Penanganan Sampah Radioaktif: Pengelolaan Residu Nuklir

Dipublikasikan oleh Dias Perdana Putra

02 Mei 2024, 09.13

Sumber: en.wikipedia.org

Sampah Radioaktif

Limbah radioaktif merupakan jenis limbah yang mengandung bahan radioaktif dan berasal dari berbagai aktivitas seperti kedokteran nuklir, penelitian, pembangkit listrik tenaga nuklir, dan lainnya. Pengelolaan limbah ini diatur oleh pemerintah untuk melindungi manusia dan lingkungan.

Ada tiga kategori limbah radioaktif: tingkat rendah (LLW), tingkat menengah (ILW), dan tingkat tinggi (HLW). LLW memiliki radioaktivitas rendah, ILW memiliki tingkat yang lebih tinggi dan memerlukan perlindungan, sedangkan HLW sangat radioaktif dan memerlukan pendinginan dan perlindungan kuat.Di pabrik pemrosesan ulang nuklir, bahan bakar bekas didaur ulang menjadi bahan bakar baru. Limbah dari proses ini diubah menjadi keramik mirip kaca dan disimpan di gudang geologi yang dalam.

Penyimpanan limbah radioaktif dapat berlangsung pendek atau panjang, tergantung pada jenis dan isotopnya. Pendekatan pendek melibatkan penyimpanan dekat permukaan, sementara pendekatan panjang melibatkan penguburan di tempat penyimpanan geologi yang dalam.Regulasi dan pertimbangan ekonomi mempengaruhi daur ulang bahan bakar nuklir bekas. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) secara berkala meninjau pendekatan pengelolaan limbah radioaktif dan jumlahnya.

Sifat dan Signifikansi

Limbah radioaktif terdiri dari berbagai radionuklida, yaitu isotop tidak stabil yang mengalami peluruhan dan memancarkan radiasi pengion yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Setiap isotop memiliki jenis dan tingkat radiasi yang berbeda dengan waktu peluruhan yang beragam.

Semua limbah radioaktif akan melemah seiring berjalannya waktu karena peluruhan radioaktif mengikuti aturan waktu paruh. Pada akhirnya, limbah radioaktif akan terurai menjadi unsur-unsur non-radioaktif. Namun, laju peluruhan berbanding terbalik dengan durasi peluruhan, sehingga isotop dengan waktu paruh yang panjang akan memiliki radiasi yang lebih lemah dibandingkan dengan yang berumur pendek.

Energi dan jenis radiasi pengion yang dipancarkan oleh zat radioaktif juga menjadi faktor penting dalam menentukan ancamannya terhadap manusia. Sifat kimia unsur radioaktif memengaruhi mobilitas dan kemampuan penyebarannya di lingkungan, memperumit proses penanganan limbah radioaktif.

Paparan limbah radioaktif dapat memiliki dampak kesehatan karena radiasi pengion. Radiasi ini dapat menyebabkan berbagai masalah mulai dari kerusakan kromosom hingga risiko kanker. Risiko tersebut diyakini berbanding lurus dengan dosis paparan, bahkan untuk dosis rendah. Selain itu, dampak radiasi juga tergantung pada farmakokinetik unsur radioaktif, yaitu bagaimana tubuh memprosesnya dan seberapa cepat.

Berbagai isotop radioaktif memiliki ancaman yang berbeda-beda tergantung pada mode peluruhan dan sifat farmakokinetiknya. Misalnya, isotop seperti yodium-131 lebih mungkin menyebabkan cedera karena konsentrasinya di kelenjar tiroid, sementara isotop seperti cesium-137 cenderung dikeluarkan lebih cepat melalui urin karena larut dalam air. Selain itu, isotop seperti aktinida dan radium yang memancarkan radiasi alfa dianggap sangat berbahaya karena waktu paruh biologisnya yang panjang dan efektivitas biologis yang tinggi.

Aturan yang menentukan kerusakan biologis sangat bervariasi tergantung pada jenis isotop, waktu paparan, dan sifat senyawa kimia yang mengandung isotop tersebut. Oleh karena itu, penanganan limbah radioaktif memerlukan pemahaman mendalam tentang berbagai faktor ini untuk meminimalkan risiko terhadap manusia dan lingkungan.

Sumber

Limbah radioaktif berasal dari berbagai sumber, termasuk siklus bahan bakar nuklir, pemrosesan ulang senjata nuklir, limbah medis dan industri, serta bahan radioaktif alami (NORM) yang dapat terkonsentrasi dari berbagai proses industri. Di negara-negara dengan pembangkit listrik tenaga nuklir atau program senjata nuklir, sebagian besar limbah radioaktif berasal dari siklus bahan bakar nuklir.

Siklus bahan bakar nuklir dimulai dengan ekstraksi uranium, yang menghasilkan limbah berupa emisi alfa yang sering mengandung radium dan produk peluruhannya. Uranium dimurnikan menjadi uranium dioksida (UO2) yang kemudian diubah menjadi gas uranium heksafluorida (UF6) untuk proses pengayaan. Setelah pengayaan, uranium diubah kembali menjadi oksida keramik (UO2) yang digunakan sebagai elemen bahan bakar reaktor.

Produk samping utama dari proses pengayaan adalah depleted uranium (DU), yang terutama terdiri dari isotop U-238. Depleted uranium dapat disimpan atau digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk pembuatan cangkang anti-tank dan sebagai bahan bakar campuran dengan plutonium (MOX).

Selain itu, limbah radioaktif juga dihasilkan dari limbah medis dan industri serta proses-proses alam seperti konsumsi batu bara, minyak, dan gas. Penting untuk memahami berbagai sumber limbah radioaktif ini dan memperlakukan mereka dengan hati-hati untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.

Bagian belakang siklus bahan bakar nuklir melibatkan penanganan batang bahan bakar bekas yang mengandung produk fisi yang memancarkan radiasi beta dan gamma, serta aktinida yang memancarkan partikel alfa. Contohnya termasuk uranium-234, neptunium-237, plutonium-238, dan amerisium-241. Produk-produk ini terbentuk di dalam reaktor nuklir dan merupakan bagian penting dari limbah tingkat tinggi.

Pentingnya membedakan antara pengolahan uranium untuk pembuatan bahan bakar dengan pengolahan ulang bahan bakar bekas sangatlah signifikan. Bahan bakar bekas mengandung produk fisi yang sangat radioaktif dan banyak di antaranya adalah penyerap neutron, yang disebut racun neutron. Kehadiran racun neutron dalam bahan bakar bekas dapat menghentikan reaksi berantai, bahkan ketika batang kendali dilepaskan sepenuhnya. Oleh karena itu, bahan bakar di dalam reaktor harus diganti meskipun masih terdapat uranium-235 dan plutonium dalam jumlah yang cukup besar.

Di beberapa negara, seperti Rusia, Inggris, Prancis, Jepang, dan India, bahan bakar bekas diproses ulang untuk menghilangkan produk fisi dan kemudian dapat digunakan kembali. Sementara di Amerika Serikat, bahan bakar bekas biasanya disimpan. Produk fisi yang dihasilkan dari proses tersebut merupakan limbah tingkat tinggi yang terkonsentrasi, demikian pula dengan bahan kimia yang digunakan dalam proses tersebut.

Komposisi bahan bakar nuklir bekas bervariasi tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan dalam reaktor nuklir. Aktivitas aktinida dalam limbah radioaktif dari bagian belakang siklus bahan bakar memiliki dampak jangka panjang yang signifikan karena karakteristik waktu paruhnya yang panjang. Ini menjadi pertimbangan penting dalam merencanakan pengelolaan limbah yang efektif.

Solusi untuk masalah ini termasuk mendaur ulang plutonium untuk digunakan kembali sebagai bahan bakar, seperti dalam reaktor cepat. Dalam konteks limbah radioaktif, penggunaan reaktor cepat dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dan memperlambat penurunan keamanan dari limbah tersebut seiring waktu.

Selain limbah dari siklus bahan bakar nuklir, ada juga limbah yang berasal dari dekomisioning senjata nuklir. Limbah ini mungkin mengandung bahan fisil yang digunakan dalam pembuatan bom, seperti plutonium, serta produk peluruhan dari bom nuklir yang sudah tidak aktif lagi. Penting untuk merencanakan pengelolaan limbah radioaktif dengan hati-hati untuk memastikan keamanan manusia dan lingkungan di masa depan.

Dalam bidang kedokteran, limbah medis radioaktif biasanya mengandung partikel beta dan pemancar sinar gamma. Limbah ini dapat dibagi menjadi dua kelas utama. Pertama, dalam kedokteran nuklir diagnostik, beberapa pemancar gamma berumur pendek seperti technetium-99m digunakan. Isotop ini biasanya membusuk dalam waktu singkat sebelum dibuang sebagai limbah biasa. Kedua, dalam pengobatan, digunakan berbagai isotop dengan waktu paruh yang bervariasi, antara lain:

Beberapa isotop digunakan dalam kedokteran untuk berbagai tujuan. Misalnya, Y-90 digunakan untuk mengobati limfoma dengan waktu paruh sekitar 2,7 hari. Kemudian, I-131 digunakan untuk tes fungsi tiroid dan pengobatan kanker tiroid, dengan waktu paruh sekitar 8,0 hari. Selain itu, Sr-89 digunakan untuk mengobati kanker tulang melalui injeksi intravena, dengan waktu paruh sekitar 52 hari. Ir-192 digunakan dalam brachytherapy, dengan waktu paruh sekitar 74 hari. Co-60 digunakan baik dalam brachytherapy maupun radioterapi eksternal, memiliki waktu paruh sekitar 5,3 tahun. Selanjutnya, Cs-137 juga digunakan dalam brachytherapy dan radioterapi eksternal, dengan waktu paruh sekitar 30 tahun. Terakhir, Tc-99 adalah produk peluruhan Technetium-99m, dengan waktu paruh sekitar 221.000 tahun.

Dalam industri, limbah sumber industri dapat mengandung pemancar alfa, beta, neutron, atau gamma. Pemancar gamma digunakan dalam radiografi, sementara sumber pemancar neutron digunakan dalam berbagai aplikasi seperti penebangan sumur minyak.Bahan radioaktif alami juga merupakan sumber limbah.

Pelepasan radioisotop uranium dan thorium dari pembakaran batu bara telah menjadi perhatian utama. Materi yang mengandung radioaktivitas alam disebut NORM (bahan radioaktif alami). Setelah diekspos atau dimusatkan oleh manusia, bahan ini menjadi TENORM (bahan radioaktif alami yang ditingkatkan secara teknologi). Sebagian besar limbah ini terdiri dari materi pemancar partikel alfa dari rantai peluruhan uranium dan thorium.

Batu bara, minyak, dan gas juga merupakan sumber potensial limbah radioaktif. Batu bara mengandung uranium radioaktif, torium, dan kalium dalam jumlah kecil. Minyak dan gas mentah juga dapat mengandung radium dan produk peluruhan. Unsur-unsur radioaktif ini juga merupakan masalah di beberapa sumur minyak, dimana pekerja yang beroperasi dapat terkena dosis yang berdampak negatif pada kesehatan mereka.Penambangan tanah jarang juga menghasilkan limbah yang mengandung unsur radioaktif seperti thorium dan radium. Operasi penambangan ini dapat menghasilkan endapan mineral yang sedikit mengandung radioaktif.

Disadur dari: en.wikipedia.org