Sustainability

Integrasi Artificial Intelligence dalam Social FMEA untuk Desain Produk Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 24 April 2025


PENDAHULUAN

Dalam upaya global untuk mencapai keberlanjutan, berbagai industri mulai mengadopsi strategi yang lebih ramah lingkungan. Paper berjudul Sustainability Approaches in Industrial Sectors: Evaluating Environmental and Economic Impacts yang diterbitkan dalam jurnal Sustainability membahas berbagai metode yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi sumber daya serta mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan industri. Studi ini memberikan wawasan mengenai bagaimana prinsip keberlanjutan diterapkan di berbagai sektor, serta mengevaluasi manfaat ekonomi dan lingkungan dari pendekatan tersebut.

TANTANGAN DAN PELUANG DALAM PENERAPAN KEHIDUPAN BERKELANJUTAN

1. Tantangan dalam Implementasi Keberlanjutan

Banyak industri menghadapi berbagai tantangan dalam mengadopsi praktik berkelanjutan, seperti:

  • Biaya Implementasi yang Tinggi: Teknologi hijau dan proses produksi yang lebih efisien sering memerlukan investasi awal yang besar.
  • Kurangnya Kesadaran dan Regulasi yang Tidak Konsisten: Tidak semua pemangku kepentingan memahami pentingnya keberlanjutan, dan regulasi sering kali bervariasi antarnegara.
  • Kesulitan dalam Mengubah Rantai Pasok: Transisi menuju sistem yang lebih ramah lingkungan memerlukan perubahan dalam rantai pasokan, yang bisa menjadi tantangan bagi banyak perusahaan.

2. Peluang dalam Keberlanjutan Industri

Meski terdapat tantangan, penerapan praktik keberlanjutan juga menawarkan berbagai peluang, seperti:

  • Efisiensi Biaya dalam Jangka Panjang: Dengan mengadopsi sumber energi terbarukan dan metode produksi yang lebih hemat sumber daya, perusahaan dapat mengurangi biaya operasional.
  • Daya Saing yang Lebih Tinggi: Konsumen semakin peduli dengan aspek keberlanjutan, sehingga perusahaan yang menerapkan strategi ini dapat memperoleh keunggulan kompetitif.
  • Dukungan Pemerintah dan Insentif Keuangan: Banyak negara mulai menawarkan insentif pajak dan subsidi bagi perusahaan yang mengadopsi praktik ramah lingkungan.

STRATEGI INDUSTRI UNTUK KEHIDUPAN BERKELANJUTAN

Paper ini mengevaluasi beberapa strategi utama yang digunakan oleh berbagai industri untuk mencapai keberlanjutan:

1. Circular Economy dan Pengurangan Limbah

  • Pendekatan ekonomi sirkular mendorong penggunaan kembali, daur ulang, dan pengurangan limbah untuk mengoptimalkan sumber daya.
  • Contoh implementasi: industri manufaktur yang mengadopsi model produksi cradle-to-cradle untuk meminimalkan limbah.

2. Energi Terbarukan dan Efisiensi Energi

  • Banyak perusahaan beralih ke sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin untuk mengurangi emisi karbon.
  • Implementasi teknologi hemat energi dalam proses produksi juga semakin umum digunakan.

3. Digitalisasi dan Industri 4.0

  • Teknologi seperti IoT (Internet of Things) dan kecerdasan buatan membantu meningkatkan efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan sumber daya.
  • Contoh: penggunaan sensor pintar untuk mendeteksi kebocoran dalam sistem pipa industri.

4. Desain Produk Berkelanjutan

  • Perusahaan mulai merancang produk dengan mempertimbangkan siklus hidup penuh, termasuk penggunaan bahan daur ulang dan desain modular untuk memudahkan perbaikan.
  • Contoh: perusahaan elektronik yang mengadopsi model desain modular untuk memperpanjang umur produk mereka.

ANALISIS DAMPAK: LINGKUNGAN DAN EKONOMI

1. Dampak Lingkungan

Studi menunjukkan bahwa penerapan strategi keberlanjutan dapat:

  • Mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 40% dalam industri berat.
  • Menghemat penggunaan air dalam industri tekstil hingga 50% dengan teknologi daur ulang air.
  • Mengurangi limbah industri melalui penerapan model ekonomi sirkular.

2. Dampak Ekonomi

Selain manfaat lingkungan, keberlanjutan juga memiliki dampak positif terhadap ekonomi:

  • Perusahaan yang berinvestasi dalam praktik hijau mengalami peningkatan profitabilitas rata-rata sebesar 15% dalam lima tahun pertama.
  • Konsumen lebih memilih produk yang diproduksi secara etis, meningkatkan loyalitas merek dan pangsa pasar.
  • Efisiensi energi dan pengurangan limbah menghasilkan penghematan biaya operasional yang signifikan.

STUDI KASUS: IMPLEMENTASI KEBERLANJUTAN DI INDUSTRI MANUFAKTUR

Salah satu studi kasus dalam paper ini menyoroti sebuah perusahaan manufaktur global yang berhasil mengurangi emisi karbonnya hingga 35% dalam satu dekade melalui:

  • Penggunaan energi terbarukan sebesar 60% dari total kebutuhan energi.
  • Pengurangan limbah produksi dengan menerapkan model ekonomi sirkular.
  • Penggunaan material daur ulang dalam lebih dari 70% produknya.

Hasil ini menunjukkan bahwa keberlanjutan tidak hanya memungkinkan perusahaan memenuhi regulasi lingkungan, tetapi juga meningkatkan efisiensi produksi dan profitabilitas.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Paper ini menegaskan bahwa penerapan strategi keberlanjutan di sektor industri memiliki dampak positif yang signifikan terhadap lingkungan dan ekonomi. Meskipun terdapat tantangan dalam implementasinya, manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar, termasuk pengurangan emisi, efisiensi biaya, dan peningkatan daya saing.

Beberapa rekomendasi utama dari penelitian ini meliputi:

  • Peningkatan investasi dalam teknologi hijau dan digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi produksi.
  • Penerapan regulasi yang lebih ketat dan insentif bagi perusahaan yang mengadopsi strategi berkelanjutan.
  • Edukasi dan pelatihan bagi pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan.

Dengan menerapkan pendekatan ini, industri dapat berkontribusi lebih besar dalam mewujudkan ekonomi yang lebih hijau dan berkelanjutan.

SUMBER

Paper ini dapat diakses di jurnal Sustainability dengan DOI.

Selengkapnya
Integrasi Artificial Intelligence dalam Social FMEA untuk Desain Produk Berkelanjutan

Sustainability

Membangun Masa Depan Ramah Lingkungan: Laterit sebagai Solusi Bahan Bangunan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 23 April 2025


Mencari Bahan Bangunan yang Lebih Bijak dan Terjangkau

Di tengah perubahan iklim global, tingginya harga bahan bangunan, dan meningkatnya kebutuhan akan perumahan yang terjangkau, industri konstruksi ditantang untuk lebih bijak dalam memilih material. Pilihan ideal seharusnya tidak hanya kuat dan tahan lama, tetapi juga murah, mudah diakses, serta memiliki dampak lingkungan yang rendah.

Salah satu jawabannya mungkin selama ini terabaikan: laterit. Tanah merah yang banyak ditemukan di wilayah tropis ini ternyata punya potensi luar biasa sebagai bahan bangunan yang ramah lingkungan dan hemat biaya. Dalam penelitian berjudul “Sustainable Environment: Laterite as Sustainable Building Materials in Construction Industry” oleh Muntari Mudi Yar’Adua dan Abbas Usman Kakale, dijelaskan secara rinci bagaimana laterit bisa menjadi tulang punggung pembangunan berkelanjutan, khususnya di negara berkembang seperti Nigeria.

Mengenal Laterit dan Keunggulannya

Laterit adalah jenis tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan di daerah tropis, kaya akan kandungan besi dan aluminium. Warna merah kecokelatannya khas, dan sifat fisiknya cukup kuat jika diproses dengan benar. Salah satu daya tarik utama laterit adalah keberadaannya yang melimpah di berbagai daerah, terutama di Afrika dan Asia. Artinya, laterit bisa diperoleh secara lokal tanpa perlu biaya transportasi yang besar.

Keunggulan utama laterit terletak pada sifat termalnya yang baik. Di siang hari, bangunan dari laterit tetap sejuk, dan saat malam hari atau musim dingin, ia membantu menjaga kehangatan ruangan. Ini menjadikannya sangat cocok untuk iklim tropis atau subtropis yang panas dan lembap. Selain itu, material ini tahan terhadap serangan serangga dan jamur, serta tahan api.

Studi Kasus: Penggunaan Laterit di Nigeria

Penelitian ini dilakukan di tiga negara bagian di Nigeria: Katsina, Kano, dan Kaduna. Wilayah ini dipilih karena memiliki aktivitas konstruksi yang aktif serta ketersediaan sumber laterit yang melimpah. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner yang disebarkan kepada pelaku industri konstruksi, ditemukan bahwa sebagian besar responden menganggap penggunaan laterit sangat penting dari segi ekonomi.

Rata-rata tanggapan menunjukkan bahwa faktor ekonomi adalah alasan paling kuat dalam pemanfaatan laterit, dengan skor signifikan 4,25 dari skala Likert lima poin. Artinya, dari sudut pandang praktisi konstruksi lokal, laterit bukan hanya solusi alternatif, tapi justru bisa menjadi pilihan utama dalam menurunkan biaya pembangunan.

Energi dan Dampak Lingkungan

Salah satu argumen terkuat dalam mendukung penggunaan laterit adalah efisiensi energinya. Untuk memproduksi satu meter kubik batu bata laterit, hanya dibutuhkan sekitar lima kilowatt-jam energi. Bandingkan dengan bata bakar yang membutuhkan sekitar seribu kilowatt-jam, atau blok beton yang memerlukan antara empat ratus hingga lima ratus kilowatt-jam. Perbedaannya sangat mencolok.

Dalam konteks keberlanjutan, semakin sedikit energi yang digunakan dalam produksi material, semakin kecil pula jejak karbon yang dihasilkan. Ini membuat laterit menjadi pilihan logis dalam mendukung pembangunan yang ramah lingkungan.

Manfaat Sosial dan Budaya

Selain manfaat ekonomi dan lingkungan, laterit juga membawa dampak sosial yang positif. Karena mudah diproses dan tidak membutuhkan teknologi tinggi, laterit membuka peluang kerja bagi tenaga kerja lokal yang tidak memiliki keterampilan formal tinggi. Proyek pembangunan yang menggunakan laterit lebih mungkin melibatkan masyarakat setempat secara langsung, baik dalam penggalian, pencetakan, maupun pembangunan.

Ada pula nilai budaya yang melekat pada penggunaan laterit. Di banyak wilayah di Nigeria dan Afrika Barat, rumah-rumah tradisional dari laterit telah berdiri selama ratusan tahun. Salah satu contohnya adalah Minaret Gobarau di Katsina, sebuah bangunan berusia lebih dari seribu tahun yang dibangun seluruhnya menggunakan laterit dan masih berdiri kokoh hingga kini.

Tantangan yang Masih Harus Diatasi

Meskipun potensinya besar, masih ada beberapa hambatan dalam pemanfaatan laterit secara luas. Salah satu yang paling mencolok adalah ketiadaan standar nasional mengenai kualitas dan teknik penggunaan laterit dalam konstruksi modern. Akibatnya, banyak proyek besar—terutama yang didanai pemerintah atau sektor swasta—enggan menggunakan laterit karena dianggap tidak memenuhi standar teknis.

Selain itu, ada persepsi bahwa laterit adalah material kelas dua, cocok hanya untuk proyek kecil di pedesaan. Persepsi ini perlu diubah melalui edukasi dan kampanye yang menunjukkan bahwa laterit bisa setara atau bahkan lebih baik dari bahan konvensional dalam kondisi tertentu.

Karakteristik Bahan Bangunan Berkelanjutan

Sebuah material bisa dikategorikan sebagai bahan bangunan berkelanjutan jika memenuhi beberapa kriteria utama. Pertama, material tersebut sebaiknya tersedia secara lokal untuk mengurangi emisi dari transportasi. Kedua, proses produksinya harus rendah energi dan tidak menghasilkan limbah berbahaya. Ketiga, material tersebut sebaiknya bisa didaur ulang atau digunakan ulang, serta aman bagi kesehatan penghuni bangunan.

Laterit memenuhi semua kriteria tersebut. Ia tersedia di banyak wilayah, tidak beracun, dan bisa digunakan ulang dalam berbagai bentuk. Bahkan, dalam beberapa komunitas tradisional, laterit digunakan kembali dari bangunan lama yang dibongkar dan dibentuk menjadi blok atau bata baru.

Penggunaan Laterit di Negara Berkembang dan Maju

Meskipun lebih umum di negara berkembang, beberapa proyek di negara maju juga mulai memanfaatkan laterit karena nilai keberlanjutannya. Di wilayah tropis Prancis dan Amerika Selatan, laterit digunakan dalam pembangunan rumah rendah energi dan proyek infrastruktur pedesaan. Di Sri Lanka dan India, laterit banyak digunakan untuk perumahan skala kecil dan bangunan umum seperti sekolah atau puskesmas.

Ini menunjukkan bahwa laterit bukan hanya solusi darurat untuk daerah miskin, tetapi juga material masa depan yang relevan secara global.

Rekomendasi dari Hasil Penelitian

Para penulis artikel menyarankan beberapa langkah penting untuk mengoptimalkan pemanfaatan laterit. Pertama, dibutuhkan pengembangan standar nasional yang mengatur kekuatan, ketahanan, dan aplikasi laterit secara teknis. Kedua, perlu ada pelatihan bagi tukang dan kontraktor lokal agar bisa mengolah laterit secara efisien dan estetis. Ketiga, pemerintah dan organisasi profesi sebaiknya mendorong penggunaan laterit dalam proyek-proyek perumahan berkelanjutan sebagai bagian dari kebijakan pembangunan nasional.

Kesimpulan: Saatnya Beralih ke Bahan Lokal yang Lebih Bijak

Laterit adalah bukti nyata bahwa solusi untuk tantangan besar bisa datang dari hal yang sederhana dan lokal. Dengan harga yang murah, ketersediaan yang luas, dan dampak lingkungan yang rendah, laterit layak dipertimbangkan sebagai bahan utama dalam pembangunan masa depan, khususnya di daerah tropis dan berkembang.

Namun, untuk mewujudkannya, perlu ada kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan komunitas lokal. Jika semua pihak bekerja sama, tidak mustahil kita bisa melihat transformasi besar dalam industri konstruksi—dari yang bergantung pada bahan impor mahal, menjadi sistem yang mengandalkan bahan lokal berkelanjutan seperti laterit.

Sumber asli

Yar’Adua, M. M., & Kakale, A. U. (2016). Sustainable Environment: Laterite as Sustainable Building Materials in Construction Industry. International Journal of Advances in Mechanical and Civil Engineering, 3(2), 70–73.

Selengkapnya
Membangun Masa Depan Ramah Lingkungan: Laterit sebagai Solusi Bahan Bangunan Berkelanjutan

Sustainability

Bangun Masa Depan Konstruksi: Integrasi Lean Construction, BIM, dan Sustainability

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 23 April 2025


Industri konstruksi saat ini menghadapi tekanan besar untuk berubah: menekan biaya, mempercepat waktu pelaksanaan, dan tentu saja, menjaga keberlanjutan. Solusinya? Menggabungkan tiga pendekatan utama—Lean Construction (LC), Building Information Modeling (BIM), dan prinsip keberlanjutan—dalam satu kerangka kerja terpadu.

Penelitian terkini oleh Moradi dan Sormunen (2024) memberikan peta jalan menuju integrasi ini, melalui studi sistematis terhadap lebih dari 200 publikasi internasional. Artikel ini akan membedah temuan utama mereka, menyajikannya dalam bahasa yang mudah dipahami, serta memberi pandangan kritis dan kontekstualisasi terhadap praktik nyata.

H2: Apa Itu LC, BIM, dan Sustainability dalam Dunia Konstruksi?

Lean Construction: Efisiensi di Setiap Langkah

LC berfokus pada pengurangan pemborosan (waste) dan peningkatan nilai bagi klien. Konsep ini lahir dari prinsip manufaktur lean Toyota, dan kini diadopsi luas dalam manajemen proyek konstruksi melalui pendekatan seperti Last Planner System dan Value Stream Mapping.

BIM: Desain Virtual untuk Kinerja Nyata

BIM bukan hanya model 3D bangunan, tetapi sebuah ekosistem digital yang memungkinkan kolaborasi antar pemangku kepentingan secara real-time. Ia memperkuat kepercayaan terhadap informasi proyek dan mendukung perencanaan visual berbasis data.

Sustainability: Membangun Tanpa Mengorbankan Masa Depan

Prinsip ini menuntut konstruksi yang hemat sumber daya, ramah lingkungan, dan berorientasi jangka panjang—baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun ekologis.

H2: Studi Kasus Meta – Analisis 227 Penelitian

Penelitian ini menganalisis 227 publikasi relevan (124 artikel jurnal dan 103 prosiding konferensi) untuk menemukan:

  • 8 tantangan umum
  • 4 faktor pendukung utama (enablers)
  • 3 teknik dan alat umum
  • 5 manfaat utama

Yang menarik, sebagian besar temuan ini berakar pada faktor manusia—menunjukkan bahwa keberhasilan teknologi bergantung pada kesiapan SDM.

H2: Tantangan Utama dalam Integrasi LC, BIM, dan Sustainability

8 Rintangan Utama

  1. Biaya awal tinggi – investasi awal dalam perangkat lunak BIM dan pelatihan lean tidak kecil.
  2. Kurangnya profesional kompeten – gap kompetensi menjadi kendala signifikan.
  3. Model kontraktual konvensional – sistem seperti Design-Bid-Build tidak mendorong kolaborasi.
  4. Resistensi terhadap perubahan – terutama dari klien dan manajemen atas.
  5. Ketiadaan regulasi pendukung – belum banyak regulasi yang mewajibkan integrasi.
  6. Kurangnya dukungan kebijakan pemerintah
  7. Minimnya permintaan eksplisit dari pemilik proyek
  8. Kurangnya budaya kerja kolaboratif

Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa inovasi teknologi tidak akan berjalan tanpa reformasi budaya kerja dan model bisnis di industri konstruksi.

H2: Faktor Pendukung Sukses (Enablers)

Untuk menjawab tantangan di atas, Moradi dan Sormunen mengidentifikasi empat enabler kunci:

  • Model kolaboratif proyek (misalnya IPD atau lean delivery)
  • Dukungan kebijakan pemerintah
  • Komitmen pemilik proyek
  • Budaya kerja kolaboratif dan transparan

Studi ini menegaskan pentingnya model kontraktual yang memungkinkan komunikasi terbuka dan pembagian risiko yang adil.

H2: Teknik dan Tools Andalan: Dari “Last Planner” hingga “Target Value Design”

Tiga teknik unggulan untuk integrasi efektif adalah:

  1. Last Planner System: memungkinkan perencanaan realistis oleh pelaksana langsung di lapangan.
  2. Target Value Design (TVD): memastikan desain tetap dalam batas anggaran sejak awal.
  3. Value Stream Mapping (VSM): memetakan proses agar terlihat mana yang bernilai dan mana yang tidak.

Menariknya, ketiganya menekankan pentingnya komunikasi lintas fungsi sejak tahap awal proyek.

H2: Manfaat Nyata dari Integrasi LC-BIM-Sustainability

5 Keuntungan Utama yang Diidentifikasi

  1. Peningkatan efisiensi kerja
  2. Pengurangan dan eliminasi limbah
  3. Peningkatan kualitas hasil akhir proyek
  4. Kepuasan klien meningkat
  5. Pengurangan biaya konstruksi

Studi ini menegaskan bahwa jika ketiga pendekatan diterapkan secara sinergis, manfaatnya melebihi sekadar penjumlahan manfaat masing-masing metode secara individu.

H2: Perspektif Industri – Bagaimana Praktik Nyata Mengimplementasikannya?

Istanbul Grand Airport (IGA) – Studi Kasus Nyata

IGA menggunakan integrasi LC dan BIM pada mega-proyeknya, menghasilkan penghematan waktu hingga 15% dan biaya 10%. Penggunaan BIM untuk simulasi logistik dan LC untuk mengelola tahapan kerja secara harian membuktikan bahwa integrasi keduanya bukan teori belaka.

UK Offsite Housing Project

Proyek hunian di Inggris menggabungkan lean dan BIM dalam lingkungan modular. Hasilnya: pengurangan pekerjaan ulang (rework) hingga 30% dan peningkatan produktivitas sebesar 20%.

H2: Kritik dan Opini: Apakah Integrasi Ini Solusi Ajaib?

Meskipun integrasi LC-BIM-Sustainability tampak menjanjikan, ada beberapa catatan kritis:

  • Pendekatan ini cocok untuk proyek besar atau terstandarisasi, tapi bisa mahal dan rumit untuk proyek kecil.
  • Investasi pada SDM memerlukan waktu lama untuk membuahkan hasil.
  • BIM dan lean membutuhkan mindset shift yang tidak mudah dicapai tanpa perubahan organisasi.

Namun, mengingat tantangan industri saat ini—seperti krisis iklim, kekurangan tenaga kerja, dan permintaan efisiensi tinggi—pendekatan ini bisa menjadi standar masa depan jika disertai dukungan regulasi dan edukasi yang memadai.

H2: Rekomendasi Strategis untuk Pelaku Industri

  • Pemerintah: perlu menetapkan standar wajib BIM dan lean untuk proyek publik.
  • Pendidikan tinggi: kurikulum teknik sipil harus memasukkan pelatihan BIM dan lean.
  • Perusahaan konstruksi: harus mulai berinvestasi pada pelatihan SDM, bukan hanya software.
  • Pemilik proyek: jangan hanya fokus pada biaya awal, tetapi nilai jangka panjang proyek.

Penutup: Inovasi Konstruksi Harus Dimulai dari Manusia

Penelitian ini menyampaikan satu pesan kuat: inovasi teknologi dan proses hanya efektif jika manusianya siap. Tanpa perubahan budaya kerja, dukungan regulasi, dan investasi dalam kompetensi, bahkan teknologi tercanggih pun tidak akan membawa perubahan berarti.

Sumber Asli

Moradi, S., & Sormunen, P. (2024). Integrating Lean Construction with BIM and Sustainability: A Comparative Study of Challenges, Enablers, Techniques, and Benefits. Construction Innovation, 24(7), 188–203. DOI: 10.1108/CI-02-2023-0023

Selengkapnya
Bangun Masa Depan Konstruksi: Integrasi Lean Construction, BIM, dan Sustainability

Sustainability

Integrasi Lean dan Green di Proyek Konstruksi Gaza: Jalan Menuju Efisiensi dan Keberlanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 23 April 2025


Dalam era di mana efisiensi dan keberlanjutan menjadi pusat perhatian global, sektor konstruksi tidak bisa tertinggal. Dua pendekatan terdepan, yaitu lean construction dan green building, mulai diadopsi luas sebagai solusi untuk mengurangi limbah, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi dampak negatif lingkungan. Tapi bagaimana integrasi dua konsep ini bisa membantu daerah konflik seperti Jalur Gaza, yang memiliki dinamika sosial dan ekonomi yang unik?

Penelitian oleh El-Sawalhi et al. (2018) menggali potensi besar dari pendekatan lean dan green di proyek konstruksi di Gaza. Studi ini tidak hanya mengevaluasi kesadaran dan pemahaman pelaku industri konstruksi, tapi juga memetakan manfaat nyata dari penerapan kedua prinsip ini di wilayah yang penuh tantangan tersebut.

H2: Apa Itu Lean dan Green dalam Konstruksi?

Lean Construction

Konsep lean construction berakar dari filosofi manufaktur Jepang (Toyota Production System), yang menekankan pengurangan limbah dan peningkatan alur kerja. Dalam dunia konstruksi, lean berarti meminimalkan kegiatan yang tidak menambah nilai (non-value-added activities), seperti waktu tunggu, gerakan yang tidak perlu, atau pekerjaan ulang.

Green Building

Sementara itu, green building lebih fokus pada keberlanjutan, seperti efisiensi energi, konservasi air, pemilihan material ramah lingkungan, dan pengurangan dampak lingkungan sepanjang siklus hidup bangunan.

Meski fokus keduanya berbeda, lean dan green memiliki tujuan yang selaras: efisiensi dan keberlanjutan.

H2: Studi Kasus Gaza: Realita di Lapangan

Profil Responden dan Proyek

Dalam studi ini, 119 responden dari tiga kelompok utama—kontraktor (43,7%), konsultan (28,6%), dan pemilik proyek (27,7%)—memberikan pandangan mereka melalui kuesioner. Lebih dari 65% dari mereka memiliki pengalaman di atas lima tahun dan sekitar 73% terlibat dalam proyek dengan nilai di atas satu juta dolar dalam lima tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa mayoritas partisipan cukup berpengalaman dan menangani proyek-proyek skala menengah hingga besar.

H2: Tingkat Kesadaran terhadap Lean dan Green di Gaza

Lean Construction: Masih Belum Dipahami Secara Luas

Mayoritas responden sepakat bahwa ada kesenjangan besar dalam pengetahuan dan penerapan lean construction. Pernyataan seperti “Saya memiliki pengetahuan sebelumnya tentang lean construction” mendapatkan Relative Importance Index (RII) terendah di antara semua indikator—hanya 65,21 secara keseluruhan. Sebaliknya, manfaat potensial dari lean, seperti efisiensi biaya proyek, diakui tinggi oleh para kontraktor (RII = 72,31).

Green Building: Lebih Dikenal Tapi Belum Diutamakan

Kesadaran terhadap green building sedikit lebih tinggi, terutama dari sisi manfaat jangka panjang seperti “mengurangi biaya siklus hidup bangunan” yang mendapatkan RII tertinggi (75,29). Namun, pernyataan terkait komitmen institusi dalam mengurangi dampak lingkungan mendapatkan RII terendah (65,88), menunjukkan bahwa meski green lebih dikenal, penerapannya belum menjadi prioritas institusional.

H2: Manfaat Penerapan Lean di Gaza

1. Mengurangi Pekerjaan Tak Bernilai Tambah

Poin “mengurangi pekerjaan yang tidak menambah nilai” mendapat skor tertinggi (RII = 80,34). Ini menunjukkan bahwa semua pihak—pemilik, konsultan, dan kontraktor—menyadari urgensi eliminasi pemborosan dalam proses konstruksi.

2. Meningkatkan Koordinasi Antar Tim

Kerja sama antar spesialisasi mendapat pengakuan penting oleh pemilik proyek (RII = 82,42). Ini relevan mengingat banyaknya konflik dan miskomunikasi di proyek konstruksi Gaza.

H2: Manfaat Penerapan Green di Gaza

1. Penghematan Air: Prioritas Utama

Air adalah isu krusial di Gaza. Tidak mengherankan jika “penggunaan air yang rasional” menjadi manfaat paling utama menurut semua kelompok (RII = 83,53).

2. Efisiensi Energi

“Pengurangan konsumsi energi” juga sangat dihargai (RII = 82,52), menunjukkan kesadaran akan biaya energi yang tinggi dan pentingnya efisiensi dalam bangunan.

Namun, ironisnya, manfaat seperti “menjaga status lingkungan Gaza” berada di peringkat terbawah menurut kontraktor (RII = 77,62), menunjukkan bahwa keuntungan ekonomi jangka pendek masih lebih diutamakan.

H2: Integrasi Lean dan Green: Kombinasi Efektif

1. Penghematan Biaya Proyek

Integrasi lean dan green diyakini akan menghasilkan penghematan biaya signifikan (RII = 85,38). Hal ini menjadi argumen kuat untuk mendorong adopsi kedua pendekatan ini secara bersamaan.

2. Eliminasi Limbah

Kedua metode sama-sama berfokus pada pengurangan limbah. Pernyataan “keduanya mengarah pada eliminasi limbah” mendapat RII kedua tertinggi (80,67), menunjukkan sinergi antara efisiensi operasional (lean) dan keberlanjutan lingkungan (green).

H2: Tantangan dan Rekomendasi

Kendala Utama

  • Kurangnya pelatihan dan edukasi formal terkait lean dan green.
  • Minimnya kebijakan pemerintah atau lembaga donor yang mewajibkan penerapan prinsip-prinsip ini.
  • Fokus berlebihan pada penghematan biaya jangka pendek oleh kontraktor.

Rekomendasi Strategis

  • Pelatihan dan Sertifikasi: Lembaga teknik di Gaza dapat menyediakan pelatihan khusus mengenai lean dan green construction.
  • Insentif Finansial: Pemerintah atau donor internasional perlu memberikan insentif bagi proyek yang mengadopsi lean-green.
  • Integrasi dalam Kurikulum: Universitas dan politeknik teknik sipil sebaiknya mengintegrasikan materi ini dalam mata kuliah wajib.

H2: Penutup – Jalan Menuju Masa Depan yang Lebih Efisien dan Berkelanjutan

Studi El-Sawalhi dkk. menunjukkan bahwa Gaza memiliki potensi besar untuk mengadopsi pendekatan lean dan green secara luas. Meski kesadaran masih dalam taraf sedang, manfaat yang dirasakan oleh para pelaku konstruksi cukup signifikan. Dengan tantangan infrastruktur dan sumber daya yang kompleks, pendekatan ini bukan hanya pilihan bijak, tapi bisa menjadi kebutuhan dasar.

Mengintegrasikan efisiensi (lean) dan keberlanjutan (green) bukan hanya strategi proyek jangka pendek, tetapi investasi jangka panjang untuk masa depan konstruksi yang lebih cerdas, hemat, dan ramah lingkungan—tidak hanya di Gaza, tapi di seluruh dunia.

Sumber Asli:

El-Sawalhi, N. I., Jaber, B. M., & Al Shukri, A. (2018). Towards Lean and Green Thinking in Construction Projects at Gaza Strip. Organization, Technology and Management in Construction: An International Journal, 10, 1827–1838. DOI: 10.2478/otmcj-2018-0011

Jika Anda ingin saya bantu membuat versi HTML atau mengintegrasikan dengan sistem website/blog Anda, cukup beri tahu!

 

Selengkapnya
Integrasi Lean dan Green di Proyek Konstruksi Gaza: Jalan Menuju Efisiensi dan Keberlanjutan
page 1 of 1