Penggunaan Teknik Terpadu Geoteknik dan Geofisika untuk Menilai Ketidakstabilan Fondasi: Studi Kasus Giza, Nigeria

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

23 April 2025, 09.52

pixabay.com

Masalah ketidakstabilan fondasi pada struktur bangunan telah menjadi persoalan yang mengganggu bagi penduduk di komunitas Giza, Keana LGA, Negara Bagian Nasarawa, Nigeria Tengah. Artikel ilmiah berjudul "Assessment of Foundation Instability Using Integrated Geotechnical and Geophysical Techniques: A Case Study of Giza, Keana LGA, Nasarawa State, North Central Nigeria" yang ditulis oleh Ibrahim Idris Giza dan Ogbonnaya Igwe mengungkap penyebab fenomena ini melalui pendekatan terpadu yang menggabungkan teknik geofisika, geoteknik, dan hidrogeologi.

Penelitian ini membahas bagaimana struktur teknik seperti bangunan di komunitas Giza mengalami retak parah, penurunan diferensial, dan bahkan gagal di beberapa bagian. Masalah ini terjadi baik pada bangunan berlantai satu maupun bertingkat, yang dibangun dengan blok lumpur maupun blok beton. Keretakan dan kegagalan ini terutama parah di bagian utara wilayah studi.

Metodologi Penelitian Komprehensif

Penelitian ini menerapkan pendekatan terpadu dengan tiga teknik utama:

  1. Investigasi Geofisika: Menggunakan Vertical Electric Sounding (VES) untuk mendelineasi lapisan geo-listrik bawah permukaan. Metode ini membantu mengidentifikasi variasi litologi bawah permukaan berdasarkan kontras resistivitas listrik.
  2. Investigasi Geoteknik: Sampel tanah dianalisis untuk distribusi ukuran butir, Batas Atterberg, kadar air, gravitasi spesifik, pemadatan, koefisien permeabilitas, dan uji triaxial tanpa drainase. Sampel diambil dari zona yang mengalami retak (GZ1-GZ5) dan zona yang relatif stabil (GZ6-GZ8).
  3. Investigasi Hidrogeologi: Pengukuran tingkat air statis dilakukan selama musim hujan dan kering untuk menetapkan zona fluktuasi air tanah. Pengukuran ini penting untuk memahami pengaruh fluktuasi air tanah terhadap ketidakstabilan fondasi.

Temuan Utama dari Investigasi Geofisika

Hasil VES menunjukkan perbedaan signifikan antara zona yang mengalami retak dan zona tanpa retak:

  • Zona Retak: Fondasi di zona ini berada di atas lempung jenuh yang tidak kompeten dengan resistivitas rendah (2,77 – 24,8 Ωm) dan ketebalan 0,5-3,1m.
  • Zona Tanpa Retak: Fondasi di zona ini berada di atas pasir lempungan yang cukup kompeten dengan ketebalan 3,5-6,9m.

Berdasarkan klasifikasi kompetensi litologi, tanah di sekitar zona retak dianggap tidak kompeten (resistivitas <100 Ωm), sementara tanah di sekitar zona tanpa retak dianggap cukup kompeten (resistivitas 100-350 Ωm).

Karakteristik Geoteknik yang Mengungkap Masalah

Analisis geoteknik mengungkapkan perbedaan signifikan dalam karakteristik tanah antara kedua zona:

  1. Distribusi Ukuran Butir:
    • Zona Retak: Mengandung 59-78% lempung, 12-28,3% lanau, dan hanya 9-14% pasir
    • Zona Tanpa Retak: Mengandung 41-50% lempung dan 26,9-35% pasir

Kandungan lempung yang tinggi di zona retak menghambat drainase, menyebabkan saturasi lempung, tekanan hidrostatik tinggi, kekuatan geser rendah, dan plastisitas tinggi.

  1. Batas Atterberg:
    • Zona Retak: Batas Cair (LL) 46-70%, Batas Plastis (PL) 8-19%, Indeks Plastisitas (PI) 35-51%
    • Zona Tanpa Retak: LL 27-30%, PL 9,5-11%, PI 17-19,5%

Nilai-nilai ini mengindikasikan bahwa tanah di zona retak memiliki potensi ekspansif tinggi dan diklasifikasikan sebagai lempung anorganik dengan plastisitas menengah hingga tinggi (CH dan MH).

  1. Kadar Air Alami:
    • Zona Retak: 18,33-27,58%
    • Zona Tanpa Retak: 13,52-16,84%

Kadar air yang lebih tinggi di zona retak konsisten dengan kandungan lempung tinggi dan dapat meningkatkan potensi susut-mengembang.

  1. Pemadatan:
    • Zona Retak: Kepadatan kering maksimum (MDD) 1,73-1,88 g/cm³, kadar air optimum (OMC) 10,11-12,02%
    • Zona Tanpa Retak: MDD 1,88-1,89 g/cm³, OMC 8,58-10,65%

MDD rendah dan OMC tinggi mengindikasikan tanah yang lemah di zona retak.

  1. Koefisien Permeabilitas:
    • Zona Retak: 7,16 x 10⁻⁶ m/detik hingga 5,36 x 10⁻⁷ m/detik
    • Zona Tanpa Retak: 2,26 x 10⁻⁵ m/detik hingga 1,55 x 10⁻⁶ m/detik

Permeabilitas rendah di zona retak menghambat drainase dan menyebabkan tekanan air pori berlebih.

  1. Uji Triaxial Tanpa Drainase:
    • Zona Retak: Kohesi (C) 27-36 kN/m², sudut gesekan dalam (Ø) 11-15°
    • Zona Tanpa Retak: C 25-29 kN/m², Ø 12-18°

Di zona retak, kohesi berkontribusi lebih besar terhadap kekuatan geser dibandingkan sudut gesekan dalam, sementara di zona tanpa retak, kedua parameter berkontribusi secara seimbang.

Peran Krusial Fluktuasi Air Tanah

Penelitian ini menemukan bahwa fluktuasi air tanah memainkan peran penting dalam ketidakstabilan fondasi:

  • Zona Retak: Fluktuasi air tanah terjadi pada kedalaman 1,1-6,1m dan berada dalam lapisan lempung
  • Zona Tanpa Retak: Fluktuasi terjadi pada kedalaman yang lebih dalam, 1,7-3,3m

Zona fluktuasi dangkal di tanah ekspansif dikenal sebagai 'Zona Aktif' yang sesuai dengan kedalaman di mana ekspansi dan kontraksi terjadi. Ini menyebabkan fondasi di zona retak mengalami siklus mengembang dan menyusut saat level air naik dan turun sesuai musim.

Air tanah mengalir dari zona tanpa retak (area resapan) menuju zona retak (area pelepasan). Inkompeten lempung sebagai material fondasi, plastisitas tinggi, drainase buruk, dan zona fluktuasi dangkal dapat menjelaskan fenomena di balik kegagalan fondasi di zona retak.

Perbandingan dengan Shale Ekspansif Lainnya di Nigeria

Penelitian ini membandingkan karakteristik rekayasa tanah di area studi dengan shale ekspansif lain yang telah terdokumentasi di Palung Benue:

  • Shale Makurdi (MBT)
  • Shale Abakaliki
  • Shale Igumale
  • Shale Awgu dari Palung Benue Selatan (SBT)

Semua lima shale termasuk dalam klasifikasi USCS CH dan A-7-6 AASHTO, mengindikasikan karakteristik rekayasa yang serupa. Persentase rata-rata fraksi halus untuk semua shale berada dalam rentang yang sama (90-92%), dengan Shale Awgu (SBT) memiliki fraksi halus sedikit lebih tinggi (97%).

Shale Awgu (MBT) di area studi menunjukkan potensi ekspansif yang lebih tinggi dibandingkan Shale Makurdi, Abakaliki, dan Igumale. Shale Abakaliki dengan kohesi tinggi dan sudut gesekan dalam tinggi, MDD tinggi dan LL serta PI terendah, menjadikannya material fondasi yang lebih baik dan menunjukkan potensi pengembangan yang lebih rendah dibandingkan shale lainnya.

Rekomendasi Praktis untuk Stabilisasi Fondasi

Berdasarkan temuan yang dibahas, artikel ini memberikan beberapa rekomendasi penting:

  1. Tanah susut-mengembang di zona retak harus digali hingga kedalaman minimal 0,5m hingga 1,0m dan diganti dengan tanah non-ekspansif yang dipadatkan sebelum meletakkan fondasi.
  2. Fondasi harus diletakkan di bawah zona fluktuasi air tanah atau "Zona Aktif".
  3. Air harus dicegah dari fondasi dengan penyediaan drainase yang memadai.
  4. Stabilisasi kapur dapat digunakan, mengingat kekayaan ion Ca²⁺ dan Mg²⁺ yang akan menggantikan Na⁺ dan K⁺, sehingga menurunkan plastisitas tanah dan potensi pengembangan secara signifikan.
  5. Stabilisasi dengan sekam padi, abu kayu, dan semen telah mencatat beberapa keberhasilan, sehingga juga dapat digunakan.
  6. Usaha pemadatan tinggi harus digunakan selama pemadatan untuk mencapai kekuatan geser yang lebih besar.

Signifikansi dan Implikasi Penelitian

Penelitian ini memiliki signifikansi penting karena beberapa alasan:

  1. Pendekatan Terpadu: Penelitian ini menunjukkan keberhasilan menggunakan pendekatan terpadu geofisika, geoteknik, dan hidrogeologi untuk menyelidiki masalah fondasi. Pendekatan ini memberikan pemahaman komprehensif tentang kondisi subsurface dan mekanisme yang menyebabkan kegagalan fondasi.
  2. Peran Fluktuasi Air Tanah: Tidak seperti kebanyakan penelitian sebelumnya, studi ini menekankan peran penting fluktuasi air tanah dalam ketidakstabilan fondasi di tanah ekspansif. Pemahaman tentang zona fluktuasi air tanah sangat penting untuk desain fondasi yang tepat.
  3. Karakterisasi Geoteknik Pertama: Ini adalah pertama kalinya sifat-sifat geoteknik Giza dinilai, temuan ini dapat digunakan oleh insinyur untuk desain fondasi yang tepat.
  4. Solusi Praktis: Penelitian ini tidak hanya mengidentifikasi masalah tetapi juga memberikan solusi praktis untuk stabilisasi fondasi di tanah ekspansif.

Kesimpulan

Penelitian ini telah berhasil mengidentifikasi penyebab ketidakstabilan fondasi di komunitas Giza menggunakan teknik geofisika, geoteknik, dan hidrogeologi yang terintegrasi. Hasil investigasi geofisika mengungkapkan resistivitas rendah, lempung jenuh yang tidak kompeten mendasari fondasi di zona retak, sementara zona tanpa retak ditopang oleh pasir lempungan yang relatif lebih kompeten.

Hasil geoteknik dari zona retak mengungkapkan kandungan lempung tinggi pada tanah, yang menunjukkan plastisitas tinggi dan permeabilitas rendah yang menyebabkan drainase buruk. Zona fluktuasi air tanah ditetapkan pada 1,1-6,1m dan berada dalam lapisan lempung. Inkompeten lempung jenuh sebagai material fondasi, plastisitas tinggi, drainase buruk, dan zona fluktuasi air tanah dangkal dapat bertanggung jawab atas kegagalan geser material fondasi, yang mengakibatkan tekanan pada struktur teknik seperti bangunan dan perkerasan.

Dengan membandingkan plastisitas dan sifat geoteknik lainnya dari zona retak dengan tanah ekspansif lain yang terdokumentasi dengan baik di sekitar Palung Benue, area studi memiliki salah satu tanah ekspansif tertinggi (shale Awgu) di dalam Palung Benue. Temuan ini dapat digunakan oleh insinyur untuk desain fondasi yang tepat di area tersebut.

Sumber: Ibrahim Idris Giza, Ogbonnaya Igwe. "Assessment of Foundation Instability Using Integrated Geotechnical and Geophysical Techniques: A Case Study of Giza, Keana LGA, Nasarawa State, North Central Nigeria." American Scientific Research Journal for Engineering, Technology, and Sciences (ASRJETS) (2018) Volume 41, No 1, pp 85-108.