Pendahuluan: Ketimpangan Air di Negeri Kaya Air
Indonesia memiliki potensi sumber daya air melimpah, namun ironisnya hanya sekitar 20% yang dimanfaatkan secara optimal. Akibatnya, terjadi kekeringan parah di musim kemarau dan banjir saat musim hujan. Padahal, 80% kebutuhan air di Indonesia diarahkan untuk irigasi pertanian, namun produktivitas masih stagnan, terutama di lahan sawah tadah hujan dan lahan kering.
Dampak Langsung Pemanfaatan Air yang Rendah
- Di musim kemarau, lahan sawah seluas 38.546 ha di NTB dan ribuan hektar di Sumatera dan Jawa mengalami gagal panen.
- Ketersediaan air nasional saat ini hanya 63 m³/kapita/tahun, jauh dari ideal 1.600 m³/kapita/tahun.
- Solusi jangka pendek berupa pembangunan 65 bendungan ditargetkan meningkatkan tampungan air hingga 150 m³/kapita/tahun.
Konsep Eco-Efficient dalam Pengelolaan Air
Eco-efficient merupakan pendekatan yang menyeimbangkan efisiensi ekonomi dan ekologi secara bersamaan. Dalam konteks ini, air bukan sekadar komoditas, tapi aset lingkungan yang harus dijaga.
Teknologi yang mendukung konsep ini antara lain:
- SRI (System of Rice Intensification)
- Biopori dan micro-hydro
- Panen air hujan (rainwater harvesting)
- Irigasi hemat air seperti big gun sprinkler
Studi Kasus: Strategi Lokal, Dampak Nasional
1. DAS Citarum Hulu: Dam Parit Turunkan Banjir
- Diperlukan 10 dam parit dengan kapasitas 16.000 m³/dam
- Mampu menurunkan debit banjir rata-rata hingga 15 m³/detik
- Volume air yang ditahan: 46,89 juta m³
2. Karawang: Mikrodam Dorong IP-300
- Sebelumnya hanya IP-200 karena kekeringan di musim tanam ketiga
- Empat mikrodam dibangun di saluran drainase Cibengbang
- Hasil: petani bisa tanam 3 kali setahun (IP-300) di lahan 1.000 ha
3. Way Seputih, Lampung Tengah: Pompa Sungai untuk Tadah Hujan
- Debit sungai 3,061 m³/detik digunakan untuk irigasi musim kemarau
- Indeks tanam meningkat dari IP-100 ke IP-200
- Target cakupan: lahan 10 ha menggunakan pompa dan saluran portable
4. Kawasan Jagung, Lampung: Irigasi Hemat Air
- Irigasi big gun sprinkler digunakan dengan jangkauan 50 meter
- Hasil tongkol jagung tertinggi dicapai dengan penggunaan 85% air dari kebutuhan menurut FAO: 82,06 kg/plot
- Lebih tinggi dari penggunaan 100% (65,25 kg) atau 70% (72,83 kg)
5. Embung di Tanah Merah, Sulawesi Tenggara
- Embung dibangun hanya dengan mengandalkan curah hujan
- Volume embung penuh pada akhir musim hujan, menjamin irigasi musim kemarau
- Mengandalkan catchment area dan neraca air embung
Strategi Infrastruktur Nasional: Skala Besar dan Terintegrasi
- 2015–2016: Dibangun 2.030 unit embung, dam parit, dan long storage
- Target 2017–2019:
- 75.328 titik embung
- 170.483 paket pemanfaatan air sungai
- 8.781 dam parit
- Tambahan 29 bendungan baru dengan kapasitas 2 miliar m³/tahun
- Total 230 bendungan cukup untuk 11% layanan lahan irigasi dari 7,2 juta ha
Dampak terhadap Indeks Pertanaman dan Produksi
Optimalisasi air terbukti:
- Meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari 100 menjadi 300
- Memungkinkan perluasan areal tanam, khususnya di musim kemarau
- Mendukung target swasembada pangan dengan memaksimalkan musim tanam
Blue Water dan Green Water: Menyatukan Hulu ke Hilir
- Blue Water: air dari sungai, danau, atau air tanah yang digunakan untuk irigasi
- Green Water: kelembaban tanah yang langsung diserap tanaman melalui hujan
- Saat ini, proporsi green water di Asia tropis 65% dan blue water 35%
- Target keseimbangan ideal: Green 55% – Blue 45%
- Prinsip distribusi: efisien, hemat, dan adil
Kebijakan dan Kelembagaan: Menjaga Keberlanjutan
- Kementerian Pertanian dan PUPR harus terus mengembangkan:
- Infrastruktur air skala mikro hingga makro
- Lembaga petani pengelola air
- Skema konservasi berbasis DAS
- Fokus pada keberlanjutan dan mencegah konflik air saat musim tanam
Analisis dan Tinjauan Kritis
Keunggulan:
- Penelitian ini kuat secara teknis dan data, menyertakan hasil lapangan nyata
- Menawarkan solusi konkret dan aplikatif di berbagai kondisi agroklimat
Kelemahan:
- Masih minim pembahasan tentang tantangan sosial-politik dalam pengelolaan air
- Belum mengeksplorasi potensi kolaborasi lintas sektor (misal: swasta, NGO)
Perbandingan dengan Tren Global:
- Sejalan dengan prinsip Integrated Water Resources Management (IWRM) yang diusung dalam World Water Forum
- Konsisten dengan target FAO dalam meningkatkan produksi per tetes air
- Relevan dengan ancaman nyata: perubahan iklim dan degradasi lahan
Kesimpulan: Air sebagai Faktor Penentu Masa Depan Pertanian
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya air bukan sekadar teknis, tetapi juga ekologi, sosial, dan kebijakan. Dengan pendekatan eco-efficient, pemanfaatan air dapat meningkatkan produksi pertanian secara signifikan tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan. Dari Karawang hingga Sulawesi Tenggara, studi kasus yang disajikan membuktikan bahwa indeks tanam bisa melonjak, gagal panen dapat ditekan, dan keseimbangan ekosistem tetap terjaga.
Sumber Artikel:
Sutrisno, Nono & Hamdani, Adang. (2019). Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Air untuk Meningkatkan Produksi Pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan, Vol. 13 No. 2, Desember 2019: 73–88.