Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Norma Hukum Indonesia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

17 Juni 2025, 09.31

pixabay.com

Urgensi Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia

Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan kekayaan sumber daya alam melimpah, kini menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan industrialisasi memperparah permasalahan seperti sampah, pencemaran, dan kerusakan ekosistem. Paper karya Muhammad Alrizky Ekiawan ini menyoroti pentingnya pengelolaan lingkungan hidup dalam bingkai norma hukum Indonesia, mengulas dasar-dasar hukum, asas, pendekatan, serta peran pemerintah dan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan12.

Landasan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup: Pilar Konstitusi dan Undang-Undang

Dasar Konstitusional

Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia berakar kuat pada Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33 ayat (3), yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal ini menegaskan peran negara sebagai pengelola utama sumber daya alam, bukan sekadar regulator, tapi juga pelindung hak rakyat atas lingkungan yang baik dan sehat12.

Undang-Undang Pokok

  • UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup: Mendefinisikan pengelolaan lingkungan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan melalui penataan, pemanfaatan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian.
  • UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH): Memperkuat kerangka hukum dengan menegaskan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah upaya sistematis dan terpadu, serta menempatkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi setiap warga negara132456.

Permasalahan Lingkungan Hidup: Data, Fakta, dan Dampak

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2020, di 384 kota di Indonesia, produksi sampah mencapai 80.235,87 ton per hari. Dari jumlah ini, hanya 4,2% diangkut ke TPA, 37,6% dibakar, 4,9% dibuang ke sungai, dan 53,3% tidak tertangani secara layak. Sampah yang tidak terkelola ini menjadi sumber utama pencemaran tanah, air, dan udara, serta menimbulkan ancaman kesehatan dan bencana lingkungan1.

Selain sampah, pencemaran air dan udara akibat limbah industri, pertambangan, dan urbanisasi juga menjadi masalah akut. Kasus pencemaran Sungai Cikijing di Bandung, misalnya, menjadi preseden penting dalam penegakan hukum lingkungan, di mana pemerintah daerah dan provinsi harus memediasi dan menindak perusahaan pelaku pencemaran sesuai UU No. 32 Tahun 20095.

Asas dan Prinsip Pengelolaan Lingkungan Hidup

UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 2 memuat 10 asas utama yang menjadi landasan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia:

  1. Tanggung Jawab Negara: Negara wajib menjamin pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat dan mencegah pencemaran.
  2. Kelestarian dan Keberlanjutan: Setiap orang wajib menjaga daya dukung ekosistem untuk generasi kini dan mendatang.
  3. Keserasian dan Keseimbangan: Pemanfaatan lingkungan harus memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan pelestarian.
  4. Kehati-hatian: Ketidakpastian dampak bukan alasan untuk menunda tindakan pencegahan.
  5. Keadilan: Perlindungan lingkungan harus adil lintas daerah, generasi, dan gender.
  6. Pencemar Membayar: Pelaku pencemaran wajib menanggung biaya pemulihan.
  7. Partisipatif: Masyarakat didorong aktif dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan.
  8. Kearifan Lokal: Pengelolaan harus memperhatikan nilai-nilai lokal.
  9. Tata Kelola Pemerintahan yang Baik: Prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
  10. Otonomi Daerah: Pemerintah daerah berwenang mengatur urusan lingkungan sesuai kekhasan wilayah12.

Pendekatan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Paper ini mengidentifikasi 8 pendekatan utama yang dapat diadopsi secara simultan maupun selektif, tergantung karakteristik wilayah dan masalah lingkungan:

1. Pendekatan Teknologi

Mengganti teknologi yang merusak lingkungan dengan yang ramah lingkungan, seperti prinsip 4R (reuse, reduce, recycle, recovery). Contoh: teknologi composting untuk limbah organik, daur ulang limbah non-B3, dan mesin pabrik ramah lingkungan1.

2. Pendekatan Administrasi, Hukum, dan Peraturan

Melalui regulasi ketat seperti AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), UKL/UPL, baku mutu lingkungan, dan tata ruang. Penegakan hukum dilakukan baik secara administratif (izin, sanksi administratif) maupun melalui pengadilan (pidana, perdata)1346.

3. Pendekatan Ekonomi

Memberi nilai ekonomi pada sumber daya lingkungan sehingga biaya lingkungan diinternalisasikan dalam produksi. Contoh: pajak lingkungan, insentif bagi industri hijau, dan skema pembayaran jasa lingkungan1.

4. Pendekatan Pendidikan dan Pelatihan

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat melalui pendidikan formal, informal, dan pelatihan lingkungan. Contoh: diklat AMDAL, pelatihan pengolahan sampah, edukasi sekolah dan komunitas1.

5. Pendekatan Sosial Budaya

Mengintegrasikan kearifan lokal dan tradisi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Contoh: sistem pertanian tradisional, pengelolaan hutan adat, dan pengelolaan sumber daya berbasis komunitas1.

6. Pendekatan Sosio-Politik

Mengelola konflik kepentingan antar pihak melalui musyawarah dan negosiasi, menciptakan win-win solution dalam pengelolaan sumber daya lintas sektor, wilayah, atau etnis1.

7. Pendekatan Ekologis

Berbasis pada konservasi ekosistem, perlindungan keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan berkelanjutan. Contoh: perlindungan kawasan lindung, suaka margasatwa, dan taman nasional1.

8. Pendekatan Agama

Menumbuhkan moral dan etika lingkungan melalui ajaran agama, sehingga masyarakat lebih bijak dalam mengelola alam1.

9. Pendekatan Institusi

Melibatkan lembaga formal dan non-formal, seperti dinas kebersihan, LSM, dan kelompok masyarakat, dalam pengelolaan dan pemanfaatan limbah serta sumber daya lingkungan1.

Studi Kasus: Penegakan Hukum Lingkungan

Kasus Sungai Cikijing, Bandung

Kasus pencemaran Sungai Cikijing di Kabupaten Bandung menjadi contoh nyata penerapan UU No. 32 Tahun 2009. Pemerintah daerah dan provinsi menindak perusahaan pelaku pencemaran dengan upaya administratif dan perdata, serta memediasi agar limbah cair tidak lagi dibuang ke sungai. Kasus ini menegaskan pentingnya peran pemerintah sebagai mediator, penegak hukum, dan pelindung hak masyarakat atas lingkungan sehat5.

Putusan Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg

Studi lain menyoroti kepastian hukum dalam penegakan lingkungan melalui Putusan Nomor 24/Pdt.G/2015/PN.Plg, di mana hakim menggunakan logika hukum indoktriner dan argumentum ad verecundiam untuk memenangkan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa meski perangkat hukum sudah ada, implementasi dan interpretasi di lapangan masih menghadapi tantangan, terutama dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan perlindungan lingkungan4.

Tantangan dan Kritik: Implementasi, Kepastian Hukum, dan Partisipasi

Implementasi Hukum

Meski kerangka hukum sudah kuat, implementasi di lapangan masih lemah. Banyak kasus pencemaran yang tidak ditindak tegas, sanksi yang tidak efektif, dan lemahnya monitoring serta pengawasan. Penegakan hukum lingkungan seringkali baru berjalan setelah kerusakan terjadi, bukan sebagai upaya pencegahan346.

Kepastian Hukum

Kepastian hukum bagi masyarakat masih lemah, terutama dalam kasus konflik antara perusahaan dan warga. UU No. 32 Tahun 2009 memang membuka ruang bagi sanksi administratif, perdata, dan pidana, namun dalam praktiknya, proses hukum sering lambat dan tidak berpihak pada korban456.

Partisipasi dan Edukasi

Partisipasi masyarakat masih rendah akibat kurangnya edukasi, akses informasi, dan kesadaran lingkungan. Padahal, keberhasilan pengelolaan lingkungan sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat12.

Opini dan Perbandingan dengan Penelitian Lain

Paper ini sejalan dengan literatur lain yang menekankan pentingnya pendekatan multi-disiplin dan multi-aktor dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kelebihan utama paper ini adalah analisis komprehensif atas asas, pendekatan, dan dasar hukum, serta penekanan pada pentingnya kolaborasi pemerintah dan masyarakat. Namun, paper ini bisa lebih kuat jika menambahkan data kuantitatif kerusakan lingkungan, studi kasus lebih banyak, dan analisis mendalam tentang efektivitas sanksi hukum di Indonesia.

Implikasi Kebijakan dan Rekomendasi

  • Perkuat Implementasi Hukum: Pemerintah perlu meningkatkan monitoring, penegakan sanksi, dan transparansi dalam penanganan kasus pencemaran.
  • Edukasi dan Pelatihan Berkelanjutan: Program pendidikan lingkungan harus diperluas ke seluruh lapisan masyarakat, mulai dari sekolah hingga komunitas.
  • Dorong Inovasi Teknologi dan Ekonomi: Insentif untuk teknologi ramah lingkungan dan internalisasi biaya lingkungan dalam produksi harus diperluas.
  • Libatkan Masyarakat dan Lembaga Lokal: Partisipasi aktif masyarakat, LSM, dan lembaga adat harus didorong dalam perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan lingkungan.
  • Integrasi Kearifan Lokal: Nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal harus menjadi bagian dari strategi nasional pengelolaan lingkungan.

Menuju Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Efektif dan Berkeadilan

Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia membutuhkan kerangka hukum yang kuat, implementasi yang konsisten, serta kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Paper ini menegaskan bahwa keberhasilan pengelolaan lingkungan tidak bisa hanya mengandalkan regulasi, tetapi harus didukung pendekatan teknologi, pendidikan, budaya, dan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan. Dengan demikian, cita-cita Pasal 33 UUD 1945 untuk kemakmuran rakyat dan kelestarian lingkungan dapat benar-benar terwujud.

Sumber Artikel 

Muhammad Alrizky Ekiawan. Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Norma Hukum Indonesia. JURNAL RECHTEN: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia, Vol. 5 No. 2 (2023), hlm. 34–42.