Meningkatnya Inovasi Bioteknologi dalam Menangani Permasalahan Kesehatan di Indonesia: Potensi Pasar dan Dampaknya yang Signifikan

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

13 Mei 2024, 13.00

east.vc

Dengan lebih dari 270 juta penduduk, Indonesia tetap menjadi pasar medis yang sedang berkembang, didukung oleh lonjakan kesadaran akan kesehatan yang dituntut oleh masyarakat berpenghasilan menengah yang terus meningkat. Namun, negara ini telah menghadapi masalah kronis karena pandemi mengungkap kekurangan dan rasa urgensi yang tinggi untuk mengembangkan sistem perawatan kesehatan yang lebih tangguh dan inovasi.

"Kami memiliki keyakinan yang kuat bahwa inovasi bioteknologi dapat membantu mengatasi masalah kesehatan yang telah ada di Indonesia selama bertahun-tahun. Nalagenetics dan Nusantics merupakan startup bioteknologi yang memiliki metodologi berbeda dalam memecahkan masalah. Kedua pendiri startup ini memiliki latar belakang yang kuat di bidang sains dan industri bioteknologi, yang merupakan aset yang tidak terpisahkan dari perusahaan," ujar Avina Sugiarto, Venture Partner di East Ventures.

Kedua perusahaan rintisan bioteknologi ini didukung oleh East Ventures, perusahaan modal ventura perintis dan terkemuka di Indonesia.

Nalagenetics: perusahaan bioteknologi yang mengkhususkan diri pada kemanjuran resep dan respon obat melalui tes DNA

Nalagenetics didirikan pada tahun 2016 oleh tim ilmuwan dari Indonesia dan Singapura. Mereka adalah Levana Sani, Alexander Lezhava, Astrid Irwanto, dan Jianjun Liu. 

Di Genome Institute of Singapore (GIS), para ilmuwan tersebut bekerja pada penelitian Genomik Manusia yang berfokus pada farmakogenomik pada obat yang disebut Dapsone, obat resep untuk mengobati kusta. Kelompok peneliti di GIS menemukan biomarker yang memprediksi Sindrom Hipersensitivitas Dapsone (DHS), sebuah reaksi obat yang berpotensi merugikan, yang disebabkan oleh obat yang seharusnya menyelamatkan nyawa mereka. 

Tim peneliti berhasil menarik perhatian pemerintah Indonesia, dan membantu pemerintah dalam menyebarkan 1.000 alat tes genetik di lima desa di Papua. Penelitian ini menemukan bahwa 20 persen pasien kusta membawa biomarker tersebut, dan hal ini membantu para dokter untuk menentukan pasien mana yang dapat diobati dengan obat tersebut. Para pendiri kemudian mendirikan Nalagenetics, untuk mengembangkan kemampuan seputar genomik populasi yang dimulai dengan farmakogenomik, sebuah cabang yang memprediksi metabolisme obat dengan tujuan untuk mengurangi reaksi obat yang merugikan, meningkatkan kemanjuran resep, dan efisiensi biaya.

"Reaksi obat yang merugikan bertanggung jawab atas 8 persen dari penerimaan pasien di rumah sakit saat ini, membuang sekitar $30 miliar sumber daya perawatan kesehatan di Amerika Serikat dan jumlah yang sama pentingnya di Asia. Oleh karena itu, mengetahui susunan genetik seseorang dapat menyelamatkan pasien dari efek samping yang tidak diinginkan - yang terkadang mematikan," kata CEO Nalagenetics, Levana Sani.


Program ini telah digunakan untuk menyesuaikan dosis dan resep untuk terapi tambahan kanker payudara. Program ini juga telah menunjukkan efektivitas biaya untuk perawatan di bidang kardiologi dan pasca-kemoterapi kanker payudara. Selain farmakogenomik, Nalagenetics telah mengembangkan modul pelaporan dan interpretasi untuk berbagai aplikasi untuk sekuensing germline dan skor risiko poligenik. Nalagenetics telah bekerja sama dengan lebih dari 40 dokter dan rumah sakit penelitian di Singapura dan Jakarta. Pendapatan perusahaan telah tumbuh 400 persen pada mitra rumah sakit dan 60 persen pada tes pada tahun 2021.

Nusantics: perusahaan bioteknologi yang mengkhususkan diri dalam pengujian mikrobioma dan mikroba

Nusantics didirikan pada tahun 2019 oleh para pionir bioteknologi Indonesia; Sharlini Eriza Putri, Vincent Kurniawan, dan Revata Utama, sebagai perusahaan rintisan teknologi genomik pertama di Indonesia yang berspesialisasi dalam pengujian mikrobioma dan mikroba.

Sharlini dan Vincent memiliki pengalaman yang kuat dalam industri produk berbasis bio. Sementara itu, Revata adalah seorang Ilmuwan Biomedis dengan pengalaman lebih dari 10 tahun dalam mengembangkan produk dan solusi biologi molekuler. 

"Mikrobioma telah menyebabkan lebih dari 20 juta kasus penyakit menular setiap tahunnya. Di Indonesia, penyakit infeksi merupakan bagian dari sepuluh penyakit teratas yang ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Oleh karena itu, Nusantics ingin mengatasi masalah yang terkait dengan mikroba ini dengan melakukan deteksi dini menggunakan solusi PCR dan NGS," ujar Sharlini Eriza Putri, co-founder dan CEO Nusantics.

Nusantics mulai memperkenalkan teknologi genomik ini ke industri kecantikan karena industri ini merupakan sektor yang menguntungkan dan siap untuk disrupsi dengan produk dan solusi yang didukung oleh sains. Di laboratoriumnya, perusahaan rintisan ini melakukan tes usap wajah bagi konsumen untuk menilai keseimbangan mikrobioma kulit. Dengan memahami keragaman mikrobioma kulit konsumen, Nusantics menyediakan berbagai solusi perawatan kulit ramah mikrobioma yang telah teruji secara klinis untuk perawatan keseimbangan mikrobioma kulit.

Mengingat tantangan perawatan kesehatan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, Nusantics juga telah menyediakan berbagai solusi pengujian mikroba, termasuk Gargle PCR, yang menggabungkan metode pengumpulan obat kumur Nusantics yang baru dengan Kit qRT-PCR multipleks cepat dan AirScan PCR untuk mendeteksi keberadaan COVID-19 di udara dalam ruangan. Nusantics juga baru-baru ini meluncurkan kit qRT-PCR VarScreen RxReady untuk skrining varian COVID-19.
Hingga Januari 2022, Nusantics telah meluncurkan enam produk komersial dan memiliki lebih dari dua paten yang masih dalam proses dengan kit qRT-PCR yang digunakan untuk lebih dari 6 juta tes PCR COVID-19, yang menghasilkan pertumbuhan pendapatan sebesar tujuh kali lipat dari tahun ke tahun. Untuk merangkul dunia pasca-pandemi, Nusantics berencana untuk memperluas penawaran ke penyakit menular lainnya di panel PCR pernapasan, gastrointestinal, dan penyakit menular seksual serta membangun laboratorium langsung ke konsumen untuk mempromosikan diagnostik mikroba sebagai sebuah kebiasaan.

Potensi pasar kesehatan di Indonesia

Berdasarkan Indeks Keamanan Kesehatan Global 2021, yang dilakukan oleh John Hopkins Center for Health Security, Nuclear Threat Initiative, dan Economist Intelligence Unit, Indonesia berada di peringkat 45 dari 195 negara, jauh tertinggal dari negara terdekatnya, yaitu Singapura (24) dan Malaysia (27). Indeks ini mengukur kapasitas 195 negara dalam mempersiapkan diri menghadapi epidemi dan pandemi.

Pandemi COVID-19 telah menjadi peringatan bagi Indonesia untuk mereformasi sistem perawatan kesehatannya.

Pemerintah merevisi Daftar Negatif Investasi pada tahun 2021, dan membuka kesempatan bagi investor asing di sebagian besar lini vertikal sektor kesehatan, terutama layanan penunjang kesehatan. 

"Kami melihat Nusantics dan Nalagenetics sebagai inovator bioteknologi terkemuka, yang memainkan peran penting dalam meningkatkan dan mengkatalisasi pertumbuhan industri kesehatan di Indonesia, mendukung para dokter, rumah sakit, dan produsen farmasi untuk mengembangkan solusi perawatan kesehatan yang lebih baik dan akurat," ujar Avina.

Disadur dari: east.vc