Teknologi Informasi dan Pendidikan
Dipublikasikan oleh Afridha Nu’ma Khoiriyah pada 07 Mei 2025
Pendahuluan
Kemajuan teknologi informasi telah mengubah cara institusi pendidikan tinggi mengelola dan mendistribusikan informasi. Salah satu aspek yang sering terabaikan namun krusial adalah navigasi kampus. Di kampus yang memiliki banyak gedung, area terbuka, dan fasilitas terpisah, mahasiswa baru, pengunjung, bahkan staf kerap mengalami kebingungan saat mencari lokasi.
Di tengah realitas ini, skripsi karya Yulius Dwi Haryanto menghadirkan solusi inovatif melalui pengembangan peta digital kampus Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, yang berbasis web dan integrasi Google Maps API. Studi ini bukan hanya soal pemetaan visual, tetapi juga menyentuh aspek manajemen data spasial, antarmuka pengguna, hingga pengalaman pengunjung kampus.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari skripsi ini adalah:
Mengembangkan peta digital interaktif berbasis web untuk memudahkan pengguna menavigasi lokasi-lokasi di lingkungan USD.
Mengintegrasikan data geografis kampus dengan platform peta global (Google Maps).
Menyediakan akses informasi lokasi fasilitas seperti ruang kuliah, gedung administrasi, perpustakaan, laboratorium, hingga tempat ibadah dalam antarmuka yang mudah digunakan.
Fungsi-fungsi ini sangat relevan, terutama bagi mahasiswa baru, tamu institusi, dan pengguna berkebutuhan khusus.
Metodologi
Yulius menggunakan metode rekayasa perangkat lunak dengan pendekatan waterfall, serta menerapkan prinsip-prinsip dasar Sistem Informasi Geografis (SIG).
Langkah utama pengembangan:
Analisis Kebutuhan Sistem: Identifikasi pengguna utama (mahasiswa, dosen, pengunjung).
Pengumpulan Data Lokasi: Survei GPS di seluruh titik penting kampus.
Desain Peta: Menggunakan Google Maps API dengan marker interaktif.
Pemrograman: Menggunakan HTML, JavaScript, PHP, dan basis data MySQL.
Uji Coba: Validasi lokasi dan fungsi pencarian.
Evaluasi Pengguna: Umpan balik tentang kemudahan penggunaan dan akurasi informasi.
Hasil
Navigasi Lokasi: Pengguna dapat mencari lokasi tertentu seperti “Perpustakaan Pusat” atau “Gedung Sastra Inggris”.
Marker Interaktif: Tiap titik penting memiliki label dan keterangan singkat.
Integrasi Google Maps: Memberikan opsi tampilan satelit, peta jalan, dan street view.
Pencarian Cepat: Fitur search yang langsung menyorot lokasi.
Tampilan Responsif: Kompatibel di desktop dan perangkat mobile.
Hasil uji coba menunjukkan tingkat kepuasan pengguna mencapai 92% pada indikator kemudahan akses, dan akurasi lokasi 95% berdasarkan pengujian lapangan.
Analisis Tambahan
Kekuatan:
User-Centered Design: Sistem dirancang berdasarkan kebutuhan nyata pengguna kampus.
Teknologi Ringan dan Familiar: Penggunaan Google Maps membuat proses pembelajaran dan adaptasi sistem menjadi lebih cepat.
Efisiensi Operasional: Meminimalkan tanya-jawab berulang di meja informasi kampus.
Kelemahan:
Belum ada fitur aksesibilitas untuk pengguna disabilitas (misalnya, guiding audio).
Belum tersedia rute dalam gedung (indoor mapping).
Tidak ada modul backend dinamis untuk update mandiri oleh admin kampus.
Studi Banding
Beberapa universitas ternama di Indonesia dan luar negeri telah menerapkan sistem serupa:
Universitas Gadjah Mada (UGM) memiliki aplikasi “UGM Map” berbasis Android.
Universitas Indonesia (UI) mengembangkan peta kampus berbasis SIG dengan layer per fungsi gedung.
MIT dan Harvard menggabungkan SIG dengan teknologi Augmented Reality (AR) untuk tur kampus virtual.
Namun, pendekatan Yulius tergolong efisien dan cocok untuk kampus menengah seperti USD karena ringan, terbuka, dan tidak memerlukan perangkat khusus.
Implikasi Praktis
Peta digital ini bisa diperluas untuk:
Pemantauan aset fisik kampus: Gedung, fasilitas olahraga, dan area parkir.
Panduan evakuasi: Digunakan dalam simulasi bencana atau kebakaran.
Integrasi dengan sistem akademik: Menampilkan lokasi ruang kuliah berdasarkan jadwal.
Promosi digital kampus: Mendukung tur virtual bagi calon mahasiswa dan mitra internasional.
Rekomendasi Pengembangan
Agar sistem ini bisa diadopsi secara lebih luas dan berkelanjutan, pengembangan ke depan bisa mencakup:
Penambahan fitur rute jalan kaki di dalam kampus.
Notifikasi real-time untuk informasi kegiatan di titik tertentu.
Modul admin berbasis web agar operator kampus bisa memperbarui peta sendiri.
Kolaborasi dengan Dinas Kominfo atau startup SIG untuk memperkuat ekosistem digital kampus.
Kritik Konstruktif
Meski sistem ini layak diapresiasi, perlu adanya penekanan pada pengelolaan data jangka panjang, seperti siapa yang akan mengelola pembaruan data dan bagaimana integrasinya dengan sistem informasi kampus lainnya.
Selain itu, sistem ini perlu diuji dalam skenario ekstrem seperti kepadatan jaringan internet rendah, untuk memastikan tetap bisa diakses oleh pengguna dari berbagai perangkat.
Kesimpulan
Skripsi ini bukan sekadar proyek teknis, melainkan langkah awal transformasi digital kampus. Dengan pendekatan yang tepat guna dan berbasis kebutuhan pengguna, sistem ini menunjukkan bahwa digitalisasi dapat dimulai dari hal sederhana: membantu orang menemukan tempatnya.
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta telah mendapatkan prototipe peta digital yang layak dikembangkan menjadi aset digital strategis, mendukung kampus sebagai ruang belajar, bekerja, dan berkegiatan yang lebih inklusif, efisien, dan terhubung.
Sumber
Yulius Dwi Haryanto. Peta Digital Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi. Universitas Sanata Dharma.
Pembuatan Terowongan dan Konstruksi Bawah Tanah
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 07 Mei 2025
Pendahuluan
Pembangunan terowongan di daerah pegunungan rentan terhadap risiko longsor, terutama saat terowongan harus melintasi zona geser (sliding surface) yang aktif. Kondisi ini semakin kompleks ketika terjadi gempa, yang dapat memicu deformasi kumulatif dan kerusakan permanen pada struktur terowongan. Paper karya Pai, Wu, dan Wang (2023) mengeksplorasi dampak gempa terhadap deformasi kumulatif terowongan yang melintasi zona geser melalui uji shaking table dan analisis numerik, sekaligus memperkenalkan indikator baru untuk menilai tingkat kerusakan dan ketahanan struktur.
Tantangan Utama: Terowongan di Zona Landslide
Terowongan di daerah pegunungan sering kali harus melintasi zona yang berpotensi longsor akibat aktivitas tektonik atau erosi. Meskipun survei geoteknik telah dilakukan, beberapa zona geser sulit dideteksi pada tahap awal, sehingga terowongan tetap dibangun di area yang berisiko tinggi. Gempa bumi, sebagai salah satu bencana alam paling merusak, dapat mengaktifkan kembali zona longsor yang sebelumnya stabil, bahkan menyebabkan keruntuhan terowongan. Fenomena ini telah banyak terjadi di berbagai negara, seperti pada gempa Kanto (1923, Jepang), Chi-Chi (1999, Taiwan), dan Wenchuan (2008, China), yang menyebabkan kerusakan besar pada ratusan terowongan.
Metode Penelitian: Shaking Table Test & Analisis Numerik
Penelitian ini menggunakan shaking table test untuk mensimulasikan respons dinamis terowongan yang melintasi zona geser akibat gempa. Data percepatan dan regangan dinamis diukur untuk menganalisis perilaku struktur dalam domain waktu dan frekuensi. Selain itu, peneliti juga melakukan simulasi numerik untuk memperkuat hasil eksperimen dan mengembangkan indikator baru dalam menilai kerusakan struktur.
Indikator Baru: MIa, PEC, dan SCFE
Penelitian ini memperkenalkan beberapa indikator baru, yaitu:
Magnification of Arias Intensity (MIa): Digunakan untuk menilai tingkat deformasi lokal dan global pada lining terowongan berdasarkan karakteristik frekuensi dan energi gempa.
Plastic Effect Coefficient (PEC): Menjelaskan tingkat deformasi plastis yang terjadi pada lining akibat beban gempa, dengan makna fisik yang lebih jelas dibandingkan residual strain.
Seismic Cumulative Failure Effect (SCFE): Digunakan untuk mendefinisikan tahapan kerusakan kumulatif akibat gempa, mulai dari tahap elastis (<0.15g), elastis-plastis (0.15g–0.30g), hingga plastis (0.30g–0.40g).
Studi Kasus & Angka Nyata
Penelitian ini mengungkap beberapa temuan penting berdasarkan data eksperimen dan simulasi:
Komponen Frekuensi Gempa: Komponen frekuensi rendah (≤10 Hz) menyebabkan deformasi global pada terowongan, sedangkan komponen frekuensi tinggi (>10 Hz) menyebabkan deformasi lokal yang signifikan pada lining.
Tahapan Kerusakan Kumulatif: Pada intensitas gempa rendah (<0.15g), deformasi masih bersifat elastis dan struktur dapat kembali ke bentuk semula. Pada intensitas 0.15g–0.30g, deformasi mulai bersifat elastis-plastis, dan pada intensitas 0.30g–0.40g, deformasi sudah bersifat plastis dan berpotensi menyebabkan kerusakan permanen.
Kerusakan Lining: Data historis menunjukkan bahwa gempa besar seperti Kanto (1923) menyebabkan kerusakan pada 149 terowongan kereta api, 62% di antaranya memerlukan perbaikan besar. Gempa Wenchuan (2008) merusak 110 terowongan di China, dengan kerusakan berupa retak, runtuh, dan heave pada lining.
Analisis Frekuensi & Energi
Analisis domain frekuensi menunjukkan bahwa komponen frekuensi tinggi (>10 Hz) sangat berpengaruh terhadap kerusakan lokal pada lining. Hal ini disebabkan oleh energi yang terakumulasi pada frekuensi tinggi, yang dapat menyebabkan retak dan keruntuhan pada titik-titik tertentu. Sementara itu, komponen frekuensi rendah menyebabkan deformasi global yang dapat mengubah geometri terowongan secara keseluruhan.
Aplikasi Industri & Tren Terkini
Dalam industri konstruksi terowongan, penggunaan shaking table test dan simulasi numerik semakin menjadi standar untuk menilai ketahanan struktur terhadap gempa. Selain itu, pengembangan indikator baru seperti MIa, PEC, dan SCFE memberikan alat yang lebih akurat untuk merancang struktur terowongan yang lebih tahan gempa, terutama di zona landslide.
Opini & Kritik
Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami mekanisme deformasi kumulatif terowongan akibat gempa, terutama di zona geser. Namun, beberapa tantangan masih perlu diatasi, antara lain:
Keterbatasan Data Historis: Data kerusakan terowongan akibat gempa masih terbatas, terutama untuk kasus dengan intensitas sangat tinggi (>0.40g).
Kompleksitas Interaksi Tanah-Struktur: Interaksi antara tanah, zona geser, dan struktur terowongan masih sangat kompleks dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Integrasi Teknologi Digital: Penggunaan AI, IoT, dan sensor real-time dapat meningkatkan akurasi monitoring dan prediksi kerusakan struktur di masa depan.
Kesimpulan
Deformasi kumulatif terowongan akibat gempa di zona landslide merupakan tantangan besar dalam rekayasa geoteknik. Penggunaan shaking table test, analisis numerik, dan indikator baru seperti MIa, PEC, dan SCFE dapat meningkatkan ketahanan dan keamanan struktur terowongan. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya monitoring dan desain yang adaptif, terutama di daerah rawan gempa dan longsor.
Sumber : Pai, L., Wu, H., & Wang, X. (2023). Shaking table test and cumulative deformation evaluation analysis of a tunnel across the hauling sliding surface. Deep Underground Science and Engineering, 2, 371–393. DOI: 10.1002/dug2.12046
Infrastruktur Jalan
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 07 Mei 2025
Pendahuluan
Industri jasa konstruksi merupakan sektor strategis dalam pembangunan infrastruktur nasional. Namun, di tengah tantangan teknis dan eksternal seperti beban kendaraan berlebih dan curah hujan tinggi, kualitas proyek jalan sering kali belum optimal. Artikel ilmiah karya Jan Lumempouw dan Estrellita V. Y. Waney yang diterbitkan dalam Jurnal Ilmiah Media Engineering (2014) mencoba menelaah secara mendalam bagaimana penerapan teknologi dan kinerja perusahaan jasa konstruksi memengaruhi keberhasilan proyek, khususnya pada tiga indikator: biaya, waktu, dan mutu.
Latar Belakang Permasalahan Konstruksi Jalan
Banyak proyek jalan mengalami kerusakan dini meski baru selesai dikerjakan. Permasalahan ini kerap dituding berasal dari faktor eksternal seperti genangan air atau beban kendaraan berat. Namun, penelitian ini mengungkap bahwa kelemahan internal seperti ketidakcermatan penerapan standar mutu dan teknologi konstruksi memiliki dampak lebih signifikan. Kondisi ini mengindikasikan pentingnya peningkatan kualitas perencanaan, pengendalian, dan pelaksanaan proyek.
Metodologi Penelitian dan Rancangan Model
Penelitian ini melibatkan 50 responden dari perusahaan jasa konstruksi di bawah BPC Gapensi Sulawesi Utara, yang diklasifikasikan dalam tiga tingkatan: M1, M2, dan B1. Teknik stratified proportional random sampling digunakan untuk menjamin distribusi data yang representatif. Tiga variabel independen dikaji, yaitu:
1. Teknologi pekerjaan persiapan dan subgrade (X1)
2. Teknologi pekerjaan subbase Kelas B dan base Kelas A (X2
3. Teknologi pekerjaan AC-BC dan AC-WC (X3)
Dua variabel dependen ditinjau:
1. Kinerja perusahaan (Y1)
2. Sasaran proyek (Y2), meliputi ketepatan biaya, mutu, dan waktu.
Model analisis jalur digunakan untuk menguji hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel.
Temuan Kunci dan Interpretasi Data
1. Korelasi Antar Variabel
Terdapat korelasi kuat dan signifikan antar ketiga jenis teknologi (X1, X2, X3) dengan kinerja perusahaan dan sasaran proyek.
Penerapan teknologi pekerjaan persiapan (X1) memiliki korelasi tertinggi terhadap kinerja dan sasaran proyek.
2. Pengaruh Simultan dan Parsial
Secara simultan, penerapan teknologi (X1, X2, X3) mempengaruhi kinerja perusahaan sebesar 97,1% (R² = 0,971).
Pengaruh langsung terhadap sasaran proyek mencapai 90,7%.
Ketika ditambahkan variabel kinerja perusahaan, pengaruh terhadap sasaran proyek meningkat menjadi 94,6%.
3. Kontribusi Parsial Setiap Teknologi
Analisis Tambahan dan Relevansi Industri
Hasil ini menunjukkan bahwa pekerjaan subgrade dan persiapan (X1) adalah elemen paling krusial. Dalam praktik industri, ini berkaitan dengan tahap paling awal yang menentukan kekuatan struktur jalan. Kesalahan pada tahap ini akan berdampak sistemik. Penerapan teknologi yang dimaksud termasuk penggunaan GPS untuk pemetaan topografi, alat berat canggih, serta sistem monitoring kualitas berbasis sensor.
Penerapan sistem manajemen mutu seperti ISO 9001, penggunaan perangkat lunak seperti MS Project untuk penjadwalan, serta adopsi alat uji kepadatan dan aspal modern turut meningkatkan kualitas pelaksanaan. Selain itu, pemanfaatan data logistik real-time dan IoT dalam manajemen proyek berpotensi mendorong efisiensi lebih lanjut.
Studi Kasus Pendukung
Salah satu contoh implementasi sukses adalah proyek jalan tol Balikpapan-Samarinda yang memanfaatkan drone untuk pemantauan progres dan GPS dalam penentuan cut and fill. Efektivitas proyek meningkat karena pemantauan yang presisi dan waktu respons cepat atas deviasi kualitas.
Kritik dan Potensi Pengembangan
Meskipun penelitian ini kuat secara kuantitatif, beberapa aspek dapat diperluas, seperti dimensi manajerial yang lebih kompleks (misalnya pengaruh gaya kepemimpinan) atau dampak kebijakan pemerintah lokal terhadap efektivitas teknologi. Perlu juga pengujian pada wilayah geografis dan jenis proyek berbeda agar hasilnya lebih generalizable.
Kesimpulan
Penerapan teknologi konstruksi yang tepat, terutama pada tahap awal proyek seperti pekerjaan subgrade, memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan jasa konstruksi dan pencapaian sasaran proyek. Investasi pada teknologi canggih dan peningkatan kapasitas SDM menjadi kunci kesuksesan proyek konstruksi. Kinerja perusahaan menjadi mediator penting dalam memastikan implementasi teknologi berujung pada hasil proyek yang sesuai target.
Sumber:
Lumempouw, Jan & Waney, Estrellita V.Y. (2014). Analisis Pengaruh Penerapan Teknologi dan Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi terhadap Sasaran Proyek. Jurnal Ilmiah Media Engineering, Vol. 4 No. 3, hlm. 160-174. ISSN: 2087-9334.
Supply Chain Management
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 07 Mei 2025
Pendahuluan
Industri konstruksi seringkali menghadapi tantangan besar dalam pengadaan material, manajemen waktu, dan pengelolaan logistik proyek. Dalam tesis bertajuk Kajian Penerapan Manajemen Supply Chain pada Proyek Konstruksi (Studi Kasus pada PT. X) karya M. Arif Rahmadi dari Universitas Indonesia, isu tersebut ditelaah melalui pendekatan mendalam terhadap penerapan manajemen supply chain (SCM) di lingkungan proyek konstruksi. Tesis ini berupaya mengidentifikasi bagaimana SCM dapat meningkatkan efisiensi, mengurangi pemborosan, dan memperbaiki kinerja proyek secara keseluruhan.
Konsep dan Tantangan Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi memiliki karakteristik unik: bersifat sementara, kompleks, dan melibatkan banyak pihak dengan peran berbeda. Salah satu tantangan utama adalah pengadaan material yang sering memakan lebih dari 50% anggaran proyek. Kekeliruan dalam pengelolaan dapat menyebabkan keterlambatan, pembengkakan biaya, hingga kerugian yang signifikan.
Permasalahan tersebut juga dialami PT. X, subjek studi kasus dalam penelitian ini, yang masih mengandalkan sistem pengadaan tradisional. Dampaknya antara lain:
Penerapan Manajemen Supply Chain: Solusi Strategis
SCM diposisikan sebagai pendekatan modern yang menyatukan semua proses rantai pasok, mulai dari permintaan, pengadaan, distribusi, hingga pemakaian material di lapangan. Manfaat SCM dalam konteks konstruksi antara lain:
SCM yang diterapkan secara strategis juga mendorong pengembangan kemitraan dengan vendor, penggunaan teknologi informasi, dan integrasi data antar departemen.
Metodologi Penelitian dan Studi Kasus PT. X
Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus pada tiga proyek konstruksi yang dikelola PT. X. Teknik pengumpulan data mencakup wawancara semi-terstruktur dan penyebaran kuesioner kepada pihak manajemen dan tim proyek. Hasil data dianalisis menggunakan pemetaan matriks serta validasi pakar.
Temuan Penting dan Implikasi Nyata
1. Kurangnya sistem informasi terintegrasi menjadi penyebab utama ketidakefisienan dalam pengadaan.
2. Penggunaan Material Requirement Planning (MRP) belum optimal karena keterbatasan software dan pemahaman teknis.
3. Koordinasi antar divisi rendah, menyebabkan informasi permintaan tidak sampai tepat waktu ke bagian procurement.
Solusi yang ditawarkan antara lain:
Studi Kasus Global dan Relevansi Industri
Dalam konteks global, banyak perusahaan konstruksi besar telah mengadopsi SCM sebagai tulang punggung logistik proyek. Misalnya, Bechtel dan Skanska menggunakan sistem digital untuk memantau alur material dari vendor hingga lokasi proyek secara real-time. Hal ini terbukti mengurangi waktu tunggu hingga 30% dan menekan biaya logistik lebih dari 15%.
Kritik dan Potensi Pengembangan
Tesis ini memiliki kekuatan dari sisi kepraktisan dan relevansi lapangan. Namun, cakupannya masih terbatas pada satu perusahaan. Pengembangan lebih lanjut dapat mencakup:
Kesimpulan dan Rekomendasi
Penerapan manajemen supply chain dalam proyek konstruksi terbukti dapat menjadi solusi sistemik atas masalah keterlambatan dan inefisiensi pengadaan material. Dengan sistem informasi yang terintegrasi, perencanaan kebutuhan material yang presisi, dan koordinasi antar tim yang solid, efisiensi proyek dapat tercapai secara signifikan. PT. X dan perusahaan konstruksi lain di Indonesia disarankan mulai mengadopsi pendekatan SCM berbasis teknologi untuk meningkatkan daya saing dan keandalan proyek.
Sumber: Rahmadi, M. Arif. (2008). Kajian Penerapan Manajemen Supply Chain pada Proyek Konstruksi (Studi Kasus pada PT. X). Tesis, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 07 Mei 2025
Pendahuluan
Digitalisasi telah menjadi salah satu pilar penting dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas di berbagai industri, termasuk konstruksi. Namun, dibandingkan dengan sektor lain, adopsi teknologi digital di dunia konstruksi masih berjalan lambat dan penuh tantangan. Dalam tesis "Investigating Adoption of Digital Technologies in Construction Projects" oleh Yashar Gholami (2023), ditelaah bagaimana teknologi digital dapat diterapkan untuk mengoptimalkan proses logistik dalam proyek konstruksi. Fokus utama penelitian ini adalah proses order-to-delivery dan logistik di lokasi proyek, dengan tujuan akhir merumuskan rekomendasi implementasi teknologi digital bagi kontraktor utama.
Mengapa Logistik Proyek Konstruksi Perlu Dioptimalkan?
Dalam proyek konstruksi, sekitar 80% keterlambatan proyek disebabkan oleh proses logistik yang tidak efisien. Masalah seperti keterlambatan pengiriman material, kekurangan stok, penumpukan bahan, dan waktu tunggu yang panjang sering terjadi. Lebih dari 60% barang tidak tiba di lokasi dengan jumlah, waktu, dan kondisi yang tepat. Kondisi ini menunjukkan perlunya sistem logistik yang lebih presisi dan terintegrasi.
Solusi Digital: Teknologi yang Mengubah Proses Konstruksi
Teknologi digital seperti Building Information Modeling (BIM), RFID, GPS, cloud-based platforms, dan smart delivery containers telah terbukti mampu:
Studi kasus menunjukkan penggunaan RFID dan BIM-GIS dapat menghemat waktu pencarian material dan menghindari kerusakan karena penumpukan atau keterlambatan.
Studi Kasus: Smart Delivery Container di Swedia
Gholami meneliti penggunaan smart delivery container dalam proyek konstruksi besar di Stockholm. Kontainer ini dilengkapi sistem Bluetooth lock, aplikasi smartphone, dan sistem perencanaan yang memungkinkan kontrol distribusi barang tanpa mengganggu alur kerja proyek. Hasilnya:
Hambatan dalam Adopsi Teknologi Digital
Meskipun manfaatnya jelas, banyak kontraktor utama menghadapi hambatan seperti:
Barriers ini menyoroti pentingnya strategi adopsi yang terstruktur dan adaptif.
Rekomendasi Strategis dari Tesis
Gholami merumuskan empat langkah utama agar adopsi teknologi digital dalam proyek konstruksi berhasil:
1. Identifikasi Kebutuhan Proyek & Stakeholder
Setiap proyek unik, sehingga penting menyesuaikan teknologi dengan konteks lapangan.
2. Uji Coba dan Evaluasi melalui Pilot Project
Teknologi perlu diuji dalam skala kecil terlebih dahulu untuk mengukur efektivitasnya.
3. Transfer Pembelajaran dari Proyek ke Organisasi
Hasil evaluasi pilot harus terdokumentasi dan menjadi bahan pembelajaran organisasi.
4. Koordinasi Tim & Kesiapan Digital
Kesuksesan digitalisasi bergantung pada pelatihan SDM dan kesiapan manajemen data.
Opini dan Analisis Tambahan
Penelitian ini unik karena menggambarkan proses adopsi teknologi dari perspektif proyek, bukan hanya dari sisi perusahaan. Ini penting mengingat proyek konstruksi bersifat sementara, sehingga keberhasilan transformasi digital sangat bergantung pada dinamika lapangan. Dalam konteks industri Indonesia, adopsi teknologi seperti BIM dan RFID masih terbatas pada proyek besar. Padahal, jika dirancang adaptif dan bertahap, teknologi ini bisa diterapkan juga pada proyek skala menengah.
Tesis ini juga membuka ruang bagi kolaborasi antara penyedia teknologi dan pelaku industri konstruksi dalam menciptakan solusi yang lebih fleksibel. Integrasi sistem pelacakan dengan platform BIM, misalnya, bisa disesuaikan dengan kebutuhan proyek-proyek skala kecil-menengah tanpa membebani biaya.
Kritik dan Potensi Pengembangan
Kekuatan utama dari tesis ini terletak pada data empiris dan pendekatan multiperspektif (vendor, kontraktor, pekerja lapangan). Namun, ruang lingkupnya terbatas pada proyek-proyek di Swedia. Akan sangat bermanfaat jika studi serupa dilakukan di berbagai konteks negara berkembang. Penelitian lanjutan juga bisa mengeksplorasi integrasi teknologi digital dengan prinsip green construction untuk mendorong keberlanjutan. Adopsi teknologi digital dapat menjadi pengungkit dalam mewujudkan konstruksi yang lebih ramah lingkungan melalui sistem monitoring emisi, pengelolaan limbah digital, dan pelacakan material ramah lingkungan.
Kesimpulan
Adopsi teknologi digital dalam proyek konstruksi bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan strategis. Dengan logistik sebagai titik kritis keberhasilan proyek, digitalisasi proses order-to-delivery dan logistik di lapangan menjadi solusi nyata untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi pemborosan, dan mempercepat penyelesaian proyek. Namun, transformasi ini membutuhkan strategi yang adaptif, kesiapan SDM, serta manajemen perubahan yang baik. Penelitian Gholami memberikan kontribusi besar dalam memetakan jalan transformasi ini secara praktis dan relevan.
Sumber:
Gholami, Yashar. (2023). Investigating Adoption of Digital Technologies in Construction Projects. Linköping University. https://doi.org/10.3384/9789180750257
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 07 Mei 2025
Pendahuluan
Industri konstruksi dikenal sebagai sektor yang penuh risiko. Setiap hari, ribuan pekerja di seluruh dunia berhadapan dengan bahaya mulai dari kecelakaan akibat jatuh, tertimpa material, hingga paparan zat kimia. Di tengah meningkatnya inovasi teknologi seperti sensor pintar, Internet of Things (IoT), BIM (Building Information Modeling), hingga realitas virtual dan augmented reality, muncul harapan baru untuk meminimalkan risiko kerja. Paper bertajuk Perspectives on Implementation of Digital Tools and Technologies within Construction Safety Management oleh Mara Matti dan Md Shan E Jahan mengkaji secara mendalam bagaimana teknologi digital dapat diterapkan untuk meningkatkan keselamatan kerja di lapangan konstruksi, sekaligus memahami hambatan psikologis dan budaya yang menyertainya.
Bahaya di Lokasi Konstruksi dan Urgensi Inovasi
Berdasarkan data dari Arbetsmiljöverket (2021), rata-rata terdapat 11 kecelakaan kerja per 100 pekerja konstruksi di Swedia setiap tahunnya. Dalam konteks global, industri konstruksi mencatat angka kecelakaan fatal tertinggi, dengan contoh 951 nyawa hilang di Amerika Serikat pada 2021. Kecelakaan umum seperti jatuh dari ketinggian dan tertimpa alat berat menjadi penyebab utama. Fakta ini mempertegas urgensi implementasi sistem keselamatan berbasis teknologi.
Solusi Teknologi dan Potensinya dalam Keselamatan Proyek
Beberapa teknologi yang disorot dalam penelitian ini meliputi:
Salah satu studi kasus menarik adalah implementasi helm pintar dan sistem BuildingCloud yang memungkinkan deteksi jatuh dan respons cepat melalui pelacakan lokasi. Hasilnya, pekerja lebih cepat mendapat pertolongan dan sistem dapat melarang akses ke zona bahaya berdasarkan data.
Kendala Implementasi: Biaya, Budaya, dan Psikologi
Meski potensi teknologi sangat menjanjikan, penerapannya di lapangan tidaklah mulus. Hambatan yang teridentifikasi antara lain:
Studi ini juga menggunakan kerangka Technology Acceptance Model (TAM) untuk menganalisis persepsi pekerja terhadap teknologi. Ditemukan bahwa meskipun banyak yang mengakui manfaatnya, keraguan tetap muncul terutama dalam hal kemudahan penggunaan dan keyakinan bahwa teknologi benar-benar akan dipakai secara konsisten.
Temuan Lapangan dan Wawancara: Suara dari Industri
Melalui wawancara semi-terstruktur dan observasi lapangan, para peneliti menemukan berbagai pandangan:
Studi Kasus Swedia: SmartBuiltEnvironment dan Uji Teknologi
Dalam program inovasi nasional SmartBuiltEnvironment, beberapa proyek uji coba dilakukan, seperti:
Kritik dan Potensi Pengembangan
Studi ini sangat kuat dalam memberikan wawasan kualitatif dari berbagai perspektif: manajer, pelatih keselamatan, teknisi, dan pekerja lapangan. Namun, fokusnya terbatas pada konteks Swedia. Untuk relevansi global, diperlukan studi di negara berkembang dengan tantangan berbeda seperti infrastruktur digital yang belum merata dan ketimpangan akses teknologi.
Selain itu, paper ini menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemilik proyek, regulator, dan pengembang teknologi. Diperlukan standardisasi dan regulasi yang mendorong penggunaan teknologi secara aman dan etis, seperti pengelolaan data pekerja, sertifikasi alat, dan integrasi sistem ke dalam perencanaan proyek.
Rekomendasi Strategis
1. Pendidikan & Pelatihan Digital: Pelatihan keselamatan harus mulai mengintegrasikan simulasi VR dan AR sebagai standar.
2. Inklusi Desain untuk Keselamatan (DfS): Gunakan BIM untuk mengenali risiko sejak tahap perencanaan.
3. Regulasi & Insentif Pemerintah: Pemerintah harus mendorong penggunaan teknologi dengan subsidi, sertifikasi, dan insentif pajak.
4. Standardisasi Teknologi: Kembangkan protokol terbuka untuk integrasi antara teknologi yang berbeda.
5. Kolaborasi Multistakeholder: Proyek harus melibatkan pengguna akhir (pekerja) dalam pengujian teknologi agar sesuai dengan kebutuhan lapangan.
6. Pendekatan Modular: Teknologi yang digunakan perlu dirancang agar modular dan dapat diadopsi secara bertahap oleh perusahaan kecil-menengah.
7. Integrasi dengan Sistem Manajemen K3: Setiap inovasi teknologi harus diintegrasikan dengan sistem K3 perusahaan agar tidak terputus dengan kebijakan organisasi.
Kesimpulan
Teknologi digital berpotensi besar untuk merevolusi sistem keselamatan kerja di industri konstruksi. Namun, kesuksesan implementasi sangat bergantung pada penerimaan manusia, desain teknologi yang ramah pengguna, dan dukungan struktural dari organisasi serta pemerintah. Studi ini menunjukkan bahwa transformasi digital bukan hanya soal alat, tetapi juga perubahan pola pikir dan budaya kerja.
Sumber: Matti, M., & Jahan, M.S.E. (2024). Perspectives on Implementation of Digital Tools and Technologies within Construction Safety Management. Royal Institute of Technology (KTH). https://www.diva-portal.org/smash/record.jsf?pid=diva2:1851703