Layanan Keuangan (Teknologi Finansial)

Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari

11 Mei 2024, 00.10

Sumber: Pinterest.com

Gambaran umum
Indonesia berada di tengah-tengah proses transformasi digital yang tidak hanya akan membentuk kembali ekonomi, tetapi juga masyarakat. Perkiraan memproyeksikan ekonomi digital yang diperluas dapat menambah sebanyak $2,8 triliun dolar AS ke dalam perekonomian Indonesia pada tahun 2040. Sektor keuangan merupakan area terdepan untuk peluang komersial dari bisnis AS dengan indikator yang kuat.

Pada tahun 2022, terdapat total nilai transaksi e-commerce sebesar 51,9 miliar dolar AS di Indonesia. Indonesia, salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar dan tercepat di ASEAN, mengalami lonjakan yang signifikan dalam adopsi pembayaran digital. Populasi negara ini yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa, dikombinasikan dengan meluasnya penggunaan ponsel pintar dan upaya pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan, telah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan sistem pembayaran yang baru dan inovatif.

Bank Indonesia telah mewajibkan layanan pembayaran digital untuk menggunakan kode QR terstandardisasi untuk memastikan semua bank dan dompet elektronik dapat saling beroperasi. Pembayaran QR meningkat lebih dari tiga kali lipat setiap tahunnya sejak standarisasi; dan pada tahun 2022 mencapai Rp98,5 triliun.

Indonesia memiliki 22,4 juta merchant terdaftar, jauh lebih banyak dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya dan jumlah tersebut akan meningkat dua kali lipat menjadi 45 juta pada tahun 2023. Langganan broadband tetap di Indonesia dilaporkan mencapai 13,4 juta pelanggan pada tahun 2022.

Ada berbagai perusahaan FinTech Indonesia di Indonesia. Umumnya, didominasi oleh perusahaan startup, seperti pembayaran, investasi ritel, memimpin atau meminjamkan, perencanaan keuangan, crowdfunding, pengiriman uang, dan penelitian keuangan. Sektor fintech di Indonesia masih relatif aktif dalam satu tahun terakhir, meskipun terjadi penurunan pendanaan segar yang disalurkan ke sektor ekonomi digital secara global.

Menurut data yang disediakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) Indonesia pada Desember 2022, meskipun terjadi penurunan pendanaan sebesar 60% dari tahun ke tahun untuk perusahaan rintisan digital di Asia, nilai transaksi di sektor tekfin Indonesia tumbuh sebesar 39% dari tahun ke tahun, tingkat pertumbuhan tertinggi kedua di antara negara-negara G20 selama pandemi COVID-19.

Berikut ini adalah perusahaan-perusahaan FinTech Indonesia yang paling cepat berkembang menurut sorotan keuangan IDC:

  • Ajaib (reksa dana digital)
  • Kredivo (e-commerce dan teknologi keuangan digital)
  • Modalku (pinjaman P2P)
  • OnlinePajak (aplikasi pajak online)
  • OVO (dompet elektronik)
  • GO-PAY (dompet elektronik)
  • DANA (dompet elektronik)
  • Spenmo (perangkat lunak manajemen biaya)
  • Pace (platform pembayaran online)
  • Whiz (tekfin untuk remaja)

Industri fintech di Indonesia diatur oleh dua badan pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank Indonesia mengawasi kebijakan moneter dan ekosistem pembayaran, sementara OJK mengawasi pinjaman peer-to-peer, crowdfunding, perbankan digital, keamanan data keuangan, teknologi asuransi, dan perlindungan konsumen keuangan. Kedua lembaga ini memiliki divisi teknologi finansial dan terlibat secara teratur dengan para pemain industri dan mempertahankan strategi jangka panjang yang mendorong pengembangan sektor teknologi finansial.

Beberapa upaya sedang dilakukan untuk lebih mengembangkan sektor jasa keuangan di Indonesia, termasuk:

OJK mengimplementasikan rencana aksi nasional yang berjudul “Peta Jalan dan Rencana Aksi Inovasi Keuangan Digital 2020-2024”. Rencana ini bertujuan untuk mengembangkan ekosistem keuangan digital yang mendukung dan komprehensif untuk memastikan bahwa industri jasa keuangan kompetitif, tahan terhadap perubahan, dan sesuai untuk masa depan.
OJK juga meluncurkan “Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025”, yang berfokus pada peran sektor jasa keuangan dalam mendukung pemulihan ekonomi Indonesia pascapandemi; dan

Untuk mendukung MPSJKI 2021-2025, OJK juga merilis Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) 2020-2025 yang berfokus pada penguatan keunggulan kompetitif sektor jasa keuangan, mendorong penggunaan teknologi yang sedang berkembang seperti AI, mendorong kerja sama teknologi antar pelaku usaha, memajukan edukasi keuangan, dan meningkatkan regulasi, perizinan dan pengawasan melalui solusi digital.

Sub-sektor unggulan
Dompet digital uang elektronik: Nilai transaksi uang elektronik meningkat sebesar 30,84% pada tahun 2022 menjadi Rp 399,6 triliun. Berdasarkan Q1 2023, pemain utama dompet digital di Indonesia adalah GoPay, OVO, DANA, ShopeePay, LinkAja, Doku, Sakuku, i.Saku, dan Octo Mobile.

Transaksi E-Money di Indonesia dari tahun 2018-2023

  • Periode 2018 2019 2020 2021 2022
  • Nilai 47.198.616 145.165.468 204.909.170 305.400.000 399.600.000
  • Sumber: Bank Indonesia (nilai dalam jutaan Rupiah)

Tekfin P2P Lending: Per Juli 2023, terdapat 95 perusahaan peer-to-peer (P2P) konvensional dan 7 perusahaan peer-to-peer (P2P) syariah, menurut statistik yang dikumpulkan oleh OJK. Bank Indonesia memproyeksikan bahwa uang elektronik akan tumbuh 23,9% di tahun 2023 menjadi Rp495,2 triliun dari tahun 2022.

Empat segmen utama yang berkontribusi terhadap pertumbuhan kuat sektor fintech Indonesia adalah:

Perbankan digital
Meskipun sektor perbankan digital mulai melambat pada tahun 2023 karena dampak “musim dingin pendanaan” mulai memengaruhi Indonesia, selama tahun sebelumnya, tren yang terjadi adalah lebih banyak grup tekfin dan platform digital yang mengakuisisi bank-bank Indonesia yang lebih kecil dengan tujuan untuk mengubahnya menjadi bank digital, dan kemudian melakukan penggalangan dana. Tren ini sejalan dengan kebijakan jangka panjang OJK untuk mengkonsolidasikan jumlah bank di Indonesia agar lebih mudah diatur dari sisi regulasi. Beberapa bank yang diakuisisi oleh grup fintech dan platform digital adalah bank perkreditan rakyat, bukan bank komersial.

Pembayaran digital
Penggalangan dana dan M&A di sektor pembayaran Indonesia terus berlanjut meskipun terjadi “musim dingin pendanaan” yang terjadi di yurisdiksi lain. Beberapa dari transaksi ini telah menguji peraturan pembayaran terbaru dari Bank Indonesia. Peraturan tersebut termasuk Peraturan Bank Indonesia No 22/23/PBI/2020, Peraturan Bank Indonesia No 23/6/PBI/2021 tentang Penyelenggara Jasa Pembayaran, Peraturan Bank Indonesia No 23/7/PBI/2021 tentang Penyelenggara Infrastruktur Pembayaran, dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur No 24/7/PADG/2022 yang diterbitkan pada bulan Juni 2022.

Pembiayaan digital
Pada bulan Juli 2022, OJK akhirnya mengeluarkan perubahan yang telah lama ditunggu-tunggu terhadap regulasi platform P2P. Peraturan baru ini, Peraturan OJK No. 10/POJK.05/2022 (POJK 10/2022), mulai berlaku pada tanggal 4 Juli 2022, dan menggantikan Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 (POJK 77/2016). Ada kerja sama yang lebih kuat antara platform pinjaman P2P dan bank; ada penurunan pinjaman yang disalurkan ke sektor produktif; ada peningkatan minat dalam pembiayaan rantai pasokan; ada peningkatan aktivitas di ruang Early Wage Access (EWA) - semakin banyak platform teknologi yang bermitra dengan perusahaan untuk memungkinkan karyawan yang terakhir untuk menarik sebagian dari gaji mereka lebih awal.

Aset digital
Pada bulan Agustus 2022, Bappebti mengeluarkan peraturan baru yang memperluas daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia dari 229 menjadi 383. Regulator Indonesia telah meningkatkan pengawasan dan penegakan peraturan terhadap perusahaan aset kripto, mendorong perusahaan-perusahaan ini untuk mempertimbangkan reorganisasi perusahaan.

Ada lebih banyak aktivitas yang berkaitan dengan aset digital secara lebih luas termasuk meningkatnya penggunaan token non-fungible (NFT) oleh perusahaan-perusahaan dalam kampanye pemasaran mereka, terutama untuk menarik pelanggan yang lebih muda. Omnibus Law Jasa Keuangan menetapkan bahwa pengawasan atas aset keuangan digital, termasuk aset kripto, akan dialihkan dari Bappebti ke OJK pada 12 Januari 2025. Selama masa transisi, OJK kemungkinan akan mengeluarkan peraturan lebih lanjut tentang aset digital.

Peluang
Saat ini, perusahaan-perusahaan FinTech Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hanya dalam beberapa tahun, perusahaan-perusahaan startup fintech di Indonesia telah berkembang dari segi jumlah. Sektor fintech di Indonesia adalah salah satu industri yang menjanjikan. Indonesia adalah rumah bagi 20% dari seluruh perusahaan fintech di ASEAN dan diperkirakan akan menghasilkan pendapatan sebesar USD 8,6 miliar pada tahun 2025.

Fintech telah mengalami lonjakan yang signifikan di masa normal baru karena pandemi COVID-19. Potensi penetrasi pengguna yang lebih tinggi dan peningkatan transaksi digital yang signifikan di masa depan telah mendorong kemajuan fintech. Salah satu pendorong utama kesuksesan fintech di Indonesia adalah adopsi platform digital yang cepat. Platform-platform ini telah menyederhanakan transaksi seperti e-wallet, internet banking, dan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), yang memfasilitasi pergeseran dari aktivitas keuangan tradisional offline ke online.

Terlepas dari pertumbuhan yang mengesankan di sektor fintech, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Menurut OJK, terdapat kesenjangan sebesar 8,3% antara literasi dan inklusi keuangan di platform fintech. Hal ini menandakan bahwa beberapa individu sadar akan layanan fintech tetapi membutuhkan lebih banyak cara untuk mengaksesnya.

Antara tahun 2018-2022, pihak berwenang telah menutup 4.432 kasus pinjaman fintech ilegal, menggarisbawahi betapa seriusnya masalah ini. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah proaktif untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut dengan mengimplementasikan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) untuk tahun 2021-2025. Strategi ini bertujuan untuk mencapai inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun 2024.

Di bawah strategi ini, beberapa inisiatif telah diluncurkan, termasuk menciptakan Massive Open Online Courses (MOOC) dan menyediakan kalkulator keuangan di situs web OJK untuk menilai kesehatan keuangan dan menyusun rencana keuangan yang sehat. Para pemain fintech, termasuk perusahaan dan asosiasi, telah menyelaraskan inisiatif mereka dengan strategi SNLKI. Pemerintah dan bank sentral Indonesia dengan penuh semangat memfasilitasi sistem pembayaran digital karena pembayaran ini lebih efisien dan transparan.

Tingginya minat masyarakat terhadap transaksi digital telah memotivasi Bank Indonesia untuk terus mempercepat dan mengembangkan digitalisasi sistem pembayaran. Pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan inovasi terkait keuangan digital. Sasarannya tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga untuk pemerintah di tingkat nasional dan daerah.

Salah satu inovasi yang dilakukan pemerintah adalah meluncurkan kartu kredit domestik untuk segmen pemerintah. Kartu kredit dengan branding Kartu Kredit Indonesia atau KKI ini merupakan alat pembayaran berbasis kartu kredit dengan pemrosesan di dalam negeri untuk memfasilitasi pembelian barang dan jasa oleh pemerintah pusat dan daerah.

Inovasi lain dalam industri fintech adalah peluncuran QRIS Lintas Batas antara Indonesia dengan beberapa negara ASEAN. Kolaborasi lintas batas dalam menggunakan kode QR berbasis mata uang lokal akan memudahkan pembayaran bagi masyarakat di kedua negara untuk mendukung perdagangan dan investasi.

Perluasan transaksi digital ini tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan transaksi, tetapi juga memperluas pangsa pasar para pelaku usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), melalui belanja online. UMKM menjadi sasaran pemerintah untuk mengembangkan transaksi digital, khususnya menggunakan QRIS. Hingga saat ini, penggunaan QRIS didominasi oleh UMKM (89%) dengan produk lokal.