Kebijakan Konten Lokal: Strategi Indonesia Mengurangi Impor Farmasi melalui Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Dipublikasikan oleh Cindy Aulia Alfariyani

14 Mei 2024, 15.09

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berbicara pada forum Investor Daily Round Table di Jakarta pada 5 Oktober 2023. (B Universe Photo/Joanito de Saojao)

Jakarta. Indonesia menerapkan strategi pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam upaya mengurangi impor farmasi tanpa perlu khawatir akan digugat di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Indonesia sangat bergantung pada bahan-bahan farmasi dan alat kesehatan yang diimpor. Untuk mengatasi ketergantungan yang berlebihan ini, Jakarta saat ini memiliki kebijakan konten lokal yang mempromosikan input atau sumber daya dalam negeri dalam produksi industri. Peraturan ini berlaku untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah yang memungkinkan pemerintah - termasuk rumah sakit milik pemerintah - untuk berbelanja secara online melalui e-katalog. Barang-barang yang memenuhi tingkat kandungan lokal tertentu akan diprioritaskan dalam sistem katalog digital. Dengan cara ini, Indonesia dapat mengembangkan industri dalam negerinya tanpa melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Budi mengenang masa-masa ketika Indonesia bergulat dengan pandemi Covid-19. Indonesia telah memiliki kapasitas untuk memproduksi obat-obatan. Namun, negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini harus mengimpor hampir 95 persen dari bahan-bahan farmasi yang dibutuhkan untuk produksinya.

"Sekitar dua tahun 10 bulan telah berlalu sejak saya menjadi menteri kesehatan. Dari 10 bahan farmasi yang paling banyak digunakan di Indonesia, enam di antaranya sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Kami [pemerintah] meminta para produsen farmasi untuk membeli bahan-bahan yang diproduksi di dalam negeri. Jika tidak, pemerintah tidak akan membeli produk mereka," ujar Budi dalam acara Investor Daily Roundtable yang diselenggarakan oleh B-Universe di Jakarta, Kamis malam.

"Jadi mengapa kami melakukan strategi pengadaan pemerintah ini untuk mendorong industri farmasi lokal? Karena ini tidak melanggar aturan WTO," ujar Budi pada forum tersebut.

Mantan bankir ini mengatakan bahwa meskipun sistem pengadaan barang masih perlu diperbaiki, namun impor barang di sektor kesehatan telah menurun.

"Kami telah meminta rumah sakit-rumah sakit milik pemerintah untuk membeli produk lokal melalui e-katalog. Sistemnya mungkin belum sempurna. Namun, pengeluaran saya [Kementerian Kesehatan] sekitar Rp 20 triliun [$ 1,3 miliar], tetapi kami telah memangkas barang impor dari 90 persen menjadi hampir 50 persen," kata Budi.

Perjanjian-perjanjian WTO pada umumnya mengadopsi apa yang disebut sebagai prinsip "perlakuan nasional", yang menyerukan agar negara-negara tidak melakukan diskriminasi terhadap barang-barang impor yang mendukung barang-barang yang diproduksi secara lokal. Hal ini termasuk Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT) di mana Indonesia merupakan salah satu penandatangannya. Namun, GATT menyatakan bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah dikecualikan dari prinsip perlakuan nasional.

Indonesia juga merupakan negara anggota WTO yang menandatangani Perjanjian tentang Tindakan Investasi Terkait Perdagangan (TRIMS), yang mendorong perlakuan yang sama terhadap barang.

Aturan kandungan lokal di Jakarta telah memicu kekhawatiran di antara negara-negara anggota dalam pertemuan-pertemuan Komite TRIMS sebelumnya. Sebagai contoh, Uni Eropa (UE) menganggap kebijakan kandungan lokal mengkhawatirkan karena Indonesia mengimpor lebih dari 95 persen bahan baku aktif farmasi. Uni Eropa mencoba untuk mendorong Indonesia agar berfokus pada kebijakan yang memberikan insentif lebih banyak investasi di industri farmasi lokal daripada memberlakukan kebijakan konten lokal. Meskipun sama seperti GATT, aturan kandungan lokal pada produk yang dibeli untuk keperluan pemerintah tidak akan dianggap sebagai pelanggaran pakta TRIMS.

Tidak masuknya pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam perjanjian WTO mendorong sejumlah negara untuk merundingkan peraturan perdagangan mengenai hal tersebut. Dengan demikian, terbentuklah Perjanjian Pengadaan Pemerintah (Government Procurement Agreement/GPA). Perjanjian ini mengharuskan negara-negara untuk tidak memberikan perlakuan khusus kepada produk yang diproduksi di dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Namun, GPA tidak berlaku untuk Indonesia karena Indonesia belum menandatangani perjanjian tersebut. Pihak-pihak yang menandatangani GPA termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat. Namun, Indonesia adalah negara pengamat GPA.

Disadur dari: jakartaglobe.id