Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi

Manajemen Kinerja

Dipublikasikan oleh Ririn Khoiriyah Ardianti pada 18 Februari 2025


Manajemen kinerja (MK) adalah aktivitas untuk memastikan bahwa sasaran organisasi telah dicapai secara konsisten dalam cara-cara yang efektif dan efisien. Manajemen kienrja bisa berfokus pada kinerja dari suatu organisasi, departemenkaryawan, atau bahkan proses untuk menghasilkan produk atau layanan, dan juga di area yang lain.

Baik di tingkatan organisasi ataupun individu, salah satu fungsi kunci dari manajemen adalah mengukur dan mengelola kinerja. Antara gagasan, tindakan dan hasil terdapat suatu perjalanan yang harus ditempuh. Dan barangkali istilah yang paling sering digunakan di keseharian yang menggambarkan perkembangan dari perjalanan tersebut dan juga hasilnya adalah "kinerja" (Brudan 2010).

Kinerja sendiri adalah suatu hal yang berorientasi ke masa depan, disesuaikan spesifik berdasarkan kondisi khusus dari setiap organisasi/individu dan didasarkan atas suatu model kausal yang menghubungkan antara input dan output (Lebas 1995).

Karakteristik Prioritas Kinerja

Makna dan isi dari istilah kinerja secara komprehensif didiskusikan oleh Folan et al (2007), yang menegaskan tiga prioritas dari kinerja:

  • Pertama, kinerja butuh dianalisis berdasarkan setiap entitas di dalam lingkup lingkungan di mana dia beroperasi. Sebagai contoh kinerja suatu perusahaan harusnya dianalisis di lingkup target pasar di mana dia beroperasi dan bukannya yang tidak relevan dengan wilayah operasinya.
  • Kedua, kinerja selalu terkait dengan satu atau lebih tujuan organisasi yang ditentukan oleh organisasi yang mana kinerjanya dianalisis. Oleh karenanya, suatu organisasi mengevaluasi kinerjanya berdasarkan pada tujuan dan target yang ditentukan dan diterima secara internal dan bukannya atas target yang digunakan oleh entitas di luar dirinya.
  • Ketiga, kinerja disaring menjadi karakteristik yang relevan dan bisa dikenali.

Aspek Kinerja

Blumenthal (2003) menyatakan bahwa peningkatan kinerja bisa merupakan hasil perbaikan dari salah satu atau lebih aspek berikut ini:

* Stabilitas organisasi yang terkait apakah layanannya bisa secara konsisten dihantarkan dan organisasi bisa terus bertahan.

* Stabilitas finansial yang terkait dengan kemampuan organisasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, semisal, kemampuan untuk membayar tagihan-tagihan. Stabilitas finansial sering kali kurang dihiraukan sebagai perihal yang penting dalam pembangun kapasitas.

* Kualitas program (produk dan layanan) yang didasarkan pada indikator dampak, termasuk riset memadai tentang bagaimana program yang efektif serta sistem pengelolaan hasil keluaran.

* Pertumbuhan organisasi yang didasarkan pada kemampuan mendapatkan sumberdaya dan menyediakan lebih banyak layanan. Secara sendiri, pertumbuhan bukanlan suatu indikator kerja.

Sumber Artikel : wikipedia

Selengkapnya
Manajemen Kinerja

Pendidikan

UGM Luncurkan Platform Pembelajaran Daring UGM Online

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 18 Februari 2025


Universitas Gadjah Mada melaksanakan sosialisasi platform pembelajaran daring UGM Online. Sosialisasi ini dibuka oleh Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med. Ed., Sp.OG (K), Ph.D., di Learning Center, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.

UGM Online merupakan platform pembelajaran daring terbuka yang menawarkan berbagai macam program pembelajaran, mulai dari kredensial mikro (micro-credential), mata kuliah daring terbuka penuh (MOOCs), hingga kursus modular (modular course). Platform UGM Online dirancang untuk memberikan akses pendidikan yang berkualitas kepada masyarakat luas, baik di Indonesia maupun di luar negeri (SDGs 4: Quality Education).

Sosialisasi platform UGM online dihadiri oleh Rektor, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Dekan Fakultas di UGM dan tim pengembangan Kanal Pengetahuan Fakultas/Sekolah. Rangkaian kegiatan diawali dengan sambutan dan arahan Rektor UGM. Selanjutnya pemaparan “Pemanfaatan UGM Online untuk Penguatan Kompetensi dan Skills oleh Direktur Direktorat Kajian dan Inovasi Akademik”. Direktur Direaktorat Teknologi Informasi mempresentasikan “Teknologi yang digunakan dalam UGM Online”. Pemaparan terakhir terkait Sistem Gain Sharing UGM Online” oleh perwakilan Direktorat Keuangan UGM.

“UGM Online merupakan celah dan peluang untuk kita dapat menyuarakan atau menyebarkan ilmu bukan hanya kepada mahasiswa tapi ke seluruh masyarakat Indonesia dan dunia, kita ingin UGM berperan lebih banyak dalam mencerdaskan bangsa dan masyarakat yang menggunakan platform UGM Online,” ujar Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D.

Rektor menegaskan bahwa UGM Online merupakan wujud komitmen inklusif UGM untuk memberikan akses pendidikan yang lebih luas dan berkualitas kepada masyarakat.

“Dengan UGM Online kita berharap proses pembelajaran lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan peserta, UGM Online membuka kesempatan lebih luas lagi bahwa nilai-nilai SDGs dapat ditularkan bukan hanya kepada generasi muda yang sempat belajar bertatap muka dengan dosen di Universitas Gadjah Mada tetapi dapat disebarkan lebih luas lagi ke seluruh daerah-daerah, sehingga kepentingan dari value yang ada pada SDGs ini dapat tersampaikan lebih luas lagi,” imbuhnya.

Platform UGM Online merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang menawarkan berbagai kursus dari berbagai bidang studi, mulai dari ilmu pengetahuan alam, teknik, kedokteran, hingga humaniora. Dengan akses yang mudah melalui perangkat seluler atau komputer, pengguna dapat mengikuti kursus sesuai dengan kebutuhan dan minat.

“UGM Online memegang peranan penting dalam berkontribusi untuk meningkatkan pendidikan di masyarakat luas. Terdapat 3 model course pada UGM Online yaitu public course, free course dan paid course. Pada tahap rintisan ini terdapat 60 courses di UGM online, dan selama masa promosi ini diikuti oleh 2.223 peserta umum dan 728 mahasiswa pada platform UGM Online,” ungkap Direktur Direktorat Kajian dan Inovasi Akademik UGM, Dr.Agr.Sc. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU ASEAN Eng.

UGM Online diharapkan dapat menjadi platform pembelajaran terbuka yang bermanfaat bagi masyarakat luas sehingga meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan memberikan manfaat bagi masyarakat untuk belajar dan mengembangkan kompetensi dan skills.

Sumber: ugm.ac.id

Selengkapnya
UGM Luncurkan Platform Pembelajaran Daring UGM Online

Pendidikan

Dirjen Dikti Ristek ungkap tiga persoalan dasar pendidikan tinggi

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 18 Februari 2025


Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Ristek Republik Indonesia Abdul Haris mengungkapkan terdapat tiga persoalan mendasar pada pendidikan tinggi di Indonesia.

"Tiga hal itu adalah inequality of access atau ketimpangan akses pendidikan tinggi, inequality of quality atau ketimpangan dalam hal kualitas, serta kurangnya relevansi pendidikan tinggi (less relevance of higher education)," katanya dalam sarasehan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) Jawa Timur di Universitas Wahab Hasbullah (UNWAHA) Jombang, Sabtu.

Pihaknya mengungkapkan bahwa pemerintah mendorong peningkatan nilai angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi dan juga memperluas akses pendidikan tinggi yang berkualitas dalam mengatasi berbagai persoalan tersebut.

Pemerintah, kata dia, juga menemukan suatu dilema saat melihat adanya 1,2 juta pengangguran terdidik berdasarkan data BPS tahun 2022. Selain itu terjadi perubahan landscape dunia kerja bahwa ijazah dan gelar akademik tidak lagi menjadi jaminan untuk memperoleh pekerjaan.

"Dengan demikian pemerintah melalui Kemendikbud Ristek secara serius dalam membenahi hal tersebut dengan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi," kata dia.

Dirinya mengatakan, sejumlah perguruan tinggi juga terus didorong untuk meningkat pada rangking perguruan tinggi global, serta meningkatkan kualitas lulusan yang siap pada profesi tertentu.

Namun, ia menyebut ada kendala salah satunya faktor lambannya perguruan tinggi dalam beradaptasi dengan perubahan yang menjadi persoalan serius dewasa ini.

Selain itu, juga munculnya model alternatif dalam pendidikan dan pelatihan yang berbasis digital karena dapat secara fleksibel dan murah dari segi operasionalnya.

"Oleh sebab itu Dirjen Dikti partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak bisa dinafikkan," kata dia.

Ia menyebut, dari sekitar 9,8 juta mahasiswa Indonesia, hampir 5,1 juta mahasiswa kuliah di perguruan tinggi swasta.

Untuk itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Ristek juga berkolaborasi dengan pengelola perguruan tinggi swasta, termasuk perguruan tinggi di lingkungan Nahdlatul Ulama mengurangi ketimpangan akses layanan pendidikan tinggi, kualitas pendidikan tinggi, dan relevansi pendidikan tinggi tersebut.

Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi NU Jawa Timur Achmad Jazidie mendukung dan menyambut baik apa yang disampaikan oleh Dirjen Dikti. LPTNU yang didirikan sejak 2010 telah cukup lama bersama PTS NU untuk turut serta meningkatkan SDM bangsa dalam wadah organisasi Nahdlatul Ulama.

"Di Jawa Timur, sedikitnya ada 104 PTS yang berafiliasi dengan LPTNU Jatim, hal ini tentu tidak sedikit," kata Jazidie yang juga Rektor Unusa ini.

Hadir sebagai pembicara sarasehan tersebut selain Dirjen Dikti, Direktur Diktis Kemenag yang diwakili Kasubdit Ketenagaan M. Aziz Hakim, Dewan Eksekutif BAN PT Slamet Wahyudi, serta Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi PBNU Ainun Na'im.

Kegiatan sarasehan dan halal bihalal ini diikuti sedikitnya 200 peserta PTNU se-Jawa Timur, Pengurus LPTNU Jawa Timur serta pimpinan Universitas K.H. Wahab Hasbullah. Perguruan tinggi ini berada dikawasan Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang.

Sumber: img.antaranews.com

Selengkapnya
Dirjen Dikti Ristek ungkap tiga persoalan dasar pendidikan tinggi

Pendidikan

Menantang Neoliberalisasi: Membiayai Pendidikan Tinggi secara Adil dan Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Muhammad Armando Mahendra pada 18 Februari 2025


Pendidikan tinggi (mestinya) menjadi public good

Pendidikan tinggi memang telah lama menanggalkan amanat sebagai wahana demokratisasi dan bersekongkol dengan logika pasar (neoliberalisasi), ungkap Henry Giroux, akademisi asal Amerika Serikat. 

Dalam konteks Indonesia, persoalan neoliberalisasi pendidikan tinggi juga sudah jamak diulas oleh beberapa akademisi yang fokus pada ilmu pendidikan (pedagogi), seperti oleh Ben Laksana, Andrew Rosser, dan  Joko Susilo. Semua studi sepakat bahwa wujud nyata neoliberalisasi pendidikan tinggi dapat juga disebut sebagai korporatisasi kampus.

Neoliberalisasi maupun korporasi kampus bukan hanya menyangkut masalah aksesibilitas, tetapi sesungguhnya juga suasanatakademik yang membungkusnya, yaitu kurikulum pendidikan tinggi yang cenderung disusun ‘hanya’ untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. 

Di Indonesia, gejala ini semakin jelas ketika pemerintah memberikan otonomi kepada PTN melalui skema BHMN (Badan Hukum Milik Negara) pada 2000 dan kemudian PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum) pada 2012 melalui pengesahan UU No. 12 tahun 2012 (UU Pendidikan Tinggi – Dikti). Pemerintah memang tetap akan membiayai PTN, namun mereka konsisten bersikeras bahwa pendidikan tinggi bukan barang publik (public good) yang harus dibiayai penuh oleh negara. 

Hal ini terlihat dalam dokumen Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010 yang disusun pada 2004 atau delapan tahun sebelum pemerintah meresmikan UU Dikti. Pada halaman 9 dokumen tersebut, tertera pernyataan, “Pendidikan tinggi lebih bersifat sebagai barang privat daripada barang publik. Oleh karena itu, sebagai pihak yang akan mendapatkan manfaat langsung, mahasiswa yang mampu harus ikut berpartisipasi membiayai pendidikannya.”

Padahal, di saat yang sama, pemerintah juga meratifikasi Kovenan Hak Ekonomi Sosial Budaya (Ekosob) melalui UU No.11 Tahun 2005. Dalam pasal 13 ayat (2) huruf c kovenan yang diformulasikan unit kerja PBB untuk Hak Asasi Manusia (UNOHCR) tersebut dikatakan, “Pendidikan tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan, dengan segala cara yang layak, khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap.

”Seharusnya, dengan meratifikasi Kovenan Ekosob sebagai dasar hukum yang mengikat selayaknya undang-undang, kewajiban negara terkait penyediaan pendidikan tidak hanya berhenti pada pendidikan dasar atau menengah, tetapi juga mencakup akses pada pendidikan tinggi."

Semenjak empat PTN (Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Institut Pertanian Bogor) diresmikan menjadi BHMN pada 2000, biaya pendidikan dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terus meningkat dengan porsi pembiayaan yang mayoritas bersumber dari dana masyarakat.

Contohnya, sejak adanya otonomi pendidikan tinggi dalam bentuk PTN-BH, universitas mencari pemasukan utama dari penambahan jumlah mahasiswa, bukan dari sumber produktif lainnya. Berdasarkan data Bappenas pada 2019, pemasukan utama pembiayaan PTN-BH bersumber dari masyarakat (37%), baru disusul dana pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – APBN) sebesar 33%.

Seorang mantan petinggi Dikti pada 2016 pernah memberi gambaran ideal bahwa PTN-BH sebaiknya didanai sebesar 40% dari negara, 30% dari uang kuliah mahasiswa, dan sisa 30% dari pemasukan internal PTN yang bersangkutan. Kebutuhan dana operasional Universitas Indonesia pada 2019 misalnya, mencapai angka Rp 293,8 Miliar yang sebagian besar dipenuhi melalui alokasi BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) dan non-APBN. Hanya jika biaya operasional rutin ini terpenuhi, PTN dapat berkreasi untuk mencari dana bagi kegiatan riset, kolaborasi, dan program inovasi lainnya. 

Alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 20% tidak boleh dijadikan lip service (omong kosong) belaka, tetapi harus benar-benar diwujudkan dalam bentuk investasi pendidikan. Angka 20% tidak dimaksudkan untuk membayar gaji pegawai, melainkan diperhitungkan untuk menutup student unit cost (Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi – SSBOPT). Dengan itu, kampus tidak perlu membebankan biaya tersebut ke mahasiswa, apalagi sampai membuat mahasiswa harus mencari pinjaman dana ke lembaga pemberi pinjaman online

Besarnya dana operasional perguruan tinggi yang tidak didanai secara memadai oleh pemerintah dan otonomi keuangan membuat PTN-BH kembali pada skema pembiayaan lama (tetapi baru), yaitu pinjaman mahasiswa atau student loan. Skema ini sudah pernah dijalankan di era 1980 dengan nama Kredit Mahasiswa Indonesia dan kini kita lihat kembali dalam kasus di ITB.

Bedanya, kasus di ITB melibatkan pihak ketiga berupa perusahaan penyedia jasa pinjaman online yang memberikan bunga pinjaman cukup mencekik. Pinjaman online semacam itu juga memiliki reputasi buruk di Indonesia, karena lebih banyak menyengsarakan masyarakat akibat bunga yang mereka bebankan.

Berbagai contoh gagal skema student loan bisa kita pelajari bersama. Implementasi student loan terburuk bisa kita lihat di Amerika Serikat yang membebaskan skema student loan ke pasar dengan bunga pinjaman variatif. Dalam studi yang dirilis oleh Brookings Institution tahun 2017, sebanyak 28-29% penerima pinjaman kuliah bahkan tidak mampu membayar kembali pinjaman yang telah diterimanya (default).

Mencari Itikad pembiayaan yang adil dan berkelanjutan?

Beberapa skema yang terbukti berhasil, seperti pemanfaatan dana abadi ala LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang mengumpulkan dana beasiswa di luar APBN, patut dipertimbangkan. Jika strategi penggunaan dana abadi dialihkan untuk keperluan biaya operasional rutin, kebutuhan untuk terus mengandalkan biaya kuliah dari mahasiswa dapat ditekan. 

Dengan kata lain, jika pemanfaatan dana abadi diestimasi dengan rata-rata biaya operasional PTN, praktik seperti perlombaan menambah jalur mandiri dan menambah jumlah mahasiswa bisa ditekan dan masyarakat tidak dibebankan dengan biaya kuliah yang tinggi. Keterampilan dalam mengelola dana abadi ini juga akan berpengaruh dalam hal kemampuan menggaji dosen dengan layak.

Selain itu, peran pemerintah daerah seharusnya lebih dioptimalkan dalam pembiayaan pendidikan tinggi ke depan, ketimbang hanya mengandalkan kenaikan UKT atau jalur mandiri yang tidak diawasi pemerintah pusat. Ini penting, sebab berbeda dengan pendidikan dasar dan menengah, pemerintah daerah masih sangat minim berperan dalam mendanai penyelenggaraan pendidikan tinggi. 

Meskipun berbagai PTN-BH memiliki otonomi, pemerintah daerah tetap tidak memiliki tanggung jawab terhadap berbagai perguruan tinggi yang terdapat di wilayahnya. Kendala bagi pemerintah daerah dalam membiayai pendidikan tinggi juga terletak di beberapa regulasi yang membatasi kontribusi mereka sebatas dalam bentuk pemberian aset.

Padahal, dalam jangka panjang, pembiayaan pendidikan tinggi yang hanya mengandalkan dana pemerintah pusat tidak lagi strategis dan berkelanjutan. Apalagi, ketika pembuat kebijakan tidak memiliki orientasi untuk melihat pendidikan tinggi sebagai sebuah hak yang harus diupayakan negara.

Sumber: anotasi.org

 

Selengkapnya
Menantang Neoliberalisasi: Membiayai Pendidikan Tinggi secara Adil dan Berkelanjutan

Rantai Pasok Digital

Digitalisasi Rantai Pasok Volvo Group: Tantangan dan Faktor Keberhasilan di Era Industry 4.0

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Februari 2025


Pendahuluan

Digitalisasi telah menjadi elemen penting dalam meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing di industri manufaktur. Artikel ini, hasil penelitian Fredrik Greftén dan Anton Gunneberg, membahas bagaimana Volvo Group, melalui divisi International Manufacturing (IM), memanfaatkan digitalisasi untuk mentransformasi rantai pasok mereka dalam konteks manufaktur global. Fokus utama penelitian ini adalah pada tantangan, peluang, dan faktor keberhasilan kritis yang terkait dengan inisiatif digitalisasi di Volvo Group.

Latar Belakang

Volvo Group adalah salah satu perusahaan manufaktur kendaraan terbesar di dunia, dengan lebih dari 240.000 truk yang diproduksi setiap tahunnya. Divisi International Manufacturing (IM) menangani produksi berbasis knock-down (KD), yaitu pengiriman truk dalam bentuk komponen untuk dirakit di lokasi lokal. Strategi ini sering digunakan untuk mengurangi bea impor dan mematuhi regulasi perdagangan setempat. Namun, proses ini menghadirkan tantangan kompleks dalam integrasi teknologi digital ke rantai pasok.

Masalah Utama:
IM menghadapi kesenjangan dalam tingkat digitalisasi, dengan beberapa proses masih bergantung pada sistem manual yang terputus. Kurangnya peta jalan digitalisasi yang jelas juga menjadi hambatan besar dalam mengoptimalkan operasi.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif, dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam, survei, dan dokumen internal Volvo. Sebanyak 9 wawancara dilakukan dengan karyawan Volvo dari berbagai tingkatan operasional, strategis, dan taktis. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan kerangka kerja Industry 4.0 Maturity Index.

Hasil Utama

1. Pemetaan Proses Digitalisasi Penelitian ini menemukan bahwa beberapa proses di IM telah mencapai tahap “visibility” dalam kerangka Industry 4.0 Maturity Index. Artinya, proses ini telah terhubung secara digital, memungkinkan wawasan waktu nyata (real-time insights). Namun, sejumlah proses penting masih bergantung pada sistem manual, menciptakan "media breaks" yang menghambat aliran data.

2. Faktor Keberhasilan Kritis

  • Manajemen Perubahan Digital: Keberhasilan digitalisasi memerlukan dukungan budaya organisasi yang kuat untuk menerima perubahan teknologi.
  • Penggunaan Data yang Efektif: Data yang ada harus dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan berbasis informasi.
  • Struktur Organisasi Digital yang Jelas: Struktur organisasi yang mendukung inisiatif digitalisasi sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang.

3. Tantangan Utama

  • Sistem Usang: Banyak proses di IM masih bergantung pada perangkat lunak lama yang tidak kompatibel dengan teknologi baru.
  • Kesenjangan Kompetensi: Kurangnya pelatihan membuat karyawan sulit beradaptasi dengan alat digital baru.
  • Integrasi Sistem: Kompleksitas rantai pasok KD membuat integrasi teknologi menjadi tantangan besar.

Studi Kasus: Efek Digitalisasi di IM

Salah satu hasil menonjol dari penelitian ini adalah pemanfaatan sistem Sales and Operations Planning (S&OP) untuk meningkatkan efisiensi operasional. Setelah implementasi digitalisasi, waktu perencanaan kapasitas berkurang hingga 30%, memungkinkan respons yang lebih cepat terhadap perubahan permintaan pasar.

Efek pada Pemeliharaan Proaktif: Dengan analisis data waktu nyata, Volvo mampu mengidentifikasi peralatan yang membutuhkan perawatan sebelum kerusakan terjadi. Pendekatan ini mengurangi waktu henti mesin hingga 15%, memberikan dampak positif pada produktivitas.

Penggunaan IoT untuk Visibilitas: IoT digunakan untuk memantau aliran komponen secara real-time dari pemasok ke lokasi perakitan KD. Teknologi ini meningkatkan akurasi pengiriman hingga 20%, mengurangi biaya logistik.

Relevansi dengan Tren Global

Penelitian ini menunjukkan bagaimana digitalisasi dapat membantu Volvo beradaptasi dengan tantangan global di era Industry 4.0:

  1. Keberlanjutan: Teknologi digital membantu Volvo mengurangi limbah dan emisi karbon dengan meningkatkan efisiensi logistik.
  2. Kebutuhan Respons Cepat: Di pasar global yang berubah dengan cepat, digitalisasi memungkinkan Volvo merespons permintaan pelanggan dengan lebih fleksibel.
  3. Persaingan Teknologi: Dengan adopsi teknologi seperti IoT dan Big Data, Volvo dapat bersaing dengan produsen kendaraan global lainnya.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Artikel ini menyoroti pentingnya evaluasi digitalisasi yang menyeluruh untuk memastikan keberhasilan jangka panjang. Volvo Group perlu:

  • Memprioritaskan pelatihan tenaga kerja untuk mengurangi kesenjangan keterampilan.
  • Mengembangkan peta jalan digitalisasi yang mencakup integrasi teknologi baru dengan sistem lama.
  • Meningkatkan investasi dalam teknologi IoT dan Big Data untuk memperkuat visibilitas dan analisis data.

Digitalisasi bukan hanya solusi operasional tetapi juga kunci untuk mempertahankan daya saing di pasar global. Penelitian ini memberikan panduan penting bagi perusahaan lain yang ingin memulai perjalanan digitalisasi mereka.

Sumber Artikel:
Fredrik Greftén & Anton Gunneberg, Digitalization of Volvo Group’s International Manufacturing Supply Chain, Lund University, 2021.

Selengkapnya
Digitalisasi Rantai Pasok Volvo Group: Tantangan dan Faktor Keberhasilan di Era Industry 4.0

Rantai Pasok Digital

Mengukur Dampak Digitalisasi pada Manajemen Rantai Pasok Manufaktur dalam Industri Pembangkitan Energi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 18 Februari 2025


Pendahuluan

Digitalisasi telah menjadi katalisator penting dalam transformasi industri modern, khususnya dalam manajemen rantai pasok manufaktur (SCM). Paulina Gisbrecht, dalam tesisnya, mengeksplorasi dampak inisiatif digitalisasi pada faktor kinerja rantai pasok manufaktur, seperti produktivitas, pemeliharaan, dan pemanfaatan mesin. Penelitian ini dilakukan dalam konteks industri pembangkitan energi menggunakan data dari sebuah pabrik percontohan.

Melalui pendekatan kuantitatif, Gisbrecht mengukur dampak dari inisiatif digital seperti visualisasi data, yang melibatkan pengelolaan dan analisis data secara real-time. Penelitian ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan dalam literatur yang sebagian besar masih bersifat teoritis dan kurang didukung oleh bukti empiris.

Latar Belakang Digitalisasi dalam SCM

Digitalisasi dalam SCM melibatkan penerapan teknologi seperti:

  • Internet of Things (IoT): Menghubungkan perangkat untuk berbagi data real-time.
  • Big Data Analytics: Analisis data skala besar untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.
  • Visualisasi Data: Menampilkan informasi dalam format yang mudah dipahami guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Menurut penelitian sebelumnya, inisiatif seperti ini dapat meningkatkan keandalan aset, mengurangi waktu henti yang tidak direncanakan, dan memaksimalkan penggunaan sumber daya.

Studi Kasus: Pabrik Percontohan di Industri Pembangkitan Energi

Penelitian dilakukan di sebuah pabrik manufaktur peralatan pembangkit energi. Pabrik ini mengimplementasikan program Smart Manufacturing yang mencakup inisiatif visualisasi data. Data dikumpulkan dari sistem Manufacturing Execution System (MES) dan Enterprise Resource Planning (ERP), yang kemudian dianalisis menggunakan alat visualisasi Tableau.

Hasil Utama:

  1. Waktu Henti Mesin yang Tidak Direncanakan:
    • Penelitian menemukan bahwa meskipun ada penurunan kecil dalam waktu henti, hasilnya belum mencapai tingkat signifikan secara statistik.
  2. Pemeliharaan Terencana:
    • Peningkatan signifikan ditemukan pada pemeliharaan terencana, terutama pada tahap awal implementasi inisiatif visualisasi.
  3. Pemanfaatan Mesin:
    • Penggunaan mesin meningkat secara signifikan, menunjukkan dampak positif dari digitalisasi pada efisiensi operasional.

Analisis Hasil dan Implikasi

1. Produktivitas dan Efisiensi Operasional: Digitalisasi terbukti dapat meningkatkan pemanfaatan mesin. Dalam penelitian ini, pemanfaatan mesin meningkat lebih dari 10% setelah implementasi sistem visualisasi. Hal ini menunjukkan bahwa analisis visual membantu operator memahami kondisi mesin secara real-time, sehingga mempercepat pengambilan keputusan.

2. Pemeliharaan Proaktif: Pemeliharaan terencana meningkat di awal implementasi, yang diharapkan menurun pada tahap selanjutnya. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat memindahkan fokus dari reaktif ke proaktif dalam pengelolaan aset.

3. Tantangan: Namun, waktu henti mesin yang tidak direncanakan belum menurun secara signifikan. Ini menunjukkan perlunya pengujian jangka panjang untuk mengevaluasi efektivitas penuh dari inisiatif digitalisasi.

Relevansi dengan Tren Industri

  1. Transformasi Digital: Penelitian ini relevan dengan transformasi digital yang sedang berlangsung di berbagai sektor, terutama industri berat seperti manufaktur pembangkitan energi.
  2. Keberlanjutan: Dengan digitalisasi, perusahaan dapat mengurangi limbah dan meningkatkan efisiensi sumber daya, yang penting untuk mencapai target keberlanjutan global.
  3. Keterampilan Teknologi: Penelitian ini juga menyoroti pentingnya pelatihan tenaga kerja untuk memaksimalkan manfaat teknologi baru.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Tesis ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana digitalisasi dapat meningkatkan kinerja rantai pasok manufaktur. Inisiatif seperti visualisasi data menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi dampaknya dalam jangka panjang, terutama dalam pengurangan waktu henti yang tidak direncanakan.

Sumber Artikel:
Paulina Gisbrecht, Quantifying the Impact of Digitalization on Manufacturing Supply Chain Management in a Power Generation Company, Massachusetts Institute of Technology, 2018.

Selengkapnya
Mengukur Dampak Digitalisasi pada Manajemen Rantai Pasok Manufaktur dalam Industri Pembangkitan Energi
« First Previous page 944 of 1.287 Next Last »