Proses Konsolidasi Ekonomi Biru di Indonesia

Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari

11 Juni 2024, 09.40

Sumber: Pinterest.com

Diawali dengan pernyataan bersama antara Menteri Bappenas, Menteri Infrastruktur Swedia, dan Menteri Lingkungan Hidup Swedia pada bulan Oktober 2021, yang menekankan pentingnya ekonomi biru dalam meningkatkan perekonomian kita. Selanjutnya, kami bekerja sama dengan OECD, yang telah menyelesaikan diagnosis negara untuk ekonomi kelautan untuk Indonesia.

Setelah berdiskusi secara menyeluruh dengan Swedia dan OECD, kami sepakat untuk mengembangkan kerangka kerja sebagai titik awal. Kami mulai merumuskan konsep ekonomi biru yang disesuaikan dengan konteks unik Indonesia. Pada bulan November 2021, satu bulan kemudian, kami dengan bangga meluncurkan kerangka kerja tersebut dalam acara Pekan Kemitraan Keberlanjutan Indonesia-Swedia, dengan dukungan dari OECD. Setelah pencapaian tersebut, kami mendedikasikan waktu kurang lebih satu setengah tahun untuk menyusun peta jalan yang komprehensif.

Kami bermaksud mengirimkan pesan kepada negara-negara anggota ASEAN lainnya bahwa konsolidasi semacam itu dapat dilakukan di tingkat negara. Kami berharap dapat menginspirasi dan mendorong negara-negara anggota ASEAN lainnya untuk mengikuti jejak kami dalam mengkonsolidasikan konsep ekonomi biru untuk berbagai pemangku kepentingan dalam sebuah peta jalan yang terpadu.  Kami sangat senang menerima tanggapan positif, terutama dari Filipina. Mereka menyatakan ketertarikannya untuk meniru pendekatan Indonesia dan berkomitmen untuk mengkonsolidasikan upaya mereka setelah menyaksikan pencapaian kami selama Forum Ekonomi Biru ASEAN yang diadakan di Belitung.

Kedua, sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia memprioritaskan Kerangka Kerja Pengembangan Ekonomi Biru ASEAN sebagai salah satu Priority Economic Deliverables (PED). Forum Ekonomi Biru ASEAN diselenggarakan untuk memperkaya diskusi mengenai kerangka kerja dan bagaimana menginisiasi kolaborasi dan mengeksplorasi peluang pembiayaan biru. 

Tujuan kami adalah agar para peserta mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai peta jalan ekonomi biru yang telah dikembangkan oleh Indonesia. Hal ini mencakup wawasan tentang kerangka kerja, bagaimana memulai implementasinya, mendorong kolaborasi, dan mengamankan pendanaan. Sebagai Ketua ASEAN saat ini, kami mempresentasikan sebuah paket komprehensif yang menampilkan Indonesia dalam mengkonsolidasikan dan mengembangkan ekonomi biru.

Menyadari bahwa tidak semua negara ASEAN memiliki perbatasan laut, kami telah memasukkan aspek air tawar dalam kerangka kerja pengembangan ekonomi biru, yang mencakup danau dan sungai. Selain itu, peta jalan ekonomi biru Indonesia juga mencakup akuakultur, yang sangat relevan bagi negara-negara yang terkurung daratan yang mengandalkan akuakultur daripada perikanan tangkap untuk industri perikanan mereka. Laos, sebagai salah satu negara yang terkurung daratan di kawasan ini, juga telah mengusulkan perspektif yang lebih luas tentang ekonomi biru, mengaitkannya dengan perdagangan. Mereka berharap bahwa meskipun tidak memiliki akses langsung ke laut, pengembangan ekonomi biru di ASEAN akan berdampak positif pada perdagangan di Laos, mendorong kemajuan dan pertumbuhan ekonomi.

Secara kebetulan, dalam konteks Indonesia, perdagangan, transportasi, dan logistik merupakan salah satu sektor prioritas dalam ekonomi biru. Oleh karena itu, aspek-aspek ini juga sangat relevan dengan pendekatan komprehensif Indonesia terhadap ekonomi biru.

T: Sektor apa saja yang diprioritaskan dalam Peta Jalan Ekonomi Biru?

TS: Pengembangan Ekonomi Biru Indonesia akan berfokus pada peningkatan sektor-sektor yang sudah mapan, yang meliputi perikanan tangkap laut dan akuakultur; industri berbasis kelautan seperti pengolahan makanan berbasis kelautan, galangan kapal, dan industri garam dan kimia; perdagangan, transportasi, dan logistik maritim; dan pariwisata.

Peta Jalan Ekonomi Biru Indonesia juga sangat mendukung pertumbuhan sektor-sektor yang sedang berkembang, yaitu energi terbarukan, bioteknologi dan bioekonomi, penelitian dan pendidikan, serta konservasi laut dan pengelolaan jasa ekosistem yang berkelanjutan. Pengembangan sektor-sektor ini merupakan upaya penting untuk memanfaatkan potensi sumber daya laut yang belum dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.

T: Apa saja potensi manfaat dan hasil yang diharapkan dari Peta Jalan Ekonomi Biru?

TS: Ekonomi Biru dibayangkan untuk menjadi sumber pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif bagi Indonesia. Visi ini diterjemahkan ke dalam tiga target utama. Pertama, kami bertujuan untuk meningkatkan Kawasan Konservasi Perairan menjadi 30% atau 97,5 juta hektar dari perairan Indonesia pada tahun 2045, mendorong lingkungan laut yang sehat, beragam, dan produktif. Kedua, kami berupaya agar sektor maritim dapat berkontribusi sebesar 15% terhadap PDB Indonesia pada tahun 2045, dengan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Terakhir, kami bercita-cita untuk melihat lapangan kerja maritim menyumbang 12% dari total lapangan kerja di Indonesia pada tahun 2045, berkontribusi pada kemakmuran bagi individu, masyarakat, provinsi, dan negara secara keseluruhan. Dengan demikian, peta jalan ekonomi biru ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat, terutama bagi kesejahteraan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya bergantung pada laut.

T: Apa saja langkah konkret untuk mengimplementasikan Peta Jalan Ekonomi Biru?

TS: Langkah krusial pertama dalam mengimplementasikan Peta Jalan Ekonomi Biru adalah menyebarluaskannya kepada seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mendorong keterlibatan dan pemahaman yang lebih kuat, sehingga menjadi referensi yang berharga bagi semua pihak. Kami berharap berbagai kementerian, lembaga, lembaga internasional, dan pemerintah daerah akan mengadopsi dan mengintegrasikan peta jalan ini ke dalam strategi dan rencana kerja mereka. Pada tahap awal implementasi (2023-2024), fokus utama kami adalah mengkonsolidasikan ekosistem ekonomi biru Indonesia dan mendorong koordinasi yang lebih baik di antara para pemangku kepentingan. Untuk memfasilitasi hal ini, kami akan membentuk Sekretariat Ekonomi Biru yang berbasis di Bappenas, yang bertanggung jawab untuk mengoordinasikan dan membina kolaborasi di antara para pihak yang relevan.

Sebagai langkah awal untuk mengimplementasikan Peta Jalan Ekonomi Biru, kami akan melakukan Penilaian Pangan Biru, yang bertujuan untuk membuat cetak biru sistem pangan berbasis laut di Indonesia. Selanjutnya, kami akan menganalisis dan menerjemahkan temuan-temuan tersebut ke dalam peraturan yang secara ideal akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat pesisir.

Peta jalan ini menguraikan rencana aksi strategis yang akan diimplementasikan dalam lima tahap, mulai dari tahun 2023 hingga 2045.  Mengikuti fase pertama yang telah disebutkan sebelumnya, strategi fase kedua (2025-2029) menekankan pada peningkatan pengembangan ekonomi biru Indonesia sebagai sumber pertumbuhan baru. Hal ini mencakup peningkatan nilai tambah ekonomi biru di sektor-sektor yang sudah mapan dan meningkatkan ketahanan ketahanan pangan melalui peningkatan sistem pangan biru.

Pada fase ketiga (2030-2034), pengembangan ekonomi biru akan berkonsentrasi pada perluasan sektor ekonomi biru Indonesia melalui diversifikasi, dengan penekanan khusus pada sektor-sektor yang sedang berkembang seperti energi terbarukan, bioekonomi dan bioteknologi, serta penelitian dan inovasi. Fase ini diharapkan dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja berkualitas, yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

Pengembangan ekonomi biru pada fase keempat (2035-2039) berfokus pada peningkatan kontribusi dan daya saing ekonomi biru Indonesia dalam rantai nilai global. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kualitas dan rantai pasokan dari sektor-sektor yang sudah mapan dan sektor-sektor yang sedang berkembang.

Pengembangan ekonomi biru pada fase akhir (2040-2045) bertujuan untuk menciptakan ekonomi biru Indonesia yang inklusif, maju, dan berkelanjutan, memimpin keberlanjutan rantai nilai global, serta menciptakan kurva pertumbuhan baru untuk generasi berikutnya. Setiap fase akan diimplementasikan melalui serangkaian rencana aksi yang akan menjadi acuan bagi rencana kerja para pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun swasta, untuk mendukung tercapainya visi pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan di Indonesia.

T: Baru-baru ini, Anda berpartisipasi dalam misi studi yang difasilitasi oleh ARISE+ Indonesia, di mana Anda mengunjungi beberapa negara Eropa untuk menjalin kontak dan mengeksplorasi inovasi di bidang mobilitas perkotaan, energi terbarukan, kota berkelanjutan, dan perawatan kesehatan. Dari pengalaman yang memperkaya ini, apa yang Anda anggap sebagai hal penting yang dapat diambil, terutama terkait dengan bagaimana Peta Jalan Ekonomi Biru dapat menarik investasi di sektor energi terbarukan? Dengan cara apa saja yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan ini?

TS: Selama misi studi kami dengan ARISE+ Indonesia, kami berkesempatan untuk mengunjungi Denmark dan menyaksikan kemajuan luar biasa mereka dalam transformasi energi terbarukan. Banyaknya turbin angin menarik perhatian kami saat mereka menghiasi lanskap, dan kami juga takjub dengan keberadaan mereka di laut. Yang lebih luar biasa lagi, Denmark telah membuat langkah yang signifikan dalam mengembangkan ladang angin lepas pantai dengan berbagai jenis turbin. Mereka menggunakan turbin pondasi tetap untuk area dengan perairan yang relatif dangkal dan menggunakan turbin angin terapung untuk perairan yang lebih dalam. Tujuan ambisius mereka untuk mencapai 100% ketergantungan pada turbin angin pada tahun 2030 menunjukkan pendekatan mereka yang berpikiran maju.

Menariknya, kami pernah melakukan kunjungan kerja sebelumnya ke lokasi yang sama pada tahun 2021. Namun, kali ini, kami menggali lebih jauh dengan menjajaki lembaga-lembaga pembiayaan yang menunjukkan ketertarikannya untuk berinvestasi di Indonesia guna mendukung pengembangan sumber energi baru terbarukan, khususnya memanfaatkan arus laut dan turbin angin. Untuk Indonesia, para ahli merekomendasikan penggunaan turbin angin terapung, terutama karena wilayah Indonesia yang luas dan penyebaran penduduk yang padat. Mengembangkan ladang angin di darat dapat menyebabkan gangguan di daerah pemukiman, sementara turbin angin dengan pondasi tetap mungkin tidak cocok mengingat aktivitas seismik di Indonesia.

Seiring dengan perkembangannya, sangat penting untuk dicatat bahwa penerapan inovasi-inovasi tersebut di Indonesia memerlukan penilaian menyeluruh terhadap penerapannya pada kondisi lokal. Dengan demikian, kami dapat memastikan bahwa kemajuan ini membawa manfaat maksimal bagi masyarakat tanpa menimbulkan konflik sosial dan lingkungan. Penerapan inisiatif terobosan ini membutuhkan pemahaman yang cermat mengenai kondisi lokal, dan kami berkomitmen untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan bagi negara kita.

Peta jalan ekonomi biru Indonesia meletakkan dasar bagi perluasan berbagai sektor, dengan energi terbarukan sebagai salah satu prioritas utama. Pemerintah membayangkan energi terbarukan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru yang penting, yang mampu mendiversifikasi peluang dan memperkuat ekonomi berbasis kelautan sambil memastikan pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan di negara ini. Dalam peta jalan yang komprehensif ini, analisis SWOT terhadap sektor-sektor prioritas, termasuk energi terbarukan, menjadi dasar untuk menentukan misi, hasil, indikator, dan Rencana Aksi Strategis yang bertujuan untuk memajukan sektor energi terbarukan.

Dirancang untuk periode 2023-2045, Peta Jalan Ekonomi Biru Indonesia bertujuan untuk mengkonsolidasikan kebijakan, program, dan kegiatan. Roadmap ini mendorong pendekatan kolaboratif, menyatukan semua pemangku kepentingan dalam visi bersama untuk mendorong pengembangan dan kemajuan energi terbarukan. Dengan meletakkan dasar yang kuat ini, roadmap memfasilitasi pembuatan kebijakan dan peraturan yang lebih baik, sehingga dapat menarik investasi di sektor energi terbarukan.

T: Dapatkah Anda berbagi perspektif Anda tentang kerja sama dan kontribusi ARISE+ Indonesia dalam pengembangan Peta Jalan Ekonomi Biru? Dapatkah Anda juga berbagi pelajaran yang dapat dipetik dari kerja sama ini yang dapat memandu kolaborasi di masa depan dengan mitra pembangunan?

TS: Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ARISE+ Indonesia atas dukungan dan kontribusinya yang tak ternilai dalam pengembangan Peta Jalan Ekonomi Biru ini. Melalui studi mereka yang sangat teliti, termasuk Pengembangan Ekonomi Biru di Indonesia Berdasarkan Kerangka Kerja Permintaan dan Penawaran, penghitungan data Indeks Ekonomi Biru Indonesia (IBEI), dan Proyeksi IBEI, mereka telah memberikan kami wawasan yang sangat berguna. Hasil-hasil ini memiliki potensi untuk membentuk kebijakan tidak hanya di tingkat provinsi tetapi juga pada skala nasional.

Meskipun kami sangat puas dengan hasilnya, kami mengakui bahwa masih ada ruang untuk perbaikan. Sebagai pelajaran berharga untuk upaya di masa depan, kami percaya bahwa memiliki ahli kelautan sebagai bagian dari tim peneliti akan sangat memperkaya dimensi temuan. Keahlian dan pengalaman mereka tidak diragukan lagi akan membawa tingkat kedalaman dan pemahaman baru pada penelitian kami, mendorongnya ke tingkat yang lebih tinggi.

Seiring dengan berakhirnya program ARISE+ Indonesia, kami berterima kasih atas kerja sama dengan proyek lain yang didanai Uni Eropa yang difasilitasi oleh ARISE+ Indonesia. Kolaborasi ini akan memainkan peran penting dalam memajukan implementasi peta jalan ekonomi biru kami, yang mencakup pelaksanaan penilaian pangan biru. Kontribusi ARISE+ Indonesia sangat penting dalam mendorong visi kami ke depan, dan kami sangat menghargai dukungan mereka.

Disadur dari: ariseplus-indonesia.org