DeepLearning
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 22 April 2025
Pendahuluan: Split Defect Kecil, Dampak Besar
Dalam proses manufaktur logam seperti stamping, split defect atau lelehan akibat tekanan berlebih menjadi momok yang jarang terlihat namun sangat merugikan. Meski hanya muncul pada 1–5% komponen, jenis cacat ini tidak bisa diperbaiki dan berujung pada pembuangan produk, menimbulkan kerugian material dan waktu. Masalah makin pelik karena cacat ini sering tak terdeteksi oleh mata manusia, terlebih saat permukaan logam memantulkan cahaya atau tertutup oli industri.
Di sinilah teknologi intervensi, seperti yang dikembangkan Aru Ranjan Singh dan timnya, memainkan peran vital: menggunakan citra sintetis untuk melatih model deteksi cacat berbasis deep learning dengan presisi tinggi.
Tantangan: Kelangkaan Data dan Keterbatasan Model
Deteksi berbasis AI membutuhkan ribuan data. Namun, karena split defect sangat jarang terjadi, tidak tersedia cukup data untuk melatih model deep learning secara optimal. Beberapa upaya umum untuk mengatasi ini seperti pretraining pada dataset lain atau menggunakan augmentasi sederhana (seperti rotasi dan flipping) masih belum memadai, karena tidak menyelesaikan masalah inti: kurangnya variasi tekstur, distribusi, dan pencahayaan cacat nyata.
Solusi Cerdas: Gabungan Simulasi Fisik dan Sintesis Grafis
Singh dan tim menciptakan pendekatan hybrid. Mereka memulai dengan simulasi berbasis fisika—menggunakan metode elemen hingga (Finite Element Method) untuk memperkirakan titik lemah pada logam berdasarkan distribusi regangan dan Forming Limit Curve (FLC). Dari sini dihasilkan geometri tiga dimensi realistis yang menunjukkan kemungkinan besar lokasi split defect.
Setelah lokasi ditentukan, detail cacat nyata dari sampel fisik dikumpulkan dan dipetakan ke model 3D tersebut menggunakan teknik bump mapping. Hasil akhirnya adalah gambar sintetis fotorealistik yang memperhitungkan pencahayaan, pantulan, tekstur permukaan logam, bahkan ketidaksempurnaan seperti sidik jari atau goresan.
Studi Kasus: Deteksi Split pada Komponen Nakajima
Untuk pengujian, peneliti menggunakan komponen uji berdasarkan geometri Nakajima, standar dalam pengujian kemampuan formasi logam. Mereka hanya memerlukan 10 bagian nyata dengan split, lalu menghasilkan ratusan gambar sintetis berdasarkan itu.
Ketika model seperti YOLOv5 dilatih hanya dengan 10 gambar nyata, performa deteksi sangat terbatas. Namun, ketika ditambahkan 40 gambar sintetis, akurasi meningkat secara signifikan—baik dalam jumlah prediksi yang benar maupun tingkat kepercayaan deteksinya. Bahkan, kombinasi 40 gambar nyata dan 40 sintetis bisa menyamai performa model yang dilatih dengan 80 gambar nyata penuh, membuktikan efisiensi pendekatan ini.
Perbandingan dengan Model Generatif Lain
Peneliti juga menguji metode generatif lain seperti DFMGAN (berbasis GAN) dan model diffusion yang baru-baru ini populer. Sayangnya, kedua pendekatan ini tidak bisa menghasilkan keragaman dan ketajaman visual yang dibutuhkan, terutama pada permukaan reflektif. Selain itu, model ini tidak mendukung HDR imaging, yang sangat krusial dalam dunia manufaktur logam.
Pendekatan Singh unggul karena mampu mengontrol lokasi cacat, pencahayaan, ukuran, serta bentuk, menghasilkan data yang sangat sesuai dengan kondisi nyata di lini produksi.
Teknik Pendukung: Kunci Realisme dan Akurasi
Dua hal menarik yang meningkatkan kualitas sintesis gambar dalam studi ini adalah:
Hasilnya, model yang dilatih dengan gambar sintetis kaya detail menunjukkan peningkatan akurasi hingga hampir 30% dibanding model yang hanya menggunakan gambar nyata.
Nilai Praktis di Dunia Industri
Pendekatan ini sangat cocok untuk pabrik otomotif, aerospace, atau produsen alat berat di mana split defect berarti kehilangan komponen bernilai tinggi. Dibandingkan dengan biaya memproduksi 80 komponen cacat untuk data pelatihan, menciptakan 40 data sintetis dari hanya 10 komponen jauh lebih hemat dan efisien.
Selain itu, karena framework ini berbasis parameter yang umum digunakan dalam simulasi manufaktur, seperti FLC dan FEM, adaptasinya ke produk lain relatif mudah.
Kritik dan Arah Perbaikan
Meski hasilnya sangat menjanjikan, pendekatan ini masih fokus pada satu jenis cacat, yakni split. Untuk penerapan lebih luas, framework ini perlu diperluas ke jenis cacat lain seperti wrinkle (kerutan) atau dents (penyok). Selain itu, kerja sama dengan pabrik nyata akan membantu validasi performa dalam kondisi produksi yang sebenarnya.
Kesimpulan: Cerdas, Realistis, dan Siap Industri
Singh dan tim berhasil menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Mereka bukan hanya membuktikan bahwa gambar sintetis bisa efektif, tetapi juga menunjukkan cara menghasilkan gambar yang secara statistik dan visual mewakili kondisi nyata. Hasilnya, sistem deteksi berbasis deep learning menjadi lebih tangguh, akurat, dan layak diterapkan di dunia industri yang menuntut efisiensi dan presisi tinggi.
Sumber:
Singh, A. R., Bashford-Rogers, T., Hazra, S., & Debattista, K. (2023). Generating Synthetic Training Images to Detect Split Defects in Stamped Components. IEEE Transactions on Industrial Informatics.
DeepLearning
Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda pada 11 April 2025
Pendahuluan
Dalam era manufaktur modern, industri baja menghadapi tantangan besar untuk menjaga kualitas produk di tengah tuntutan produktivitas yang tinggi. Salah satu tantangan utama adalah menjaga mutu permukaan baja dari berbagai jenis cacat yang dapat mempengaruhi nilai jual hingga performa material tersebut. Untuk menjawab tantangan ini, teknologi deteksi berbasis visi (vision-based) telah menjadi alternatif yang menjanjikan dibandingkan inspeksi manual tradisional.
Paper yang diulas kali ini berjudul "A Survey of Vision-Based Methods for Surface Defects’ Detection and Classification in Steel Products" (Ibrahim & Tapamo, 2024), merupakan tinjauan komprehensif atas perkembangan metode vision-based dalam mendeteksi dan mengklasifikasikan cacat permukaan pada produk baja. Penelitian ini menyoroti metode statistik, spektral, segmentasi tekstur, hingga machine learning dan deep learning yang digunakan dalam mendukung inspeksi otomatis.
Kontribusi Utama Penelitian
Penelitian ini memberikan empat kontribusi utama:
Ragam Cacat Permukaan Baja: Masalah yang Kompleks dan Variatif
Permukaan baja kerap mengalami berbagai jenis cacat selama proses produksi, mulai dari goresan (scratches), karat (scales), retakan (cracks), hingga lubang kecil (pits). Masing-masing cacat ini memiliki karakteristik unik yang membuat proses klasifikasi menjadi kompleks. Dalam produksi baja canai panas (hot-rolled) dan dingin (cold-rolled), cacat permukaan seperti crazing, scarring, dan inclusions menjadi permasalahan utama yang harus segera dideteksi agar tidak merugikan proses produksi berikutnya.
Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada standar universal untuk mendefinisikan cacat-cacat ini secara sistematis. Variasi produk dan proses menyebabkan metode klasifikasi cacat menjadi semakin kompleks dan menantang.
Metodologi Deteksi dan Klasifikasi: Dari Teknik Tradisional hingga Deep Learning
1. Metode Statistik
Metode ini meliputi autocorrelation, thresholding, co-occurrence matrix (GLCM), dan local binary patterns (LBP). GLCM terbukti efektif dalam menganalisis tekstur, tetapi boros waktu komputasi dan memerlukan ruang penyimpanan besar. Sementara LBP populer karena sederhana, namun sensitif terhadap noise dan skala perubahan gambar.
2. Metode Spektral
Termasuk Fourier Transform dan Wavelet Transform. Wavelet memberikan resolusi multiskala dan akurasi tinggi (83-97%), namun sulit memilih basis yang tepat. Gabor filter unggul dalam mendeteksi pola tekstur namun butuh parameter filter yang akurat.
Studi Kasus:
3. Segmentasi Tekstur
Model seperti Markov Random Field (MRF), Autoregressive (AR), Weibull, hingga Active Contour. Model MRF memberikan akurasi tinggi (91,36%), namun kurang cocok untuk tekstur global.
4. Machine Learning dan Deep Learning
Teknik supervised seperti Artificial Neural Networks (ANN) dan Support Vector Machine (SVM) menjadi tulang punggung sistem klasifikasi modern. Deep learning melalui Convolutional Neural Networks (CNN), YOLO, dan GAN mendominasi penelitian terbaru, menawarkan akurasi tinggi hingga 99% pada dataset NEU dan Xsteel.
Studi Kasus:
Evaluasi Metode dan Tantangan yang Dihadapi
Metode yang digunakan dievaluasi menggunakan metrik seperti akurasi, presisi, recall, dan F1-score. Sebagai contoh, model CNN yang digunakan oleh Gao et al. (2021) mencapai akurasi 95,63% dengan tantangan utama pada kebutuhan dataset yang sangat besar.
Namun, tantangan tetap ada:
Kritik dan Analisis Tambahan
Kelebihan Penelitian
Penelitian Ibrahim dan Tapamo (2024) unggul dalam memberikan cakupan menyeluruh terhadap metode deteksi vision-based, dari teknik dasar hingga algoritma deep learning. Penulis mengkategorikan metode secara sistematis dan menyoroti tren evolusi pendekatan dari waktu ke waktu.
Kelemahan
Namun, pembahasan terkait integrasi sistem ke dalam lini produksi nyata masih terbatas. Bagaimana sistem ini diimplementasikan secara praktis, baik dari segi hardware (kamera, pencahayaan) maupun software, tidak dibahas secara mendalam.
Perbandingan dengan Studi Sebelumnya
Penelitian ini menguatkan temuan dari Luo et al. (2021) tentang pentingnya model deep learning berbasis CNN dalam meningkatkan akurasi klasifikasi cacat. Namun, Ibrahim dan Tapamo melangkah lebih jauh dengan menelaah sistem semi-supervised dan unsupervised yang masih jarang digunakan di industri baja.
Arah Penelitian Masa Depan dan Implikasi Praktis
1. Hybrid Approach
Menggabungkan deep learning dengan rule-based system dapat meningkatkan akurasi tanpa ketergantungan pada data label yang besar.
2. Edge Computing
Implementasi sistem deteksi cacat secara real-time di lini produksi memerlukan optimasi komputasi, yang bisa dijawab melalui edge computing.
3. Explainable AI (XAI)
Industri baja membutuhkan sistem yang tidak hanya akurat, tetapi juga transparan. Pengembangan model XAI akan membantu insinyur memahami keputusan sistem dan meningkatkan kepercayaan industri.
Kesimpulan
Penelitian "A Survey of Vision-Based Methods for Surface Defects’ Detection and Classification in Steel Products" oleh Ibrahim dan Tapamo (2024) merupakan referensi penting dalam bidang quality control industri baja. Dengan mengulas lebih dari 200 penelitian dan menawarkan analisis mendalam atas metode terkini, studi ini memberikan fondasi kuat bagi penelitian dan pengembangan sistem inspeksi otomatis berbasis vision.
Namun, untuk adopsi industri secara masif, tantangan seperti kebutuhan data besar, waktu komputasi, dan integrasi sistem tetap harus diatasi. Penelitian lanjutan sebaiknya berfokus pada pengembangan metode hybrid, penggunaan edge computing, dan pendekatan XAI yang dapat memberikan kejelasan dan efisiensi dalam pengambilan keputusan.
Sumber Referensi
Ibrahim, Y., & Tapamo, J. (2024). A survey of vision-based methods for surface defects’ detection and classification in steel products. Informatics, 11(2), 25.