Mengelola Stres, Tantangan dan Jawaban Masalah Kesehatan Mental Siswa

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri

14 Mei 2024, 20.16

Sumber: fkm.ui.ac.id

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FPH) Universitas Indonesia (UI) kembali menggelar kuliah umum bertajuk Finding Zen in Chaos pada Sabtu, 2 Desember 2023 secara luring di Hall A FPH UI. Shabrina Audinia, M.Psi., Alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, hadir sebagai pembicara didampingi oleh Dr. Dadan Erwandi, S.Psi., M.Si., dosen K3 FPH UI sebagai moderator dalam kuliah umum yang dihadiri oleh mahasiswa FPH UI kali ini.

Menemukan Zen dalam Chaos atau kemampuan mengelola stres menjadi jawaban atas permasalahan dan urgensi mahasiswa saat ini terkait kondisi kesehatan mentalnya. Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan sejahtera yang membuat individu mampu mengatasi stres hidup, menyadari kemampuannya, belajar dan bekerja secara normal, serta berkontribusi terhadap lingkungannya.

“Banyak pelajar saat ini yang rentan terhadap kesehatan mental dan dilaporkan tragis dalam menyelesaikan permasalahannya. Berbagai faktor bisa terjadi sebagai pemicu timbulnya masalah. “Jadi, kematangan mental merupakan hal yang harus dikembangkan dan diterapkan oleh setiap mahasiswa untuk menghadapinya,” ujar Dr. Dadan Erwandi, S.Psi., M.Si., dalam sambutannya.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) melakukan penelitian dan data menunjukkan lebih dari 60% mahasiswa mengalami setidaknya satu gangguan kesehatan mental. Berdasarkan data kajian BEM Psikologi tahun 2020, sebanyak 48% mahasiswa mengalami gangguan kecemasan, 55% mengalami gejala depresi, dan 64% memiliki kualitas tidur yang buruk.

Sumber: fkm.ui.ac.id

Permasalahan utama yang terlihat pada mahasiswa UI selama ini terangkum dalam 4 pilar, yaitu permasalahan intrapersonal, akademik, lingkungan, dan interpersonal. Hal ini berdampak pada konsentrasi, makna, tenaga dan kemandirian siswa, sehingga menimbulkan buruknya prestasi akademik dan hubungan sosial serta buruknya pandangan terhadap diri sendiri dan orang lain.

Segitiga kognitif menyatakan pikiran, perasaan, dan perilaku. Ketiganya disebut memberikan alasan mengapa seseorang mengalami gangguan jiwa karena saling berkaitan. Pikiran menentukan perasaan dan perilaku seseorang sehingga cara pandang seseorang sangat mempengaruhi kondisi yang akan terjadi.

Stres merupakan suatu bentuk penyesuaian yang wajar untuk dirasakan. Hal ini dibuktikan pada Stress Performance Curve yang menunjukkan bahwa kinerja optimal seseorang adalah pada saat ia berada pada puncak stresnya. Namun perlu diingat bahwa stres yang dialami tidak bisa dibiarkan terus menerus, harus ditekan dan dihentikan agar tidak timbul masalah lebih lanjut.

Sumber: fkm.ui.ac.id

“Manajemen stres dapat dilakukan melalui lingkaran kendali Anda. Berfokus pada diri sendiri dan permasalahan yang ada saat ini menjadi kunci untuk membebaskan seseorang dari stres yang mungkin terjadi. “Cara ini bisa diartikan sebagai mindfulness, yaitu membiarkan diri fokus sepenuhnya pada momen saat ini dan saat ini ketika menghadapi permasalahan saat ini,” jelas Shabrina.

Terapi Penerimaan dan Komitmen merupakan teknik terapi yang diberikan oleh Shabrina di akhir materinya. Ia mengajak penonton untuk melihat dirinya sebagai sebuah konteks, yaitu berusaha memisahkan diri dari dirinya untuk sementara menjadi orang lain agar bisa melihat secara utuh keadaan dirinya saat ini dan peristiwa yang telah terjadi.

“Hari yang buruk tidak berarti kehidupan yang buruk. Saat kita mengalami kegagalan, belum tentu kita gagal total. Stres adalah hal yang netral. Jadi, tidak apa-apa jika merasa tidak apa-apa, tetapi tidak apa-apa jika terus-terusan berada di dalamnya,” pungkas Shabrina dalam menyampaikan materinya.

Disadur dari: fkm.ui.ac.id