Bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, longsor, dan erosi pantai semakin sering terjadi di berbagai belahan dunia akibat perubahan iklim dan urbanisasi yang pesat. Sri Lanka, sebuah negara kepulauan di Asia Selatan, menjadi salah satu contoh nyata di mana bencana-bencana ini berdampak besar pada kehidupan masyarakat, ekonomi, dan pembangunan wilayah. Menurut data, rata-rata 1,98 juta penduduk Sri Lanka terdampak bencana hidrometeorologi setiap tahun antara 2009–2018, dengan kerugian ekonomi yang sangat signifikan1.
Artikel ilmiah “An assessment of structural measures for risk reduction of hydrometeorological disasters in Sri Lanka” oleh Kanchana Ginige dkk. (2022) membedah secara komprehensif efektivitas, tantangan, dan kebutuhan pengembangan langkah-langkah struktural (structural measures) untuk mitigasi bencana hidrometeorologi di Sri Lanka. Resensi ini akan mengulas temuan utama paper tersebut, menyoroti studi kasus konkret, mengaitkan dengan tren global, serta memberikan analisis kritis dan perbandingan dengan praktik di negara lain.
Apa Itu Langkah Struktural dalam Mitigasi Bencana?
Langkah struktural adalah intervensi fisik atau rekayasa teknik yang bertujuan mengurangi dampak bencana, misalnya pembangunan bendungan, tanggul, kanal, tembok laut, sistem drainase, dan penguatan lereng. Langkah ini berbeda dengan langkah non-struktural seperti edukasi, peringatan dini, atau kebijakan tata ruang. Di negara berkembang seperti Sri Lanka, langkah struktural sering menjadi andalan utama karena dianggap memberikan perlindungan langsung dan nyata terhadap bahaya fisik1.
Ragam dan Kondisi Langkah Struktural di Sri Lanka
Tipe-Tipe Langkah Struktural
Berdasarkan hasil telaah literatur dan wawancara dengan 12 pakar dari berbagai institusi kunci (Dinas Irigasi, NBRO, Coast Conservation Dept, dan lainnya), langkah struktural di Sri Lanka dikategorikan menurut jenis bencana sebagai berikut:
- Banjir: Bendungan, embung, kanal, tanggul, pintu air, sistem pompa, dinding penahan banjir, sandbag, dan kanal drainase.
- Erosi Pantai: Tembok laut, revetment batu, breakwater, groin, beach nourishment.
- Kekeringan: Embung dan bendungan (namun jumlahnya sangat terbatas untuk mitigasi kekeringan).
- Longsor: Dinding penahan, soil nailing, sistem drainase lereng, rumah tahan longsor, shotcrete, serta solusi berbasis alam (Nature-based Solutions/NbS)1.
Sebagian besar langkah struktural di Sri Lanka bersifat permanen dan “hard engineering”, sementara solusi temporer atau berbasis alam masih terbatas penerapannya.
Kondisi Terkini: Tantangan Usia dan Teknologi
Salah satu temuan penting adalah banyak infrastruktur pengendali banjir dan erosi di Sri Lanka sudah berusia tua—mayoritas dibangun sebelum tahun 1980-an. Akibatnya, efektivitasnya menurun, sering mengalami overtopping (air melimpas tanggul), dan tidak mampu mengimbangi perubahan iklim serta pertumbuhan penduduk dan urbanisasi1.
Sebagai contoh, proyek-proyek pengendalian banjir di DAS Kelani, Gin, dan Nilwala sudah sangat membutuhkan rehabilitasi. Banyak struktur ini tidak lagi sesuai dengan kebutuhan perlindungan saat ini karena perubahan tata guna lahan dan peningkatan populasi di sekitar area rawan banjir.
Studi Kasus: Banjir di Kota Rathnapura
Kota Rathnapura, pusat perdagangan batu permata di Sri Lanka, menjadi studi kasus utama dalam paper ini. Kota ini hampir setiap tahun mengalami banjir besar akibat curah hujan tinggi dan letaknya di dataran banjir Sungai Kalu. Pada banjir besar tahun 2017, 206 keluarga dan 1.203 jiwa terdampak, 80% area kota terendam selama 2–5 hari. Kerusakan meliputi infrastruktur, lahan pertanian, dan korban jiwa1.
Sebagai respons, Dinas Irigasi mengusulkan pembangunan tanggul besar dari Warakatota Bridge hingga Ayurveda Office untuk melindungi kota. Studi kelayakan menunjukkan bahwa biaya pembangunan sistem perlindungan penuh lebih kecil dibandingkan kerugian ekonomi akibat banjir dan longsor tahun 2017. Ini memperkuat argumen bahwa investasi besar di awal pada langkah struktural akan membuahkan manfaat ekonomi dan sosial jangka panjang.
Kekurangan dan Tantangan Implementasi
1. Usia Infrastruktur
Mayoritas struktur pengendali banjir dan erosi sudah tua, sehingga efektivitasnya menurun drastis. Banyak struktur dibangun sebelum 1980-an dan belum diperbarui secara signifikan.
2. Kurangnya Langkah untuk Kekeringan
Dibandingkan dengan banjir dan erosi, langkah struktural untuk mitigasi kekeringan sangat minim. Padahal, kekeringan menjadi penyumbang terbesar kerugian ekonomi di sektor kesehatan, dengan rata-rata US$52,8 juta per tahun, 78% dari total biaya bencana kesehatan1.
3. Praktik Konstruksi yang Buruk
Karena keterbatasan anggaran, Sri Lanka kerap membangun struktur pelindung pantai dengan biaya rendah tanpa studi kelayakan menyeluruh. Akibatnya, sering terjadi kebocoran, cacat konstruksi, dan bahkan keruntuhan.
4. Dampak Lingkungan
Beberapa proyek besar seperti Uma Oya Multipurpose Project dan Mahaweli Reservoir menyebabkan kerusakan lingkungan serius: erosi tanah, pencemaran air tanah, gangguan pada habitat satwa, dan intrusi air asin.
5. Kerusakan Infrastruktur Sekitar
Pembangunan struktur besar kadang merusak infrastruktur sekitar, seperti sumur dan jaringan air bersih, akibat aktivitas pengeboran dan penggalian.
6. Kurangnya Koordinasi dan Kerangka Keputusan
Tidak ada kerangka pengambilan keputusan yang konsisten berbasis analisis biaya-manfaat (Cost-Benefit Analysis/CBA) atau cost-effectiveness analysis (CEA) seperti yang lazim di Eropa atau Jepang. Akibatnya, prioritas proyek sering berubah tergantung pergantian pemerintahan dan tekanan sosial.
7. Keterbatasan Teknologi dan Dana
Sri Lanka belum mampu mengadopsi teknologi mutakhir seperti di Jepang atau Belanda, baik karena keterbatasan dana maupun sumber daya manusia.
Biaya dan Manfaat: Analisis Ekonomi dan Sosial
Manfaat Utama
- Perlindungan jiwa dan aset: Mengurangi korban jiwa dan kerugian harta benda secara signifikan.
- Pengembangan ekonomi: Infrastruktur yang aman mendorong investasi dan pertumbuhan kota.
- Pengembangan lahan dan stabilitas kota: Wilayah yang terlindungi dari bencana menjadi lebih layak huni dan berkembang.
- Manfaat tambahan: Beberapa struktur memungkinkan pengembangan wisata, perikanan, dan rekreasi.
Biaya dan Tantangan
- Biaya awal tinggi: Investasi besar diperlukan untuk pembangunan dan penggantian struktur.
- Biaya pemeliharaan: Struktur tua membutuhkan biaya perawatan dan rehabilitasi yang terus meningkat.
- Dampak sosial: Proyek besar kadang memerlukan relokasi warga, yang menimbulkan masalah kompensasi dan kehilangan nilai historis tanah.
- Dampak lingkungan: Struktur besar dapat mengganggu ekosistem lokal dan mengubah pola alami bencana.
- Risiko residual: Tidak ada struktur yang mampu memberikan perlindungan 100%; risiko sisa tetap ada dan harus dikelola dengan langkah non-struktural.
Perbandingan Global: Apa yang Bisa Dipelajari dari Negara Lain?
Jepang:
Setelah tsunami 2011, Jepang membangun tanggul laut raksasa, penguatan tebing, dan jalan-jalan baru yang ditinggikan. Namun, investasi besar ini hanya mungkin dilakukan oleh negara dengan sumber daya ekonomi besar. Jepang juga mengombinasikan langkah struktural dengan sistem peringatan dini dan edukasi masyarakat.
Belanda:
Belanda menerapkan pendekatan multifungsi pada tanggul dan bendungan, mengintegrasikan fungsi perlindungan banjir dengan transportasi, rekreasi, dan perumahan. Analisis biaya-manfaat menjadi standar dalam setiap pengambilan keputusan.
Sri Lanka:
Sri Lanka masih tertinggal dalam hal adopsi teknologi, pemeliharaan, dan integrasi antara langkah struktural dan non-struktural. Namun, ada potensi besar untuk mengadopsi solusi berbasis alam (NbS) dan teknologi tepat guna yang lebih murah dan ramah lingkungan.
Rekomendasi dan Implikasi Kebijakan
- Rehabilitasi dan Penggantian Infrastruktur Tua
- Prioritaskan peremajaan struktur pengendali banjir dan erosi yang sudah tua.
- Pengembangan Langkah Struktural untuk Kekeringan
- Investasi pada embung bawah tanah dan perlindungan air tanah.
- Peningkatan Kapasitas Teknologi dan SDM
- Transfer teknologi dari negara maju dan pelatihan tenaga ahli lokal.
- Integrasi Analisis Biaya-Manfaat dalam Pengambilan Keputusan
- Terapkan CBA dan CEA untuk memastikan efisiensi dan efektivitas investasi.
- Kombinasi dengan Langkah Non-Struktural
- Edukasi masyarakat, sistem peringatan dini, dan tata ruang berbasis risiko.
- Adopsi Solusi Berbasis Alam
- Kembangkan NbS seperti reforestasi, bioengineering lereng, dan buffer zone pantai.
- Peningkatan Koordinasi Antar Lembaga
- Bentuk badan khusus yang terintegrasi untuk mitigasi bencana hidrometeorologi.
Penutup: Pelajaran untuk Indonesia dan Dunia
Pengalaman Sri Lanka menegaskan bahwa investasi pada langkah struktural harus diimbangi dengan inovasi, pemeliharaan, dan integrasi kebijakan. Negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang juga rawan bencana hidrometeorologi, bisa mengambil pelajaran penting: pentingnya investasi jangka panjang, pemanfaatan teknologi tepat guna, dan sinergi antara langkah struktural dan non-struktural.
Dengan perubahan iklim yang semakin nyata, tantangan mitigasi bencana akan semakin kompleks. Hanya dengan pendekatan holistik, berbasis data, dan partisipatif, upaya pengurangan risiko bencana dapat memberikan perlindungan optimal bagi masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.
Sumber artikel:
Ginige, Kanchana; Mendis, Kalindu; Thayaparan, Menaha. (2022). An assessment of structural measures for risk reduction of hydrometeorological disasters in Sri Lanka. Progress in Disaster Science, 14, 100232.