Di tengah tekanan global untuk meningkatkan efisiensi dan kolaborasi dalam industri arsitektur, rekayasa, konstruksi, dan manajemen fasilitas (AEC/FM), teknologi Building Information Modeling (BIM) hadir sebagai solusi strategis. Namun, adopsi BIM secara luas masih menemui banyak kendala. Paper berjudul “A Study of Building Information Modeling (BIM) Uptake and Proposed Evaluation Framework” oleh Bahriye Ilhan Jones dari Istanbul Technical University menganalisis adopsi BIM di kantor arsitektur Inggris selama tiga periode waktu (2011, 2014, dan 2018), serta mengusulkan sebuah kerangka evaluasi komprehensif.
Mengapa BIM Penting dan Mengapa Belum Menjadi Standar?
Walau pemerintah Inggris telah mewajibkan penerapan BIM Level 2 pada proyek publik sejak 2016, hasil studi menunjukkan bahwa penerapan BIM tidak semudah membalik telapak tangan. Beberapa faktor pendorong seperti efisiensi proyek, kolaborasi tim yang lebih baik, dan tuntutan kontrak berhasil memotivasi adopsi. Namun, berbagai hambatan—mulai dari kebutuhan pelatihan, biaya implementasi, hingga resistensi terhadap perubahan—masih kuat dirasakan oleh banyak perusahaan.
Metodologi: Survei Online dan Analisis Statistik
Penelitian ini menggunakan metode survei online kepada seluruh anggota Royal Institute of British Architects (RIBA). Survei dilaksanakan dalam tiga gelombang: 2011 (43 responden), 2014 (37 responden), dan 2018 (45 responden), dengan total 125 responden tanpa tumpang tindih antar tahun. Data dianalisis menggunakan ANOVA, regresi, dan statistik deskriptif untuk menggali hubungan antara variabel tahun, adopsi BIM, motivasi, kendala, dan kepuasan pengguna.
Temuan Kunci: Perjalanan Adopsi BIM dari Tahun ke Tahun
Peningkatan Penggunaan BIM
Penggunaan BIM meningkat signifikan dari 2011 ke 2018. Di tahun 2011, hanya 19,5% responden menggunakan BIM, sementara pada 2018, angka tersebut meningkat tajam. Namun, lonjakan ini tidak merata di semua jenis perusahaan—organisasi besar lebih cepat mengadopsi BIM dibandingkan perusahaan kecil.
Yang menarik, meskipun pada awalnya BIM hanya digunakan untuk proyek-proyek besar, mulai 2014, perusahaan mulai menerapkannya juga pada proyek kecil. Penggunaan BIM juga meningkat pada perusahaan kecil dengan kurang dari 10 karyawan, menunjukkan bahwa adopsi teknologi tidak lagi menjadi hak istimewa perusahaan besar.
Alasan Mengadopsi BIM
Motivasi utama menggunakan BIM antara lain:
- Meningkatkan produktivitas
- Keunggulan kompetitif
- Tuntutan pemilik proyek atau kontrak
Namun, motivasi eksternal ini bergeser menjadi motivasi internal seperti kebutuhan untuk kolaborasi dan efisiensi tim, terutama di tahun 2018. Hal ini menunjukkan evolusi pemahaman perusahaan tentang nilai jangka panjang BIM.
Fungsi yang Digunakan
Fungsi BIM yang paling umum digunakan:
- Visualisasi 3D
- Deteksi konflik dan tabrakan
- Pertukaran data proyek
Namun, fungsi tingkat lanjut seperti estimasi biaya, analisis performa bangunan, dan Bill of Quantities (BoQ) masih kurang dimanfaatkan, terutama oleh pengguna pemula.
Keuntungan dan Kepuasan
Keuntungan utama dari penggunaan BIM antara lain:
- Pengurangan konflik desain (meski menurun 10% dari 2011 ke 2018)
- Peningkatan output desain
- Komunikasi dan kepuasan pemangku kepentingan
Meskipun BIM memberikan berbagai keuntungan, tingkat kepuasan tidak selalu sebanding dengan lama pengalaman. Usia penggunaan BIM (BIM age) berkontribusi terhadap kepuasan, namun tidak signifikan secara statistik dalam model regresi.
Hambatan Utama
Hambatan utama yang dihadapi pengguna BIM antara lain:
- Kurangnya staf yang terampil dalam BIM
- Kurangnya kerja sama pemangku kepentingan
- Biaya perangkat lunak dan pelatihan
Menariknya, dukungan manajemen dan pemasaran tidak dianggap sebagai kendala utama. Sebaliknya, masalah prosedural dan pertukaran data menjadi tantangan yang semakin menonjol.
Perspektif Non-Pengguna: Mengapa Tidak Mengadopsi BIM?
Survei juga melibatkan responden yang belum menggunakan BIM dan tidak berniat menggunakannya. Alasan utama mereka:
- Tidak cukup permintaan dari klien
- Biaya implementasi yang tinggi
- Tidak relevan dengan fungsi bisnis
Alasan untuk mulai mempertimbangkan BIM antara lain:
- Tekanan kontrak dan klien
- Harapan akan peningkatan produktivitas
- Kolaborasi yang lebih baik
Namun, kebanyakan perusahaan menyatakan mereka tidak memiliki sumber daya fisik atau keuangan yang cukup untuk memulai implementasi.
Kerangka Evaluasi BIM: Panduan Strategis untuk Organisasi
Berdasarkan temuan survei, penulis merancang kerangka evaluasi untuk memandu perusahaan dalam mengevaluasi kesiapan dan efektivitas penggunaan BIM. Kerangka ini mencakup:
- Formasi – Menentukan alasan adopsi, kebutuhan investasi, dan kesiapan.
- Progres – Aktivitas implementasi yang melibatkan teknologi, proses, dan sumber daya manusia.
- Hasil – Pengukuran kinerja, penggunaan fungsi BIM, dan hasil yang dicapai.
- Dampak – Efek jangka panjang terhadap kolaborasi, efisiensi, dan hasil proyek.
Model ini tidak hanya bersifat statis tetapi fleksibel, dapat dikustomisasi sesuai kebutuhan organisasi.
Studi Kasus: Transformasi BIM di Inggris sebagai Cerminan Global
Dengan mandat pemerintah Inggris sebagai titik tolak, adopsi BIM di sektor publik menjadi tolok ukur keberhasilan transformasi digital. Survei NBS tahun 2019 menunjukkan bahwa 4% responden merasa mandat BIM sangat berhasil, dan 37% menyebutnya cukup berhasil. Ini menunjukkan pentingnya peran kebijakan dalam mendorong perubahan industri.
Kegagalan perusahaan untuk mengadopsi BIM dengan cepat dapat berarti kehilangan peluang kolaborasi, efisiensi, dan daya saing. Oleh karena itu, studi ini tidak hanya relevan untuk Inggris, tetapi juga menjadi cermin bagi negara-negara lain—termasuk Indonesia—yang tengah mempersiapkan digitalisasi sektor konstruksi.
Opini dan Implikasi untuk Indonesia
Bagi Indonesia, adopsi BIM masih dalam tahap awal. Studi ini bisa dijadikan referensi penting karena menyajikan analisis longitudinal dari negara maju dengan pendekatan praktis dan strategis. Tantangan seperti kurangnya tenaga ahli BIM, resistensi terhadap perubahan, dan tingginya biaya awal, juga ditemukan di Indonesia.
Penerapan kerangka evaluasi yang diusulkan dalam studi ini bisa diadaptasi oleh asosiasi profesional seperti IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) atau LPJK. Pemerintah pun bisa belajar dari model kebijakan Inggris untuk mendorong transformasi industri konstruksi dalam negeri.
Kesimpulan: BIM adalah Keniscayaan, Bukan Pilihan
Transformasi digital di industri konstruksi tidak bisa dihindari. BIM bukan sekadar alat, melainkan katalis perubahan. Studi ini menunjukkan bahwa kesuksesan adopsi BIM bergantung pada kesiapan organisasi secara teknis, struktural, dan kultural. Kerangka evaluasi yang ditawarkan membuka jalan bagi pendekatan lebih strategis, terukur, dan realistis dalam mengadopsi teknologi ini. Di masa depan, BIM tidak hanya akan menjadi standar, tapi fondasi utama menuju kota cerdas dan pembangunan berkelanjutan.
Sumber asli artikel:
Bahriye Ilhan Jones (2020). A study of Building Information Modeling (BIM) uptake and proposed evaluation framework. Journal of Information Technology in Construction (ITcon), Vol. 25, pp. 452–468.