Penerapan SMK3 pada Proyek Tol Jakarta–Cikampek II Elevated: Strategi Menekan Risiko di Ketinggian

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

09 Mei 2025, 16.02

pixabay.com

Latar Belakang: Konstruksi dan Risiko di Ketinggian

Industri konstruksi menempati posisi rawan dalam hal keselamatan kerja, terlebih pada proyek yang melibatkan pekerjaan di ketinggian. Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan, Indonesia mencatat 157.313 kecelakaan kerja pada 2018, dengan hampir 32% di antaranya terjadi di sektor konstruksi. Proyek Jalan Tol Jakarta–Cikampek II Elevated milik PT. X menjadi studi penting karena sifatnya yang berisiko tinggi: pekerjaan dilakukan di atas dua jalur tol aktif dan melibatkan lebih dari 2.000 pekerja.

Penelitian oleh Triana Srisantyorini dan Rika Safitriana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta mengevaluasi implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012, menggunakan pendekatan mix method (kualitatif dan kuantitatif). Fokus evaluasi mencakup lima prinsip utama: komitmen, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan tinjauan ulang SMK3.

Studi Kasus: Proyek Jakarta–Cikampek II Elevated

Proyek tol ini memiliki panjang 36,84 km jalur utama dan 6,30 km on/off ramp, mencakup ruas dari Cikunir hingga Karawang Barat. Beberapa insiden fatal pernah terjadi pada proyek-proyek lain yang dijalankan perusahaan ini, seperti:

  • 22 September 2017: jatuhnya girder, menyebabkan 1 meninggal dan 2 luka-luka.
  • 29 Oktober 2017: insiden serupa menewaskan 1 pekerja, melukai 3 lainnya.
  • 2 Februari 2018: longsor dinding terowongan di proyek bandara, 1 meninggal.
  • 20 Februari 2018: jatuhnya bracket bekisting menyebabkan 7 luka-luka.

Rangkaian insiden ini menunjukkan pentingnya penerapan sistem SMK3 secara ketat dan berkelanjutan.

Capaian SMK3: Angka-angka dari Lapangan

Berdasarkan checklist yang disusun menurut PP No. 50/2012, proyek ini mencatat penerapan SMK3 sebesar 98,04% (163 dari 166 kriteria). Berikut rincian pencapaiannya:

  • Komitmen dan kebijakan K3: 98,07%
  • Perencanaan K3: 100% pada dokumentasi, 93,75% pada kontrol desain
  • Pelaksanaan K3: 100% untuk dokumen dan pengendalian produk, 96,95% pada keamanan kerja
  • Pemantauan dan evaluasi: 98,53% pemantauan, 94,44% pelaporan
  • Tinjauan ulang: 100% data, 91,66% audit SMK3

Semua indikator menunjukkan kategori “baik” hingga “sangat baik”, menjadikan proyek ini contoh sukses dalam penerapan SMK3 pada pekerjaan konstruksi berisiko tinggi.

Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi SMK3

1. Komitmen Manajemen dan Edukasi Karyawan
Proyek ini memiliki komitmen tertulis berupa spanduk yang ditandatangani seluruh pekerja, menargetkan zero accident. Edukasi dilakukan berulang kali agar pekerja tidak sekadar patuh secara formal, tapi juga memiliki budaya sadar risiko.

2. Perencanaan K3 yang Komprehensif
Penyusunan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan (RK3L) dilakukan sebelum proyek berjalan. Metode identifikasi bahaya dan HIRADC diterapkan untuk mengendalikan risiko secara teknis.

3. Pengawasan dan Prosedur Inspeksi Terintegrasi
Tiap elemen pelaksanaan dipantau harian, mingguan, dan bulanan. Ketidaksesuaian langsung ditindaklanjuti, dan pelaporan internal dilakukan hingga ke pusat.

4. Pelatihan dan Sertifikasi SDM K3
Seluruh pekerja wajib mengikuti pelatihan sesuai bidang tugas, termasuk pelatihan APAR, simulasi kebakaran, prosedur P3K, dan pelatihan pengenalan risiko kerja untuk kontraktor.

5. Tindak Lanjut Hasil Audit dan Monitoring
Temuan lapangan seperti pelanggaran pemakaian APD atau kurangnya SOP langsung dievaluasi dalam rapat mingguan oleh P2K3, dengan tenggat penyelesaian maksimal satu minggu.

Catatan Kritis: Kecelakaan Masih Terjadi

Meski capaian nyaris sempurna, proyek ini tetap mencatat 4 kasus kecelakaan ringan (terjatuh, luka akibat alat) dan 2 kematian pekerja. Ini menandakan bahwa bahkan penerapan SMK3 tingkat lanjut masih memerlukan penguatan pada aspek kedisiplinan individu dan pengawasan real-time.

Rekomendasi untuk Proyek Serupa

  1. Penerapan teknologi digital K3, seperti dashboard monitoring live dan QR-code untuk ceklis APD.
  2. Audit eksternal rutin dari lembaga independen agar tidak terjadi bias dalam evaluasi internal.
  3. Kampanye internal bertema keselamatan hidup, bukan hanya kepatuhan kerja.
  4. Insentif berbasis kinerja K3 untuk mendorong kesadaran pekerja dari dalam diri.
  5. Perluasan edukasi ke pihak kontraktor dan subkontraktor yang seringkali luput dari kontrol langsung.

Pembanding dan Relevansi Global

Dalam konteks global, capaian 98,04% sangat kompetitif. Namun bila dibandingkan dengan proyek serupa di negara-negara Skandinavia atau Jepang yang telah menerapkan K3 berbasis sensor dan IoT, proyek ini masih berbasis pendekatan manual. Ada peluang besar bagi proyek infrastruktur Indonesia untuk mengejar kemajuan lewat digitalisasi K3 dan automasi inspeksi keselamatan.

Kesimpulan

Penerapan SMK3 di proyek Tol Jakarta–Cikampek II Elevated berhasil mencapai tingkat “memuaskan”, dengan skor hampir sempurna dalam seluruh elemen evaluasi. Penerapan ini menunjukkan bahwa sistem keselamatan tidak hanya menjadi pelengkap proyek, tapi elemen kunci yang menjamin kelangsungan operasional, produktivitas, dan perlindungan nyawa pekerja.

Meskipun insiden tetap terjadi, implementasi sistematis berbasis regulasi menunjukkan hasil yang nyata. Ke depan, proyek serupa harus mengedepankan pembentukan budaya keselamatan yang berkelanjutan dan menyeluruh, bukan hanya sekadar kepatuhan prosedural.

Sumber : Srisantyorini, T., & Safitriana, R. (2020). Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek 2 Elevated. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 16(2), 151–163.