K3 Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 25 Juni 2025
Pendahuluan: Krisis Kecelakaan Konstruksi & Solusi dari Skandinavia
Industri konstruksi tetap menjadi sektor paling berisiko tinggi terhadap kecelakaan kerja, termasuk yang fatal. Meski inovasi teknologi telah membantu menurunkan angka kecelakaan, bukti menunjukkan bahwa solusi teknis saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah kepemimpinan keselamatan—gaya kepemimpinan yang mampu mengubah budaya dan perilaku kerja menjadi lebih aman dan bertanggung jawab.
Penelitian doktoral oleh Martin Grill ini menyajikan pemetaan mendalam terhadap gaya kepemimpinan yang efektif dalam meningkatkan keselamatan kerja di proyek konstruksi, khususnya di Swedia dan Denmark. Studi ini mengombinasikan wawancara kualitatif, survei longitudinal dan lintas-seksi, serta observasi perilaku langsung di lokasi kerja.
Latar Belakang & Tujuan Penelitian
Studi ini bertujuan:
Swedia dan Denmark dipilih karena meskipun secara budaya dan geografis dekat, tingkat kecelakaan kerja di konstruksi jauh lebih rendah di Swedia dibandingkan Denmark. Ini memberikan peluang untuk membandingkan efek konteks budaya terhadap gaya kepemimpinan keselamatan.
Metodologi: Kombinasi Strategis untuk Validitas Tinggi
Penelitian ini terbagi dalam empat studi utama:
Hasil Utama: Gaya Kepemimpinan yang Paling Efektif
1. Kepemimpinan Berorientasi Aturan (Rule-Oriented Leadership)
2. Kepemimpinan Partisipatif
3. Kepemimpinan Transformasional
4. Kepemimpinan Transaksional Aktif
5. Kepemimpinan Pasif/Abai
Studi Kasus & Angka Penting
Konteks Budaya: Swedia vs Denmark
Kritik & Opini Kritis
Penelitian ini komprehensif dan kuat secara metodologi, menggabungkan berbagai pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Namun:
Relevansi Industri Saat Ini & Tren Global
Kesimpulan & Rekomendasi
Keselamatan kerja di industri konstruksi sangat dipengaruhi oleh kualitas kepemimpinan di tingkat proyek. Gaya kepemimpinan yang berorientasi aturan, partisipatif, dan transformasional terbukti mampu:
Rekomendasi praktis:
Sumber : Grill, M. (2018). Safety leadership in the construction industry: Managing safety at Swedish and Danish construction sites. University of Gothenburg, Sweden.
K3 Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 25 Juni 2025
Pendahuluan: Konstruksi, Industri Vital dengan Risiko Tinggi
Industri konstruksi di Inggris menyumbang 8% dari PDB, mempekerjakan 10% tenaga kerja nasional, dan menghasilkan £250 miliar per tahun. Namun, ironisnya, sektor ini juga menjadi salah satu yang paling berbahaya, dengan tingkat kecelakaan kerja tertinggi. Penelitian oleh John P. Cooney menyelidiki hubungan antara strategi pengadaan proyek, monitoring, dan efektivitas biaya terhadap peningkatan kesehatan dan keselamatan kerja (K3 atau OHS) di industri ini.
Studi ini menyoroti bahwa budaya organisasi kontraktor, keputusan tender, serta pengabaian faktor keselamatan demi efisiensi anggaran berkontribusi terhadap tingginya risiko kecelakaan. Oleh karena itu, pendekatan strategis berbasis regulasi hukum, manajemen risiko, dan insentif ekonomi sangat dibutuhkan.
Isu Utama: Tiga Pilar Penelitian
Penelitian ini mengeksplorasi tiga isu utama yang saling terkait:
Metodologi Penelitian: Pendekatan Gabungan
Penulis menggunakan kombinasi kualitatif dan kuantitatif, termasuk:
Temuan Kunci: Angka, Fakta, dan Analisis
Studi Kasus: Statistik & Dampak Nyata
Dimensi Hukum: Tanggung Jawab Sipil dan Pidana
Kritik dan Analisis Tambahan
Keunikan dari studi ini adalah fokusnya pada procurement sebagai pintu awal keselamatan kerja. Ini pendekatan yang sering luput dalam praktik industri, padahal merupakan titik awal semua perjanjian kerja. Namun, penelitian ini:
Implikasi Strategis untuk Industri Konstruksi Global
Penelitian ini sangat relevan dalam konteks ESG (Environmental, Social & Governance) dan tuntutan transparansi bisnis global. Perusahaan konstruksi yang menyeimbangkan efisiensi biaya dengan standar keselamatan tinggi akan lebih berdaya saing, mendapatkan kepercayaan dari klien dan masyarakat.
Rekomendasi Praktis
Kesimpulan: OHS adalah Investasi, Bukan Biaya
Penelitian ini memperlihatkan bahwa pendekatan strategis terhadap keselamatan kerja—yang mencakup aspek hukum, ekonomi, dan budaya organisasi—dapat secara nyata menurunkan risiko kecelakaan kerja di industri konstruksi. Kesehatan dan keselamatan kerja tidak boleh menjadi korban efisiensi anggaran. Justru, keduanya harus menjadi faktor pertimbangan utama dalam proses pengadaan dan manajemen proyek.
Sumber : Cooney, J. P. (2016). Health and safety in the construction industry: A review of procurement, monitoring, cost effectiveness and strategy. University of Salford.
K3 Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 25 Juni 2025
Pendahuluan: Ironi Lingkungan dalam Industri Konstruksi
Industri konstruksi adalah salah satu kontributor terbesar terhadap kerusakan lingkungan global. Menurut UNEP (2016), sektor ini menyumbang sekitar 40% limbah, 30% emisi gas rumah kaca terkait energi, 12% penggunaan air, dan 4% penggunaan energi total dunia. Meski demikian, adopsi strategi ramah lingkungan dalam praktik konstruksi berlangsung sangat lambat.
Penelitian oleh Isaksson dan Linderoth ini menggali mengapa transisi ke arah konstruksi yang lebih berkelanjutan belum berjalan efektif di Swedia, negara yang dikenal progresif dalam kebijakan lingkungannya. Fokus utamanya adalah pada tiga faktor utama yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam perusahaan konstruksi: biaya, struktur kelembagaan, dan informasi.
Tujuan dan Metode Penelitian
Studi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: Apa faktor paling menentukan yang memengaruhi keputusan adopsi pertimbangan lingkungan dalam industri konstruksi?
Untuk menjawabnya, penulis menggabungkan:
Metode ini menggabungkan pendekatan kuantitatif (berbasis kuesioner) dan kualitatif (kasus mendalam), mengikuti kerangka Theory of Planned Behaviour dan Reasoned Action untuk mengukur persepsi perilaku.
Temuan Kunci: Realitas Keputusan Lingkungan di Lapangan
1. Biaya dan Kualitas Masih Dominan
2. Pertimbangan Lingkungan Dianggap Penting, Tapi Tidak Dominan
3. Kurangnya Informasi adalah Hambatan Terbesar
4. Kondisi Kelembagaan Tidak Mendukung
Studi Kasus: Proyek Arena Multiaktivitas di Swedia
Studi lapangan dilakukan pada proyek rekonstruksi arena publik senilai €50 juta selama dua tahun. Proyek ini mencakup pembangunan kolam renang, arena olahraga, gym, dan bowling.
Fakta menarik dari lapangan:
Implikasi dan Analisis Tambahan
Rekomendasi Strategis
Kesimpulan: Strategi Hijau Perlu Disokong Sistem dan Informasi
Studi ini mengungkap bahwa meskipun kesadaran lingkungan meningkat, pengambilan keputusan dalam proyek konstruksi tetap dikendalikan oleh logika biaya dan struktur kelembagaan jangka pendek. Kesenjangan antara persepsi dan aksi nyata menciptakan hambatan sistemik dalam transisi menuju konstruksi berkelanjutan.
Informasi yang memadai dan sistem kontrak yang progresif adalah dua pilar penting untuk mengubah arah industri ini. Jika tidak, strategi hijau akan tetap jadi retorika tanpa realisasi.
Sumber : Isaksson, A., & Linderoth, H. (2018). Environmental considerations in the Swedish building and construction industry: the role of costs, institutional setting, and information. Journal of Housing and the Built Environment, 33(4), 615–632.
K3 Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 25 Juni 2025
Pendahuluan: Kenapa K3L Terpadu Kini Jadi Prioritas Industri?
Industri konstruksi menyumbang lebih dari 10% PDB global, namun tetap menjadi salah satu sektor paling berbahaya di dunia. Setiap tahun, lebih dari 60.000 kematian kerja terjadi di sektor ini, dan konstruksi juga berkontribusi pada hingga 35% kerusakan lingkungan global. Di banyak negara berkembang seperti Ghana, pelaksanaan sistem Kesehatan, Keselamatan, dan Lingkungan (K3L atau SHE: Safety, Health, and Environment) secara terpisah masih mahal, birokratis, dan kurang efektif.
Penelitian ini hadir untuk mengidentifikasi atribut organisasi kunci yang menentukan keberhasilan implementasi sistem manajemen K3L terpadu, dengan fokus pada industri konstruksi Ghana. Studi ini menjadi acuan penting bagi negara-negara berkembang yang menghadapi tantangan serupa.
Metodologi: Kombinasi Delphi dan Voting AHP
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap:
Delphi digunakan untuk mencapai konsensus, sementara VAHP digunakan untuk menghitung prioritas global setiap atribut dalam lima kategori utama.
Lima Pilar Atribut Organisasi untuk SHE Terpadu
Penelitian ini mengelompokkan 20 atribut menjadi lima kategori utama, yaitu:
Hasil Utama: Mana yang Paling Penting?
1. Strategi = Pilar Utama
2. Orang = Kekuatan Implementasi
3. Sumber Daya = Dukungan Operasional
4. Proses & Informasi = Pelengkap Sistem
Studi Kasus: Ghana Sebagai Cermin Negara Berkembang
Temuan Tambahan: Angka dan Fakta
Opini & Implikasi Strategis
Rekomendasi Praktis
Kesimpulan: Strategi & SDM adalah Jantung Sistem K3L Terpadu
Penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan manajemen SHE tidak hanya soal memiliki sistem, tapi soal kesiapan organisasi untuk mengimplementasikannya. Komitmen manajemen puncak, SDM kompeten, kebijakan yang jelas, dan komunikasi yang kuat adalah kunci transformasi SHE yang efektif dan berkelanjutan. Tanpa pemetaan dan penguatan kemampuan organisasi secara sistematis, penerapan SHE terpadu hanya akan menjadi wacana tanpa dampak nyata.
Sumber : Asah-Kissiedu, M., Manu, P., Booth, C., Mahamadu, A. M., & Agyekum, K. (2021). Integrated Safety, Health And Environmental Management in The Construction Industry: Key Organisational Capability Attributes. Journal of Engineering, Design and Technology. https://doi.org/10.1108/JEDT-08-2021-0436
K3 Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 25 Juni 2025
Pendahuluan: Tantangan Keselamatan dalam Dunia Berkuda
Di tengah pesatnya perkembangan sektor kuda Swedia—dengan lebih dari 355.000 ekor kuda dan 17.000 pekerja penuh waktu, keselamatan kerja menjadi isu yang tidak bisa diabaikan. Meski kontribusinya besar secara ekonomi dan budaya, sektor ini justru dikenal sebagai lingkungan kerja berisiko tinggi, khususnya di sekolah berkuda dan kandang pacuan.
Penelitian oleh Lindahl dan rekan-rekan menginvestigasi iklim keselamatan kerja (safety climate) di dua jenis fasilitas tersebut melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya adalah untuk memahami persepsi pekerja dan manajemen terhadap keselamatan kerja dan menemukan celah yang dapat diperbaiki.
Metodologi: Gabungan Survei dan Wawancara
Penelitian menggunakan pendekatan campuran sekuensial eksplanatori yang melibatkan:
Hasil Kunci: Safety Climate Umum Positif, Tapi Ada Celah
1. Dimensi Paling Lemah: Prioritas dan Penolakan Risiko oleh Pekerja
2. Perbedaan Signifikan antara Sekolah Berkuda dan Kandang Pacuan
3. Manajemen Kandang Pacuan Kurang Prioritaskan Keselamatan
Studi Kasus: Skor Safety Climate dalam Angka
Dalam studi kasus ini, skor safety climate dianalisis berdasarkan beberapa dimensi di dua lokasi kerja berbeda, yakni Sekolah Berkuda dan Kandang Pacuan. Pada dimensi Manajemen Prioritas K3 (Dim1), Sekolah Berkuda mencatat skor 3.46, sedikit lebih tinggi dibanding Kandang Pacuan yang memperoleh 3.27. Komitmen Pekerja (Dim4) menunjukkan hasil serupa di kedua lokasi, dengan skor masing-masing 3.58 dan 3.55. Perbedaan yang lebih mencolok tampak pada dimensi Penolakan Risiko (Dim5), di mana Sekolah Berkuda mencatat skor 3.08, sedangkan Kandang Pacuan hanya memperoleh 2.76 — nilai yang menunjukkan perlunya perbaikan nyata. Demikian pula, meskipun Komunikasi & Kepercayaan (Dim6) memiliki skor yang cukup baik di kedua lokasi (3.58 dan 3.39), dan Kepercayaan pada Sistem Keselamatan (Dim7) relatif tinggi (3.62 di Sekolah Berkuda dan 3.16 di Kandang Pacuan), nilai-nilai di bawah ambang batas 3.00 tetap menjadi indikator bahwa intervensi khusus diperlukan untuk meningkatkan persepsi keselamatan kerja..
Temuan Tambahan dari Wawancara
A. Normalisasi Cedera
Banyak pekerja menganggap cedera seperti tertendang, tergigit, atau terinjak sebagai “bagian dari pekerjaan”. Beberapa bahkan menyebut patah tulang ringan tanpa menganggapnya sebagai kejadian serius.
B. Kurangnya Komunikasi Formal
C. “Horsemanship” sebagai Kunci Tak Tertulis
Pekerja menyebut intuisi dan pengalaman sebagai alat utama menghadapi risiko. Banyak yang menyatakan bahwa keterampilan ini tidak bisa diajarkan di buku—harus dipelajari dari pengalaman langsung.
Analisis: Budaya Risiko Masih Mendominasi
Meskipun skor keseluruhan tergolong baik dibanding industri lain, sektor ini menunjukkan budaya risiko yang kuat, di mana:
Implikasi Praktis & Rekomendasi
Kesimpulan: Keselamatan Harus Jadi Prioritas Kolektif
Penelitian ini menegaskan bahwa keselamatan kerja di sektor berkuda bukan hanya soal prosedur teknis, tapi budaya kerja. Di lingkungan yang didominasi risiko, komitmen manajemen dan keberanian pekerja menolak normalisasi cedera adalah faktor kunci. Perubahan sistemik—bukan hanya individual—dibutuhkan agar keselamatan tidak menjadi wacana, tapi bagian tak terpisahkan dari rutinitas.
Sumber : Lindahl, C., Bergman Bruhn, Å., & Andersson, I.-M. (2022). Occupational Safety Climate in the Swedish Equine Sector. Animals, 12(4), 438. https://doi.org/10.3390/ani12040438
K3 Konstruksi
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 25 Juni 2025
Pendahuluan: Pembangunan Pesat, Risiko Meningkat
Meningkatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia membawa dampak ganda: di satu sisi mempercepat pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain, meningkatkan risiko kecelakaan kerja, terutama di sektor konstruksi. Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa konstruksi menjadi sektor tertinggi angka kecelakaannya, mencapai 32% secara nasional, menyaingi industri manufaktur (31%).
Kondisi ini makin memprihatinkan di wilayah-wilayah tertinggal, seperti di Desa Lamaninggara, Kecamatan Siompu Barat, Kabupaten Buton Selatan, di mana edukasi terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) masih minim. Artikel ini mendokumentasikan program pengabdian masyarakat berupa penyuluhan K3 yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman pekerja konstruksi lokal tentang pentingnya penerapan K3.
Tujuan dan Fokus Program Pengabdian
Program ini dirancang untuk:
Metode Pelaksanaan: Ceramah dan Diskusi Interaktif
Penyuluhan dilaksanakan pada 14 Desember 2019 di Aula Kantor Desa Lamaninggara. Materi disampaikan oleh dosen Teknik Sipil dari Universitas Muhammadiyah Buton, menggunakan metode:
Studi Kasus: Perubahan Signifikan Pasca Penyuluhan
Sebelum Penyuluhan:
Setelah Penyuluhan:
Materi Kunci yang Disampaikan:
Sesi diskusi pun menghasilkan pertanyaan penting dari para peserta, seperti:
Dampak Sosial dan Budaya
Program ini tidak hanya meningkatkan pemahaman teknis, tetapi juga mengubah mindset kolektif komunitas pekerja. Pekerjaan yang dulunya dianggap cukup dengan pengalaman saja, kini dilihat dari aspek risiko dan pencegahan. Kepala desa bahkan mendorong agar program ini menjadi agenda rutin desa.
Analisis dan Refleksi
Studi ini membuktikan bahwa pengetahuan dasar K3 masih sangat minim di tingkat desa, meskipun pembangunan infrastruktur masif sedang berlangsung. Fakta bahwa seluruh peserta awalnya tidak mengetahui apa itu K3 mengindikasikan kesenjangan serius antara kebijakan nasional dan realisasi di lapangan.
Penelitian ini juga menguatkan temuan sebelumnya seperti oleh Firna (2019) dan Novianto dkk (2016) bahwa K3 berdampak signifikan terhadap produktivitas dan performa kerja di bidang konstruksi.
Rekomendasi Strategis
Kesimpulan
Penyuluhan K3 yang dilakukan di Desa Lamaninggara menghasilkan dampak nyata dalam meningkatkan kesadaran keselamatan kerja. Transformasi terjadi tidak hanya dalam pengetahuan, tapi juga dalam sikap dan niat untuk berubah. Program seperti ini sangat penting di tengah masifnya pembangunan desa, agar pembangunan tidak harus dibayar dengan nyawa pekerja.
Sumber : Efendi, A., & Sianto, L. (2020). Pemahaman K3 Bidang Konstruksi pada Pekerja Bangunan di Desa Lamaninggara Kecamatan Siompu Barat Kabupaten Buton Selatan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Membangun Negeri, 4(1), 150–157.