Potensi dan Implementasi Pemanfaatan Air Hujan sebagai Solusi Krisis Air Bersih di Kota Makassar

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

07 Juni 2025, 06.29

pixabay.com

Kota-kota pantai di Indonesia, khususnya Makassar, menghadapi tantangan serius dalam penyediaan air bersih akibat pertumbuhan penduduk yang pesat, perubahan tata guna lahan, dan penurunan muka air tanah. Paper berjudul Potensi Pemanfaatan Air Hujan di Kota Pantai (Penerapan di Kota Makassar) oleh M. Yahya Siradjuddin dan rekan (2017) mengangkat isu ini dengan mengkaji potensi air hujan sebagai alternatif sumber air bersih yang berkelanjutan. Dengan curah hujan tahunan yang tinggi, Makassar memiliki peluang besar untuk mengoptimalkan pemanenan air hujan sebagai solusi mengatasi keterbatasan pasokan air bersih.

Dampak Perubahan Tata Guna Lahan dan Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi di Makassar menyebabkan perubahan signifikan dalam penggunaan lahan. Data menunjukkan bahwa antara 2003-2008, lahan pemukiman bertambah seluas 1.239,75 hektar (6,99%), dan pada 2008-2013 bertambah lagi 693 hektar (3,91%). Konversi lahan terbuka menjadi area terbangun ini meningkatkan koefisien limpasan permukaan (runoff) sehingga mengurangi daerah resapan air dan mempercepat penurunan muka air tanah.

Fenomena ini diperparah oleh eksploitasi air tanah yang berlebihan, menyebabkan debit air tanah menurun drastis dan mengancam keberlanjutan pasokan air bersih bagi masyarakat perkotaan. Meskipun curah hujan di Makassar cukup tinggi, potensi air hujan ini belum dimanfaatkan secara optimal karena minimnya sistem penampungan dan pengolahan air hujan di tingkat rumah tangga maupun komunitas.

Metode Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Sistem Informasi Geografis

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data primer dan sekunder melalui survei literatur, observasi lapangan, dan analisis data spasial berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Variabel yang dianalisis meliputi curah hujan, kontur topografi, kepadatan bangunan, penggunaan lahan, dan evapotranspirasi. Model Expert System berbasis SIG digunakan untuk memetakan potensi pemanenan air hujan di wilayah perkotaan Makassar yang berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS).

Potensi dan Manfaat Pemanenan Air Hujan

Pemanenan air hujan adalah teknik mengumpulkan, menyampaikan, dan menyimpan limpasan air hujan dari atap bangunan, permukaan tanah, atau area lainnya untuk digunakan sebagai sumber air bersih. Paper ini menyoroti beberapa manfaat utama pemanfaatan air hujan, antara lain:

  • Pengurangan dampak lingkungan: Menggunakan infrastruktur yang sudah ada (atap rumah, taman, tempat parkir) mengurangi kebutuhan pembangunan baru dan meminimalkan dampak ekologis.
  • Kualitas air yang relatif bersih: Air hujan yang dikumpulkan memenuhi standar air baku dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut.
  • Cadangan air saat darurat: Air hujan dapat menjadi sumber air alternatif saat terjadi gangguan pasokan air bersih, seperti bencana alam.
  • Pengurangan ketergantungan pada sistem air kota: Mengurangi beban pada sistem distribusi air kota dan menekan biaya operasional.
  • Konservasi air: Menghemat penggunaan air tanah dan air permukaan yang semakin terbatas.
  • Teknologi yang mudah dan fleksibel: Sistem pemanenan air hujan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal tanpa memerlukan tenaga ahli khusus.

Studi Kasus: Kota Makassar dan Potensi Pemanenan Air Hujan

Makassar memiliki curah hujan rata-rata tahunan sekitar 2.263 mm, yang tersebar cukup merata sepanjang tahun. Namun, konversi lahan terbuka menjadi area terbangun menyebabkan berkurangnya daerah resapan air. Dengan pemodelan SIG dan data curah hujan, penelitian ini menunjukkan bahwa potensi volume air hujan yang dapat dipanen sangat besar dan dapat memenuhi kebutuhan air perkotaan secara signifikan.

Sebagai contoh, di kawasan perumahan Anging Mammiri, penelitian lain menunjukkan potensi pemanenan air hujan sebesar 86.993,8 liter per hari, yang mampu memenuhi sekitar 52% dari kebutuhan air bersih harian warga (sekitar 142.500 liter/hari). Ini menunjukkan bahwa pemanfaatan air hujan secara optimal dapat mengurangi ketergantungan pada air PDAM dan sumur dangkal yang sering mengalami kekeringan saat musim kemarau.

Tantangan dan Keterbatasan Sistem Pemanenan Air Hujan

Meskipun banyak manfaat, sistem pemanenan air hujan juga menghadapi beberapa kendala, antara lain:

  • Kapasitas tangkapan dan penyimpanan terbatas: Pada musim kemarau panjang, tangki penyimpanan bisa habis dan tidak ada suplai air.
  • Perawatan dan kualitas air: Sistem yang tidak dirawat dengan baik dapat menurunkan kualitas air dan menjadi tempat berkembang biaknya serangga seperti nyamuk.
  • Pengaruh terhadap pendapatan perusahaan air minum: Jika diterapkan luas, dapat mengurangi pendapatan PDAM.
  • Kurangnya regulasi dan kesadaran: Pemerintah dan masyarakat belum sepenuhnya mengadopsi dan mendukung sistem ini.
  • Faktor lokasi: Topografi, ruang, dan keberadaan utilitas bawah tanah mempengaruhi desain dan efektivitas sistem.
  • Potensi kontaminasi limpasan: Air hujan yang ditampung dari permukaan tanah bisa terkontaminasi oleh polutan.

Rekomendasi Desain dan Implementasi Sistem

Penelitian merekomendasikan dua model desain utama sistem pemanenan air hujan:

  1. Sistem dual penggunaan indoor dan outdoor: Cocok untuk daerah dengan iklim dingin, memerlukan tangki penyimpanan di bawah tanah atau ruangan beriklim terkendali untuk mencegah pembekuan.
  2. Sistem musiman untuk penggunaan outdoor: Tangki di atas atau bawah tanah yang digunakan selama musim hujan, cocok untuk daerah tropis seperti Makassar.

Pertimbangan desain lain meliputi:

  • Penempatan tangki sesuai topografi untuk meminimalkan kebutuhan pompa.
  • Penghindaran genangan air di sekitar pondasi bangunan.
  • Penyesuaian dengan keberadaan utilitas bawah tanah dan muatan kendaraan di atas tangki.

Analisis dan Opini: Relevansi dengan Tren Global dan Lokal

Pemanfaatan air hujan sebagai sumber air bersih telah menjadi tren global, terutama di negara dengan sumber air terbatas dan perubahan iklim ekstrem. Kota-kota seperti Singapura dan Australia telah mewajibkan sistem pemanenan air hujan pada bangunan baru sebagai bagian dari strategi ketahanan air dan keberlanjutan lingkungan.

Di Indonesia, khususnya Makassar, potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Paper ini memberikan kontribusi penting dengan pendekatan berbasis data spasial dan analisis lokal yang konkret, sehingga dapat menjadi acuan kebijakan dan implementasi di tingkat kota.

Namun, keberhasilan pemanenan air hujan sangat tergantung pada dukungan regulasi, edukasi masyarakat, dan integrasi teknologi yang tepat guna. Pemerintah daerah perlu mendorong insentif dan regulasi yang mengakomodasi sistem ini agar dapat diadopsi secara luas.

Kesimpulan

Paper ini secara komprehensif menguraikan potensi pemanfaatan air hujan di kota pantai Makassar sebagai solusi strategis mengatasi keterbatasan pasokan air bersih akibat urbanisasi dan perubahan tata guna lahan. Dengan curah hujan yang melimpah, pemanenan air hujan dapat menjadi sumber air alternatif yang efektif, ramah lingkungan, dan ekonomis.

Manfaat utama meliputi pengurangan dampak lingkungan, peningkatan ketahanan air kota, dan konservasi sumber daya air. Namun, tantangan teknis dan sosial harus diatasi melalui perencanaan matang, regulasi, dan edukasi masyarakat.

Implementasi sistem pemanenan air hujan yang optimal dapat mengurangi beban pada sistem air kota dan membantu mengatasi krisis air bersih yang kian nyata di kawasan urban Indonesia.

Referensi Artikel Asli

M. Yahya Siradjuddin, Ananto Yudono, Arifuddin Akil, Farouk Maricar, "Potensi Pemanfaatan Air Hujan di Kota Pantai (Penerapan di Kota Makassar)," Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2017, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.