Peneliti Mengembangkan Metode Perbaikan Tanah untuk Mengurangi Risiko Likuifaksi di Permukiman Padat

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

23 April 2025, 12.47

pixabay.com

Inovasi Terbaru Perbaikan Tanah: Solusi Ramah Lingkungan untuk Mengatasi Likuifaksi

  • Dampak lingkungan jangka panjang

Sebagai gantinya, tren baru menunjukkan pergeseran ke arah perbaikan tanah non-destruktif dan penggunaan material baru seperti ban bekas, abu batubara, nanopartikel, dan biomaterial.

Kategori Umum Metode Perbaikan Tanah

Metode mitigasi likuifaksi diklasifikasikan menjadi 6 prinsip dasar:

  1. Kepadatan (Densification)
  2. Solidifikasi (Solidification)
  3. Drainase air pori (Drainage)
  4. Penggantian tanah (Replacement)
  5. Penurunan muka air tanah (Groundwater lowering)
  6. Kontrol deformasi geser (Shear deformation control)

Dari keenam metode tersebut, tiga yang paling umum digunakan adalah densifikasi, solidifikasi, dan drainase.

Pengembangan Terkini: Alat Non-Getar dan Miniaturisasi

Inovasi: Metode SAVE Compozer

  • Non-vibratory sand compaction pile (SCP) tanpa menggunakan vibro-hammer.
  • Kelebihan:
    • Tidak menimbulkan getaran tinggi.
    • Cocok untuk lokasi sempit seperti bawah jembatan atau dekat struktur eksisting.
    • Lebih dari 7000 km pondasi telah dibangun di Jepang dengan metode ini.

Studi Kasus: Evaluasi Efektivitas SCP

Harada et al. (2014) mengkaji hubungan antara nilai SPT dan rasio tegangan geser untuk tanah yang telah diperbaiki menggunakan metode SCP. Hasilnya menunjukkan:

  • Tanah hasil perbaikan memiliki resistansi likuifaksi lebih tinggi, bahkan pada nilai SPT yang sama dibanding tanah alami.
  • Hal ini karena adanya peningkatan tegangan lateral akibat pemasangan kolom pasir.

Kesimpulan: Instalasi kolom pasir tak hanya meningkatkan kepadatan, tapi juga tegangan lateral yang membantu menahan deformasi.

Pemanfaatan Material Daur Ulang

1. Ban Bekas (Tyre Chips)

  • Keunggulan:
    • Ringan, elastis, menyerap getaran, dan konduktivitas hidrolik tinggi.
  • Uji Laboratorium (Hyodo et al., 2007):
    • Campuran pasir-ban bekas menurunkan tekanan air pori berlebih saat uji siklik.
    • Komposisi dengan 10% ban bekas (sf=0.9) menghasilkan kekuatan geser setengah dari pasir murni.

Temuan penting:

  • Efektivitas peredaman paling tinggi saat ban bekas digunakan sebagai lapisan dalam dan tebal.
  • Mengurangi peluang likuifaksi pada lapisan pasir di atasnya.

2. Abu Batubara (Granulated Coal Ash - GCA)

  • Butiran GCA berukuran mirip pasir, hasil granulasinya mencegah dispersi saat ditimbun.
  • Uji Triaxial Siklik (Yoshimoto et al., 2014):
    • GCA memiliki resistansi likuifaksi 1,7 kali lebih tinggi dari pasir Toyoura.

Kesimpulan: GCA dapat digunakan sebagai material pengganti tanah urugan pada area reklamasi dengan ketahanan terhadap gempa yang lebih baik.

Terobosan Nanoteknologi dalam Perbaikan Tanah

1. Colloidal Silica

  • Cairan seperti air, berubah menjadi gel setelah masuk ke pori tanah.
  • Keunggulan:
    • Tidak berwarna, ramah lingkungan, dan mudah disuntikkan.
  • Studi Gallagher et al. (2007):
    • 8% colloidal silica mengurangi penurunan dan peningkatan resistansi likuifaksi dalam pengujian lapangan.

2. Bentonit

  • Clay suspensi dengan indeks plastisitas tinggi.
  • Peran utama:
    • Menyediakan penahan elastis terhadap partikel pasir.
  • Efektivitas: Penambahan 7% bentonit (berat kering) mampu meningkatkan jumlah siklus sebelum likuifaksi terjadi.

3. Laponit

  • Clay sintetis berbentuk nanopartikel.
  • Efektivitas:
    • 1% laponit mampu meningkatkan resistansi likuifaksi setara dengan bentonit.
    • Butuh dosis lebih sedikit karena viskositasnya lebih tinggi setelah gel terbentuk.

Pendekatan Bioteknologi dalam Mitigasi Likuifaksi

1. Biocementation (MICP - Microbial Induced Calcite Precipitation)

  • Mikroba + nutrisi + kalsium → mengikat partikel pasir dengan presipitasi kalsit.
  • Efek:
    • Meningkatkan kekakuan dan kekuatan geser awal.
    • Telah diuji hingga tahap lapangan di Belanda (van Paassen, 2011).

2. Biodesaturation

  • Menggunakan mikroorganisme untuk menghasilkan gas (N2) di pori tanah.
  • Efek:
    • Penurunan kejenuhan dari 100% ke 90% dapat menggandakan resistansi likuifaksi.
  • Uji shaking table (He et al., 2013):
    • Tanah jenuh mengalami likuifaksi pada percepatan 0.5–1.5 m/s².
    • Tanah yang didesaturasi dengan biogas tidak mengalami likuifaksi.

Isu Emisi Karbon dan Efisiensi Energi

  • Metode konvensional membutuhkan energi tinggi dan menghasilkan emisi karbon besar.
  • Orense (2015) menyarankan optimasi antara biaya dan emisi karbon.
  • Tiga skenario mitigasi:
    1. Tanpa pencegahan → biaya tinggi setelah gempa.
    2. Pencegahan moderat → biaya menengah.
    3. Pencegahan penuh → biaya awal tinggi, tapi minim emisi dan kerusakan.

Kesimpulan

Penelitian ini memperlihatkan bahwa metode perbaikan tanah terus berkembang menuju pendekatan yang lebih inovatif, hemat energi, dan ramah lingkungan. Dari teknik non-getar hingga nanopartikel, dari limbah industri hingga mikroorganisme, semua diarahkan untuk menangani risiko likuifaksi secara efisien, terutama di daerah permukiman padat.

Tren terbaru menunjukkan bahwa pendekatan multidisiplin—menggabungkan geoteknik, kimia, mikrobiologi, dan teknik lingkungan—adalah masa depan mitigasi likuifaksi. Bukan hanya kekuatan teknik yang menjadi perhatian, tapi juga dampak sosial dan ekologis dari metode yang digunakan.

Sumber : Orense, R. P. (2015). Recent Trends in Ground Improvement Methods as Countermeasure against Liquefaction. 6th International Conference on Earthquake Geotechnical Engineering, Christchurch, New Zealand, November 1–4.