Building Information Modeling

Mengungkap Potensi dan Tantangan Penerapan BIM di Industri Konstruksi Indonesia dari Perspektif Pengguna

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 07 Mei 2025


Pendahuluan: Teknologi sebagai Solusi Transformasi Konstruksi

 

Di tengah tantangan produktivitas yang stagnan di industri konstruksi, Building Information Modeling (BIM) hadir sebagai inovasi digital menjanjikan. Meski bukan hal baru, penerapan BIM di Indonesia masih terbatas. Penelitian oleh Cindy F. Mieslenna dan Andreas Wibowo bertajuk Exploring the Implementation of Building Information Modeling (BIM) in the Indonesian Construction Industry from Users' Perspectives menjadi tonggak penting dalam memahami realitas adopsi BIM dari suara para praktisi lapangan.

 

Manfaat BIM: Efisiensi, Kolaborasi, dan Keunggulan Kompetitif

 

Wawancara semi-terstruktur terhadap 10 praktisi berpengalaman membuktikan bahwa BIM memiliki dampak signifikan dalam:

  • Meningkatkan kontrol proyek dan deteksi dini konflik desain
  • Mengurangi permintaan klarifikasi (RFI)
  • Menurunkan kebutuhan rework dan limbah material
  • Mempermudah dokumentasi dan estimasi biaya
  • Menjadi alat komunikasi visual yang efektif dengan klien

Contoh nyatanya, perusahaan yang menggunakan BIM mengaku lebih mudah memenangkan proyek baru berkat visualisasi desain 3D dan estimasi biaya yang real-time. Ini sejalan dengan tren global, seperti studi Azhar (2011) yang menyatakan ROI BIM bisa mencapai 634%.

 

Kendala Utama: Investasi Tinggi dan Pergeseran Budaya

 

1. Biaya Investasi Awal

Sebagian besar responden menyebutkan tingginya biaya software, hardware, dan pelatihan sebagai kendala utama. Bahkan ada yang memilih membeli software dari luar negeri demi efisiensi.

 

"Perangkat lunaknya mahal, dan perangkat kerasnya tidak umum. Ini bukan investasi kecil," (R8).

Namun, sebagian lainnya menilai investasi tersebut sepadan dengan efisiensi yang dihasilkan.

 

2. Resistensi Budaya Kerja

Transisi dari metode konvensional 2D ke BIM memicu resistensi internal.

 

"Perubahan budaya kerja adalah tantangan terbesar. SDM butuh waktu untuk beradaptasi," (R6).

 

3. Kurangnya Regulasi dan Standardisasi

Meski Permen PUPR No. 22/PRT/M/2018 mulai mewajibkan BIM untuk proyek tertentu, peraturan ini dinilai masih baru dan belum sepenuhnya efektif. Kekhawatiran juga muncul terkait kepemilikan data, standarisasi notasi, dan keterlibatan semua pemangku kepentingan.

 

Dinamika Kontrak dan Kolaborasi

 

Responden menunjukkan pandangan berbeda soal jenis kontrak:

  • Kontraktor lebih memilih design-build (DB) karena kontrol lebih tinggi.
  • Konsultan perencana merasa DB menghambat independensi profesional mereka.

Perbedaan ini mencerminkan pentingnya penyelarasan kepentingan dalam penerapan BIM.

 

Strategi Akselerasi Penerapan BIM

 

a. Pelatihan dan Alih Pengetahuan

 

Pelatihan dari vendor dinilai dangkal. Perusahaan mengandalkan:

  • Pelatihan internal berkelanjutan
  • Pengalaman proyek percontohan
  • Alih pengetahuan antarstaf

Kesesuaian disiplin ilmu modeler juga menjadi syarat penting.

 

b. Integrasi Kurikulum Akademik

 

Beberapa universitas telah memasukkan BIM ke dalam silabus. Keterlibatan praktisi sebagai dosen tamu memperkuat sinergi dunia industri dan pendidikan.

 

c. Sinkronisasi Internal Organisasi

 

BIM membutuhkan partisipasi lintas divisi, bukan sekadar dibebankan ke satu divisi khusus. Strategi bottom-up dinilai lebih inklusif dan berkelanjutan.

 

Potensi Masa Depan: Tren Positif Meski Masih Bertahap

 

Seluruh responden optimis terhadap masa depan BIM di Indonesia. Meningkatnya permintaan klien, pelatihan dari pemerintah, dan pertumbuhan asosiasi seperti IBIMI jadi indikator positif.

 

Namun, peningkatan adopsi akan berjalan efektif jika disertai:

  • Regulasi yang mendorong, bukan membebani
  • Bukti ekonomi nyata dari implementasi BIM
  • Kolaborasi lintas aktor dalam ekosistem konstruksi

 

Opini Kritis: Jalan Panjang Menuju Transformasi Digital Total

 

Dari sudut pandang praktis, tantangan terbesar bukan pada teknologi, melainkan kesiapan organisasi dan mentalitas pelaku industri. Seperti disampaikan dalam paper dan dikuatkan studi Taylor & Levvit (2007), faktor non-teknis lebih krusial dalam fase awal adopsi teknologi baru.

 

Komparasi Global

 

  • Di AS, BIM diwajibkan untuk proyek pemerintah sejak 2007.
  • Di Korea, hanya proyek di atas 50 miliar won yang wajib BIM.

Indonesia perlu merumuskan kebijakan bertahap yang realistis, sambil memperkuat kapabilitas SDM dan insentif ekonomi bagi pengguna awal.

 

Kesimpulan dan Rekomendasi

 

Kesimpulan:

  • BIM memiliki manfaat besar namun adopsinya masih rendah di Indonesia.
  • Kendala utama adalah biaya, budaya kerja, dan regulasi.
  • Diperlukan strategi kolaboratif untuk memperluas penerapan BIM.

 

Rekomendasi:

  • Pemerintah harus mendorong regulasi insentif, bukan represif.
  • Industri perlu membangun budaya pelatihan internal.
  • Institusi pendidikan harus berperan aktif dalam penyediaan tenaga ahli BIM.

 

 

Sumber:

 

Mieslenna, C. F., & Wibowo, A. (2019). Exploring the Implementation of Building Information Modeling (BIM) in the Indonesian Construction Industry from Users’ Perspectives. Universitas Katolik Parahyangan. Tersedia di: https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1052499.

 

 

Selengkapnya
Mengungkap Potensi dan Tantangan Penerapan BIM di Industri Konstruksi Indonesia dari Perspektif Pengguna

Teknologi Bangunan

Mengenal Teknologi Konstruksi Secara Komprehensif: Proses, Produk, dan Manajemen di Era Modern

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 07 Mei 2025


Pendahuluan: Urgensi Definisi Teknologi Konstruksi

 

Istilah "teknologi konstruksi" semakin sering digunakan dalam diskusi profesional dan akademik. Namun, penggunaannya yang tumpang tindih dengan istilah lain seperti teknologi rekayasa atau teknologi manufaktur menimbulkan kebingungan konseptual. Melalui artikel ilmiah berjudul Teknologi Konstruksi: Sebuah Analisis oleh Arman Jayady dari Politeknik Katolik Saint Paul Sorong, dilakukan eksplorasi mendalam untuk memperjelas makna serta ruang lingkup teknologi konstruksi. Artikel ini tidak hanya penting secara teoritis, tetapi juga memberikan landasan praktis bagi akademisi dan pelaku industri.

 

Konsep Dasar: Apa Itu Teknologi?

 

Secara etimologis, kata "teknologi" berasal dari bahasa Yunani: techne yang berarti "know-how" dan logos yang berarti logika atau sistem berpikir. Dalam konteks modern, teknologi merujuk pada pengetahuan praktis dan sistematis yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan manusia. Grosse (1996) membagi teknologi menjadi tiga elemen penting:

  • Teknologi Proses: metode atau teknik dalam memproduksi atau mengoperasikan sesuatu.
  • Teknologi Produk: karakteristik dan fitur dari hasil proses.
  • Teknologi Manajemen: metode atau teknik dalam mengelola sumber daya.

Dalam konteks konstruksi, pembagian ini sangat relevan dan membantu memetakan bagaimana teknologi bekerja di berbagai level.

 

Metode Penelitian: Pendekatan Hermeneutika dan Sintesis

 

Jayady menggunakan pendekatan studi literatur, hermeneutika, dan sintesis. Pendekatan hermeneutika dipakai untuk menafsirkan makna implisit dari berbagai definisi teknologi dan konstruksi yang dikumpulkan dari literatur sebelumnya. Metode sintesis lalu digunakan untuk menggabungkan hasil penafsiran tersebut menjadi konsep yang koheren dan aplikatif.

 

Teknologi Proses Konstruksi

 

  • Definisi

 

Teknologi proses konstruksi adalah metode atau teknik yang diterapkan di lapangan untuk merealisasikan desain bangunan. Jayady menegaskan bahwa teknologi ini didukung oleh empat elemen penting:

  • Technoware: alat, mesin, dan peralatan teknis lainnya.
  • Humanware: tenaga kerja dan keahliannya.
  • Infoware: informasi dan dokumentasi teknis.
  • Orgaware: struktur organisasi yang mendukung proses.

 

  • Contoh Nyata di Industri

 

Dalam proyek konstruksi gedung bertingkat, pemanfaatan teknologi cetak beton instan di lokasi dapat mengurangi waktu pengerjaan hingga 30% jika dibandingkan metode pengecoran konvensional. Di sisi lain, penggunaan alat berat otomatis yang dipandu sensor GPS membantu akurasi pengerjaan fondasi.

 

  • Implikasi Praktis

 

Tanpa pemahaman mendalam terhadap teknologi proses, kontraktor bisa gagal memilih metode kerja paling efisien, yang berdampak pada keterlambatan dan pemborosan.

 

Teknologi Produk Konstruksi

 

  • Definisi

 

Teknologi produk konstruksi merujuk pada karakteristik dan fitur bernilai dari hasil konstruksi, seperti:

  • Kemampuan bangunan tahan gempa
  • Efisiensi energi
  • Keberlanjutan material

Teknologi produk mencerminkan kualitas akhir dari proses konstruksi dan memiliki dampak langsung terhadap kepuasan pengguna akhir.

 

  • Studi Kasus

 

Di Jepang, penggunaan panel isolasi termal prefabrikasi telah menjadi standar dalam perumahan modern. Hal ini mempercepat proses instalasi sekaligus meningkatkan efisiensi energi hingga 40%.

 

  • Relevansi dengan Tren Global

 

Sejalan dengan standar bangunan hijau dan net-zero energy building, teknologi produk kini tak lagi sekadar soal kekuatan struktur, tetapi juga mencakup kenyamanan dan efisiensi jangka panjang.

 

Teknologi Manajemen Konstruksi

 

  • Definisi

 

Teknologi manajemen konstruksi adalah metode atau teknik dalam pengelolaan sumber daya agar efisien dan efektif. Ini melibatkan penggunaan teknologi digital seperti:

  • Building Information Modeling (BIM)
  • Enterprise Resource Planning (ERP)
  • Project Scheduling Software

 

Pendekatan Holistik

 

Jayady menekankan bahwa teknologi manajemen tidak terbatas pada aktivitas lapangan, melainkan mencakup aspek bisnis konstruksi seperti pengelolaan kontrak, stakeholder, hingga alur keuangan proyek.

 

Studi Kasus: Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PPP)

 

Dalam pembangunan jalan tol, penerapan teknologi manajemen proyek memungkinkan pelacakan progres, distribusi anggaran, dan komunikasi antara pemerintah dan mitra swasta berjalan transparan dan real-time.

 

Sinergi Ketiga Dimensi Teknologi

 

Jayady menjelaskan bahwa teknologi proses, produk, dan manajemen konstruksi tidak bisa dipisahkan. Mereka saling melengkapi:

  • Keputusan desain (produk) menentukan metode kerja (proses)
  • Efektivitas pelaksanaan (proses) dipengaruhi oleh manajemen proyek
  • Sistem informasi dan digitalisasi (manajemen) membantu optimalisasi proses dan produk

Dengan kata lain, kegagalan pada satu aspek bisa berdampak negatif pada keseluruhan proyek.

 

Kritis dan Opini Tambahan

 

Penulis artikel ini memberikan landasan yang kuat, namun belum menyinggung cukup dalam tentang integrasi digital dan revolusi industri 4.0 dalam konstruksi. Di era saat ini, teknologi seperti drone mapping, IoT sensor untuk pemantauan struktur, dan AI-based predictive maintenance sangat relevan untuk memperluas konsep teknologi konstruksi.

 

Perbandingan dengan Literatur Lain

 

Studi ini sejalan dengan pemikiran Egmond (2012) dan Garud (1997), yang menekankan pentingnya pemahaman multidimensional terhadap teknologi. Namun, perluasan pemikiran seperti yang dilakukan oleh Osabutey dkk. (2014) dalam konteks transfer teknologi dan kapabilitas lokal juga bisa memperkaya kajian.

 

Kesimpulan

 

Studi oleh Jayady ini berhasil menyusun kerangka konseptual yang tajam dan sistematis mengenai teknologi konstruksi. Dengan membagi teknologi konstruksi menjadi tiga dimensi utama—proses, produk, dan manajemen—penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi dunia akademik dan praktik konstruksi.

 

Rekomendasi Praktis

 

  • Akademisi: Diperlukan integrasi konsep teknologi konstruksi ke dalam kurikulum teknik sipil dan arsitektur secara eksplisit.
  • Praktisi: Perlu evaluasi berkala terhadap kemampuan perusahaan dalam mengadopsi teknologi terbaru.
  • Pemerintah: Diperlukan regulasi dan insentif untuk perusahaan yang mengimplementasikan teknologi konstruksi modern secara komprehensif.

 

 

Sumber:

 

Jayady, Arman. (2018). Teknologi Konstruksi: Sebuah Analisis. Jurnal Karkasa, Vol.4, No.1. Politeknik Katolik Saint Paul Sorong. https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/719122

 

Selengkapnya
Mengenal Teknologi Konstruksi Secara Komprehensif: Proses, Produk, dan Manajemen di Era Modern

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Tekanan Wajah & Grouting: Kunci Sukses Stabilisasi Terowongan di Tanah Lunak

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Mei 2025


Pendahuluan 

Tunneling di wilayah perkotaan dengan tanah lunak seperti lempung atau pasir rentan menyebabkan penurunan permukaan (subsidence) dan keruntuhan tanah. Paper ini mengeksplorasi pengaruh tekanan wajah (face pressure) dan grouting pressure terhadap stabilitas terowongan menggunakan simulasi numerik PLAXIS-3D. Studi ini memberikan wawasan kritis untuk insinyur geoteknik dalam mengoptimalkan desain terowongan. 

 Metodologi & Studi Kasus 

Penelitian ini memodelkan terowongan dengan diameter 9 meter pada kedalaman 12 meter di bawah permukaan tanah. Profil tanah terdiri dari lempung atas (upper clay), lempung bawah (lower clay), dan pasir kaku (stiff sand). Parameter utama yang dianalisis: 

- Tekanan wajah (60–410 kPa). 

- Tekanan grouting (70–120 kPa). 

- Overload factor (N) yang menghubungkan tekanan dukungan dengan kekuatan geser tanah. 

Hasil Simulasi

1. Tekanan Wajah Rendah (N=3, 60 kPa): 

   - Penurunan tanah mencapai 5.930 mm. 

   - Pergeseran horizontal 10.975 mm ke dalam terowongan → risiko keruntuhan. 

2. Tekanan Optimal (N=1, 200 kPa): 

   - Penurunan hanya 642 mm dengan heave 5.774 mm. 

   - Keseimbangan tercapai saat tekanan mendekati tekanan tanah lateral. 

3. Tekanan Berlebihan (N=-2, 410 kPa): 

   - Heave ekstrem (43.442 mm) → deformasi tanah tidak terkendali. 

 Pengaruh Grouting Pressure 

Grouting di celah antara lining terowongan dan TBM mengurangi penurunan tanah. Hasil simulasi menunjukkan: 

- Grout 70 kPa: Penurunan 2.939 mm + heave 5.547 mm. 

- Grout 110 kPa (optimal): Heave terkontrol 6.006 mm, tanpa penurunan. 

- Grout 120 kPa: Heave meningkat 6.750 mm → tekanan berlebih. 

Kesimpulan: Kombinasi tekanan wajah 200 kPa dan grout 110 kPa menghasilkan stabilitas maksimal. 

 Implikasi Praktis 

1. Desain EPB Shield: Tekanan wajah harus dihitung berdasarkan kekuatan geser tanah dan kedalaman terowongan. 

2. Pemantauan Real-Time: Sensor tekanan wajah dan grouting diperlukan untuk menghindari ground loss. 

3. Studi Kasus Nyata: Proyek seperti MRT Jakarta atau Tokyo Metro bisa mengadopsi temuan ini untuk tanah lunak. 

 Kritik & Rekomendasi 

- Keterbatasan Model: PLAXIS-3D mengabaikan efek dinamis seperti getaran konstruksi. 

- Saran Penelitian Lanjutan: Integrasi data lapangan (monitoring IoT) untuk validasi model. 

 Sumber : Maji, V.B., & Adugna, A. (2016). Numerical modelling of tunnelling induced ground deformation and its control. International Journal of Mining and Geo-Engineering, 50(2), 183–188. 

Selengkapnya
Tekanan Wajah & Grouting: Kunci Sukses Stabilisasi Terowongan di Tanah Lunak

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Mengatasi Overrun Biaya dan Waktu di Proyek Terowongan: Analisis Model KTH yang Revolusioner

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Mei 2025


Latar Belakang

Proyek terowongan sering menghadapi tantangan overrun biaya dan waktu, dengan 9 dari 10 proyek infrastruktur transportasi mengalami overrun biaya (Flyvbjerg et al., 2003). Penyebab utamanya meliputi ketidakpastian geologi, variabilitas kinerja konstruksi, dan peristiwa disruptif. Tesis doktoral Mohammad Mohammadi (2024) dari KTH Royal Institute of Technology memperkenalkan pembaruan pada Model KTH untuk mengatasi masalah ini melalui pendekatan probabilistik.

Studi Kasus: Proyek Terowongan Uri, India

  • Estimasi Waktu Lebih Akurat: Model KTH yang diperbarui digunakan untuk menghitung waktu konstruksi terowongan Uri di India, dengan mempertimbangkan:

    • Ketidakpastian geologi melalui distribusi Poisson untuk zona geoteknik.

    • Variabilitas kinerja konstruksi (misalnya, pengeboran dan peledakan) yang dibagi menjadi 3 komponen: variabilitas tipikal, penundaan kecil mesin, dan penundaan kinerja kru.

    • Peristiwa disruptif seperti kegagalan mesin atau kesalahan manusia yang dimodelkan sebagai variabel stokastik.

  • Hasil: Model ini menghasilkan distribusi probabilitas waktu konstruksi, bukan estimasi tunggal, sehingga memungkinkan manajemen risiko yang lebih dinamis.

Inovasi Model KTH

  1. Pemodelan Geologi dengan Metropolis-Hastings (MH) Algorithm:

    • Memungkinkan simulasi round-by-round untuk proyek dengan multi-heading.

    • Contoh: Pada terowongan Uri, model ini mengungkap bahwa rata-rata waktu konstruksi 16.118 jam dengan standar deviasi 354 jam ketika critical path tidak pasti, lebih rendah dibandingkan estimasi tradisional (17.256 jam, deviasi 518 jam).

  2. Work Breakdown Structure (WBS):

    • Membagi aktivitas konstruksi menjadi unit-unit kecil (e.g., pra-pengeboran, peledakan, lining beton) untuk estimasi lebih rinci.

    • Keuntungan: Subjektivitas ahli berkurang karena fokus pada unit aktivitas spesifik.

  3. PERT Distribution untuk Aktivitas Unit:

    • Menggantikan distribusi segitiga yang umum digunakan, menghasilkan estimasi lebih realistis dengan mempertimbangkan skewness data.

Analisis Komparatif

  • vs. Model DAT (Decision Aids for Tunneling):

    • Model KTH tidak memerlukan profil ground class yang rinci, cukup proporsi zona geoteknik terhadap panjang terowongan.

    • Lebih fleksibel untuk proyek dengan data geologi terbatas.

  • vs. Model Spačková:

    • Model KTH menggunakan produksi effort (Q) sebagai dasar perhitungan, bukan laju advance, sehingga bisa memetakan dampak aktivitas individu terhadap waktu total.

Implikasi untuk Industri

  • Kontraktor: Dapat mengoptimalkan sumber daya dengan memahami komponen variabilitas kinerja.

  • Klien: Memiliki dasar lebih kuat untuk alokasi risiko dalam kontrak, terutama terkait kondisi geologi yang tidak terduga.

  • Regulator: Model ini mendorong adopsi pendekatan probabilistik dalam perencanaan proyek infrastruktur.

Kritik dan Tantangan

  • Keterbatasan Data: Model bergantung pada subjektivitas ahli untuk input distribusi.

  • Kompleksitas: Penerapan algoritma MCMC dan MH memerlukan kompetensi teknis tinggi.

  • Validasi: Sulit dilakukan karena sifat rahasia data proyek.

Kesimpulan

Pembaruan Model KTH oleh Mohammadi menawarkan solusi revolusioner untuk manajemen risiko proyek terowongan. Dengan menggabungkan ketidakpastian geologi, kinerja konstruksi, dan peristiwa disruptif, model ini tidak hanya meningkatkan akurasi estimasi tetapi juga mengurangi bias optimisme dalam perencanaan.

Sumber : Mohammadi, M., Spross, J., & Stille, H. (2024). Risk Management in Tunneling Projects: Estimation and Planning. KTH Royal Institute of Technology.

Selengkapnya
Mengatasi Overrun Biaya dan Waktu di Proyek Terowongan: Analisis Model KTH yang Revolusioner

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Estimasi Probabilistik untuk Proyek Terowongan: Solusi Atasi Keterlambatan dan Overrun Biaya

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Mei 2025


 Latar Belakang & Masalah Utama 

Proyek infrastruktur transportasi, khususnya terowongan, sering mengalami keterlambatan waktu (time overrun) dan melebihi anggaran (cost overrun). Studi oleh Flyvbjerg et al. (2002) menunjukkan 90% proyek transportasi global mengalami overrun biaya, dengan proyek terowongan termasuk yang paling rentan (rata-rata 33.8% overrun). Penyebabnya meliputi:   

  • Ketidakpastian geologi (kondisi batuan, aliran air tanah).
  • Kesalahan estimasi teknis dan bias optimisme.
  • Faktor politik & ekonomi seperti manipulasi data proyek. 

Namun, penelitian Mohammad Mohammadi (2021) dalam tesisnya di KTH Royal Institute of Technology menyoroti bahwa pengabaian ketidakpastian geologi menjadi akar masalah utama. 

 Inovasi Model Probabilistik KTH 

Mohammadi memperbaiki model estimasi waktu dan biaya probabilistik sebelumnya (Isaksson & Stille, 2005) dengan beberapa pembaruan kritis: 

1. Pemecahan Aktivitas Konstruksi menjadi sub-aktivitas (e.g., pengeboran, peledakan, ventilasi) untuk estimasi lebih akurat. 

2. Pemodelan Variabel Stokastik untuk: 

  • Waktu eksepsional (penanganan insiden seperti kebocoran air). 
  • Zona geoteknik (panjang zona dengan kondisi geologi serupa). 

3. Distribusi Campuran (Mixture Distributions) untuk menghitung total waktu proyek dengan Monte Carlo simulation. 

Contoh Aplikasi: Pada Uri Headrace Tunnel (India), model ini memprediksi waktu konstruksi 24 bulan — sangat dekat dengan realitas (25 bulan). 

 Studi Kasus: Uri Headrace Tunnel 

  • Panjang Terowongan: 2,712 meter
  • Metode Konstruksi: Drill & blast. 

Hasil Estimasi: 

  • Waktu normal (T_N): Distribusi normal dengan mean μ = 24 bulan. 
  • Waktu eksepsional (T_E): Diestimasi sebagai variabel stokastik (e.g., insiden aliran air besar).
  • Akurasi Model: Hanya 1 bulan deviasi dari aktual. 

Angka Kunci: 

- Proyek terowongan di Eropa mengalami overrun biaya 34% (vs. jalan raya 20.4%). 

- Skala fluktuasi (δ) dalam model memengaruhi akurasi estimasi zona geoteknik. 

 Kritik & Tantangan Model 

1. Minor Delays Tidak Tercover: Masalah kecil seperti kerusakan mesin atau keterlambatan survei belum dimodelkan secara eksplisit. 

2. Multi-Excavation Faces: Proyek besar dengan banyak titik galian (e.g., 8 wajah ekskavasi) memerlukan identifikasi critical path yang kompleks. 

3. Ketergantungan Data Historis: Subjektivitas ahli dalam menilai production effort (Q) bisa memengaruhi hasil. 

Solusi Potensial: 

  • Gunakan distribusi Poisson untuk minor delays. 
  • Integrasi AI & machine learning untuk analisis data geologi historis. 

 Relevansi dengan Industri Konstruksi Modern 

Model ini cocok untuk: 

- Kontrak Berbasis Risiko: Membantu pembagian risiko adil antara kontraktor dan owner. 

- Proyek Megastruktur: Seperti terowongan bawah laut atau subway. 

- Negara dengan Kondisi Geologi Kompleks: Contoh: Indonesia dengan aktivitas seismik tinggi. 

Tren Global

  • AS & Eropa sudah mulai adopsi model probabilistik (e.g., CEVP® oleh WSDOT).
  • Swedia menggunakan pendekatan serupa untuk proyek seperti Hallandsås Tunnel. 

 Kesimpulan 

Model Mohammadi menawarkan terobosan signifikan dalam manajemen proyek terowongan dengan: 

✅ Estimasi lebih akurat melalui pendekatan probabilistik. 

✅ Fleksibilitas untuk berbagai metode konstruksi dan kondisi geologi. 

❌ Namun, perlu pengembangan lebih lanjut untuk minor delays dan proyek multi-fase. 

Sumber :  Mohammadi, M. (2021). Probabilistic Time Estimation in Tunnel Projects. Licentiate Thesis, KTH Royal Institute of Technology, Stockholm. 

Selengkapnya
Estimasi Probabilistik untuk Proyek Terowongan: Solusi Atasi Keterlambatan dan Overrun Biaya

Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah

Dampak Penggalian Fondasi Dalam pada Terowongan Subway: Analisis Risiko dan Solusi Mitigasi

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Mei 2025


Pendahuluan

Pembangunan infrastruktur di perkotaan seringkali melibatkan proyek fondasi dalam yang berdekatan dengan struktur bawah tanah seperti terowongan subway. Paper ini menganalisis dampak penggalian fondasi dalam sepanjang 18 meter terhadap terowongan subway di Xi’an Metro Line 4, menggunakan simulasi elemen hingga untuk mengevaluasi deformasi dan redistribusi tegangan. Studi ini memberikan wawasan kritis tentang manajemen risiko dan standar keamanan untuk proyek serupa.

Studi Kasus dan Temuan Utama

  1. Proyek Fondasi dan Lokasi Terowongan

    • Fondasi dengan kedalaman 17.8 meter berjarak 10.20–11.34 meter dari terowongan subway.

    • Dua metode konstruksi terowongan: metode penambangan (mining method) dan metode perisai (shield method).

    • Dukungan struktur: double-row pile dengan penyesuaian jarak dan diameter untuk kontrol deformasi.

  2. Risiko yang Diidentifikasi

    • Deformasi tanah akibat penggalian menyebabkan tekanan tambahan pada struktur terowongan.

    • Perubahan simetri distribusi momen lentur, dengan peningkatan momen positif hingga 133.2 kN.m dan momen negatif hingga 143.3 kN.m.

    • Risiko kebocoran dan retak jika deformasi melebihi batas aman.

  3. Standar Keamanan

    • Deformasi maksimum yang diizinkan: 20 mm (vertikal/horizontal).

    • Radius kelengkungan deformasi longitudinal: >15.000 meter.

    • Differential settlement: <4 mm pada sambungan deformasi.

Simulasi dan Hasil Numerik

  • Model 2D dan 3D menggunakan Midas/GTS NX menunjukkan deformasi terowongan tetap dalam batas aman:

    • Deformasi horizontal: 5.1 mm (simulasi 3D).

    • Deformasi vertikal: 11 mm (simulasi 2D).

  • Pengaruh jarak: Deformasi menurun signifikan di luar 1.5× kedalaman fondasi (27 meter).

Solusi Mitigasi

  1. Desain Dukungan Fleksibel:

    • Penyesuaian jarak antar tiang (1.5–1.8 meter) dan diameter tiang (0.9 meter).

    • Penambahan kabel angkur (anchor cable) untuk stabilitas lateral.

  2. Monitoring Real-Time:

    • Pengukuran deformasi selama konstruksi untuk deteksi dini anomaly.

  3. Material dan Metode Konstruksi:

    • Penggunaan grid steel frame dan lapisan ganda beton untuk kekuatan tambahan.

Kritik dan Rekomendasi

  • Keterbatasan Studi: Simulasi tidak mempertimbangkan variabilitas tanah secara dinamis (e.g., efek hujan).

  • Saran untuk Penelitian Lanjutan: Integrasi data real-time dengan model AI untuk prediksi lebih akurat.

Tren Industri dan Relevansi

  • Urbanisasi Cepat: Proyek seperti Shanghai Metro dan Singapore MRT menghadapi tantangan serupa.

  • Inovasi Material: Penggunaan beton serat karbon dapat mengurangi risiko retak.

Kesimpulan

Penelitian ini menegaskan bahwa dengan desain dukungan yang tepat dan pemantauan ketat, dampak penggalian fondasi dalam pada terowongan subway dapat dikendalikan. Temuan ini menjadi panduan berharga bagi insinyur dan perencana kota dalam proyek infrastruktur berisiko tinggi.

Sumber : Li, G., & Xi, W. (2020). Finite Element Analysis of the Influence of Deep Foundation Pit Excavation Construction on Adjacent Subway Tunnel Structure. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 741(1), 012098.

Selengkapnya
Dampak Penggalian Fondasi Dalam pada Terowongan Subway: Analisis Risiko dan Solusi Mitigasi
« First Previous page 276 of 1.142 Next Last »