Otomatisasi Deteksi Cacat Kain Sutra Tenun Tangan: Teknologi Penglihatan Komputer sebagai Penyelamat Industri Tradisional

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda

17 April 2025, 09.46

pixabay.com

Konteks: Tradisi yang Terancam Teknologi

Di tengah laju teknologi modern, industri tenun tangan—khususnya kain sutra—masih menjadi wajah dari budaya dan warisan India. Sayangnya, sektor ini menghadapi tekanan dari berbagai sisi: penurunan jumlah penenun, harga benang yang terus naik, dan persaingan dari mesin-mesin power loom. Akibatnya, kualitas produk kerap tidak konsisten, sementara inspeksi manual sangat terbatas efektivitasnya.

Menurut data yang dikutip dalam penelitian ini, hanya sekitar 70% cacat kain yang bisa terdeteksi oleh inspektor manusia. Sisanya lolos dan berakhir di tangan konsumen. Di sinilah riset oleh Sabeenian dkk. mengambil peran penting—menghadirkan pendekatan teknologi untuk menjaga kualitas produk tanpa menghilangkan nilai tradisional dari proses pembuatannya.

 

Permasalahan Klasik: Cacat pada Kain Tenun Sutra

Berdasarkan survei industri lokal di Tamil Nadu, cacat kain diklasifikasikan dalam dua kelompok utama:

1. Cacat Produksi atau Tenun

Beberapa contoh umum meliputi:

  • Chira (Missing Ends): Benang hilang di bagian tertentu kain, mencapai 10–50% dari seluruh cacat yang ditemukan di pabrik tenun.
  • Jala (Float): Ketidakseimbangan antar benang lusi dan pakan karena simpul longgar atau putus.
  • Shuttle Smash: Kerusakan akibat perangkap pada shuttle saat penenunan.
  • Stains: Noda karena pelumas atau oli mesin.
  • Selvedge Defects: Cacat di bagian tepi kain, mulai dari sobekan, keenduran, hingga kerutan tidak rata.

2. Cacat Penanganan

Biasanya terjadi karena kesalahan saat penyimpanan atau penanganan oleh petugas toko. Ini bersifat irreversible dan sulit diperbaiki.

 

Solusi yang Ditawarkan: Sistem Deteksi Cerdas Berbasis Komputer

Penelitian ini merancang sistem berbasis pengolahan citra digital untuk mendeteksi dan mengidentifikasi cacat pada kain sutra tenun tangan secara otomatis. Inti dari sistem ini meliputi:

  • Ekstraksi ciri (feature extraction) berbasis statistik,
  • Analisis tekstur menggunakan metode frekuensi spasial dan multi-resolusi,
  • Klasifikasi menggunakan algoritma tetangga terdekat (nearest neighbor) untuk menentukan jenis dan lokasi cacat.

Sistem ini didesain menggunakan perangkat lunak MATLAB dengan fitur GUI, serta dapat terhubung ke kamera digital dan sistem mikrokontroler untuk pengambilan citra real-time.

 

Metodologi: Kombinasi Teknik Statistik dan Spasial

Sistem dibangun melalui empat tahap utama:

1. Ekstraksi Fitur dari Kain Referensi

25 gambar kain referensi bebas cacat diambil sebagai dasar. Setiap gambar berukuran 512x512 piksel, dan diolah menggunakan transformasi wavelet untuk melokalisasi informasi dalam domain waktu dan frekuensi. Fitur yang diambil meliputi:

  • Mean, variansi, energi, entropi (statistik orde pertama),
  • Markov Random Field Matrix (MRFM),
  • Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM),
  • Spatial frequency,
  • Gray Level Weighted Matrix (GLWM).

2. Pengambilan dan Ekstraksi Fitur dari Sampel Uji

Sampel kain cacat diambil menggunakan kamera yang dikontrol secara otomatis oleh poros bermotor, memastikan pemindaian seluruh permukaan. Fitur diekstrak dengan cara sama seperti referensi.

3. Perbandingan Ciri

Fitur dari sampel uji dibandingkan dengan database menggunakan algoritma tetangga terdekat. Jika perbedaan cukup signifikan, sistem menandainya sebagai cacat.

4. Penentuan Jenis dan Lokasi Cacat

Sistem tidak hanya mengidentifikasi adanya cacat, tetapi juga mengklasifikasikan jenisnya dan menampilkan lokasinya di layar untuk ditindaklanjuti lebih lanjut.

 

Teknologi Inti: Apa Saja yang Digunakan?

MRCSF (Multi Resolution Combined Statistical and Spatial Frequency)

Menggabungkan fitur statistik dari berbagai resolusi untuk mendeteksi ketidakteraturan pola tekstur.

MRFM (Markov Random Field Matrix)

Menganalisis hubungan spasial antar piksel menggunakan teori medan acak, menghasilkan 9 parameter yang mencerminkan konfigurasi tekstur lokal.

GLCM (Gray Level Co-occurrence Matrix)

Menilai kemunculan pasangan piksel dengan nilai intensitas tertentu dalam arah dan jarak yang ditentukan. Sangat berguna untuk mendeteksi pola seperti goresan atau ketidakteraturan.

Spatial Frequency

Mengukur tingkat detail atau aktivitas pada gambar. Citra buram cenderung memiliki frekuensi spasial rendah, sedangkan gambar dengan tekstur jelas menunjukkan nilai tinggi.

GLWM (Gray Level Weighted Matrix)

Menghasilkan spektrum tekstur global berdasarkan unit tekstur lokal, memberikan pandangan menyeluruh terhadap variasi tekstur dalam satu gambar.

 

Hasil dan Evaluasi: Akurasi Tinggi di Dunia Nyata

Dalam pengujian terhadap berbagai gambar kain cacat, sistem mampu mengklasifikasikan jenis cacat dan menentukan lokasi dengan akurasi tinggi. Untuk 25 sampel, sistem mencapai tingkat klasifikasi sebesar 96,6%, menjadikannya sangat menjanjikan untuk aplikasi di industri skala kecil hingga menengah.

Gambar snapshot GUI menunjukkan antarmuka yang mudah digunakan, lengkap dengan hasil identifikasi jenis cacat dan posisinya pada layar, siap untuk tindak lanjut operator.

 

Kekuatan Sistem Ini:

✅ Presisi Tinggi: Kombinasi MRCSF, GLCM, dan MRFM memberikan hasil yang stabil bahkan untuk pola tekstur kompleks.

✅ Ramah Industri: Sistem dapat diintegrasikan dengan mikrokontroler sederhana untuk inspeksi kain secara otomatis.

✅ Konservasi Budaya: Menjadi solusi teknologi untuk mempertahankan kualitas tenun tangan tanpa menggantikan proses produksinya.

 

Kritik dan Ruang Pengembangan

Meskipun performanya menjanjikan, ada beberapa area yang bisa dikembangkan lebih lanjut:

  • Ukuran Dataset: Hanya 25 gambar referensi digunakan. Dataset yang lebih besar akan memberikan hasil pelatihan yang lebih kuat.
  • Citra Berwarna vs Grayscale: Semua proses dilakukan pada citra grayscale. Penggunaan citra berwarna bisa membantu dalam mendeteksi noda dan variasi warna.
  • Waktu Komputasi: Proses pelatihan dan klasifikasi masih tergolong intensif. Optimalisasi menggunakan FPGA atau DSP processor dapat mempercepat sistem.

 

Implikasi untuk Industri Tekstil dan UMKM

Teknologi ini sangat relevan untuk negara-negara dengan sektor tenun tangan yang masih dominan, seperti India, Bangladesh, atau bahkan Indonesia. UMKM tekstil yang biasanya tidak memiliki akses ke alat deteksi mahal kini punya alternatif berbasis software terbuka dan perangkat murah.

Dalam konteks Industri 4.0, pendekatan ini menjadi langkah kecil namun penting untuk mengintegrasikan digitalisasi ke dalam sektor tradisional—tanpa mencabut akar budaya yang melekat di dalamnya.

 

Kesimpulan: Tradisi Bertemu Teknologi

Penelitian ini memperlihatkan bahwa computer vision dapat berperan sebagai “mata digital” untuk menyelamatkan industri tradisional dari krisis kualitas dan efisiensi. Dengan akurasi mendekati 97%, sistem ini tidak hanya dapat menggantikan inspeksi manual yang rawan kesalahan, tetapi juga mendukung produktivitas tanpa mengorbankan nilai budaya dari kain tenun tangan.

Solusi semacam ini bukan hanya tentang teknologi, tapi tentang menjaga warisan sambil menjawab tantangan zaman.

 

Sumber:

Sabeenian, R. S., Paramasivam, M. E., & Dinesh, P. M. (2012). Computer Vision Based Defect Detection and Identification in Handloom Silk Fabrics. International Journal of Computer Applications, 42(17), 41–48.