Physics of Failure Modeling
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025
Bagaimana cara meningkatkan akurasi prediksi keandalan sistem yang terdiri dari banyak komponen saling bergantung? Selama ini, pendekatan berbasis Physics-of-Failure (PoF) mengasumsikan bahwa setiap komponen bekerja secara independen. Namun dalam dunia nyata, komponen sering bekerja secara kolaboratif, dan kerusakan satu bagian dapat mempercepat kerusakan bagian lainnya. Paper ini memperkenalkan konsep failure collaboration (kolaborasi kegagalan) dan mengusulkan model prediktif berbasis PoF yang menggabungkan ketergantungan antar-komponen untuk prediksi yang lebih realistis.
Penelitian ini dilakukan oleh Zhiguo Zeng, Rui Kang, dan Yunxia Chen, dan telah diterapkan secara nyata pada sistem Hydraulic Servo Actuator (HSA)—suatu perangkat kunci dalam sistem kendali hidraulik.
Mengapa Model Tradisional Tidak Cukup Akurat?
Model tradisional seperti MIL-HDBK-217F dan PoF konvensional berasumsi bahwa setiap komponen gagal secara independen. Dalam pendekatan ini:
Namun, pada banyak sistem nyata, komponen saling bergantung. Misalnya:
Konsep Baru: Failure Collaboration
Failure collaboration adalah ketergantungan yang timbul akibat kolaborasi beberapa komponen dalam menjalankan fungsi sistem. Kegagalan satu komponen memengaruhi ambang kegagalan komponen lainnya.
Studi Awal: Pembagi Daya Sederhana
Kesimpulan: TTF X₁ bukan nilai tetap, melainkan dinamis dan tergantung pada kondisi X₂.
Model PoF Baru dengan Kolaborasi Kegagalan
Empat Langkah Membangun Model Failure Behavior:
Contoh Persamaan:
Studi Kasus Nyata: Hydraulic Servo Actuator (HSA)
Deskripsi Sistem:
Hasil Prediksi TTF:
Kesimpulan:
Metode Baru: Bisection-based Reliability Analysis Method (BRAM)
Mengapa BRAM?
Langkah BRAM:
Hasil:
Perbandingan Keandalan: Tradisional vs Kolaboratif
Perbandingan antara pendekatan Physics-of-Failure (PoF) konvensional dan PoF kolaboratif menunjukkan bahwa meskipun model konvensional menghasilkan nilai Mean Time To Failure (MTTF) yang lebih tinggi, yaitu 392.000 jam, pendekatan tersebut memiliki keterbatasan dalam merepresentasikan kondisi nyata sistem. Sebaliknya, PoF kolaboratif, dengan MTTF sebesar 304.000 jam, menawarkan realisme yang jauh lebih tinggi dan efisiensi komputasi yang lebih baik. Kurva reliabilitas dari model kolaboratif secara konsisten berada di bawah kurva model tradisional, yang berarti model ini lebih konservatif dan aman untuk perancangan sistem-sistem kritis. Selain itu, pendekatan kolaboratif terbukti lebih efektif dalam mengidentifikasi penurunan performa secara kumulatif, menjadikannya pilihan yang lebih tepat dalam konteks pemeliharaan prediktif dan manajemen risiko operasional.
Implikasi Industri
Kapan Model Ini Cocok Digunakan?
Manfaat:
Kritik & Saran
Kelebihan Model:
Kekurangan:
Saran Pengembangan Selanjutnya:
Kesimpulan: Model Realistis untuk Dunia Nyata
Model prediksi keandalan berbasis Physics-of-Failure dengan kolaborasi kegagalan memberikan lompatan akurasi dan efisiensi bagi sistem teknis kompleks. Tidak lagi bergantung pada asumsi independen yang menyederhanakan, pendekatan ini meniru realitas operasi dan interaksi antar-komponen.
Dalam dunia yang semakin bergantung pada keandalan sistem teknis, model ini menjadi landasan strategis untuk desain, perawatan, dan prediksi masa pakai sistem industri.
Sumber Asli: Zhiguo Zeng, Rui Kang, Yunxia Chen. Using PoF models to predict system reliability considering failure collaboration. Chinese Journal of Aeronautics, 2016.
Physics of Failure Modeling
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025
Di era di mana produk menjadi semakin tahan lama dan andal, mengukur keandalan (reliability) dalam waktu singkat menjadi tantangan besar. Produk berumur panjang seperti komponen elektronik, kabel insulasi, dan sistem industri lainnya mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum menunjukkan kegagalan—dan menunggu selama itu untuk validasi keandalan jelas tidak efisien.
Itulah mengapa Accelerated Life Testing (ALT), khususnya Step-Stress ALT (SSALT), menjadi metode penting. Disertasi "Optimal Step-Stress Plans for Accelerated Life Testing Considering Reliability/Life Prediction" oleh Chenhua Li memaparkan secara menyeluruh desain optimal SSALT untuk estimasi keandalan dan prediksi umur, terutama dengan memanfaatkan distribusi Weibull dan pendekatan statistik canggih seperti Maximum Likelihood Estimation (MLE) dan Fisher Information Matrix.
Apa Itu Step-Stress ALT dan Mengapa Penting?
Dalam Step-Stress ALT, unit uji dikenai tingkat stres yang meningkat secara bertahap, bukan konstan, untuk mempercepat kegagalan dan mengumpulkan data dengan lebih cepat. Metode ini:
Struktur Penelitian: Dari Model Sederhana hingga Multivariat
Penelitian ini memformulasikan strategi optimal untuk SSALT dengan pendekatan bertahap:
Dalam semua model, distribusi waktu kegagalan diasumsikan mengikuti Weibull, yang fleksibel dan cocok untuk berbagai karakteristik kerusakan.
Kriteria Optimasi: Fokus pada Estimasi yang Presisi
Tujuan dari desain SSALT optimal dalam penelitian ini adalah:
Fisher Information Matrix menjadi alat utama untuk menghitung AV, dan optimalisasi dilakukan terhadap waktu perubahan stres (hold time, τ).
Contoh Studi Kasus dan Hasil Numerik
Kasus 1: Simple SSALT dengan Kabel Isolasi
Hasil:
Kasus 2: Model Multivariat (3 langkah, 2 variabel)
Kasus 3: Bivariate SSALT untuk Produk Elektronik
Kontribusi Penelitian dan Perbandingan dengan Studi Lain
Kekuatan:
Perbandingan:
Kritik dan Opini
Kelemahan kecil:
Namun, dalam konteks akademik dan pengembangan produk bernilai tinggi (misalnya aerospace atau medis), pendekatan ini sangat bernilai.
Implikasi Praktis dan Relevansi Industri
Kesimpulan
Disertasi ini memberikan fondasi kuat untuk merancang uji keandalan yang efisien dan akurat. Desain SSALT optimal berbasis Weibull dan PH model membuka jalan menuju prediksi umur produk yang presisi, bahkan dalam kondisi stres kompleks.
Bagi industri yang memprioritaskan keandalan dan efisiensi biaya, pendekatan ini menawarkan strategi uji yang unggul secara statistik dan teknis.
Sumber : Chenhua Li. Optimal Step-Stress Plans for Accelerated Life Testing Considering Reliability/Life Prediction. Dissertation, Northeastern University, 2009.
Physics of Failure Modeling
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025
Peralihan dari teknologi solder berbasis timbal (Pb) ke solder bebas timbal menjadi perbincangan utama dalam industri mikroelektronik global. Namun, untuk sektor aerospace yang menuntut keandalan ekstrem, keputusan ini jauh dari sederhana. Artikel "A Physics-of-Failure Investigation of Flip Chip Reliability Based on Lead-Free Solder Fatigue Modeling" oleh Sean Brinlee dan Scott Popelar menyelami tantangan ini dari sudut pandang Physics-of-Failure (PoF). Studi ini berfokus pada bagaimana memprediksi kegagalan kelelahan solder flip chip menggunakan pemodelan elemen hingga (Finite Element Modeling/FEM), dengan membandingkan antara solder eutektik Sn/Pb dan solder bebas timbal.
Perubahan Standar MIL-PRF-38535 dan Implikasinya
Revisi M dari MIL-PRF-38535, yang dirilis pada November 2022, memperbolehkan penggunaan solder bebas timbal dan substrat organik dalam paket flip chip yang terdaftar dalam Qualified Manufacturer Listing (QML) milik Defense Logistics Agency (DLA). Ini merupakan langkah besar dalam membuka jalan bagi bahan ramah lingkungan di lingkungan dengan standar tinggi seperti aerospace. Namun, ini juga memunculkan pertanyaan serius soal keandalan jangka panjang, karena solder bebas timbal diketahui lebih rentan terhadap kegagalan akibat kelelahan termal.
Metodologi: Dari Finite Element hingga Derating
Artikel ini memperkenalkan pendekatan kuantitatif berbasis PoF yang terdiri dari tiga tahapan utama:
Hasil Kunci & Studi Kasus
🔍 Studi Kasus 1: Efek Material Substrat terhadap Umur Fatigue
Penulis menguji 12 konfigurasi dengan variasi solder, substrat, dan ukuran die. Simulasi menunjukkan bahwa:
📈 Contoh numerik (grafik dalam artikel):
🔍 Studi Kasus 2: Efek Ukuran Die
Meski logika umum menyatakan bahwa semakin besar die → semakin buruk keandalan, hasil menunjukkan die lebih besar justru bisa meningkatkan umur fatigue pada kondisi tertentu, karena pengaruh reduksi energi lentur. Namun, efek ini bukan dominan, karena kegagalan mungkin lebih dipicu oleh delaminasi underfill pada die besar.
Kritik & Opini: Kekuatan dan Kelemahan Penelitian
Kelebihan:
Kekurangan:
Relevansi Industri dan Tren Global
Dengan meningkatnya dorongan global untuk mengurangi bahan beracun seperti timbal dalam elektronik (misalnya melalui RoHS di Uni Eropa), makalah ini sangat penting sebagai jembatan antara kebijakan lingkungan dan standar keandalan ekstrem seperti yang berlaku di dunia aerospace dan pertahanan.
Tren integrasi chip yang lebih padat dan penggunaan substrat organik di sistem satelit mini, drone, dan sistem militer lainnya semakin memperbesar kebutuhan akan pemodelan keandalan yang akurat seperti ini.
Kesimpulan: Mengapa Ini Penting
Artikel ini memperlihatkan bahwa keandalan flip chip solder bebas timbal bisa didekati secara ilmiah melalui model PoF yang kuat dan simulasi FEM. Meski masih ada jarak keandalan dengan solder timbal, penggunaan metode derating dan desain parametrik bisa menjadi solusi untuk menjembatani kesenjangan tersebut—membuka pintu bagi teknologi yang lebih hijau namun tetap tahan banting.
Sumber Artikel : Brinlee, S., & Popelar, S. (2023). A Physics-of-Failure Investigation of Flip Chip Reliability Based on Lead-Free Solder Fatigue Modeling. Journal of Microelectronics and Electronic Packaging, Vol. 20, No. 1.
Physics of Failure Modeling
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025
Menggagas Era Baru: Dari Smart ke Wise Manufacturing
Saat dunia bergerak menuju Industri 5.0, kebutuhan tidak lagi sebatas otomatisasi dan konektivitas. Yang dibutuhkan kini adalah sistem manufaktur yang berpengetahuan, bijak, dan adaptif terhadap manusia serta lingkungan. Disertasi karya Emiliano Traini (Politecnico di Torino, 2022) memperkenalkan kerangka kerja hybrid modeling yang menggabungkan data, pengetahuan, dan kecerdasan buatan dalam satu sistem informasi digital untuk mendukung manufaktur cerdas dan berkelanjutan.
Motivasi: Ketika Satu Model Tak Cukup Lagi
Model-model tradisional sering gagal menangkap kompleksitas sistem manufaktur modern. Beberapa alasan mengapa pendekatan tunggal tidak mencukupi:
Solusinya? Pendekatan Hybrid Modeling yang menggabungkan kekuatan semua jenis model ini dalam satu arsitektur sistem yang disebut Hybrid-Wisdom-Based System (HWBS).
Konsep Inti: DIKW dan Hybrid System
1. Hirarki DIKW: Dari Data ke Kebijaksanaan
Framework DIKW (Data → Information → Knowledge → Wisdom) menjadi landasan penting dalam merancang sistem berbasis informasi. Hirarki ini menggambarkan proses transformasi data mentah menjadi keputusan yang bijaksana dan kontekstual. Pada level paling dasar, data dikumpulkan melalui sensor atau log sistem menggunakan teknologi seperti Internet of Things (IoT) dan data lake. Selanjutnya, data tersebut diolah menjadi informasi melalui proses agregasi dan klasifikasi, yang didukung oleh sistem seperti ERP (Enterprise Resource Planning) dan MES (Manufacturing Execution System). Informasi kemudian diolah menjadi pengetahuan dengan memanfaatkan model berbasis aturan atau pembelajaran mesin (machine learning), yang dijalankan melalui Knowledge-Based System (KBS) dan teknologi ML. Pada tingkatan tertinggi, pengetahuan dikonversi menjadi kebijaksanaan, yaitu pengambilan keputusan strategis yang mempertimbangkan konteks luas, dengan bantuan Decision Support System (DSS) dan agent system. Hirarki ini menjadi kunci untuk menciptakan sistem yang adaptif, responsif, dan mampu mendukung pengambilan keputusan yang kompleks.
2. Hybrid Modeling
Menggabungkan:
Framework HW-MAS: Sistem Multi-Agen Berbasis Hybrid-Wisdom
Struktur Agen DIKW
Framework ini menggunakan agen-agen digital yang memiliki karakteristik:
Studi Kasus: HW-TPM untuk Mesin CNC
Total Productive Maintenance (TPM) berbasis hybrid diterapkan untuk sistem milling CNC menggunakan data terbuka NASA:
Hasil:
Integrasi Sistem: ERP–MES–PLM dalam Visi 5.0
Framework ini menjembatani sistem informasi perusahaan:
Melalui pendekatan hybrid:
Kekuatan Framework HWBS
1. Adaptif Sejak Awal
Physics-based model memberikan performa yang memadai bahkan sebelum data besar tersedia, menjadikannya ideal untuk tahap awal produksi atau produk baru.
2. Evolusi Seiring Data Bertambah
Machine Learning memperbaiki akurasi prediksi seiring waktu dan memungkinkan deteksi pola baru secara otomatis.
3. Incorporating Human Knowledge
Sistem dapat mengadopsi:
Perbandingan: Hybrid vs Model Tradisional
Dalam konteks penerapan teknologi untuk pemodelan, terdapat perbedaan signifikan antara model tunggal dan hybrid modeling. Model tunggal, seperti Machine Learning (ML) atau Pemrograman Berbasis Pengetahuan (PB), cenderung memiliki ketergantungan data yang tinggi pada ML, namun rendah pada PB. Sebaliknya, hybrid modeling menawarkan fleksibilitas moderat dalam hal ketergantungan data, memadukan kekuatan ML dan PB. Adaptasi awal pada model tunggal relatif lemah pada ML, sedangkan hybrid modeling menggabungkan adaptasi kuat dari PB dan ML. Dalam hal ketahanan terhadap noise, model tunggal cenderung lebih rentan, sementara hybrid modeling lebih tahan terhadap gangguan dan noise. Ketika berhadapan dengan kompleksitas masalah, model tunggal menangani aspek-aspek tertentu secara parsial, sedangkan hybrid modeling mampu menangani kompleksitas secara lebih komprehensif. Keterlibatan manusia dalam model tunggal biasanya rendah, sedangkan pada hybrid modeling, keterlibatan manusia lebih tinggi dan terintegrasi, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih terarah dan berbasis konteks.
Kritik & Opini
Framework ini sangat kuat secara teori dan aplikatif. Namun, beberapa hal perlu menjadi perhatian:
Namun begitu, kontribusi besar Traini adalah menjadikan "kebijaksanaan digital" bukan sekadar wacana, melainkan sistem yang bisa dirancang dan diterapkan.
Kesimpulan: Membangun Manufaktur Cerdas dengan Kesadaran Digital
Di tengah tuntutan keberlanjutan dan adaptasi cepat, sistem manufaktur masa depan tidak cukup sekadar cerdas—ia harus bijak. Framework Hybrid-Wisdom-Based System (HWBS) dalam disertasi ini menunjukkan bahwa:
Pendekatan ini selaras dengan visi Eropa tentang Industri 5.0, yang tidak hanya mengejar efisiensi, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, lingkungan, dan daya tahan jangka panjang.
Sumber : Emiliano Traini. Hybrid modeling to support the smart manufacturing: concepts, theoretic contributions and real-case applications about Hybrid and Wisdom-based Systems. Doctoral Dissertation, Politecnico di Torino, 2022.
Physics of Failure Modeling
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025
Pendahuluan: Kapasitor dalam Jantung Sistem Elektronik
Kapasitor bukan sekadar komponen pasif; dalam dunia power electronics, ia adalah pilar penting untuk penyimpanan energi, filter tegangan, dan stabilisasi DC. Namun, masa pakai dan keandalannya sering kali menjadi titik kritis yang menentukan usia sistem secara keseluruhan. Artikel berjudul “A Review of Degradation Behavior and Modeling of Capacitors” karya Gupta, Yadav, DeVoto, dan Major membedah tuntas mekanisme degradasi kapasitor dan bagaimana pendekatan Physics-of-Failure (PoF) dan data-driven models digunakan untuk memprediksi umur layanannya.
Jenis Kapasitor yang Dikaji: Film vs Elektrolitik
1. Metallized Film Capacitors
2. Electrolytic Capacitors
Mekanisme Kegagalan dan Degradasi pada Kapasitor Film dan Elektrolitik
Kapasitor film dan kapasitor elektrolitik memiliki mekanisme kegagalan dan degradasi yang berbeda, tergantung pada faktor lingkungan dan operasional. Suhu tinggi, misalnya, menyebabkan deteriorasi lapisan logam dan proses self-healing pada kapasitor film, sementara pada kapasitor elektrolitik, hal ini mengakibatkan evaporasi elektrolit yang mempercepat penurunan performa. Overvoltage dapat memicu self-healing atau bahkan breakdown dielektrik pada kapasitor film, sedangkan pada kapasitor elektrolitik, kondisi ini cenderung meningkatkan arus bocor secara signifikan. Adanya ripple current memicu korosi elektrokimia pada kapasitor film, dan pada kapasitor elektrolitik menyebabkan pemanasan berlebih serta kehilangan elektrolit. Meskipun kelembaban sangat memengaruhi kapasitor film melalui korosi lapisan logam, pengaruhnya tidak terlalu dominan pada kapasitor elektrolitik. Selain itu, siklus charge-discharge berulang dapat menyebabkan detasemen terminal (schoopage) pada kapasitor film, dan tekanan internal serta pembentukan gas pada kapasitor elektrolitik.
Studi yang dilakukan oleh Li et al. menunjukkan bahwa suhu tinggi dan tegangan AC mempercepat degradasi kapasitansi pada kapasitor film berbahan polipropilena (PP). Sementara itu, Makdessi et al. membuktikan bahwa ripple current secara signifikan memicu korosi elektrokimia pada antarmuka logam/polimer, yang mempercepat kerusakan komponen. Temuan-temuan ini menegaskan pentingnya pengendalian suhu dan arus ripple dalam aplikasi jangka panjang untuk menjaga keandalan kapasitor.
Model Degradasi Berbasis Physics-of-Failure (PoF)
Model Arrhenius
L=B⋅eEakTL = B \cdot e^{\frac{E_a}{kT}}
Model Eyring
L=A⋅T−α⋅eEakT+f(stress)L = A \cdot T^{-\alpha} \cdot e^{\frac{E_a}{kT} + f(stress)}
Inverse Power Law
L∝V−nL \propto V^{-n}
Model Berbasis Data: Mengisi Kekosongan Waktu
Mengapa Diperlukan?
Model PoF memang menjelaskan mengapa kegagalan terjadi, tetapi tidak bisa menunjukkan kapan kegagalan terjadi dalam operasi nyata.
Contoh Penerapan
Model Prediksi Degradasi: Studi Kasus dan Data
1. Kapasitor Film
2. Kapasitor Elektrolitik
ESRESR0=(V0−VtV0)2\frac{ESR}{ESR_0} = \left(\frac{V_0 - V_t}{V_0}\right)^2
Analisis Statistik: Dampak Tegangan vs Suhu
Studi oleh Naikan et al. menunjukkan:
Diskusi Kritis: Apa yang Masih Perlu Diteliti?
Kesimpulan: Menyongsong Generasi Kapasitor Tangguh
Kapasitor bukan hanya komponen pasif—ia adalah indikator vital kesehatan sistem elektronik. Artikel ini menunjukkan bahwa model degradasi modern harus mampu menangkap kompleksitas dunia nyata: variasi suhu, tegangan lonjakan, siklus pulsa, dan kelembaban. Penggabungan model fisika dan data-driven menjadi langkah penting untuk:
Desain elektronik masa depan membutuhkan pendekatan holistik: menggabungkan teori, eksperimen, dan statistik canggih.
Sumber : Anunay Gupta, Om Prakash Yadav, Douglas DeVoto, dan Joshua Major. A Review of Degradation Behavior and Modeling of Capacitors. NREL/CP-5400-71386. National Renewable Energy Laboratory, 2018.
Physics of Failure Modeling
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025
Pengantar: Menjawab Tantangan Umur Elektronik Modern
Ketika ukuran transistor mengecil hingga skala nanometer dan tuntutan performa makin tinggi, keandalan mikroelektronika menjadi isu sentral. Produk elektronik yang dulunya bertahan puluhan tahun, kini dirancang hanya untuk 3–7 tahun masa pakai. Paper berjudul "Microelectronics Reliability: Physics-of-Failure Based Modeling and Lifetime Evaluation" karya Mark White dan Joseph B. Bernstein memberikan pendekatan revolusioner untuk memahami, memprediksi, dan merancang sistem mikroelektronik yang andal, dengan basis ilmu pengetahuan—bukan asumsi historis.
Mengapa Pendekatan Tradisional Tak Lagi Cukup
MIL-HDBK-217: Usang di Era Modern
Pendekatan historis seperti MIL-HDBK-217, Telcordia SR-332, dan PRISM menggunakan asumsi tingkat kegagalan konstan (Constant Failure Rate, CFR). Meskipun praktis, model ini:
Padahal, riset menunjukkan bahwa mekanisme kerusakan seperti elektromigrasi, injeksi carrier panas, dan breakdown dielektrik saling bersaing, bukan berjalan sendiri-sendiri.
Physics-of-Failure (PoF): Membongkar Akar Masalah
Pendekatan PoF memulai dari akar penyebab kegagalan, seperti reaksi kimia, tegangan listrik, dan faktor termal. PoF tidak hanya memodelkan angka kegagalan, tapi juga menjawab:
Langkah-Langkah PoF:
Kasus Nyata: EM, HCI, dan TDDB dalam Dunia Nyata
1. Elektromigrasi (EM)
📌 Apa itu? Perpindahan ion logam akibat arus tinggi.
📌 Model matematis:
t50=A⋅J−n⋅exp(EakT)t_{50} = A \cdot J^{-n} \cdot \exp\left(\frac{E_a}{kT}\right)
📌 Fakta penting:
2. Hot Carrier Injection (HCI)
📌 Elektron berenergi tinggi menembus isolator gate → kerusakan MOSFET.
📌 Efek dominan pada CMOS kecepatan tinggi.
📌 Studi Kasus: Model HCI menunjukkan degradasi logaritmik fungsi sirkuit logika dalam 3 tahun operasi di suhu tinggi.
3. Time-Dependent Dielectric Breakdown (TDDB)
📌 Kerusakan isolator gate karena akumulasi tegangan.
📌 Fakta: TDDB adalah penyebab dominan kerusakan SRAM dan ADC.
FaRBS: Simulasi Sirkuit Berbasis Wearout
FaRBS (Failure Rate-Based SPICE) menggabungkan:
Studi Kasus: ADC Reliability
Pada simulasi FaRBS terhadap Analog-to-Digital Converter (ADC) ditemukan bahwa:
MaCRO: Simulasi Keandalan SRAM
MaCRO (Maryland Circuit-Reliability Oriented) mengintegrasikan:
Studi Kasus: SRAM
Akurasi Model & Tantangan
Walaupun akurat dan berbasis sains, pendekatan PoF menghadapi beberapa kendala:
Namun, alat bantu seperti CADMP-2 dan CALCE mampu menjembatani masalah ini dengan antarmuka pengguna dan basis data parameter material.
Kesimpulan: Menuju Desain Elektronik Masa Depan
Model tradisional mungkin praktis, namun pendekatan Physics-of-Failure menawarkan presisi, kontrol, dan kemampuan prediksi yang jauh lebih unggul, khususnya untuk aplikasi kritikal seperti:
Dengan menggabungkan simulasi PoF (FaRBS & MaCRO), rekayasa desain dapat dilakukan sejak awal pengembangan. Hasilnya?
Rekomendasi: Siapa Harus Mengadopsi PoF?
Teknologi Power over Fiber (PoF) memiliki tingkat relevansi yang berbeda-beda di setiap industri. Di sektor medis, adopsi PoF menjadi prioritas sangat tinggi karena kebutuhan akan sistem yang bebas interferensi elektromagnetik dan mampu memberikan daya serta data secara aman di lingkungan sensitif. Hal serupa berlaku pada industri antariksa, di mana PoF sangat relevan dan menjadi prioritas utama berkat kemampuannya mendukung sistem ringan, tahan radiasi, dan minim risiko gangguan sinyal. Untuk industri telekomunikasi, PoF juga sangat relevan dan menjadi prioritas tinggi karena mampu menyederhanakan infrastruktur dengan menggabungkan transmisi daya dan data dalam satu jalur. Sementara itu, di sektor otomotif, relevansi PoF tergolong sedang dan mulai mendapat perhatian, terutama untuk aplikasi kendaraan otonom dan sistem elektronik internal. Di sisi lain, pada sektor konsumen (COTS), adopsi PoF masih berada pada tingkat rendah hingga sedang karena pertimbangan biaya dan kompleksitas, meskipun potensinya tetap terbuka untuk pengembangan produk-produk khusus di masa depan.
Sumber Asli Artikel (tanpa hyperlink):
Mark White & Joseph B. Bernstein. Microelectronics Reliability: Physics-of-Failure Based Modeling and Lifetime Evaluation. Jet Propulsion Laboratory, NASA, 2008.