Pendahuluan: Mengapa Produktivitas Pekerja Jadi Isu Penting?
Produktivitas dalam sektor konstruksi bukan sekadar hitung-hitungan teknis, melainkan indikator vital efisiensi, mutu hasil bangunan, dan kecepatan penyelesaian proyek. Artikel ilmiah yang ditulis oleh Fiqra Afrian, Fitriah Mas’ud, dan La Ode M. Nurrakhmad Arsyad dalam Jurnal Media Konstruksi Vol. 9 No. 2 (2024), mengangkat persoalan ini secara spesifik. Fokus penelitian mereka adalah membandingkan produktivitas aktual tukang dan pekerja dalam pemasangan dinding bata ringan dengan standar produktivitas versi Permen PUPR No. 1 Tahun 2022.
Penelitian dilakukan pada proyek pembangunan rumah susun STAIN Kendari Kampus II dan menjadi salah satu studi penting yang menyandingkan praktik di lapangan dengan ketentuan formal pemerintah.
Apa Itu Produktivitas dalam Konstruksi?
Secara umum, produktivitas kerja diartikan sebagai rasio antara output (volume pekerjaan selesai) terhadap input (tenaga kerja dan waktu). Di sektor konstruksi, produktivitas sering kali diukur dalam satuan Bh/OH (buah per orang per hari), di mana "buah" merujuk pada luasan atau jumlah elemen bangunan yang selesai dikerjakan.
Permen PUPR No. 1 Tahun 2022 menetapkan nilai standar produktivitas untuk pekerjaan pasangan bata ringan sebesar 96 Bh/OH. Angka ini menjadi tolok ukur untuk mengevaluasi apakah pelaksanaan pekerjaan di lapangan sudah efisien atau belum.
Metodologi Penelitian: Kombinasi Observasi Lapangan dan Perbandingan Kuantitatif
Penelitian ini bersifat survei lapangan, dilakukan selama 14 hari kerja di proyek rumah susun STAIN Kendari. Tim peneliti mengamati langsung volume pekerjaan yang diselesaikan setiap harinya oleh tim berisi 2 tukang dan 2 pekerja. Hasil pengamatan kemudian dihitung menggunakan rumus:
Produktivitas = Volume Pekerjaan / Jumlah Tenaga Kerja
Sebagai data pembanding, peneliti menggunakan Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) dari PUPR No. 1 Tahun 2022.
Apa Penyebab Produktivitas Rendah?
Peneliti mengidentifikasi empat faktor utama yang berkontribusi terhadap rendahnya produktivitas di lapangan:
1. Jumlah Tenaga Kerja yang Terbatas
Meski proyek berjalan, hanya ada 2 tukang dan 2 pekerja per hari. Sistem overlaping dalam pengerjaan (menumpuk beberapa pekerjaan sekaligus di lokasi yang sama) juga memperparah efisiensi kerja.
2. Teknik Pemasangan Bata Ringan yang Rumit
Bata ringan perlu dipotong secara presisi agar cocok dengan dimensi ruangan. Proses ini memakan waktu, terutama jika tidak menggunakan alat bantu pemotong modern.
3. Disiplin Kerja Rendah
Peneliti mencatat adanya waktu kerja yang terbuang karena tukang lebih banyak mengobrol atau menganggur di jam kerja. Ini jelas menurunkan efektivitas jam kerja aktual.
4. Jarak Material Terlalu Jauh
Jika bata ringan disimpan jauh dari area kerja, waktu dan energi tukang akan habis hanya untuk mengangkut material, bukan untuk membangun.
Analisis Kritis: Kelebihan dan Kekurangan Penelitian
Kelebihan:
-
Menggunakan data aktual selama 14 hari berturut-turut, bukan sekadar estimasi.
-
Membandingkan langsung hasil lapangan dengan standar resmi PUPR.
-
Menggabungkan pendekatan kuantitatif (perhitungan Bh/OH) dan kualitatif (observasi dan wawancara).
Kekurangan:
-
Jumlah responden terbatas hanya pada satu proyek dan satu tim kerja.
-
Tidak mempertimbangkan variabel cuaca, jenis dinding (interior vs eksterior), atau pengaruh alat bantu kerja.
-
Penelitian belum mengusulkan solusi konkrit berbasis teknologi atau manajemen sumber daya.
Studi Pembanding: Bagaimana Negara Lain Mengelola Produktivitas?
Di Singapura, penggunaan Building Information Modeling (BIM) dan manajemen berbasis sensor telah meningkatkan produktivitas pekerja hingga 30% (Lau et al., 2019). Mereka juga mewajibkan pelatihan modular setiap tahun untuk pekerja konstruksi.
Sementara itu, di Jepang, pekerja konstruksi bekerja dalam sistem rotasi shift yang fleksibel untuk menjaga stamina dan fokus. Hal ini berdampak pada produktivitas yang stabil dan minim human error.
Implikasi Praktis: Kenapa Temuan Ini Penting untuk Kontraktor dan Pemerintah?
Jika produktivitas tukang tidak dikontrol:
-
Durasi proyek akan molor
-
Biaya tenaga kerja membengkak
-
Kualitas pekerjaan menurun akibat kelelahan dan terburu-buru
Dengan memahami gap antara standar dan realita, kontraktor dapat:
-
Menyusun jadwal kerja yang lebih realistis
-
Melatih ulang tukang dalam teknik pemasangan bata ringan modern
-
Mengoptimalkan distribusi logistik material
Rekomendasi untuk Proyek Selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, berikut rekomendasi untuk meningkatkan produktivitas tukang dalam proyek dinding bata ringan:
-
Pelatihan teknis rutin tentang pemasangan bata ringan (terutama potong presisi)
-
Manajemen waktu kerja: hindari waktu kosong dan tingkatkan pengawasan onsite
-
Penempatan material lebih strategis agar waktu tempuh lebih efisien
-
Penambahan tenaga kerja saat volume kerja tinggi
-
Penggunaan alat bantu pemotong bata agar pengerjaan lebih presisi dan cepat
Kesimpulan: Antara Idealitas Standar dan Realita Lapangan
Penelitian ini memperlihatkan realita penting: meskipun pemerintah telah menetapkan standar produktivitas melalui Permen PUPR No. 1 Tahun 2022, implementasinya di lapangan belum optimal. Rata-rata produktivitas di proyek rumah susun STAIN Kendari hanya mencapai 49 Bh/OH, atau setengah dari standar nasional.
Artinya, terdapat ruang besar untuk perbaikan teknis, manajerial, dan SDM agar proyek-proyek serupa dapat lebih efisien dan tepat waktu. Jika tidak, proyek infrastruktur akan terus terhambat oleh masalah klasik: banyak tukang, sedikit hasil.
Referensi Sumber Asli
Artikel ini dapat diakses di:
Fiqra Afrian, Fitriah Mas’ud, La Ode M. Nurrakhmad Arsyad. (2024). Produktivitas Pekerja Konstruksi pada Pekerjaan Dinding Bata Ringan Berdasarkan PUPR No. 1 Tahun 2022. Jurnal Media Konstruksi, Vol. 9, No. 2, hlm. 131–140.
Tautan resmi: https://medkons.uho.ac.id/index.php/journal