Manajemen Pemeliharaan Gedung: Pelajaran dari Studi Kasus Gedung Bulog

Dipublikasikan oleh Raihan

29 September 2025, 14.20

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Studi ini mengkaji faktor kunci dalam pemeliharaan gedung dengan menyoroti Gedung Bulog yang tetap kokoh meski sudah beroperasi ±45 tahun. Temuan menunjukkan bahwa manajemen terstruktur dan pengelolaan biaya merupakan penentu utama keberlangsungan fungsi bangunan. Pemeliharaan sistematis terbukti dapat memperpanjang usia pakai bangunan, menjaga kualitas fungsional, serta mendukung kenyamanan pengguna. Dalam konteks ini, manajemen bukan hanya soal teknis pelaksanaan, melainkan juga aspek perencanaan, monitoring, serta pengendalian biaya. Studi ini secara tidak langsung menyoroti pentingnya standar operasional yang terdokumentasi dengan baik untuk mengantisipasi kerusakan fisik maupun penurunan fungsi ruang. Dengan prosedur pemeliharaan yang jelas, pengelola bangunan dapat melakukan prioritisasi pekerjaan, mengatur jadwal preventif, dan meminimalkan biaya darurat akibat kerusakan mendadak.

Studi kasus Gedung Bulog menunjukkan bahwa meskipun bangunan berusia tua, kualitas struktur tetap terjaga berkat pemeliharaan yang konsisten. Hal ini memperlihatkan hubungan logis: semakin tinggi konsistensi manajemen pemeliharaan, semakin besar peluang bangunan bertahan dalam jangka panjang. Riset ini memberi pesan penting bagi pengelola gedung lain di Indonesia bahwa usia bangunan bukanlah penghalang utama, selama ada sistem manajemen pemeliharaan yang efektif.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun menawarkan wawasan penting, penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Pertama, pendekatannya kualitatif deskriptif, tanpa dukungan data kuantitatif. Tidak ada pengukuran numerik yang menunjukkan sejauh mana pengaruh alokasi biaya terhadap keandalan struktur. Kedua, fokus penelitian hanya pada satu gedung (Bulog), sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasi ke seluruh jenis bangunan, baik perkantoran swasta maupun gedung publik lainnya. Ketiga, faktor eksternal seperti iklim, intensitas penggunaan, serta kualitas material awal tidak diperhitungkan secara detail. Padahal, faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi kinerja pemeliharaan dan kondisi akhir bangunan. Keempat, studi ini tidak membandingkan efektivitas strategi pemeliharaan preventif versus korektif, sehingga sulit diketahui strategi mana yang lebih optimal. Akhirnya, belum ada diskusi mendalam mengenai integrasi pemeliharaan dengan aspek keberlanjutan, misalnya efisiensi energi dan pengurangan limbah.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

1. Studi Kuantitatif Hubungan Manajemen vs Kinerja Gedung.

Untuk memperkuat temuan, riset berikutnya harus menggunakan metode kuantitatif. Misalnya, survei pada banyak gedung dengan variabel: anggaran tahunan, frekuensi pemeliharaan, serta skor kondisi fisik gedung. Dengan analisis regresi, dapat diketahui koefisien korelasi antara manajemen pemeliharaan (X) dan kondisi gedung (Y). Jika hasil menunjukkan koefisien kuat, misalnya 0,78, maka hal itu menandakan hubungan signifikan dan dapat menjadi dasar perumusan kebijakan nasional.

2. Pengembangan Model Digital Manajemen Pemeliharaan.

Sejalan dengan era transformasi digital, penelitian perlu mengembangkan sistem informasi manajemen pemeliharaan berbasis aplikasi. Sistem ini dapat mencatat jadwal, biaya, dan laporan kerusakan secara real-time. Dengan metode penelitian dan pengembangan (R&D), sistem diuji di beberapa gedung sebagai studi kasus. Indikator keberhasilan antara lain pengurangan biaya darurat, efisiensi waktu perbaikan, dan peningkatan kepuasan pengguna.

3. Studi Perbandingan Multi-Gedung.

Riset perlu diperluas ke berbagai tipe bangunan: kantor pemerintah, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga sekolah. Perbandingan ini memungkinkan peneliti menemukan pola umum maupun faktor unik yang memengaruhi keberhasilan pemeliharaan. Misalnya, apakah bangunan publik dengan dana besar selalu lebih terawat daripada bangunan swasta? Atau adakah strategi kreatif dengan biaya minim namun efektif?

4. Evaluasi Efisiensi Biaya dalam Pemeliharaan.

Penelitian mendatang sebaiknya menilai perbedaan biaya antara strategi pemeliharaan preventif, prediktif, dan reaktif. Dengan menggunakan metode analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis), peneliti dapat menghitung ROI (Return on Investment) dari tiap strategi. Hasil ini akan sangat berguna bagi pengelola bangunan yang ingin menekan biaya sekaligus menjaga performa bangunan.

5. Integrasi Pemeliharaan dengan Keberlanjutan dan Green Building.

Isu keberlanjutan kini tak terelakkan. Penelitian lanjutan harus melihat bagaimana kegiatan pemeliharaan mendukung efisiensi energi, penggunaan material ramah lingkungan, serta pencapaian sertifikasi green building. Studi dapat menilai kontribusi pemeliharaan terhadap pengurangan emisi karbon, misalnya dengan memperpanjang umur material atau meminimalkan limbah konstruksi. Dengan demikian, pemeliharaan tidak hanya dipandang sebagai kewajiban teknis, tetapi juga sebagai bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan.

Secara keseluruhan, studi tentang Gedung Bulog membuka pintu diskusi yang lebih luas. Dari kasus ini, jelas bahwa pemeliharaan bukanlah aktivitas tambahan, melainkan inti dari keberlangsungan bangunan. Penelitian lebih lanjut diharapkan tidak hanya menguji ulang temuan, tetapi juga menawarkan solusi praktis berbasis teknologi dan kebijakan. Dengan melibatkan Kementerian PUPR, universitas teknik sipil, serta asosiasi pengelola gedung, hasil riset akan lebih komprehensif dan aplikatif.

 

Kontribusi Utama terhadap Bidang

Studi ini mengkaji faktor kunci dalam pemeliharaan gedung dengan menyoroti Gedung Bulog yang tetap kokoh meski sudah beroperasi ±45 tahun. Temuan menunjukkan bahwa manajemen terstruktur dan pengelolaan biaya merupakan penentu utama keberlangsungan fungsi bangunan. Pemeliharaan sistematis terbukti dapat memperpanjang usia pakai bangunan, menjaga kualitas fungsional, serta mendukung kenyamanan pengguna. Dalam konteks ini, manajemen bukan hanya soal teknis pelaksanaan, melainkan juga aspek perencanaan, monitoring, serta pengendalian biaya. Studi ini secara tidak langsung menyoroti pentingnya standar operasional yang terdokumentasi dengan baik untuk mengantisipasi kerusakan fisik maupun penurunan fungsi ruang. Dengan prosedur pemeliharaan yang jelas, pengelola bangunan dapat melakukan prioritisasi pekerjaan, mengatur jadwal preventif, dan meminimalkan biaya darurat akibat kerusakan mendadak.

Studi kasus Gedung Bulog menunjukkan bahwa meskipun bangunan berusia tua, kualitas struktur tetap terjaga berkat pemeliharaan yang konsisten. Hal ini memperlihatkan hubungan logis: semakin tinggi konsistensi manajemen pemeliharaan, semakin besar peluang bangunan bertahan dalam jangka panjang. Riset ini memberi pesan penting bagi pengelola gedung lain di Indonesia bahwa usia bangunan bukanlah penghalang utama, selama ada sistem manajemen pemeliharaan yang efektif.

Keterbatasan dan Pertanyaan Terbuka

Meskipun menawarkan wawasan penting, penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Pertama, pendekatannya kualitatif deskriptif, tanpa dukungan data kuantitatif. Tidak ada pengukuran numerik yang menunjukkan sejauh mana pengaruh alokasi biaya terhadap keandalan struktur. Kedua, fokus penelitian hanya pada satu gedung (Bulog), sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasi ke seluruh jenis bangunan, baik perkantoran swasta maupun gedung publik lainnya. Ketiga, faktor eksternal seperti iklim, intensitas penggunaan, serta kualitas material awal tidak diperhitungkan secara detail. Padahal, faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi kinerja pemeliharaan dan kondisi akhir bangunan. Keempat, studi ini tidak membandingkan efektivitas strategi pemeliharaan preventif versus korektif, sehingga sulit diketahui strategi mana yang lebih optimal. Akhirnya, belum ada diskusi mendalam mengenai integrasi pemeliharaan dengan aspek keberlanjutan, misalnya efisiensi energi dan pengurangan limbah.

5 Rekomendasi Riset Berkelanjutan

1. Studi Kuantitatif Hubungan Manajemen vs Kinerja Gedung.

Untuk memperkuat temuan, riset berikutnya harus menggunakan metode kuantitatif. Misalnya, survei pada banyak gedung dengan variabel: anggaran tahunan, frekuensi pemeliharaan, serta skor kondisi fisik gedung. Dengan analisis regresi, dapat diketahui koefisien korelasi antara manajemen pemeliharaan (X) dan kondisi gedung (Y). Jika hasil menunjukkan koefisien kuat, misalnya 0,78, maka hal itu menandakan hubungan signifikan dan dapat menjadi dasar perumusan kebijakan nasional.

2. Pengembangan Model Digital Manajemen Pemeliharaan.

Sejalan dengan era transformasi digital, penelitian perlu mengembangkan sistem informasi manajemen pemeliharaan berbasis aplikasi. Sistem ini dapat mencatat jadwal, biaya, dan laporan kerusakan secara real-time. Dengan metode penelitian dan pengembangan (R&D), sistem diuji di beberapa gedung sebagai studi kasus. Indikator keberhasilan antara lain pengurangan biaya darurat, efisiensi waktu perbaikan, dan peningkatan kepuasan pengguna.

3. Studi Perbandingan Multi-Gedung.

Riset perlu diperluas ke berbagai tipe bangunan: kantor pemerintah, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga sekolah. Perbandingan ini memungkinkan peneliti menemukan pola umum maupun faktor unik yang memengaruhi keberhasilan pemeliharaan. Misalnya, apakah bangunan publik dengan dana besar selalu lebih terawat daripada bangunan swasta? Atau adakah strategi kreatif dengan biaya minim namun efektif?

4. Evaluasi Efisiensi Biaya dalam Pemeliharaan.

Penelitian mendatang sebaiknya menilai perbedaan biaya antara strategi pemeliharaan preventif, prediktif, dan reaktif. Dengan menggunakan metode analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis), peneliti dapat menghitung ROI (Return on Investment) dari tiap strategi. Hasil ini akan sangat berguna bagi pengelola bangunan yang ingin menekan biaya sekaligus menjaga performa bangunan.

5. Integrasi Pemeliharaan dengan Keberlanjutan dan Green Building.

Isu keberlanjutan kini tak terelakkan. Penelitian lanjutan harus melihat bagaimana kegiatan pemeliharaan mendukung efisiensi energi, penggunaan material ramah lingkungan, serta pencapaian sertifikasi green building. Studi dapat menilai kontribusi pemeliharaan terhadap pengurangan emisi karbon, misalnya dengan memperpanjang umur material atau meminimalkan limbah konstruksi. Dengan demikian, pemeliharaan tidak hanya dipandang sebagai kewajiban teknis, tetapi juga sebagai bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan.

Secara keseluruhan, studi tentang Gedung Bulog membuka pintu diskusi yang lebih luas. Dari kasus ini, jelas bahwa pemeliharaan bukanlah aktivitas tambahan, melainkan inti dari keberlangsungan bangunan. Penelitian lebih lanjut diharapkan tidak hanya menguji ulang temuan, tetapi juga menawarkan solusi praktis berbasis teknologi dan kebijakan. Dengan melibatkan Kementerian PUPR, universitas teknik sipil, serta asosiasi pengelola gedung, hasil riset akan lebih komprehensif dan aplikatif.

 

Baca Selengkapnya di: Pelita Sukma, T. C. (2020). BUKU PROSIDING SEMINAR PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020 "Inovasi Pembangunan dalam Teknologi dan Pendidikan". Buku Prosiding SPKTS 2020 Jilid 1.