Physics of Failure Modeling

Model Prediksi Keandalan Berbasis PoF Kolaboratif: Menangkap Dinamika Kegagalan Antar-Komponen

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025


Bagaimana cara meningkatkan akurasi prediksi keandalan sistem yang terdiri dari banyak komponen saling bergantung? Selama ini, pendekatan berbasis Physics-of-Failure (PoF) mengasumsikan bahwa setiap komponen bekerja secara independen. Namun dalam dunia nyata, komponen sering bekerja secara kolaboratif, dan kerusakan satu bagian dapat mempercepat kerusakan bagian lainnya. Paper ini memperkenalkan konsep failure collaboration (kolaborasi kegagalan) dan mengusulkan model prediktif berbasis PoF yang menggabungkan ketergantungan antar-komponen untuk prediksi yang lebih realistis.

Penelitian ini dilakukan oleh Zhiguo Zeng, Rui Kang, dan Yunxia Chen, dan telah diterapkan secara nyata pada sistem Hydraulic Servo Actuator (HSA)—suatu perangkat kunci dalam sistem kendali hidraulik.

Mengapa Model Tradisional Tidak Cukup Akurat?

Model tradisional seperti MIL-HDBK-217F dan PoF konvensional berasumsi bahwa setiap komponen gagal secara independen. Dalam pendekatan ini:

  • Setiap komponen memiliki Time To Failure (TTF) sendiri.
  • Sistem dianggap gagal saat komponen pertama gagal.
  • Tidak mempertimbangkan pengaruh satu komponen terhadap komponen lain.

Namun, pada banyak sistem nyata, komponen saling bergantung. Misalnya:

  • Dalam pembagi daya, perubahan impedansi X₂ dapat mengubah ambang batas kegagalan X₁.
  • Dalam reaktor nuklir (kasus Fukushima), kegagalan sistem utama dan cadangan terjadi karena penyebab umum (tsunami).

Konsep Baru: Failure Collaboration

Failure collaboration adalah ketergantungan yang timbul akibat kolaborasi beberapa komponen dalam menjalankan fungsi sistem. Kegagalan satu komponen memengaruhi ambang kegagalan komponen lainnya.

Studi Awal: Pembagi Daya Sederhana

  • Komponen: dua impedansi X₁ dan X₂.
  • Fungsi sistem bergantung pada rasio antara X₁ dan X₂.
  • Kerusakan X₁ terjadi lebih cepat jika X₂ mengalami degradasi, karena ambang batasnya berubah.

Kesimpulan: TTF X₁ bukan nilai tetap, melainkan dinamis dan tergantung pada kondisi X₂.

Model PoF Baru dengan Kolaborasi Kegagalan

Empat Langkah Membangun Model Failure Behavior:

  1. Bangun Physical Functional Model (PFM)
    Contoh: PSpice untuk elektronik, AMESim untuk sistem hidrolik
  2. Identifikasi parameter degradasi sensitif (zd)
    Gunakan FMMEA dan analisis sensitivitas
  3. Gunakan model PoF untuk setiap zd
    Misalnya model wear, crack, fatigue
  4. Gabungkan PFM dan PoF model
    Prediksi pS(t) sebagai parameter performa sistem yang berubah terhadap waktu

Contoh Persamaan:

  • pS = fPFM(z)
  • zd dimodelkan oleh xi(t), lalu pS dimodelkan oleh fp(x,t)
  • TTF ditentukan saat pS ≥ pth

Studi Kasus Nyata: Hydraulic Servo Actuator (HSA)

Deskripsi Sistem:

  • Terdiri dari 6 komponen (servo valve, 4 spool, dan silinder)
  • Semua komponen mengalami degradasi melalui mekanisme wear
  • Kinerja sistem diukur dengan parameter attenuation ratio (dB)
    • Kegagalan terjadi jika pHSA ≥ 3 dB

Hasil Prediksi TTF:

  • Model baru (dengan failure collaboration):
    TTF = 3.04 × 10⁵ jam
  • Model tradisional (independen):
    TTF = 4.23 × 10⁵ jam

Kesimpulan:

  • Model tradisional terlalu optimis
  • Model baru mempertimbangkan efek gabungan degradasi 6 komponen
  • Prediksi menjadi lebih realistis dan konservatif, cocok untuk sistem kritis

Metode Baru: Bisection-based Reliability Analysis Method (BRAM)

Mengapa BRAM?

  • Alternatif dari Monte Carlo dua loop yang berat secara komputasi
  • Lebih cepat dengan akurasi yang tetap tinggi
  • Digabungkan dengan failure behavior model untuk estimasi reliabilitas secara efisien

Langkah BRAM:

  1. Bangkitkan n sampel acak dari parameter degradasi
  2. Gunakan algoritma bisection untuk menghitung TTF tiap sampel
  3. Urutkan hasil TTF → hitung R(t) = i/n

Hasil:

  • BRAM menghasilkan kurva reliabilitas mirip dengan metode dua-loop
  • Tapi hanya butuh 4% dari total perhitungan model tradisional

Perbandingan Keandalan: Tradisional vs Kolaboratif

Perbandingan antara pendekatan Physics-of-Failure (PoF) konvensional dan PoF kolaboratif menunjukkan bahwa meskipun model konvensional menghasilkan nilai Mean Time To Failure (MTTF) yang lebih tinggi, yaitu 392.000 jam, pendekatan tersebut memiliki keterbatasan dalam merepresentasikan kondisi nyata sistem. Sebaliknya, PoF kolaboratif, dengan MTTF sebesar 304.000 jam, menawarkan realisme yang jauh lebih tinggi dan efisiensi komputasi yang lebih baik. Kurva reliabilitas dari model kolaboratif secara konsisten berada di bawah kurva model tradisional, yang berarti model ini lebih konservatif dan aman untuk perancangan sistem-sistem kritis. Selain itu, pendekatan kolaboratif terbukti lebih efektif dalam mengidentifikasi penurunan performa secara kumulatif, menjadikannya pilihan yang lebih tepat dalam konteks pemeliharaan prediktif dan manajemen risiko operasional.

Implikasi Industri

Kapan Model Ini Cocok Digunakan?

  • Sistem dengan komponen saling tergantung
  • Aplikasi dirgantara, nuklir, otomotif, dan medis
  • Situasi dengan data kegagalan terbatas, tapi ada pemahaman fisika degradasi

Manfaat:

  • Desain sistem yang lebih tahan lama
  • Pemeliharaan prediktif lebih akurat
  • Penilaian risiko berbasis kondisi nyata

Kritik & Saran

Kelebihan Model:

  • Akurasi tinggi
  • Tidak bergantung pada data historis besar
  • Dapat diintegrasikan dengan simulasi numerik & software PFM

Kekurangan:

  • Perlu pemodelan fisik komponen yang rinci
  • Model degradasi tiap komponen harus tersedia
  • Tidak mempertimbangkan interaksi antar failure mechanisms (misalnya crack + corrosion)

Saran Pengembangan Selanjutnya:

  • Tambahkan interaksi antar mekanisme kegagalan (multi-mechanism)
  • Integrasi dengan AI dan data lapangan real-time
  • Visualisasi performa sistem dari model untuk pemantauan online

Kesimpulan: Model Realistis untuk Dunia Nyata

Model prediksi keandalan berbasis Physics-of-Failure dengan kolaborasi kegagalan memberikan lompatan akurasi dan efisiensi bagi sistem teknis kompleks. Tidak lagi bergantung pada asumsi independen yang menyederhanakan, pendekatan ini meniru realitas operasi dan interaksi antar-komponen.

Dalam dunia yang semakin bergantung pada keandalan sistem teknis, model ini menjadi landasan strategis untuk desain, perawatan, dan prediksi masa pakai sistem industri.

Sumber Asli: Zhiguo Zeng, Rui Kang, Yunxia Chen. Using PoF models to predict system reliability considering failure collaboration. Chinese Journal of Aeronautics, 2016.

Selengkapnya
Model Prediksi Keandalan Berbasis PoF Kolaboratif: Menangkap Dinamika Kegagalan Antar-Komponen

Physics of Failure Modeling

Strategi Cerdas Uji Umur Produk: Optimalisasi Step-Stress ALT untuk Prediksi Keandalan Jangka Panjang

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025


Di era di mana produk menjadi semakin tahan lama dan andal, mengukur keandalan (reliability) dalam waktu singkat menjadi tantangan besar. Produk berumur panjang seperti komponen elektronik, kabel insulasi, dan sistem industri lainnya mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum menunjukkan kegagalan—dan menunggu selama itu untuk validasi keandalan jelas tidak efisien.

Itulah mengapa Accelerated Life Testing (ALT), khususnya Step-Stress ALT (SSALT), menjadi metode penting. Disertasi "Optimal Step-Stress Plans for Accelerated Life Testing Considering Reliability/Life Prediction" oleh Chenhua Li memaparkan secara menyeluruh desain optimal SSALT untuk estimasi keandalan dan prediksi umur, terutama dengan memanfaatkan distribusi Weibull dan pendekatan statistik canggih seperti Maximum Likelihood Estimation (MLE) dan Fisher Information Matrix.

Apa Itu Step-Stress ALT dan Mengapa Penting?

Dalam Step-Stress ALT, unit uji dikenai tingkat stres yang meningkat secara bertahap, bukan konstan, untuk mempercepat kegagalan dan mengumpulkan data dengan lebih cepat. Metode ini:

  • Mengurangi waktu uji dan biaya
  • Memberikan gambaran lebih luas tentang performa unit pada berbagai tingkat stres
  • Cocok untuk produk yang sangat andal (misalnya komponen aerospace, otomotif, dan elektronik militer)

Struktur Penelitian: Dari Model Sederhana hingga Multivariat

Penelitian ini memformulasikan strategi optimal untuk SSALT dengan pendekatan bertahap:

  1. Model Sederhana (2 tingkat stres, 1 variabel)
  2. Model Bivariat (2 tingkat stres, 2 variabel stres)
  3. Model Multivariat (k langkah, m variabel)
  4. Model berbasis Proportional Hazards (PH)

Dalam semua model, distribusi waktu kegagalan diasumsikan mengikuti Weibull, yang fleksibel dan cocok untuk berbagai karakteristik kerusakan.

Kriteria Optimasi: Fokus pada Estimasi yang Presisi

Tujuan dari desain SSALT optimal dalam penelitian ini adalah:

  • Meminimalkan Asymptotic Variance (AV) dari estimator:
    • Entah untuk umur persentil-p produk (log-lifetime)
    • Atau untuk nilai keandalan (reliability) pada waktu tertentu

Fisher Information Matrix menjadi alat utama untuk menghitung AV, dan optimalisasi dilakukan terhadap waktu perubahan stres (hold time, τ).

Contoh Studi Kasus dan Hasil Numerik

Kasus 1: Simple SSALT dengan Kabel Isolasi

  • Target waktu hidup (life): 10.000 menit pada 20 kV (kondisi normal)
  • Tingkat stres: 24 kV → 30 kV (censoring time: 1000 menit)
  • Parameter awal (estimasi):
    • α₁ = 750 (mean life di 24 kV)
    • α₂ = 600 (mean life di 30 kV)

Hasil:

  • Nilai x₁ = 0,4, η₁ = 0,75, η₂ = 0,6
  • Waktu perubahan stres optimal τ* ≈ 584 menit
  • Analisis sensitivitas menunjukkan desain ini robust, dengan perubahan τ* < 1% bahkan jika η₁ atau η₂ berubah ±1%

Kasus 2: Model Multivariat (3 langkah, 2 variabel)

  • Parameter diuji dengan data kegagalan buatan dari sistem insulasi plastik.
  • Stress variabel: suhu dan kelembaban
  • Penggunaan PH Model dikombinasikan dengan estimasi baseline di tingkat stres tertinggi.
  • Hasil menunjukkan bahwa desain optimal dapat dicapai dengan pengurangan AV hingga 25–40% dibanding desain non-optimal.

Kasus 3: Bivariate SSALT untuk Produk Elektronik

  • Estimasi sensitivitas menunjukkan bahwa parameter θ₁ dan θ₂ paling kritis dalam menentukan τ*, terutama ketika distribusi Weibull dengan shape parameter δ mendekati 2.
  • Akurasi estimasi reliabilitas meningkat signifikan dengan desain SSALT optimal dibanding desain statis.

Kontribusi Penelitian dan Perbandingan dengan Studi Lain

Kekuatan:

  • Pendekatan holistik dari sederhana ke kompleks, memudahkan replikasi
  • Menggabungkan teori dan studi numerik (simulasi)
  • Pertimbangan praktis: censored data, stress combinations, variabel ganda

Perbandingan:

  • Dibandingkan metode konvensional ala Miller & Nelson (1983), pendekatan Li lebih adaptif dan akurat untuk produk dengan multiple stress factors dan model Weibull (lebih realistis daripada eksponensial).
  • Berbeda dengan pendekatan ekstrem seperti HALT/HASS yang hanya bersifat kualitatif, pendekatan ini kuantitatif dan prediktif.

Kritik dan Opini

Kelemahan kecil:

  • Kompleksitas model multivariat bisa jadi sulit diterapkan tanpa perangkat lunak statistik canggih.
  • Tidak banyak pembahasan mengenai biaya implementasi dan feasibility di industri skala kecil/menengah.

Namun, dalam konteks akademik dan pengembangan produk bernilai tinggi (misalnya aerospace atau medis), pendekatan ini sangat bernilai.

Implikasi Praktis dan Relevansi Industri

  • Digunakan untuk penentuan periode garansi optimal
  • Membantu perencanaan stock spare parts
  • Digunakan dalam prototyping produk tahan lama
  • Potensial diintegrasikan dalam sistem prediktif maintenance berbasis AI

Kesimpulan

Disertasi ini memberikan fondasi kuat untuk merancang uji keandalan yang efisien dan akurat. Desain SSALT optimal berbasis Weibull dan PH model membuka jalan menuju prediksi umur produk yang presisi, bahkan dalam kondisi stres kompleks.

Bagi industri yang memprioritaskan keandalan dan efisiensi biaya, pendekatan ini menawarkan strategi uji yang unggul secara statistik dan teknis.

Sumber : Chenhua Li. Optimal Step-Stress Plans for Accelerated Life Testing Considering Reliability/Life Prediction. Dissertation, Northeastern University, 2009.

 

Selengkapnya
Strategi Cerdas Uji Umur Produk: Optimalisasi Step-Stress ALT untuk Prediksi Keandalan Jangka Panjang

Physics of Failure Modeling

Menakar Umur Flip Chip: Studi Physics-of-Failure pada Solder Bebas Timbal untuk Aplikasi Aerospace

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025


Peralihan dari teknologi solder berbasis timbal (Pb) ke solder bebas timbal menjadi perbincangan utama dalam industri mikroelektronik global. Namun, untuk sektor aerospace yang menuntut keandalan ekstrem, keputusan ini jauh dari sederhana. Artikel "A Physics-of-Failure Investigation of Flip Chip Reliability Based on Lead-Free Solder Fatigue Modeling" oleh Sean Brinlee dan Scott Popelar menyelami tantangan ini dari sudut pandang Physics-of-Failure (PoF). Studi ini berfokus pada bagaimana memprediksi kegagalan kelelahan solder flip chip menggunakan pemodelan elemen hingga (Finite Element Modeling/FEM), dengan membandingkan antara solder eutektik Sn/Pb dan solder bebas timbal.

Perubahan Standar MIL-PRF-38535 dan Implikasinya

Revisi M dari MIL-PRF-38535, yang dirilis pada November 2022, memperbolehkan penggunaan solder bebas timbal dan substrat organik dalam paket flip chip yang terdaftar dalam Qualified Manufacturer Listing (QML) milik Defense Logistics Agency (DLA). Ini merupakan langkah besar dalam membuka jalan bagi bahan ramah lingkungan di lingkungan dengan standar tinggi seperti aerospace. Namun, ini juga memunculkan pertanyaan serius soal keandalan jangka panjang, karena solder bebas timbal diketahui lebih rentan terhadap kegagalan akibat kelelahan termal.

Metodologi: Dari Finite Element hingga Derating

Artikel ini memperkenalkan pendekatan kuantitatif berbasis PoF yang terdiri dari tiga tahapan utama:

  1. Model Fatigue Solder Sn/Pb dan Lead-Free
    Dalam penelitian ini, penulis membangun model korelasi antara energi regangan creep (Wcr) dan umur kelelahan (Nf) untuk dua jenis solder, yaitu Sn/Pb (timbal) dan solder bebas timbal (lead-free), dengan mengacu pada data eksperimen sebelumnya serta simulasi menggunakan metode elemen hingga (Finite Element Modeling/FEM). Untuk solder Sn/Pb, diperoleh persamaan empiris Wcr = 523 Nf−0.479, dengan koefisien determinasi R² = 0,9833, yang menunjukkan tingkat kesesuaian model yang sangat tinggi. Sementara itu, untuk solder bebas timbal, model yang dikembangkan adalah Wcr = 5957 Nf−0.888, dengan R² = 0,9769, juga menunjukkan kualitas prediksi yang sangat baik. Korelasi ini menjadi dasar penting dalam memprediksi masa pakai solder berdasarkan akumulasi energi regangan akibat creep pada sambungan flip chip.
  2. Studi Derating
    Karena pengujian dilakukan dalam kondisi termal ekstrem (misal: siklus 0–100 °C), hasil fatigue diubah ke kondisi penggunaan nyata (50 °C atau kurang) menggunakan Modified Coffin-Manson Equation.
    • Untuk Sn/Pb digunakan pendekatan Norris-Landzberg.
    • Untuk lead-free digunakan pendekatan Pan et al.
  3. Studi Parametrik
    Artikel juga menyelidiki dampak dari:
    • Ukuran die (10 mm vs 20 mm)
    • Material substrat (keramik vs organik)
    • Modulus elastisitas dan CTE substrat
    • Efek underfill

Hasil Kunci & Studi Kasus

🔍 Studi Kasus 1: Efek Material Substrat terhadap Umur Fatigue

Penulis menguji 12 konfigurasi dengan variasi solder, substrat, dan ukuran die. Simulasi menunjukkan bahwa:

  • Solder eutektik Sn/Pb memiliki umur fatigue 10× lebih tinggi dibanding solder bebas timbal, khususnya pada substrat keramik.
  • Untuk solder bebas timbal, perubahan CTE dan modulus substrat hampir tidak berdampak signifikan terhadap umur fatigue.
  • Umur optimal solder Sn/Pb ditemukan ketika:
    • CTE substrat ≈ 5 ppm/°C (substrat keramik)
    • CTE substrat ≈ 22–32 ppm/°C (substrat organik, tergantung ukuran die)
    • Modulus substrat ≈ 60 GPa

📈 Contoh numerik (grafik dalam artikel):

  • Prediksi umur fatigue Sn/Pb pada substrat keramik: hingga 10⁶ siklus.
  • Prediksi umur fatigue lead-free: sekitar 10⁵ siklus (tergantung parameter lokal seperti underfill).

🔍 Studi Kasus 2: Efek Ukuran Die

Meski logika umum menyatakan bahwa semakin besar die → semakin buruk keandalan, hasil menunjukkan die lebih besar justru bisa meningkatkan umur fatigue pada kondisi tertentu, karena pengaruh reduksi energi lentur. Namun, efek ini bukan dominan, karena kegagalan mungkin lebih dipicu oleh delaminasi underfill pada die besar.

Kritik & Opini: Kekuatan dan Kelemahan Penelitian

Kelebihan:

  • Menggabungkan data eksperimen nyata dan simulasi FEM dengan korelasi statistik kuat (R² > 0.97).
  • Relevan dengan perubahan kebijakan global terkait RoHS dan keberlanjutan.
  • Pendekatan derating sangat membantu untuk estimasi keandalan jangka panjang.

Kekurangan:

  • Belum menyertakan validasi eksperimental lanjutan untuk model lead-free yang dikembangkan.
  • Efek kompleks dari underfill material properties dan interaksi multi-faktor belum dijabarkan sepenuhnya.
  • Tidak ada pembahasan mendalam mengenai cost vs reliability trade-off, yang penting dalam keputusan produksi nyata.

Relevansi Industri dan Tren Global

Dengan meningkatnya dorongan global untuk mengurangi bahan beracun seperti timbal dalam elektronik (misalnya melalui RoHS di Uni Eropa), makalah ini sangat penting sebagai jembatan antara kebijakan lingkungan dan standar keandalan ekstrem seperti yang berlaku di dunia aerospace dan pertahanan.

Tren integrasi chip yang lebih padat dan penggunaan substrat organik di sistem satelit mini, drone, dan sistem militer lainnya semakin memperbesar kebutuhan akan pemodelan keandalan yang akurat seperti ini.

Kesimpulan: Mengapa Ini Penting

Artikel ini memperlihatkan bahwa keandalan flip chip solder bebas timbal bisa didekati secara ilmiah melalui model PoF yang kuat dan simulasi FEM. Meski masih ada jarak keandalan dengan solder timbal, penggunaan metode derating dan desain parametrik bisa menjadi solusi untuk menjembatani kesenjangan tersebut—membuka pintu bagi teknologi yang lebih hijau namun tetap tahan banting.

Sumber Artikel : Brinlee, S., & Popelar, S. (2023). A Physics-of-Failure Investigation of Flip Chip Reliability Based on Lead-Free Solder Fatigue Modeling. Journal of Microelectronics and Electronic Packaging, Vol. 20, No. 1.

Selengkapnya
Menakar Umur Flip Chip: Studi Physics-of-Failure pada Solder Bebas Timbal untuk Aplikasi Aerospace

Physics of Failure Modeling

Mewujudkan Industri 5.0: Strategi Hybrid Modeling untuk Manufaktur Cerdas Berbasis Pengetahuan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025


Menggagas Era Baru: Dari Smart ke Wise Manufacturing

Saat dunia bergerak menuju Industri 5.0, kebutuhan tidak lagi sebatas otomatisasi dan konektivitas. Yang dibutuhkan kini adalah sistem manufaktur yang berpengetahuan, bijak, dan adaptif terhadap manusia serta lingkungan. Disertasi karya Emiliano Traini (Politecnico di Torino, 2022) memperkenalkan kerangka kerja hybrid modeling yang menggabungkan data, pengetahuan, dan kecerdasan buatan dalam satu sistem informasi digital untuk mendukung manufaktur cerdas dan berkelanjutan.

Motivasi: Ketika Satu Model Tak Cukup Lagi

Model-model tradisional sering gagal menangkap kompleksitas sistem manufaktur modern. Beberapa alasan mengapa pendekatan tunggal tidak mencukupi:

  • Model berbasis fisika membutuhkan pemahaman mendalam tetapi kurang adaptif.
  • Model data-driven sangat bergantung pada data dalam jumlah besar.
  • Pengetahuan manusia sering kali sulit dikodifikasi ke dalam algoritma.

Solusinya? Pendekatan Hybrid Modeling yang menggabungkan kekuatan semua jenis model ini dalam satu arsitektur sistem yang disebut Hybrid-Wisdom-Based System (HWBS).

Konsep Inti: DIKW dan Hybrid System

1. Hirarki DIKW: Dari Data ke Kebijaksanaan

Framework DIKW (Data → Information → Knowledge → Wisdom) menjadi landasan penting dalam merancang sistem berbasis informasi. Hirarki ini menggambarkan proses transformasi data mentah menjadi keputusan yang bijaksana dan kontekstual. Pada level paling dasar, data dikumpulkan melalui sensor atau log sistem menggunakan teknologi seperti Internet of Things (IoT) dan data lake. Selanjutnya, data tersebut diolah menjadi informasi melalui proses agregasi dan klasifikasi, yang didukung oleh sistem seperti ERP (Enterprise Resource Planning) dan MES (Manufacturing Execution System). Informasi kemudian diolah menjadi pengetahuan dengan memanfaatkan model berbasis aturan atau pembelajaran mesin (machine learning), yang dijalankan melalui Knowledge-Based System (KBS) dan teknologi ML. Pada tingkatan tertinggi, pengetahuan dikonversi menjadi kebijaksanaan, yaitu pengambilan keputusan strategis yang mempertimbangkan konteks luas, dengan bantuan Decision Support System (DSS) dan agent system. Hirarki ini menjadi kunci untuk menciptakan sistem yang adaptif, responsif, dan mampu mendukung pengambilan keputusan yang kompleks.

2. Hybrid Modeling

Menggabungkan:

  • Physics-based model untuk efisiensi awal,
  • Machine Learning untuk peningkatan presisi seiring waktu,
  • Human expertise untuk fleksibilitas dan etika.

Framework HW-MAS: Sistem Multi-Agen Berbasis Hybrid-Wisdom

Struktur Agen DIKW

Framework ini menggunakan agen-agen digital yang memiliki karakteristik:

  • D: akses data dari sistem produksi,
  • I: mengubah data jadi informasi melalui analisis sistem,
  • K: membentuk knowledge base dari pola,
  • W: menghasilkan keputusan kontekstual dengan mempertimbangkan sustainability, human-centricity, dan resilience.

Studi Kasus: HW-TPM untuk Mesin CNC

Total Productive Maintenance (TPM) berbasis hybrid diterapkan untuk sistem milling CNC menggunakan data terbuka NASA:

  • Agen pengukur memantau getaran & suhu.
  • Agen sensor mengklasifikasikan kondisi alat.
  • Agen pelatih menyempurnakan model prediksi keausan.

Hasil:

  • Presisi prediksi kegagalan meningkat 26% dibanding model ML tunggal.
  • Waktu pergantian alat berkurang 18%, efisiensi waktu produksi naik signifikan.

Integrasi Sistem: ERP–MES–PLM dalam Visi 5.0

Framework ini menjembatani sistem informasi perusahaan:

  • ERP (Enterprise Resource Planning) untuk perencanaan,
  • MES (Manufacturing Execution System) untuk eksekusi di shop floor,
  • PLM (Product Lifecycle Management) untuk pengelolaan produk sepanjang umur hidupnya.

Melalui pendekatan hybrid:

  • PLM menyimpan pengetahuan eksplisit desain,
  • MES mengumpulkan data operasional real-time,
  • ERP menyelaraskan keputusan bisnis dengan kondisi aktual produksi.

Kekuatan Framework HWBS

1. Adaptif Sejak Awal

Physics-based model memberikan performa yang memadai bahkan sebelum data besar tersedia, menjadikannya ideal untuk tahap awal produksi atau produk baru.

2. Evolusi Seiring Data Bertambah

Machine Learning memperbaiki akurasi prediksi seiring waktu dan memungkinkan deteksi pola baru secara otomatis.

3. Incorporating Human Knowledge

Sistem dapat mengadopsi:

  • Heuristik pakar,
  • Pengalaman operator,
  • Preferensi pengguna untuk menghasilkan keputusan yang etis, praktis, dan bisa diterima manusia.

Perbandingan: Hybrid vs Model Tradisional

Dalam konteks penerapan teknologi untuk pemodelan, terdapat perbedaan signifikan antara model tunggal dan hybrid modeling. Model tunggal, seperti Machine Learning (ML) atau Pemrograman Berbasis Pengetahuan (PB), cenderung memiliki ketergantungan data yang tinggi pada ML, namun rendah pada PB. Sebaliknya, hybrid modeling menawarkan fleksibilitas moderat dalam hal ketergantungan data, memadukan kekuatan ML dan PB. Adaptasi awal pada model tunggal relatif lemah pada ML, sedangkan hybrid modeling menggabungkan adaptasi kuat dari PB dan ML. Dalam hal ketahanan terhadap noise, model tunggal cenderung lebih rentan, sementara hybrid modeling lebih tahan terhadap gangguan dan noise. Ketika berhadapan dengan kompleksitas masalah, model tunggal menangani aspek-aspek tertentu secara parsial, sedangkan hybrid modeling mampu menangani kompleksitas secara lebih komprehensif. Keterlibatan manusia dalam model tunggal biasanya rendah, sedangkan pada hybrid modeling, keterlibatan manusia lebih tinggi dan terintegrasi, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih terarah dan berbasis konteks.

Kritik & Opini

Framework ini sangat kuat secara teori dan aplikatif. Namun, beberapa hal perlu menjadi perhatian:

  • Kebutuhan integrasi sistem tinggi: tidak semua pabrik punya kesiapan infrastruktur.
  • Tantangan interoperabilitas antar platform (ERP–MES–PLM) belum sepenuhnya tuntas.
  • Konsep wisdom masih abstrak dan perlu konkretisasi dalam pengambilan keputusan sistem.

Namun begitu, kontribusi besar Traini adalah menjadikan "kebijaksanaan digital" bukan sekadar wacana, melainkan sistem yang bisa dirancang dan diterapkan.

Kesimpulan: Membangun Manufaktur Cerdas dengan Kesadaran Digital

Di tengah tuntutan keberlanjutan dan adaptasi cepat, sistem manufaktur masa depan tidak cukup sekadar cerdas—ia harus bijak. Framework Hybrid-Wisdom-Based System (HWBS) dalam disertasi ini menunjukkan bahwa:

  • Keputusan terbaik lahir dari sinergi data, model matematis, dan intuisi manusia.
  • Kebijaksanaan sistem digital bisa dibangun melalui struktur DIKW dan model hybrid.

Pendekatan ini selaras dengan visi Eropa tentang Industri 5.0, yang tidak hanya mengejar efisiensi, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, lingkungan, dan daya tahan jangka panjang.

Sumber : Emiliano Traini. Hybrid modeling to support the smart manufacturing: concepts, theoretic contributions and real-case applications about Hybrid and Wisdom-based Systems. Doctoral Dissertation, Politecnico di Torino, 2022.

Selengkapnya
Mewujudkan Industri 5.0: Strategi Hybrid Modeling untuk Manufaktur Cerdas Berbasis Pengetahuan

Physics of Failure Modeling

Mengungkap Umur Kapasitor: Strategi Degradasi, Model Prediksi, dan Tantangan Nyata di Dunia Elektronika Modern

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025


Pendahuluan: Kapasitor dalam Jantung Sistem Elektronik

Kapasitor bukan sekadar komponen pasif; dalam dunia power electronics, ia adalah pilar penting untuk penyimpanan energi, filter tegangan, dan stabilisasi DC. Namun, masa pakai dan keandalannya sering kali menjadi titik kritis yang menentukan usia sistem secara keseluruhan. Artikel berjudul “A Review of Degradation Behavior and Modeling of Capacitors” karya Gupta, Yadav, DeVoto, dan Major membedah tuntas mekanisme degradasi kapasitor dan bagaimana pendekatan Physics-of-Failure (PoF) dan data-driven models digunakan untuk memprediksi umur layanannya.

Jenis Kapasitor yang Dikaji: Film vs Elektrolitik

1. Metallized Film Capacitors

  • Struktur: Menggunakan film dielektrik dilapisi logam (aluminium/zinc).
  • Keunggulan: Tahan terhadap perubahan frekuensi dan suhu, memiliki kemampuan self-healing yang unik.
  • Kekurangan: Rentan terhadap korosi jika terkena kelembaban tinggi.

2. Electrolytic Capacitors

  • Struktur: Mengandalkan elektrolit cair di antara lapisan foil logam.
  • Keunggulan: Kapasitansi tinggi dan efisiensi volume.
  • Kelemahan: Umur lebih pendek, sangat sensitif terhadap suhu dan tegangan.

Mekanisme Kegagalan dan Degradasi pada Kapasitor Film dan Elektrolitik

Kapasitor film dan kapasitor elektrolitik memiliki mekanisme kegagalan dan degradasi yang berbeda, tergantung pada faktor lingkungan dan operasional. Suhu tinggi, misalnya, menyebabkan deteriorasi lapisan logam dan proses self-healing pada kapasitor film, sementara pada kapasitor elektrolitik, hal ini mengakibatkan evaporasi elektrolit yang mempercepat penurunan performa. Overvoltage dapat memicu self-healing atau bahkan breakdown dielektrik pada kapasitor film, sedangkan pada kapasitor elektrolitik, kondisi ini cenderung meningkatkan arus bocor secara signifikan. Adanya ripple current memicu korosi elektrokimia pada kapasitor film, dan pada kapasitor elektrolitik menyebabkan pemanasan berlebih serta kehilangan elektrolit. Meskipun kelembaban sangat memengaruhi kapasitor film melalui korosi lapisan logam, pengaruhnya tidak terlalu dominan pada kapasitor elektrolitik. Selain itu, siklus charge-discharge berulang dapat menyebabkan detasemen terminal (schoopage) pada kapasitor film, dan tekanan internal serta pembentukan gas pada kapasitor elektrolitik.

Studi yang dilakukan oleh Li et al. menunjukkan bahwa suhu tinggi dan tegangan AC mempercepat degradasi kapasitansi pada kapasitor film berbahan polipropilena (PP). Sementara itu, Makdessi et al. membuktikan bahwa ripple current secara signifikan memicu korosi elektrokimia pada antarmuka logam/polimer, yang mempercepat kerusakan komponen. Temuan-temuan ini menegaskan pentingnya pengendalian suhu dan arus ripple dalam aplikasi jangka panjang untuk menjaga keandalan kapasitor.

Model Degradasi Berbasis Physics-of-Failure (PoF)

Model Arrhenius

  • Menggambarkan hubungan eksponensial antara suhu dan laju degradasi:

L=B⋅eEakTL = B \cdot e^{\frac{E_a}{kT}}

  • Aplikasi: Cocok untuk suhu tinggi dalam jangka panjang.

Model Eyring

  • Memperluas Arrhenius dengan mempertimbangkan interaksi multi-stres seperti tegangan dan kelembaban:

L=A⋅T−α⋅eEakT+f(stress)L = A \cdot T^{-\alpha} \cdot e^{\frac{E_a}{kT} + f(stress)}

Inverse Power Law

  • Umum digunakan untuk stres tegangan atau kelembaban:

L∝V−nL \propto V^{-n}

Model Berbasis Data: Mengisi Kekosongan Waktu

Mengapa Diperlukan?

Model PoF memang menjelaskan mengapa kegagalan terjadi, tetapi tidak bisa menunjukkan kapan kegagalan terjadi dalam operasi nyata.

Contoh Penerapan

  • Weibull Distribution: Prediksi waktu kegagalan berdasarkan distribusi probabilitas.
  • Regresi Eksponensial dan Logaritmik: Melacak perubahan ESR dan kapasitansi secara real-time.
  • Hybrid Models (Sun et al.): Menggabungkan PoF dan statistik, memungkinkan prediksi akurat bahkan dalam kondisi suhu bervariasi.

Model Prediksi Degradasi: Studi Kasus dan Data

1. Kapasitor Film

  • Makdessi et al.: Model degradasi kapasitansi mengikuti eksponensial terhadap waktu dan suhu. Hasil eksperimen cocok dengan prediksi model Eyring.
  • Li et al.: Di bawah kelembaban tinggi, kapasitansi menurun dua tahap—awal linear (moisture pre-existing), lalu eksponensial (moisture ingress).
  • Shin et al.: Kombinasi gamma process dan random deterioration menghasilkan model probabilistik yang memisahkan kerusakan alami dan mendadak.

2. Kapasitor Elektrolitik

  • Rule of Thumb: Setiap kenaikan 10°C memotong masa hidup menjadi setengahnya.
  • Gasperi: Hubungan ESR dengan volume elektrolit:

ESRESR0=(V0−VtV0)2\frac{ESR}{ESR_0} = \left(\frac{V_0 - V_t}{V_0}\right)^2

  • Kulkarni: Model regresi derajat tiga menunjukkan prediksi terbaik untuk degradasi kapasitansi.
  • Sun et al.: Parameter degradasi (A dan B) dari ESR dan kapasitansi mengikuti Arrhenius.

Analisis Statistik: Dampak Tegangan vs Suhu

Studi oleh Naikan et al. menunjukkan:

  • Tegangan memiliki pengaruh paling besar terhadap masa hidup kapasitor.
  • Disusul oleh suhu, dan kemudian interaksi antara keduanya.
  • Regresi linier menghasilkan rumus prediksi umur untuk berbagai kombinasi stres.

Diskusi Kritis: Apa yang Masih Perlu Diteliti?

  • Insulation Resistance belum banyak diteliti padahal berperan penting dalam thermal runaway.
  • Interaksi antar stres (tegangan + suhu + kelembaban) masih minim kuantifikasi.
  • Real-time Monitoring belum optimal, padahal penting untuk aplikasi seperti UPS, kendaraan listrik, dan sistem militer.
  • Hybrid modeling masih kurang eksplorasi, padahal sangat potensial untuk penggabungan kekuatan PoF dan machine learning.

Kesimpulan: Menyongsong Generasi Kapasitor Tangguh

Kapasitor bukan hanya komponen pasif—ia adalah indikator vital kesehatan sistem elektronik. Artikel ini menunjukkan bahwa model degradasi modern harus mampu menangkap kompleksitas dunia nyata: variasi suhu, tegangan lonjakan, siklus pulsa, dan kelembaban. Penggabungan model fisika dan data-driven menjadi langkah penting untuk:

  • Meningkatkan prediksi masa pakai
  • Mengurangi kegagalan mendadak
  • Mengoptimalkan pemeliharaan prediktif

Desain elektronik masa depan membutuhkan pendekatan holistik: menggabungkan teori, eksperimen, dan statistik canggih.

Sumber : Anunay Gupta, Om Prakash Yadav, Douglas DeVoto, dan Joshua Major. A Review of Degradation Behavior and Modeling of Capacitors. NREL/CP-5400-71386. National Renewable Energy Laboratory, 2018.

Selengkapnya
Mengungkap Umur Kapasitor: Strategi Degradasi, Model Prediksi, dan Tantangan Nyata di Dunia Elektronika Modern

Physics of Failure Modeling

Rahasia Umur Panjang Mikroelektronika: Strategi Physics-of-Failure untuk Prediksi dan Desain Andal

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 16 April 2025


Pengantar: Menjawab Tantangan Umur Elektronik Modern

Ketika ukuran transistor mengecil hingga skala nanometer dan tuntutan performa makin tinggi, keandalan mikroelektronika menjadi isu sentral. Produk elektronik yang dulunya bertahan puluhan tahun, kini dirancang hanya untuk 3–7 tahun masa pakai. Paper berjudul "Microelectronics Reliability: Physics-of-Failure Based Modeling and Lifetime Evaluation" karya Mark White dan Joseph B. Bernstein memberikan pendekatan revolusioner untuk memahami, memprediksi, dan merancang sistem mikroelektronik yang andal, dengan basis ilmu pengetahuan—bukan asumsi historis.

Mengapa Pendekatan Tradisional Tak Lagi Cukup

MIL-HDBK-217: Usang di Era Modern

Pendekatan historis seperti MIL-HDBK-217, Telcordia SR-332, dan PRISM menggunakan asumsi tingkat kegagalan konstan (Constant Failure Rate, CFR). Meskipun praktis, model ini:

  • Tidak mengacu pada penyebab fisik kegagalan.
  • Tidak mencerminkan kondisi dunia nyata, seperti wearout akibat tegangan tinggi atau suhu ekstrem.
  • Tidak memperhitungkan efek interaksi berbagai mekanisme kerusakan.

Padahal, riset menunjukkan bahwa mekanisme kerusakan seperti elektromigrasi, injeksi carrier panas, dan breakdown dielektrik saling bersaing, bukan berjalan sendiri-sendiri.

Physics-of-Failure (PoF): Membongkar Akar Masalah

Pendekatan PoF memulai dari akar penyebab kegagalan, seperti reaksi kimia, tegangan listrik, dan faktor termal. PoF tidak hanya memodelkan angka kegagalan, tapi juga menjawab:

  • Mengapa kerusakan terjadi?
  • Bagaimana ia berkembang?
  • Di mana titik lemahnya?

Langkah-Langkah PoF:

  1. Identifikasi mekanisme dominan (contoh: EM, HCI, TDDB, NBTI).
  2. Uji tegangan dan suhu tinggi untuk mempercepat wearout.
  3. Model matematis dan distribusi statistik (Weibull, lognormal).
  4. Simulasi berbasis waktu (Mean Time-To-Failure / MTTF).

Kasus Nyata: EM, HCI, dan TDDB dalam Dunia Nyata

1. Elektromigrasi (EM)

📌 Apa itu? Perpindahan ion logam akibat arus tinggi.
📌 Model matematis:
t50=A⋅J−n⋅exp⁡(EakT)t_{50} = A \cdot J^{-n} \cdot \exp\left(\frac{E_a}{kT}\right)
📌 Fakta penting:

  • EM mendominasi kegagalan interkoneksi aluminium.
  • Ukuran kawat makin kecil = densitas arus makin tinggi = masa hidup makin pendek.
  • Data: Dengan densitas arus > 10⁶ A/cm², masa pakai turun hingga hitungan bulan jika tidak didesain ulang.

2. Hot Carrier Injection (HCI)

📌 Elektron berenergi tinggi menembus isolator gate → kerusakan MOSFET.
📌 Efek dominan pada CMOS kecepatan tinggi.
📌 Studi Kasus: Model HCI menunjukkan degradasi logaritmik fungsi sirkuit logika dalam 3 tahun operasi di suhu tinggi.

3. Time-Dependent Dielectric Breakdown (TDDB)

📌 Kerusakan isolator gate karena akumulasi tegangan.
📌 Fakta: TDDB adalah penyebab dominan kerusakan SRAM dan ADC.

FaRBS: Simulasi Sirkuit Berbasis Wearout

FaRBS (Failure Rate-Based SPICE) menggabungkan:

  • Model fisika kegagalan,
  • SPICE,
  • Faktor percepatan (suhu, tegangan),
  • Model sum-of-failure-rates (SOFR).

Studi Kasus: ADC Reliability

Pada simulasi FaRBS terhadap Analog-to-Digital Converter (ADC) ditemukan bahwa:

  • MTTF ADC bisa menurun 30% akibat interaksi EM dan TDDB.
  • Simulasi SPICE menunjukkan bahwa penyesuaian tegangan operasi 0.3V lebih rendah meningkatkan keandalan hingga 45%.

MaCRO: Simulasi Keandalan SRAM

MaCRO (Maryland Circuit-Reliability Oriented) mengintegrasikan:

  • Model kegagalan HCI, TDDB, NBTI
  • Failure Equivalent Circuit
  • Simulasi SPICE untuk SRAM

Studi Kasus: SRAM

  • Data hasil simulasi:
    • Masa hidup SRAM dengan desain awal: 4.2 tahun
    • Setelah optimalisasi berdasarkan MaCRO: 8.7 tahun
  • Langkah penting:
    • Pengaturan ulang parameter gate oxide
    • Derating suhu maksimal dari 125°C ke 105°C

Akurasi Model & Tantangan

Walaupun akurat dan berbasis sains, pendekatan PoF menghadapi beberapa kendala:

  • Kompleksitas tinggi → tidak selalu ramah untuk industri kecil.
  • Keterbatasan data parameter fisik dari manufaktur → menyulitkan input model.

Namun, alat bantu seperti CADMP-2 dan CALCE mampu menjembatani masalah ini dengan antarmuka pengguna dan basis data parameter material.

Kesimpulan: Menuju Desain Elektronik Masa Depan

Model tradisional mungkin praktis, namun pendekatan Physics-of-Failure menawarkan presisi, kontrol, dan kemampuan prediksi yang jauh lebih unggul, khususnya untuk aplikasi kritikal seperti:

  • Antariksa
  • Telekomunikasi
  • Peralatan medis dan militer

Dengan menggabungkan simulasi PoF (FaRBS & MaCRO), rekayasa desain dapat dilakukan sejak awal pengembangan. Hasilnya?

  • Efisiensi biaya jangka panjang
  • Pengurangan risiko kerusakan tak terduga
  • Optimalisasi jadwal perawatan dan penggantian

Rekomendasi: Siapa Harus Mengadopsi PoF?

Teknologi Power over Fiber (PoF) memiliki tingkat relevansi yang berbeda-beda di setiap industri. Di sektor medis, adopsi PoF menjadi prioritas sangat tinggi karena kebutuhan akan sistem yang bebas interferensi elektromagnetik dan mampu memberikan daya serta data secara aman di lingkungan sensitif. Hal serupa berlaku pada industri antariksa, di mana PoF sangat relevan dan menjadi prioritas utama berkat kemampuannya mendukung sistem ringan, tahan radiasi, dan minim risiko gangguan sinyal. Untuk industri telekomunikasi, PoF juga sangat relevan dan menjadi prioritas tinggi karena mampu menyederhanakan infrastruktur dengan menggabungkan transmisi daya dan data dalam satu jalur. Sementara itu, di sektor otomotif, relevansi PoF tergolong sedang dan mulai mendapat perhatian, terutama untuk aplikasi kendaraan otonom dan sistem elektronik internal. Di sisi lain, pada sektor konsumen (COTS), adopsi PoF masih berada pada tingkat rendah hingga sedang karena pertimbangan biaya dan kompleksitas, meskipun potensinya tetap terbuka untuk pengembangan produk-produk khusus di masa depan.

Sumber Asli Artikel (tanpa hyperlink):
Mark White & Joseph B. Bernstein. Microelectronics Reliability: Physics-of-Failure Based Modeling and Lifetime Evaluation. Jet Propulsion Laboratory, NASA, 2008.

Selengkapnya
Rahasia Umur Panjang Mikroelektronika: Strategi Physics-of-Failure untuk Prediksi dan Desain Andal
page 1 of 8 Next Last »