Pendahuluan
Industri konstruksi, yang sering dicap konservatif dan lamban dalam beradaptasi, kini tengah memasuki fase baru berkat adopsi technology transfer (TT) atau alih teknologi. Paper "Technology Transfer in the Construction Industry" karya Uusitalo dan Lavikka (2020)membahas bagaimana konsep TT, yang telah lama berkembang di sektor manufaktur dan teknologi tinggi, kini mulai diterapkan secara strategis di sektor konstruksi, khususnya melalui pendekatan Industrialized House Building (IHB).
Melalui kombinasi meta-analisis literatur dan studi kasus kualitatif di perusahaan IHB asal Swedia, penelitian ini menunjukkan bahwa platform strategi IHB membuka jalan bagi perusahaan konstruksi untuk mengatasi ketidakpastian pasar, mempercepat ekspansi global, dan meningkatkan kesejahteraan sosial — bukan hanya mengejar keuntungan.
Mengapa Technology Transfer Penting bagi Konstruksi?
Seiring pertumbuhan urbanisasi, perubahan iklim, dan tuntutan akan hunian berkualitas tinggi, industri konstruksi global mencapai rekor USD 1,39 triliun pada 2018. Untuk memenuhi kebutuhan ini, perusahaan konstruksi perlu:
- Meningkatkan efisiensi,
- Mengurangi biaya dan emisi,
- Meningkatkan daya saing global.
Technology transfer menjadi jawabannya, memungkinkan inovasi material, proses, hingga model bisnis berpindah lintas perusahaan dan negara.
Karakteristik Khas TT di Industri Konstruksi
Tantangan Unik
Tidak seperti manufaktur, proyek konstruksi:
- Bersifat one-off (setiap proyek unik),
- Menghadapi variasi lokasi dan regulasi,
- Bergantung pada organisasi proyek sementara.
Namun, pendekatan Industrialized House Building (IHB) membalikkan tantangan ini dengan:
- Standardisasi material dan proses,
- Prefabrikasi modular,
- Supply chain yang dapat diprediksi.
Platform Strategy: Kunci TT
Dalam konteks ini, platform berarti membangun sistem produksi berbasis standar yang fleksibel untuk berbagai proyek, sehingga lebih mudah dialihkan ke pasar lain.
Studi Kasus: Dua Model Technology Transfer
1. Alih Teknologi Internal: Subsidiary Company (Bathroom Pods)
Sebuah perusahaan IHB di Swedia mengalihkan teknologi produksi bathroom pods ke anak perusahaan mereka:
- Produk yang ditransfer: Modul kamar mandi prefabrikasi.
- Metode: Kolaborasi intensif, pembagian sumber daya manusia, finansial, dan manajerial.
- Motivasi: Menanggapi peningkatan permintaan produk tanpa mengganggu operasi utama.
- Keunikan: Pendekatan co-development, di mana batas organisasi antara perusahaan induk dan anak hampir hilang.
2. Alih Teknologi Eksternal: Ekspansi ke Pasar Finlandia
Dalam TT eksternal ini, perusahaan IHB:
- Produk yang ditransfer: Sistem platform modular lengkap.
- Metode: Pendekatan collaborative hand-off, di mana perusahaan baru dibentuk untuk mengadopsi teknologi.
- Motivasi: Benchmarking internasional dan ekspansi pasar.
- Strategi Kunci: Pertukaran personel antar negara untuk percepatan pembelajaran.
Temuan Kunci dan Analisis Tambahan
Standarisasi Adalah Kunci
Standardisasi komponen dan proses memungkinkan teknologi konstruksi:
- Mudah diadopsi di pasar baru,
- Mengurangi risiko proyek,
- Meningkatkan efisiensi produksi.
Studi Pendukung:
Jansson (2013) dan Lorenz (2017) menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan standardisasi tinggi memiliki tingkat sukses TT lebih tinggi.
Faktor Sukses Technology Transfer
- Trust Building: Kepercayaan antara pengirim dan penerima mempercepat alih teknologi.
- Value Alignment: Kesamaan nilai sosial dan visi bisnis menjadi penguat hubungan.
- Maturity of Technology: Platform harus cukup matang dan teruji sebelum ditransfer.
Dampak Sosial
Uniknya, perusahaan di studi ini tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga:
- Memberikan hunian terjangkau,
- Mendorong inovasi industri,
- Berpartisipasi dalam tanggung jawab sosial perusahaan.
Kaitan dengan Tren Global
TT dalam konstruksi sejalan dengan:
- Net-Zero Emission Target 2050: Prefabrikasi mengurangi limbah dan konsumsi energi.
- Smart Cities: Modular building cocok untuk kebutuhan kota cerdas yang dinamis.
- Circular Economy: Platform modular dapat diadaptasi dan direplikasi, mengurangi pemborosan sumber daya.
Kritik terhadap Studi
Meskipun studi ini kuat dalam analisis empiris, beberapa catatan perlu diperhatikan:
- Generalisasi Terbatas: Studi berbasis satu perusahaan di Swedia; perlu validasi di konteks negara berkembang.
- Kurangnya Analisis Risiko Eksternal: Faktor eksternal seperti regulasi lokal atau preferensi budaya tidak banyak dibahas.
- Perspektif Multidisiplin Terbatas: Studi lebih fokus pada aspek manajerial, sedangkan dimensi sosiokultural TT masih bisa dieksplorasi lebih dalam.
Perbandingan:
Berbeda dengan studi Waroonkun dan Stewart (2008) yang fokus pada TT ke negara berkembang, artikel ini lebih melihat TT sebagai strategic expansion tool di negara maju.
Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa Technology Transfer berbasis platform di sektor konstruksi bukan hanya mungkin, tetapi sangat strategis dalam membentuk industri masa depan. Dengan membangun fondasi standardisasi komponen, proses lean, dan budaya organisasi berbasis kepercayaan, perusahaan konstruksi dapat:
- Mempercepat ekspansi global,
- Menurunkan biaya,
- Meningkatkan kualitas dan keberlanjutan.
Namun, sukses TT tidak semata-mata soal teknologi — faktor manusia, nilai sosial, dan kesiapan organisasi adalah pilar penting dalam perjalanan ini.
Sumber
Uusitalo, P., & Lavikka, R. (2020). Technology Transfer in the Construction Industry. The Journal of Technology Transfer, 46(4), 1291–1320.
DOI: https://doi.org/10.1007/s10961-020-09820-7