Di balik kokohnya struktur bangunan tahan gempa, tersembunyi interaksi kompleks antara tanah, fondasi, dan struktur itu sendiri. Interaksi ini dikenal sebagai Soil-Foundation-Structure Interaction (SFSI). Studi oleh Dimitris Pitilakis dan Nicos Makris berjudul “A Study on the Effects of the Foundation Compliance on the Response of Yielding Structures Using Dimensional Analysis” menyajikan analisis mendalam tentang bagaimana kelenturan fondasi memengaruhi respons dinamis struktur saat gempa besar.
Penelitian ini sangat relevan di tengah pergeseran paradigma rekayasa gempa yang kini tak hanya berfokus pada kekuatan bangunan, tetapi juga pada perilaku sistem secara keseluruhan, termasuk respons tanah dan fondasi.
Metode dan Tujuan Penelitian
Studi ini menggunakan analisis dimensional sebagai pendekatan utama untuk memahami pengaruh parameter fisik terhadap deformasi seismik maksimum. Model sistem yang digunakan adalah struktur elastoplastik satu derajat kebebasan (SDOF) yang ditempatkan pada fondasi lentur.
Parameter penting yang dianalisis antara lain:
- Percepatan leleh struktur (αy)
- Perpindahan leleh (uy)
- Massa total sistem
- Rasio massa tanah terhadap struktur
- Frekuensi alami dan redaman dari fondasi (ωf, ζf)
- Karakteristik gempa (durasi dan intensitas impuls)
Hasil Kunci & Temuan Utama
1. Resonansi adalah Masalah Serius
Salah satu temuan penting adalah bahwa ketika frekuensi fondasi mendekati frekuensi dominan dari impuls gempa, respons struktur meningkat tajam. Ini disebut kondisi resonansi, yang bisa menyebabkan deformasi ekstrem bahkan pada struktur yang relatif kuat.
2. Tambahan Massa Tanah Justru Bisa Meningkatkan Risiko
Secara intuitif, kita mengira massa tanah di bawah fondasi bisa "menyerap" energi gempa. Namun, studi menunjukkan bahwa semakin besar massa tanah relatif terhadap struktur, justru semakin besar demand seismik (Π1 = umaxωp2/αp). Hal ini bertentangan dengan asumsi umum dalam beberapa regulasi teknik sipil.
Studi Kasus: Jembatan Layang Hanshin (Kobe, 1995)
Penelitian ini mengaplikasikan model matematisnya pada kasus nyata: runtuhnya 630 meter Jembatan Layang Hanshin saat gempa Kobe 1995. Analisis menunjukkan bahwa interaksi fondasi-tanah yang lentur justru meningkatkan respons seismik kolom jembatan hingga melampaui batas aman.
Parameter aktual:
- Massa struktur: 1100 Mg
- Kekakuan horizontal pier: 150 MN/m
- αy (percepatan leleh): 0.7g
- Massa tanah fondasi: 2× massa struktur
- Frekuensi fondasi: ≈ 6.74 rad/s
- Impuls gempa: αp = 0.85g, Tp ≈ 1.6 s
Hasil: Dengan nilai Π3 (normalized uy) antara 0.1–0.75, sistem lentur menunjukkan respons yang lebih besar dibanding struktur dengan fondasi kaku. Ini membenarkan bahwa SFSI dapat merugikan, tergantung pada kondisi dinamis sistem.
Efek dari Parameter Kunci: Uji Numerik
A. Perpindahan Leleh (uy)
Dalam uji dengan pulse Type-A (maju) dan Type-B (maju-mundur):
- Saat uy < 1: seismic demand cenderung lebih tinggi dibanding sistem fixed-base.
- Saat uy > 1: seismic demand lebih rendah, artinya struktur lebih “tahan banting”.
- Pulse Type-B umumnya menghasilkan demand lebih rendah daripada Type-A untuk struktur dengan αy rendah.
B. Massa Tanah Fondasi
Dengan Π4 (mf/m) dari 1 hingga 4:
- Peningkatan massa tanah → peningkatan seismic demand.
- Saat ωf ≠ ωp (tidak resonansi): efek bisa menurun.
- Saat ωf = ωp (resonansi): seismic demand maksimum terjadi, bahkan melebihi fixed-base.
C. Pulse Gempa Nyata
Data digunakan dari:
- Rinaldi (Northridge, 1994) – impuls Type-A
- Aegion (Yunani, 1995) – impuls Type-B
Hasil:
- Aegion record cenderung menyebabkan seismic demand lebih tinggi dibanding Rinaldi, terutama saat fondasi lentur.
- Untuk Π3 > 1, respons masih bisa lebih rendah daripada fixed-base.
Kontribusi Penting: Analisis Dimensional & Self-Similarity
Pendekatan analisis dimensional memungkinkan semua parameter fisik dikonversi ke bentuk tak berdimensi (Π-terms), menghasilkan satu kurva utama yang menggambarkan berbagai skenario:
- Π1: seismic demand
- Π2: kekuatan spesifik sistem
- Π3: perpindahan leleh termodifikasi
- Π4: rasio massa tanah dan struktur
- Π5: rasio frekuensi fondasi dan impuls
- Π6: rasio redaman fondasi
Kelebihannya? Kurva-kurva ini self-similar, bisa diterapkan ke berbagai ukuran dan kondisi struktur—dari bangunan 1 lantai hingga jembatan raksasa.
Tinjauan Kritis & Hubungan ke Industri
1. Tantangan Bagi Praktik Rekayasa Gempa Modern
Mayoritas standar perencanaan struktur gempa (misalnya Eurocode 8, ASCE 7) mengasumsikan bahwa interaksi SFSI mengurangi respons struktur. Namun, penelitian ini memperlihatkan bahwa dalam banyak kasus, justru terjadi sebaliknya—terutama ketika fondasi terlalu fleksibel atau resonansi terjadi.
2. Relevansi di Era Infrastruktur Vertikal
Dengan menjamurnya gedung tinggi, jembatan layang, dan pelabuhan laut dalam yang berdiri di atas tanah lunak, pemahaman tentang pengaruh fondasi lentur terhadap respons gempa sangat vital. Integrasi model seperti ini dalam software analisis struktur (SAP2000, ETABS, OpenSees) perlu ditingkatkan.
Kesimpulan: Fleksibel Tidak Selalu Baik
Penelitian ini membuktikan bahwa fondasi lentur bisa menjadi pedang bermata dua. Dalam kondisi tertentu, ia meredam energi gempa; dalam situasi lain, ia memperparah deformasi struktur.
Poin Penting:
- Seismic demand bisa meningkat seiring bertambahnya kekuatan struktur, karena sistem menjadi lebih kaku dan rentan terhadap resonansi.
- SFSI bisa bersifat merugikan, terutama saat terjadi pencocokan frekuensi antara tanah dan gempa.
- Sistem fixed-base kadang memberikan batas atas untuk demand, namun tidak selalu menjadi kasus paling aman.
- Dimensional analysis memberikan pendekatan elegan dan fleksibel untuk memahami respons seismik dalam skala besar.
Sumber : Pitilakis, D. & Makris, N. A study on the effects of the foundation compliance on the response of yielding structures using dimensional analysis. Aristotle University of Thessaloniki & University of Patras.