Teknik Perbaikan Tanah melalui Pencampuran: Metode, Kinerja, dan Aplikasi dalam Rekayasa Geoteknik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

23 April 2025, 13.43

freepik.com

Penelitian yang dilakukan oleh Oana Carașca dari Technical University of Civil Engineering Bucharest menghadirkan analisis komprehensif tentang metode stabilisasi tanah melalui pencampuran (soil mixing) sebagai teknologi ramah lingkungan dan ekonomis untuk memperbaiki tanah lunak. Artikel "Soil improvement by mixing: techniques and performances" yang dipublikasikan pada Energy Procedia tahun 2016 ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana campuran tanah-semen dapat dioptimalkan untuk aplikasi rekayasa geoteknik.

Latar Belakang Teknologi Deep Soil Mixing

Teknologi stabilisasi dengan Deep Soil Mixing (DSM) didasarkan pada introduksi dan pencampuran bahan aditif (agen stabilisasi) ke dalam tanah, baik dalam bentuk bubuk maupun suspensi, menggunakan peralatan khusus. Tujuan utamanya adalah memperbaiki stabilitas volume, kekuatan, permeabilitas, dan durabilitas tanah.

Peningkatan kekuatan tanah dimungkinkan karena adanya reduksi volume rongga awal, dengan menggantikan cairan dalam struktur tanah dengan agen stabilisasi, sehingga partikel dan agregat menjadi lebih rapat, meningkatkan jumlah titik kontak, dan sekaligus mencegah pengembangan (swelling).

Sejarah perkembangan teknologi soil mixing

Dimulai lebih dari 50 tahun yang lalu di Amerika Serikat, namun riset utama, teknik, dan konsep untuk teknologi soil-mixing modern dikembangkan dan digunakan di Jepang dan Swedia selama lima dekade terakhir:

  • 1954: Intrusion Prepakt Co. (Amerika Serikat) mengembangkan teknik Mixed in Place (MIP) Piling
  • 1960-an: Jepang dan Swedia mengembangkan program penelitian deep soil-mixing
  • 1970-an: Beberapa teknologi dikembangkan, terutama di Jepang dan Swedia: Soil Mixing Walls (SMW), Deep Lime Mixing (DLM), dan Cement Deep Mixing (CDM)
  • Akhir 1980-an: Deep Soil Mixing (DSM) dan Shallow Soil Mixing (SSM) diperkenalkan
  • 2000-an: Pengembangan teknologi baru seperti Geomix, Trenchmix, dan Springsol oleh Soletanche Bachy

Program Eksperimental

Untuk memahami kinerja soil-mix sebagai material baru, Carașca melakukan program penelitian yang terdiri dari uji laboratorium untuk menilai pengaruh jumlah clay terhadap karakteristik fisik dan mekanik tanah yang distabilkan.

Metodologi penelitian

meliputi:

  1. Pembuatan tanah artifisial dengan kandungan clay yang terkontrol (0%, 10%, 25%, 40%, dan 50% kaolin clay) dicampur dengan pasir Fontainebleau
  2. Pencampuran bahan kering (kaolin clay, semen, pasir) diikuti dengan penambahan air
  3. Pengadukan campuran dalam mixer selama 10 menit untuk menghasilkan "soilcrete"
  4. Penuangan campuran ke dalam cetakan berbentuk silinder dan prisma
  5. Penyimpanan sampel dalam lingkungan terkontrol dengan suhu tetap 19°C dan kelembaban yang mencegah pengeringan sampel

Pengujian yang dilakukan

pada sampel meliputi:

  • Penentuan kepadatan (density)
  • Porositas
  • Kekuatan tekan bebas (unconfined compressive strength)
  • Kekuatan lentur (flexion strength)
  • Modulus dinamis

Hasil Pengujian dan Analisis

1. Kepadatan (Density)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kepadatan dalam semua kondisi menurun seiring dengan peningkatan jumlah kaolin clay. Peneliti mengamati pengurangan perbedaan antara kepadatan dalam kondisi segar dan kepadatan dalam kondisi keras, serta peningkatan perbedaan antara kepadatan semu (apparent density) dalam kondisi basah dan kondisi kering, ketika kadar kaolin clay ditingkatkan.

Grafik kepadatan menunjukkan tren linier untuk setiap unit berat, dengan sedikit kecenderungan ke kurva eksponensial menurun. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan clay, semakin rendah kepadatan material yang dihasilkan.

2. Porositas

Nilai porositas sangat berkaitan dengan jumlah air awal, karena air yang menghidrasi semen menciptakan rongga. Porositas yang dapat diakses oleh air bervariasi antara 25% dan 61%. Semakin tinggi dosis kaolin clay, semakin tinggi kebutuhan air, sehingga porositas meningkat.

Porositas juga cenderung sedikit menurun dengan jumlah semen yang lebih tinggi dalam garis tren linier. Perubahan distribusi ukuran partikel dan pembentukan hidrat yang lebih tinggi dapat menjelaskan kecenderungan ini. Meski demikian, pada umur perawatan 28 hari, porositas hampir sama untuk persentase kaolin clay yang sama, meskipun dosis pengikat bervariasi. Perbedaan maksimal 4% diamati, namun secara umum di bawah 1%.

Ketika dihubungkan dengan kepadatan semu dalam kondisi basah, porositas menurun seiring dengan peningkatan berat unit. Namun, tidak ada kecenderungan besar yang tampak berlaku untuk usia perawatan yang berbeda.

3. Kekuatan Tekan Bebas (UCS)

Nilai kekuatan tekan bebas terbaik diperoleh untuk sampel dengan 10% kaolin clay (sekitar 5,5 MPa untuk dosis semen 200 kg). Ketika penelitian ini dibandingkan dengan hasil Helson (2014), dapat dikonfirmasi bahwa kandungan kaolin clay ideal untuk pengembangan kekuatan adalah sekitar 10%.

Perbedaan kekuatan antara dua jumlah semen yang diteliti, untuk persentase kaolin clay yang sama, adalah sekitar 2 MPa. Hubungan linier dapat diamati antara kekuatan tekan pada 28 hari untuk jumlah semen yang diteliti dalam penelitian ini.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kekuatan tanah setelah perawatan meliputi:

  • Jenis pengikat (binder)
  • Jumlah pengikat
  • Upaya pencampuran
  • Suhu
  • Tekanan selama perawatan

4. Modulus Dinamis (Young)

Untuk modulus elastisitas dinamis, tren yang sama seperti kekuatan tekan bebas yang diukur pada umur perawatan 28 hari dapat diamati, kecuali sampel untuk formulasi K0/C200. Nilai-nilai modulus dinamis menurun dengan persentase kaolin clay, dengan maksimum pada 10% kaolin clay. Perbedaan antara modulus Young dinamis untuk dua jumlah semen yang diteliti umumnya kurang dari 2 GPa, dan kebanyakan di bawah 1,5 GPa.

Hubungan antara UCS dan kecepatan gelombang-P yang ditentukan pada 28 hari menunjukkan garis tren naik untuk dosis semen 150 kg/m³, tetapi sedikit menurun untuk dosis semen 200 kg/m³. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Åhnberg dan Holmen (2011).

5. Kekuatan Lentur (Flexion)

Nilai kekuatan lentur terbaik diperoleh untuk sampel dengan 10% kaolin clay untuk dosis semen 150 kg dan untuk sampel dengan 25% kaolin clay untuk dosis semen 200 kg (2,1 MPa dan 2,6 MPa). Hubungan linier antara kekuatan lentur dan kekuatan tekan bebas pada 28 hari dapat diamati. Nilai rasio berada antara 0,42 dan 0,64, umumnya sekitar 0,50. Namun, rasio ini tidak diperoleh untuk semua formulasi.

Aplikasi Praktis Teknologi Deep Soil Mixing

Teknologi stabilisasi tanah dengan metode Deep Soil Mixing memiliki berbagai aplikasi praktis dalam rekayasa geoteknik:

  1. Struktur Transportasi: Tanggul jalan/rel kereta api
  2. Dukungan Galian: Kolom kapur, semen, atau kapur/semen untuk mendukung galian
  3. Aplikasi Lepas Pantai: Perbaikan tanah liat laut untuk platform lepas pantai
  4. Sistem Fondasi: Fondasi dangkal, penguatan bendungan
  5. Stabilitas Lereng: Perbaikan stabilitas lereng
  6. Konstruksi Khusus: Fondasi silo dan pengurangan perpindahan tiang akibat seismik

Kesimpulan dan Tinjauan Kritis

Program eksperimental yang dilakukan oleh Carașca memberikan data yang mengikuti tren yang sama dengan data lain yang tersedia dari studi lain, sehingga mengkonfirmasi tingkat keterulangan tertentu. Penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana komposisi campuran tanah-semen mempengaruhi kinerja dan sifat-sifat mekaniknya.

Beberapa temuan penting dari penelitian ini adalah:

  • Kaolin clay optimal: Kandungan 10% kaolin clay menghasilkan kekuatan tekan dan modulus elastisitas tertinggi
  • Pengaruh semen: Peningkatan dosis semen dari 150 kg/m³ ke 200 kg/m³ menghasilkan peningkatan kekuatan sekitar 2 MPa
  • Perubahan porositas: Porositas meningkat dengan peningkatan kadar kaolin clay, tetapi cenderung menurun dengan peningkatan jumlah semen
  • Rasio kekuatan lentur-tekan: Nilai rasio umumnya sekitar 0,50, yang memberikan panduan untuk desain struktural

Meskipun penelitian ini memberikan wawasan berharga tentang stabilisasi tanah dengan metode DSM, ada beberapa keterbatasan yang perlu dipertimbangkan:

  1. Tanah artifisial vs. tanah alami: Penelitian ini menggunakan tanah artifisial yang dikendalikan, yang mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kompleksitas tanah alami di lapangan
  2. Umur perawatan terbatas: Penelitian ini hanya menyelidiki perilaku pada umur perawatan 7 dan 28 hari, sedangkan dalam praktik, performa jangka panjang juga penting
  3. Jumlah variabel terbatas: Hanya dua variasi kandungan semen yang diteliti, yang mungkin tidak memberikan gambaran lengkap tentang pengaruh binder

Meskipun demikian, studi ini memberikan kontribusi signifikan untuk memahami perilaku tanah yang distabilkan dan dapat membantu dalam mengoptimalkan desain proses pencampuran untuk aplikasi rekayasa geoteknik. Penelitian lebih lanjut dengan berbagai jenis tanah alami dan jenis binder alternatif dapat membantu mengembangkan metode ini lebih jauh.

Dengan mempertimbangkan keuntungan ekonomi dan lingkungan, teknik stabilisasi tanah dengan metode DSM menawarkan solusi menjanjikan untuk perbaikan tanah lunak dalam berbagai aplikasi rekayasa sipil, membantu menciptakan infrastruktur yang lebih aman dan berkelanjutan.

Sumber : Carașca, O. (2016). Soil improvement by mixing: techniques and performances. Energy Procedia, 85, 85-92.