Smart city bukan lagi sekadar teknologi—ia adalah cerminan keadilan, keterlibatan warga, dan keberlanjutan lingkungan. Laporan World Smart Cities Outlook 2024 oleh UN-Habitat menghadirkan gambaran global transformasi digital kota-kota dunia yang berorientasi pada manusia (people-centred smart cities), berdasarkan data dari 69% pemerintah kota yang telah mengadopsi agenda strategis smart city dan 81% negara dengan rencana e-government aktif.
Fokus Inklusivitas dan Keadilan Digital
Laporan menyoroti tantangan besar berupa kesenjangan digital:
- 39% populasi dunia tidak menggunakan internet meski memiliki akses
- 5% saja dari portal kota telah memenuhi standar aksesibilitas digital
- 87% kota melaporkan partisipasi warga rendah dalam proyek smart city
Langkah-langkah yang diambil meliputi:
- 59% kota menyediakan pelatihan keterampilan digital
- 63% menawarkan Wi-Fi publik gratis
- 26% memberi subsidi perangkat dan akses internet.
Namun, data juga mengungkap bahwa ketimpangan gender dalam keterampilan digital masih tinggi: di negara-negara berkembang, gap mencapai 10–15%, dengan perempuan sering tertinggal.
Studi Kasus Inspiratif dari Lapangan
Beberapa contoh nyata upaya implementasi teknologi yang berkelanjutan dan partisipatif meliputi:
- Uzungöl, Türkiye: Citizen science untuk pemantauan kualitas air, melibatkan warga sebagai pengumpul data, meningkatkan kesadaran lingkungan.
- Wyndham City, Australia: Smart bin tenaga surya yang memadatkan sampah secara otomatis, mengurangi 80% perjalanan truk sampah, menekan emisi dan biaya.
- Medellín, Kolombia: Deteksi sampah jalanan dengan machine learning capai akurasi hingga 95,76%, mendukung tata kelola kota bersih berbasis AI.
Tantangan Tata Kelola dan Regulasi
Hanya 36% kota yang memiliki pedoman etika AI secara menyeluruh, sementara 82% pemerintah kota mengaku belum memiliki arahan jelas soal hak digital. Beberapa tantangan lain mencakup:
- Ketiadaan kerangka hukum nasional soal privasi dan data
- Keterbatasan SDM publik dalam mengelola transformasi digital
- Kurangnya integrasi antara rencana lokal dan nasional
Untuk mengatasi ini, rekomendasi laporan meliputi:
- Penilaian human rights impact sebelum dan sesudah proyek smart city
- Peningkatan pelatihan digital untuk PNS dan warga
- Pembuatan kerangka regulasi teknologi inklusif dan etis
Ekosistem Kolaboratif dan Keuangan Berkelanjutan
Kunci sukses implementasi smart city menurut laporan:
- Partisipasi warga melalui pendekatan blended online-offline
- Kemitraan lintas sektor antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta
- Pendanaan proyek masih dominan berasal dari anggaran pemerintah lokal (65%) dan nasional (46%), sementara partisipasi swasta hanya 13%.
Beberapa tantangan juga muncul di negara berkembang, seperti:
- Hambatan birokrasi dalam proses pengadaan
- Ketergantungan pada dana luar negeri yang tidak berkelanjutan
Dimensi Keberlanjutan Lingkungan
Meskipun 89% kota telah memasukkan tujuan lingkungan dalam rencana smart city, hanya sebagian kecil yang memonitor dampak digital terhadap lingkungan. Tantangan lain mencakup:
- Limbah elektronik
- Konsumsi energi infrastruktur digital
- Kurangnya standar desain teknologi berkelanjutan.
Untuk itu, laporan merekomendasikan:
- Life cycle impact assessment sejak awal perencanaan
- Standarisasi teknologi digital ramah lingkungan
- Harmonisasi regulasi nasional-internasional tentang e-waste
Kesimpulan: Kota Cerdas Harus Adil, Berbasis Warga, dan Berkelanjutan
Transformasi digital kota bukan sekadar proyek teknologi, melainkan revolusi sosial dan tata kelola. Dalam dunia dengan urbanisasi dan krisis iklim yang makin kompleks, smart city hanya dapat berhasil bila dibangun dengan:
✔️ Akses teknologi merata
✔️ Kebijakan digital inklusif
✔️ Keterlibatan aktif warga
✔️ Tata kelola transparan dan kolaboratif
Melalui pendekatan ini, smart city tak sekadar menjadi kota pintar—melainkan kota yang benar-benar cerdas secara sosial, etis, dan manusiawi.
Sumber: UN-Habitat. (2024). World Smart Cities Outlook 2024.