     

Cakupan Studi

  • Proyek yang masuk dalam program SEP-14 (Special Experimental Project No. 14).

  • 140 proyek D-B yang telah diselesaikan hingga akhir 2002.

  • Dibandingkan dengan 17 proyek D-B-B yang serupa untuk menilai kinerja.

Hasil Studi: D-B vs D-B-B, Siapa Lebih Unggul?

Dampak terhadap Durasi Proyek

  • Pengurangan durasi proyek secara rata-rata: 14%.

  • Untuk fase konstruksi saja, D-B menghemat waktu hingga 13% dibanding D-B-B.

  • Penyebabnya antara lain:

    • Proses desain dan konstruksi berlangsung paralel.

    • Eliminasi proses lelang kedua.

    • Desain yang lebih mudah dikonstruksi.

Contoh ilustratif:

Jika proyek jalan raya dengan pendekatan D-B-B membutuhkan waktu 24 bulan, pendekatan D-B dapat memangkas waktu menjadi sekitar 20,6 bulan.

Dampak terhadap Biaya Proyek

  • Secara umum, pengurangan biaya rata-rata: 2,6%, meski variasinya sangat besar.

  • Proyek D-B lebih sensitif terhadap modifikasi desain oleh pihak ketiga.

  • Jumlah change order lebih sedikit dibanding D-B-B, tetapi nilai per unitnya lebih tinggi karena ukuran proyek yang lebih besar.

Catatan:

  • Klaim proyek pada D-B hampir nol, sedangkan D-B-B cenderung menghasilkan lebih banyak klaim litigatif.

Dampak terhadap Kualitas Proyek

  • Tingkat kepuasan lembaga kontraktor D-B setara atau lebih tinggi dibanding D-B-B.

  • D-B lebih unggul dalam kepatuhan terhadap spesifikasi teknis dan standar mutu.

  • Kualitas proyek sangat bergantung pada:

    • Metode seleksi (best value > low bid),

    • Ukuran proyek (semakin besar, semakin cocok D-B),

    • Persentase desain awal (lebih rendah lebih baik untuk D-B).

Faktor Kunci Keberhasilan Proyek D-B

Tingkat Desain Awal (Preliminary Design)

  • Idealnya, desain awal yang selesai sebelum pelelangan D-B tidak melebihi 30%.

  • Hanya 27% desain yang selesai rata-rata sebelum kontrak D-B dibuat.

  • Alasannya? Semakin rendah persentase desain awal, semakin tinggi fleksibilitas dan kreativitas kontraktor dalam optimalisasi desain dan konstruksi.

Dampak pada Usaha Kecil

  • Tidak ditemukan bukti bahwa D-B mendiskriminasi pelaku usaha kecil.

  • Justru ada indikasi peningkatan partisipasi sebagai subkonsultan desain.

  • Namun, beban syarat kelayakan dan bonding sering menjadi penghalang untuk bertindak sebagai kontraktor utama.

Subjektivitas dalam Pemilihan Kontrak D-B

  • D-B memungkinkan seleksi berbasis best value, bukan hanya low bid.

  • Faktor-faktor yang dinilai mencakup:

    • Tim proyek,

    • Rencana manajemen mutu,

    • Pengalaman,

    • Inovasi desain.

  • Best value gaining popularity, karena lebih fleksibel dan mempertimbangkan kualitas dibanding hanya harga.

Rekomendasi FHWA untuk Masa Depan

Strategi Penerapan D-B yang Efektif

  • Gunakan kriteria performa, bukan spesifikasi teknis rigid.

  • Pertahankan desain awal <30% untuk memberi ruang inovasi.

  • Terapkan metode seleksi best value daripada lowest bid.

  • Sediakan pelatihan menyeluruh bagi kontraktor dan pengelola proyek.
    Kembangkan dokumen panduan dan standar nasional (contoh: NCHRP).

Kritik & Implikasi Praktis

Kelebihan Studi:

  • Skala nasional, berbasis data proyek nyata.

  • Melibatkan lebih dari 60 proyek dan 30 negara bagian.

  • Memberikan peta jalan konkret untuk adopsi D-B.

Kekurangan:

  • Jumlah proyek D-B-B pembanding sangat terbatas.

  • Tidak menyertakan proyek pasca 2002, padahal tren D-B meningkat drastis setelahnya.

  • Belum menyentuh aspek keberlanjutan dan integrasi teknologi seperti BIM.

Penutup: Design-Build Sebagai Pilar Baru Infrastruktur Modern

Laporan ini memberikan dasar kuat bahwa metode design-build mampu menjadi tulang punggung pengadaan proyek jalan raya yang cepat, efisien, dan berkualitas di Amerika Serikat. Meski bukan tanpa tantangan, ketika dipilih dan dikelola secara bijak — terutama untuk proyek bernilai besar dan kompleks — D-B memberikan keunggulan kompetitif nyata.

Sebagaimana diungkapkan oleh Florida DOT:

“Tanpa design-build, kami tidak akan mampu merespons tuntutan stimulus ekonomi Presiden dan Gubernur. Program ini sangat bermanfaat.”

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, di mana urgensi pembangunan infrastruktur begitu tinggi, temuan ini layak menjadi rujukan untuk mengadaptasi metode D-B dalam skala nasional — tentu dengan modifikasi kontekstual terhadap regulasi, sumber daya, dan kesiapan kelembagaan.

Sumber

Design-Build Effectiveness Study – As Required by TEA-21 Section 1307(f)
Federal Highway Administration (2006)
Tautan resmi: https://www.fhwa.dot.gov/programadmin/contracts/sep14a.htm

Selengkapnya
Menakar Efektivitas Metode Design-Build dalam Proyek Jalan Raya: Evaluasi Nasional oleh FHWA

Tantangan Global

Mengungkap Dinamika Produktivitas Konstruksi Global: Resensi Kritis terhadap Kajian Sistematis oleh Rathnayake dan Middleton

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 28 Mei 2025


Pendahuluan

Produktivitas adalah jantung dari efisiensi ekonomi—dan industri konstruksi telah lama dituduh gagal menjaganya. Dalam artikel mereka yang diterbitkan pada Maret 2023 di Journal of Construction Engineering and Management, Asitha Rathnayake dan Campbell Middleton dari University of Cambridge menyajikan tinjauan sistematis literatur produktivitas konstruksi selama lebih dari tiga dekade. Artikel ini merupakan salah satu kajian paling komprehensif, menelaah 108 studi dari 10 jurnal terbaik. Resensi ini mengurai temuan utama mereka dengan parafrase kritis, analisis tambahan, serta mengaitkannya dengan realita industri dan teknologi saat ini.

Mengapa Produktivitas Konstruksi Itu Penting?

Dengan kontribusi sebesar 13% terhadap PDB global dan menyerap sekitar 7% tenaga kerja dunia (Barbosa et al., 2017), konstruksi adalah industri vital. Namun, data menunjukkan pertumbuhan produktivitasnya jauh tertinggal: hanya 1% per tahun dibandingkan manufaktur yang mencapai 3,6% (Barbosa et al., 2017). Persoalannya bukan hanya stagnasi angka, tetapi dampaknya terhadap keterjangkauan infrastruktur, ketahanan rantai pasok, dan efisiensi proyek.

Fokus Kajian dan Metodologi

Studi ini mengkaji produktivitas konstruksi dalam dua kerangka:

  • Makro (ekonomi nasional): menggunakan data dari lembaga statistik (BLS, OECD, KLEMS)

  • Mikro (tingkat proyek atau aktivitas): menggunakan data aktual dari lapangan atau estimasi biaya tenaga kerja
     

Pencarian data dilakukan via Scopus dengan 211 makalah awal, disaring menjadi 108 artikel relevan. Peneliti memetakan:

  • Tingkatan analisis (industri, proyek, aktivitas)

  • Indikator produktivitas (tenaga kerja, multifaktor)

  • Sumber data (data primer, database industri, estimasi manual)
     

Temuan Utama dan Analisis Tambahan

1. Tren Produktivitas Konstruksi Global

Salah satu mitos terbesar adalah produktivitas konstruksi menurun secara global. Studi menunjukkan:

  • Di AS, data BLS menunjukkan penurunan 0,3% per tahun dalam 35 tahun.

  • Namun, data manual estimasi seperti RSMeans menunjukkan peningkatan 1,2% per tahun (Goodrum et al., 2002).

  • Perbedaan metode deflasi (pengaruh inflasi) dan pencatatan jam kerja subcontractor menjadi penyebab utama ketidakkonsistenan.
     

Analisis Tambahan:
Tren ini menggambarkan kesenjangan antara persepsi makroekonomi dan realitas proyek. Dalam industri yang makin padat modal (capital-intensive), labor productivity menjadi indikator yang semakin lemah.

2. Indikator Produktivitas: Mana yang Akurat?

  • Labor productivity (output per jam kerja) adalah yang paling umum, tetapi sering menyesatkan karena tidak memperhitungkan kontribusi modal dan teknologi.

  • Multifactor productivity (MFP) mencakup tenaga kerja, peralatan, material, dan energi. Ini memberikan gambaran lebih holistik.
     

Kritik:
Karena keterbatasan data, MFP jarang digunakan di level mikro. Namun, penulis menyarankan penggunaan kombinasi indikator agar hasil lebih akurat.

3. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Dari 75 studi, faktor-faktor utama meliputi:

  • Tenaga kerja (keterampilan, motivasi, absensi)

  • Peralatan dan teknologi (ketersediaan, otomatisasi)

  • Jadwal proyek dan koordinasi

  • Manajer lapangan (supervisor) dan metode kerja
     

Tambahan Wawasan:
Data menunjukkan bahwa proyek dengan tenaga kerja lebih stabil dan supervisor berpengalaman cenderung memiliki produktivitas lebih tinggi. Ini sejalan dengan riset dari Jarkas & Bitar (2014) yang menekankan pentingnya hubungan interpersonal di lapangan.

4. Teknologi untuk Meningkatkan Produktivitas

Studi ini mengulas beberapa teknologi yang menjanjikan:

  • Offsite construction: Meningkatkan produktivitas hingga 5,5% per tahun di sektor industri (Eastman & Sacks, 2008)

  • Building Information Modeling (BIM): Meningkatkan produktivitas hingga 241% dalam satu kasus proyek instalasi pipa (Poirier et al., 2015)

  • RFID & GPS: Melacak material, mengurangi waktu pencarian hingga 87%

  • Automated Monitoring: Menggunakan AI dan sensor untuk melacak produktivitas secara real-time
     

Refleksi Industri:
Penerapan teknologi ini belum merata, terutama di negara berkembang. Namun, tren global menunjukkan arah yang positif.

Kritik Konstruktif dan Implikasi Riset

A. Kelebihan Kajian

  • Komprehensif: menggabungkan data lintas negara dan metodologi.

  • Menawarkan klasifikasi baru yang membedakan tingkat spesifikasi dan analisis.

  • Mengkritisi penggunaan indikator tunggal (labor productivity).
     

B. Keterbatasan

  • Masih dominan pada studi di AS (50 dari 108 studi)

  • Kurangnya database mikro di negara-negara berkembang

  • Hanya sedikit studi yang mengevaluasi dampak nyata dari teknologi
     

Studi Kasus Tambahan

Sebuah proyek pembangunan sekolah di Inggris (Jansen van Vuuren & Middleton, 2020) menunjukkan bahwa proyek dengan proporsi pre-manufactured value (PMV) tinggi memiliki produktivitas hingga 30% lebih besar (m2 per jam kerja). Ini menegaskan bahwa prefabrikasi adalah solusi nyata untuk menekan waktu dan biaya konstruksi.

Rekomendasi Praktis

  • Pemerintah: Dorong pengembangan database produktivitas mikro untuk kebijakan berbasis bukti.

  • Kontraktor: Kombinasikan BIM, prefabrikasi, dan pelatihan tenaga kerja untuk optimalisasi produktivitas.

  • Akademisi: Lanjutkan riset longitudinal terhadap produktivitas lintas sektor dan negara.
     

Kesimpulan

Rathnayake dan Middleton berhasil menyajikan peta besar produktivitas konstruksi global, lengkap dengan tantangan dan peluangnya. Artikel ini menekankan bahwa peningkatan produktivitas tidak bisa diukur dengan satu indikator semata. Dibutuhkan pendekatan multidimensi—menggabungkan teknologi, data mikro, dan pemahaman kontekstual proyek.

Sebagai catatan penutup, industri konstruksi akan sulit berevolusi jika terus mengandalkan indikator lama. Untuk mencapai revolusi produktivitas, seperti yang dibayangkan McKinsey, dibutuhkan sinergi antara data, desain, dan digitalisasi.

 

Sumber:
Rathnayake, A., & Middleton, C. (2023). Systematic Review of the Literature on Construction Productivity. Journal of Construction Engineering and Management. DOI: 10.1061/JCEMD4.COENG-13045

Selengkapnya
Mengungkap Dinamika Produktivitas Konstruksi Global: Resensi Kritis terhadap Kajian Sistematis oleh Rathnayake dan Middleton

Sejarah & Mitologi Nusantara

Misteri Danau Purba di Jawa Timur: Jejak Permukiman Kuno yang Nyaris Terlupakan

Dipublikasikan oleh pada 28 Mei 2025


Pendahuluan: Danau, Permukiman, dan Peradaban yang Terlupa

Danau bukan sekadar sumber air, tetapi juga tempat lahirnya peradaban. Di Jawa Timur, kawasan danau atau ranu telah lama dihuni manusia sejak masa prasejarah, terutama yang tinggal di sekitar Ranu Klakah, Ranu Gedang, Ranu Grati, Ranu Bethok, dan Ranu Segaran. Melalui penelitian arkeologi lintas tahun (2009–2014), Gunadi Kasnowihardjo mengungkap berbagai bukti bahwa danau-danau tersebut menyimpan warisan budaya yang mencerminkan adaptasi, kearifan lokal, dan struktur sosial masyarakat masa lalu.

Ranu dan Jejak Manusia: Sebuah Latar Arkeologis

Penelitian ini menelusuri kawasan "Tapal Kuda" Jawa Timur—wilayah yang saat ini dihuni etnis Madura dan dikenal dengan kesuburan serta keragamannya. Berdasarkan pendekatan non-site archaeology dan cultural ecology ala Steward, permukiman di sekitar danau dianggap sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungannya, di mana danau berperan vital dalam kehidupan sosial, ekonomi, hingga spiritual.

Mengapa danau penting?

  • Sumber air bersih untuk kehidupan dan pertanian

  • Sumber pangan berupa kerang dan ikan

  • Lansekap datar yang cocok untuk permukiman

  • Kesuburan tanah untuk aktivitas agraris

  • Sumber mitos dan spiritualitas, seperti legenda Endang Sukarni di Ranu Grati

Temuan Arkeologis dan Interpretasi Lokal

1. Ranu Klakah (Lumajang)

  • Temuan: Batu dandang (arca), beliung persegi, fragmen bata kuna, punden, struktur batu huruf L

  • Interpretasi: Indikasi permukiman menetap sejak masa Neolitik

  • Aktivitas modern: Budidaya perikanan sistem keramba, pertanian, dan ritual di Punden Gunung Lawang

📌 Potensi kawasan: Warisan budaya tangible dan intangible hidup berdampingan.

2. Ranu Gedang (Probolinggo)

  • Temuan: Kubur tua, lumpang batu, beliung, uang kepeng, dan kulit kerang air tawar

  • Isu lingkungan: Penyusutan air hingga 80 meter dari garis semula

  • Mitologi lokal: Buyut Surondoko dianggap sebagai cikal bakal masyarakat

📍 Menarik: Sisa-sisa subsistensi seperti kerang menandakan eksploitasi sumber daya air secara berkelanjutan.

3. Ranu Segaran (Tiris, Probolinggo)

  • Temuan: Fragmen keramik China, Vietnam, Eropa, beliung, dan makam tua

  • Fungsi: Indikasi hubungan dagang dan keterlibatan dalam jaringan perdagangan regional

  • Pusat penelitian: Blok Krajan sebagai lokasi strategis geografis dan historis

✍️ Analisis tambahan: Keberadaan keramik asing menunjukkan aktivitas lintas budaya sejak awal masehi.

4. Ranu Bethok

  • Temuan: Fragmen gerabah, keramik, beliung, dan kubur tua

  • Interpretasi: Permukiman dari masa Neolitik berdasarkan artefak beliung

  • Tantangan: Kekurangan data dating absolut membuat interpretasi bersifat tentative

📊 Rekomendasi: Perlu kajian lanjutan menggunakan radiokarbon untuk memverifikasi usia tinggalan.

5. Ranu Grati (Pasuruan)

  • Temuan: 11 beliung persegi dari warga setempat, makam cikal bakal (Mbah Kendhit, Mbah Mendal), lumpang batu, sumur kuna, sumber air

  • Legenda lokal: Kisah Endang Sukarni dan ular raksasa Joko Baru Klinthing

  • Struktur tanah: Teras danau mengindikasikan elevasi air yang berubah dari masa ke masa

🔍 Ilustrasi naratif: Legenda digunakan untuk menyampaikan ekologi spiritual dan moral ekologi masyarakat.

Analisis Tambahan: Perpaduan Arkeologi dan Kearifan Lokal

Salah satu aspek paling menarik dari penelitian ini adalah keterlibatan legenda dan kearifan lokal dalam merekonstruksi sejarah. Contohnya:

  • Mitos "Gigi Petir" (beliung) oleh masyarakat Madura dan Jawa mengaitkan artefak prasejarah dengan simbol-simbol gaib.

  • Upacara lokal seperti selametan desa dan sedekah bumi memperkuat dugaan kontinuitas budaya sejak masa lampau.

💡 Nilai tambah: Kajian arkeologi berbasis lokalitas tidak hanya ilmiah, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan spiritual masyarakat.

Relevansi Penelitian: Pelestarian, Ekowisata, dan Pendidikan

Penelitian ini bukan sekadar laporan akademik, tetapi juga memiliki implikasi besar:

1. Konservasi Cagar Budaya

Temuan artefak seperti beliung persegi dan lumpang batu perlu dijadikan bagian dari cagar budaya setempat untuk mencegah perusakan atau hilangnya data arkeologis penting.

2. Pengembangan Ekowisata Berbasis Budaya

Kawasan seperti Ranu Klakah dan Ranu Grati memiliki potensi dikembangkan sebagai wisata budaya dan ekologi berbasis narasi sejarah dan kearifan lokal.

3. Pendidikan Publik

Cerita rakyat dan artefak bisa diintegrasikan ke dalam kurikulum lokal untuk memperkuat identitas budaya dan kesadaran pelestarian lingkungan.

Kritik dan Saran

Kelebihan:

  • Penelitian multiyear dengan data empiris kuat

  • Pendekatan ekologi budaya menjelaskan konteks sosial lingkungan

  • Integrasi antara data arkeologis dan etnografi

Keterbatasan:

  • Tidak ada analisis dating absolut (misalnya radiokarbon)

  • Belum menyentuh aspek gender atau organisasi sosial komunitas

  • Beberapa artefak penting hanya berdasarkan testimoni warga tanpa konfirmasi laboratorium

Kesimpulan: Warisan Air yang Sarat Makna

Permukiman di sekitar danau di Jawa Timur adalah saksi bisu peradaban manusia Austronesia yang berpindah dan menetap dengan kecermatan ekologis. Keberadaan beliung persegi, lumpang batu, keramik asing, dan makam tua membentuk mosaik sejarah yang menyatukan budaya materiel dan spiritual.

Penelitian ini membuktikan bahwa pendekatan arkeologi yang berpadu dengan kearifan lokal tidak hanya memperkaya ilmu pengetahuan, tetapi juga memperdalam pemahaman kita tentang hubungan manusia dan alam.

Sumber:

Kasnowihardjo, G. (2016). Situs Permukiman Kawasan Danau di Jawa Timur. Berita Penelitian Arkeologi No. 30. Balai Arkeologi Yogyakarta.
🔗 Laman resmi jurnal BPA (jika tersedia)

Selengkapnya
Misteri Danau Purba di Jawa Timur: Jejak Permukiman Kuno yang Nyaris Terlupakan
« First Previous page 137 of 1.135 Next Last »