Mengoptimalkan Inspeksi Visual Produk Manufaktur dengan Active Learning Berbasis Machine Learning

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda

15 April 2025, 10.14

pixabay.com

Pendahuluan

Di tengah pesatnya perkembangan industri manufaktur modern, kebutuhan akan sistem kontrol kualitas yang efisien dan akurat menjadi semakin penting. Kualitas produk tidak hanya mencerminkan citra merek, tetapi juga memengaruhi kepercayaan pelanggan dan kelangsungan bisnis. Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh produsen adalah mendeteksi cacat produksi secara konsisten, cepat, dan akurat. Dalam konteks ini, paper berjudul "Active Learning for Automated Visual Inspection of Manufactured Products" menawarkan solusi berbasis kecerdasan buatan (AI), khususnya metode Active Learning untuk meningkatkan performa sistem inspeksi visual otomatis (Automated Visual Inspection / AVI).

Paper ini disusun oleh Elena Trajkova dan rekan-rekannya dari Jožef Stefan Institute, Philips Consumer Lifestyle BV, dan beberapa institusi lainnya. Penelitian ini berfokus pada pengembangan dan evaluasi machine learning (ML) yang dipadukan dengan metode active learning untuk inspeksi cacat produk manufaktur, menggunakan data nyata dari proses produksi alat cukur Philips.

Ringkasan Paper

Paper ini menjelaskan bagaimana metode active learning dapat mengurangi kebutuhan pelabelan data (data labeling) dalam pengembangan sistem AVI tanpa mengorbankan performa model. Tiga pendekatan active learning yang dievaluasi adalah:

  1. Pool-based sampling
  2. Stream-based sampling
  3. Query-by-committee

Sementara itu, lima algoritma machine learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

  • Gaussian Naïve Bayes
  • CART (Classification and Regression Trees)
  • Support Vector Machine (SVM)
  • Multi-Layer Perceptron (MLP)
  • k-Nearest Neighbors (kNN)

Latar Belakang dan Relevansi Penelitian

Tradisi inspeksi kualitas manual di industri manufaktur telah lama menghadapi kendala besar, seperti:

  • Kelelahan operator, yang menyebabkan penurunan akurasi.
  • Keterbatasan waktu dan tenaga, membuat inspeksi manual sulit diandalkan untuk skala produksi besar.
  • Variasi antar operator, menyebabkan ketidakseragaman hasil.

Sistem inspeksi berbasis AI muncul sebagai solusi yang tidak terpengaruh oleh faktor manusia tersebut. Namun, penerapan AI membutuhkan data latih yang berlabel dalam jumlah besar, yang sangat mahal dan memakan waktu. Active learning menjadi jawaban karena memungkinkan model belajar lebih efisien dengan jumlah data label yang lebih sedikit, dengan hanya memilih sampel data yang paling informatif untuk dilabeli.

Studi Kasus Nyata: Philips Consumer Lifestyle BV

Studi ini menggunakan data nyata dari lini produksi Philips Consumer Lifestyle BV, khususnya pada proses produksi alat cukur. Fokusnya adalah mendeteksi cacat pada hasil pencetakan logo di produk alat cukur. Ada tiga kategori dalam dataset yang digunakan:

  1. Produk dengan pencetakan logo yang baik.
  2. Produk dengan pencetakan ganda (double printing).
  3. Produk dengan pencetakan yang terputus (interrupted printing).

Dataset berisi 3.518 gambar, yang diolah untuk membangun dan menguji model. Penerapan teknologi ini di lini produksi diprediksi dapat mempercepat proses inspeksi visual manual hingga 40%, mengurangi beban kerja operator secara signifikan.

Metodologi dan Pendekatan Teknis

Penelitian ini mengklasifikasikan masalah sebagai problem multiclass classification. Metode supervised learning dipadukan dengan pendekatan active learning untuk memilih data mana yang perlu dilabeli.

Proses yang diterapkan meliputi:

  • Ekstraksi fitur gambar dengan ResNet-18, yang menghasilkan 512 fitur.
  • Seleksi fitur menggunakan metode mutual information untuk menghindari overfitting.
  • Evaluasi performa dengan metrik AUC ROC (Area Under the Receiver Operating Characteristic Curve).

Untuk eksperimen, digunakan metode stratified k-fold cross-validation sebanyak 10 lipatan (fold). Strategi active learning yang diterapkan meliputi:

  1. Stream-based sampling dengan ambang ketidakpastian di atas persentil ke-75.
  2. Pool-based sampling, memilih instance yang paling tidak pasti.
  3. Query-by-committee, melibatkan beberapa model untuk memilih instance berdasarkan ketidaksetujuan tertinggi antar model.

Temuan dan Analisis Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

  • MLP (Multi-Layer Perceptron) secara konsisten memberikan performa terbaik di semua pendekatan active learning, dengan nilai AUC ROC rata-rata mendekati 0.99.
  • Query-by-committee menghasilkan performa kedua terbaik, menunjukkan potensi besar dalam sistem dengan keterbatasan data label.
  • SVM, yang umum digunakan dalam literatur active learning, hanya menduduki peringkat ketiga.
  • CART secara konsisten menjadi yang terburuk dari lima model yang diuji.

Dalam analisis statistik, Wilcoxon signed-rank test dengan p-value 0.05 digunakan untuk menguji signifikansi hasil. Ditemukan bahwa perbedaan performa antara query-by-committee dan strategi lainnya cukup signifikan.

Nilai Tambah: Studi Banding Industri

Jika dibandingkan dengan industri lainnya, seperti inspeksi visual di manufaktur PCB (Printed Circuit Board), penggunaan active learning juga menunjukkan peningkatan efisiensi labeling data hingga 30%. Dalam manufaktur otomotif, sistem serupa mampu mendeteksi cacat pengecatan bodi mobil dengan akurasi 95%, mengurangi beban kerja inspeksi manual hingga 50%.

Dalam konteks industri elektronik, sistem AVI dengan active learning telah membantu mendeteksi cacat soldering di chip semikonduktor, meningkatkan efisiensi produksi dan menurunkan scrap rate sebesar 12%.

Kelebihan Penelitian

  • Penggunaan Data Nyata: Data dari Philips memberikan validitas pada hasil penelitian.
  • Evaluasi Komprehensif: Mencakup berbagai strategi active learning dan algoritma ML.
  • Analisis Statistik Mendalam: Menggunakan metode statistik untuk membuktikan signifikansi hasil.

Kritik dan Ruang Pengembangan

  • Fokus pada Kasus Tertentu: Penelitian ini hanya pada produk dengan cacat visual spesifik, sehingga belum diuji untuk jenis cacat lain.
  • Data Imbalance: Dataset yang digunakan cukup seimbang, padahal di produksi nyata sering kali terjadi class imbalance yang ekstrem.
  • Pengaruh Human-in-the-loop: Penelitian ini mengandalkan labeling dari manusia, sehingga ada potensi bias labeling yang belum dieksplorasi lebih jauh.

Potensi Pengembangan di Masa Depan

Penelitian ini membuka jalan untuk:

  1. Penggunaan Data Augmentasi: Untuk meningkatkan performa model dengan dataset terbatas.
  2. Edge Computing: Penerapan sistem inspeksi di perangkat keras berbasis IoT untuk proses real-time.
  3. Transfer Learning: Mengadopsi model pretrained untuk industri lain seperti tekstil atau pertanian.

Dampak Praktis di Industri Manufaktur

Implementasi active learning di AVI secara langsung mengurangi:

  • Biaya labeling hingga 50%.
  • Waktu pengembangan model berkurang drastis, mempercepat deployment sistem inspeksi.
  • Human error diminimalkan, meningkatkan konsistensi kualitas produk.

Kesimpulan

Penelitian oleh Trajkova dkk. membuktikan bahwa active learning dalam sistem inspeksi visual otomatis mampu meningkatkan efisiensi pengumpulan data label dan akurasi deteksi cacat produk manufaktur. MLP menjadi algoritma unggulan, diikuti oleh strategi query-by-committee yang menjanjikan.

Sebagai catatan, untuk industri yang mempertimbangkan adopsi teknologi AVI berbasis active learning, penting memastikan infrastruktur sensor, kamera, dan sistem IoT mendukung integrasi AI. Tantangan pada sektor UKM di Indonesia, seperti keterbatasan dana investasi, masih menjadi penghambat adopsi teknologi ini secara masif.

Sumber:

Trajkova, E., Rožanec, J. M., Dam, P., Fortuna, B., & Mladenić, D. (2021). Active learning for automated visual inspection of manufactured products. Proceedings of the Slovenian KDD Conference on Data Mining and Data Warehouses (SiKDD ’21), 1–4.