Cara Cepat Menghitung Kelelahan Kerja Manusia: Menggabungkan ALT dan Analisis Faktor Kinerja

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

15 April 2025, 14.30

pixabay.com

Pendahuluan: Mengapa Kelelahan Manusia Butuh Metode Analisis Baru

Di era otomatisasi industri, peran manusia dalam sistem manufaktur mulai digantikan oleh mesin. Namun kenyataannya, kesalahan manusia masih menjadi penyebab utama dalam menurunnya kualitas produksi. Salah satu pemicunya adalah kelelahan kerja, baik fisik maupun mental, yang sayangnya sering diabaikan dalam proses desain sistem produksi.

Makalah dari Jamshidi & Sadeghi (2021) menawarkan solusi inovatif dengan menggabungkan Accelerated Life Testing (ALT) dan Principal Component Analysis (PCA) untuk menghitung kelelahan manusia secara kuantitatif, efisien, dan berbasis data nyata. Pendekatan ini disebut sebagai Accelerated Human Fatigue Test (AHFT).

H2: Apa Itu ALT dan Mengapa Relevan untuk Manusia?

ALT biasa digunakan untuk mempercepat pengujian daya tahan produk dengan cara menambahkan beban lingkungan ekstrem. Dalam konteks manusia, beban lingkungan ini direpresentasikan oleh Performance Shaping Factors (PSFs) seperti stres kerja, waktu kerja, ergonomi, dan kompleksitas tugas.

Dalam pendekatan AHFT:

  • ALT dipakai untuk mempercepat dan mengukur akumulasi kelelahan.
  • PCA digunakan untuk memilih PSFs paling signifikan agar pengumpulan data lebih efisien.

H2: Studi Kasus: Penerapan pada Workshop Pembubutan

Penelitian ini diuji pada workshop pembubutan dengan 15 data historis kelelahan kerja. Setiap data berisi nilai dari 8 PSFs, di antaranya:

  • Waktu kerja tersedia
  • Stres kerja
  • Kompleksitas tugas
  • Pelatihan
  • Prosedur kerja
  • Ergonomi
  • Kebugaran kerja
  • Proses kerja

Nilai kelelahan aktual diukur tiap 1 jam kerja, dan digunakan sebagai dasar validasi model.

H2: Menentukan PSFs Paling Efektif dengan PCA

PCA dilakukan untuk menyaring variabel dominan dari delapan PSFs yang tersedia. Hasil analisis menunjukkan:

  • Tiga PSFs utama yang menjelaskan 65,5% variasi data:
    1. Waktu kerja
    2. Stres kerja
    3. Kompleksitas tugas

Karena kompleksitas dan stres berkorelasi positif, hanya dua PSFs—waktu kerja dan stres—yang akhirnya dipilih untuk membangun model AHFT. Ini sangat membantu dalam mengurangi biaya dan waktu pengumpulan data, tanpa kehilangan akurasi.

H2: Model Fatigue Berbasis ALT dan PSFs

Model kelelahan manusia dikembangkan menggunakan pendekatan General Log-Linear (GLL) dari ALT, dengan dua faktor percepatan (AF): waktu kerja dan stres.

Rumus Umum GLL: L(x)=eα0+α1X1+α2X2L(x) = e^{\alpha_0 + \alpha_1X_1 + \alpha_2X_2}

Di mana:

  • X1X_1 = Waktu kerja
  • X2X_2 = Stres
  • α0,α1,α2\alpha_0, \alpha_1, \alpha_2 = Parameter yang dihitung dari data historis

H2: Hasil Estimasi dan Validasi Model

Contoh hasil estimasi model:

  • Waktu kerja: 0.1
  • Stres: 5
  • Estimasi kelelahan: 0.1146
  • Error relatif: hanya sekitar 10%

Model kemudian divalidasi dengan 5 data aktual dari workshop. Rata-rata error relatif berkisar 8–13%, yang menunjukkan akurasi tinggi dan kelayakan implementasi praktis.

Tabel ringkasan validasi menunjukkan perbandingan antara nilai fatigue aktual dan fatigue model pada lima instance yang diuji, beserta error relatif masing-masing. Pada instance pertama, nilai fatigue aktual sebesar 0.195 dan nilai model 0.216 dengan error relatif sebesar 10.6%. Instance kedua menunjukkan nilai fatigue aktual 0.062 dan nilai model 0.069, menghasilkan error relatif sebesar 11.5%. Pada instance ketiga, nilai fatigue aktual adalah 0.073 dan nilai model 0.080, dengan error relatif sebesar 9.8%. Instance keempat memiliki nilai fatigue aktual 0.162 dan nilai model 0.175, dengan error relatif sebesar 8.3%. Terakhir, instance kelima mencatatkan nilai fatigue aktual 0.114 dan nilai model 0.130, dengan error relatif sebesar 13.8%. Angka error relatif ini memberikan gambaran seberapa besar perbedaan antara model dan nilai aktual pada setiap instance yang diuji.

H2: Perbandingan dengan Metode Klasik

Pendekatan ALT + PCA (Accelerated Human Fatigue Test) terbukti lebih efisien dibandingkan metode klasik dalam mengukur kelelahan kerja manusia. Dengan hanya menggunakan dua faktor utama (PSF) yang telah disaring melalui PCA—yakni waktu kerja dan tingkat stres—model ini mampu mempertahankan akurasi tinggi dengan tingkat kesalahan hanya sekitar 10%. Sebaliknya, metode konvensional biasanya membutuhkan lebih dari delapan PSF, yang tidak hanya memperbesar volume data, tetapi juga meningkatkan risiko bias dan interpretasi subjektif. Dari segi biaya implementasi, AHFT jauh lebih ekonomis karena tidak memerlukan pengamatan langsung atau alat ukur fisik yang kompleks. Selain itu, waktu pengukuran pada AHFT relatif singkat karena berbasis pada model prediktif, sedangkan metode klasik memakan waktu lebih lama karena mengandalkan pengamatan manual dan interpretasi kualitatif. Perbandingan ini menegaskan bahwa AHFT merupakan solusi yang lebih praktis dan terukur untuk diterapkan di lingkungan kerja modern.

H2: Implikasi Praktis dalam Industri Manufaktur

1. Deteksi dini kelelahan:
Model bisa digunakan untuk memantau kelelahan harian operator tanpa perlu alat pengukuran fisik mahal.

2. Perencanaan jadwal kerja:
Perusahaan dapat mengatur shift kerja atau waktu istirahat berdasarkan proyeksi kelelahan dari model ini.

3. Optimalisasi pelatihan dan ergonomi:
Jika kelelahan tinggi berasal dari PSF yang bisa diubah, seperti ergonomi, pelatihan dapat disesuaikan.

H2: Kritik dan Potensi Pengembangan

Kritik:

  • Model hanya diuji di satu jenis workshop.
  • PSFs lain (seperti komunikasi atau kondisi psikologis) belum dimasukkan.
  • Belum mencakup pengaruh recovery time atau istirahat antar shift.

Saran Pengembangan:

  • Integrasi dengan sensor wearable (heart rate, movement).
  • Perluasan ke sektor industri lain: otomotif, rumah sakit, logistik.
  • Kolaborasi dengan software manajemen SDM (Human Capital Analytics).

Kesimpulan:

Model AHFT yang menggabungkan ALT dan PCA berhasil menciptakan pendekatan kuantitatif, cepat, dan hemat biaya untuk menghitung kelelahan kerja manusia. Dibanding metode konvensional, model ini:

  • Lebih cepat diterapkan
  • Lebih sedikit memerlukan data
  • Memiliki akurasi memadai

Pendekatan ini sangat cocok diterapkan di sektor manufaktur padat karya yang butuh efisiensi tenaga kerja namun tetap menjaga kualitas dan keselamatan.

Sumber : Jamshidi, R., & Sadeghi, M. E. (2021). Application of Accelerated Life Testing in Human Reliability Analysis. International Journal of Research in Industrial Engineering, 10(4), 346–357.