Menjaga Warisan Leluhur: Strategi Penataan Ruang Kota Kuno Banten Lama dalam Bingkai Pelestarian Cagar Budaya

Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah

20 Mei 2025, 09.31

pexels.com

Pendahuluan

Kota Kuno Banten Lama menyimpan segudang nilai sejarah dan budaya yang berakar dari masa Kesultanan Banten. Sayangnya, seiring perkembangan zaman, kawasan ini menghadapi berbagai tantangan degradasi ruang dan tekanan modernisasi yang mengancam keaslian nilai-nilai budayanya. Dalam konteks ini, Yosua Adrian Pasaribu menyusun artikel yang mendalam mengenai strategi penataan ruang sebagai instrumen pelestarian kawasan cagar budaya. Studi ini diterbitkan dalam Kalpataru: Majalah Arkeologi, Vol. 28, No. 2, November 2019.

Penelitian ini berangkat dari pentingnya mempertahankan nilai-nilai kesejarahan kawasan Kota Kuno Banten Lama melalui pendekatan tata ruang. Paper ini menyuguhkan analisis kritis atas kondisi eksisting serta memberikan rekomendasi berbasis prinsip pelestarian budaya dan kaidah penataan ruang modern.

Konteks Historis Kota Kuno Banten Lama

Kota Banten Lama adalah pusat pemerintahan Kesultanan Banten pada abad ke-16 hingga ke-19. Letaknya yang strategis menjadikan wilayah ini sebagai episentrum perdagangan dan pusat spiritual Islam di Nusantara. Di dalamnya terdapat berbagai peninggalan monumental seperti Masjid Agung Banten, Keraton Surosowan, Benteng Speelwijk, dan kanal-kanal kuno.

Namun, realitas saat ini memperlihatkan banyak kerusakan fisik dan konversi lahan yang tak terkendali. Hal ini mengindikasikan bahwa pelestarian tidak bisa lagi bergantung pada konservasi pasif semata, tetapi harus menyatu dengan mekanisme penataan ruang berkelanjutan.

Tujuan dan Metode Penelitian

Tujuan utama artikel ini adalah menganalisis bagaimana penataan ruang dapat diintegrasikan dalam pelestarian kawasan cagar budaya Banten Lama. Metode yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif dengan data utama berupa dokumen historis, regulasi tata ruang, observasi lapangan, dan hasil studi literatur lainnya.

Pendekatan ini memperhatikan aspek morfologi kota, pola ruang, dan intervensi fisik yang telah terjadi. Selain itu, penulis juga melakukan pemetaan zonasi dan evaluasi terhadap masterplan yang ada.

Temuan Utama

1. Pola Ruang yang Terkoyak

Penelitian menemukan bahwa struktur kota lama yang dulu bersifat terintegrasi kini telah terpecah-pecah oleh pemanfaatan ruang modern. Misalnya:

  • Kawasan pasar modern tumbuh di tengah kompleks situs sejarah,

  • Akses utama menuju situs kerap terhalang bangunan liar dan warung permanen,

  • Kanal historis tertutup atau beralih fungsi.

Hal ini menyebabkan disorientasi ruang dan melemahkan kohesi spasial warisan budaya.

2. Minimnya Regulasi Zonasi Berbasis Sejarah

Zonasi yang ditetapkan pemerintah daerah belum mempertimbangkan nilai historis dan arkeologis secara menyeluruh. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) cenderung bersifat normatif dan belum selaras dengan kebutuhan pelestarian kawasan cagar budaya.

Contohnya, tidak adanya zonasi penyangga antara area inti situs dan aktivitas komersial mengakibatkan tekanan pembangunan yang destruktif.

Strategi Penataan Ruang untuk Pelestarian

A. Integrasi Prinsip Konservasi dalam RTRW

Pasaribu merekomendasikan agar konservasi ruang menjadi bagian tak terpisahkan dari kebijakan RTRW. Ini meliputi:

  • Penetapan buffer zone (zona penyangga),

  • Revitalisasi koridor sejarah,

  • Restorasi kanal-kanal sebagai bagian dari sistem drainase dan pariwisata.

B. Pemetaan Nilai Historis sebagai Dasar Perencanaan

Penulis menekankan pentingnya inventarisasi nilai sejarah untuk menyusun peta potensi warisan budaya. Pemetaan ini harus mencakup:

  • Tingkat kerusakan fisik,

  • Nilai simbolik dan spiritual,

  • Potensi pengembangan edukasi dan wisata sejarah.

C. Partisipasi Masyarakat Lokal

Penataan ruang tidak akan efektif tanpa keterlibatan aktif masyarakat. Edukasi budaya dan penguatan ekonomi lokal berbasis cagar budaya seperti UMKM kerajinan dan wisata religi menjadi solusi partisipatif.

Studi Banding

Sebagai nilai tambah, pendekatan penataan ruang berbasis pelestarian di Banten Lama dapat dibandingkan dengan praktik di negara lain, seperti:

  • Kyoto, Jepang, yang menerapkan zonasi ketat dan penggunaan material arsitektur tradisional.

  • Georgetown, Malaysia, yang berhasil memadukan pelestarian warisan kolonial dengan aktivitas komersial melalui manajemen zona budaya.

Studi kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat, insentif kepada warga, serta penguatan hukum pelestarian.

Dampak Praktis dan Potensi Ke Depan

Penelitian ini memiliki dampak praktis yang besar, di antaranya:

  • Menjadi referensi kebijakan tata ruang daerah di kawasan heritage lain,

  • Mendorong integrasi antara dinas kebudayaan dan perencanaan wilayah,

  • Memberi dasar kuat untuk regulasi pelestarian berbasis spasial.

Ke depan, pendekatan ini juga dapat digunakan untuk kawasan seperti Kota Tua Jakarta, Trowulan (Mojokerto), hingga Kampung Naga di Tasikmalaya.

Kritik dan Catatan Pengembangan

Meskipun artikel ini cukup komprehensif, beberapa hal bisa diperdalam:

  • Keterlibatan stakeholders seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya kurang disorot secara spesifik,

  • Tidak ada analisis ekonomi mengenai biaya konservasi dan dampak pengembangan ekonomi lokal,

  • Kurang penekanan pada ancaman bencana (banjir, gempa) yang dapat merusak kawasan sejarah.

Pengembangan ke depan perlu memasukkan indikator keberlanjutan lingkungan dalam strategi pelestarian berbasis ruang.

Kesimpulan

Artikel karya Yosua Adrian Pasaribu ini berhasil menyoroti urgensi dan strategi penataan ruang dalam pelestarian kawasan cagar budaya, khususnya Kota Kuno Banten Lama. Dengan pendekatan kualitatif yang kritis dan berbasis data historis, artikel ini merekomendasikan sinergi antara konservasi budaya dan kebijakan ruang. Selain itu, keterlibatan masyarakat dan pemetaan nilai budaya menjadi fondasi penting bagi keberlanjutan kawasan.

Penelitian ini penting tidak hanya bagi pengelola situs sejarah, tetapi juga bagi perencana kota dan pembuat kebijakan yang ingin mengintegrasikan pelestarian budaya ke dalam pembangunan berkelanjutan.

Sumber

Pasaribu, Yosua Adrian. “Penataan Ruang dalam Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Budaya: Kajian Kota Kuno Banten Lama.” Kalpataru: Majalah Arkeologi, Vol. 28 No. 2, November 2019.