Meningkatkan Efisiensi Proyek Konstruksi: Strategi Kolaborasi Contractor-Supplier Berdasarkan Studi Kasus di Swedia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

08 Mei 2025, 08.01

freepik.com

Industri konstruksi modern dituntut untuk lebih efisien, cepat, dan responsif terhadap perubahan kebutuhan klien. Namun faktanya:

  • 75% biaya kontraktor berasal dari pembelian material dan jasa,
  • Material waste bisa mencapai 30–35% dari total biaya konstruksi,
  • Supply chain di konstruksi kerap terfragmentasi, menyebabkan inefisiensi besar.

Di sinilah pentingnya membangun hubungan kuat antara kontraktor dan pemasok. Studi ini menekankan bahwa pengelolaan hubungan berbasis high-involvement bukan hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menekan pemborosan biaya proyek.

Studi Kasus: Woody Angered dan Serneke di Gothenburg, Swedia

Studi dilakukan pada proyek renovasi apartemen di Näverlursgatan, Gothenburg. Dua perusahaan terlibat:

  • Woody Angered: Supplier material konstruksi besar, bagian dari jaringan nasional.
  • Serneke: Salah satu kontraktor terkemuka di Swedia dengan omzet 3 miliar SEK pada 2015.

Dalam proyek ini, Woody memasok sekitar 80% kebutuhan material Serneke di Gothenburg, namun tanpa kontrak jangka panjang formal—sebuah hubungan yang disebut "frequent but traditional."

Data Survei:

  • Jumlah wawancara: 11 (dengan berbagai posisi, dari manajer proyek hingga pekerja lapangan).
  • Metode penelitian: Kualitatif, semi-terstruktur, dengan analisis berbasis model High-Involvement Relationships (HIR).

Hasil Temuan: Dimensi-Dimensi Hubungan Contractor-Supplier

Penelitian ini menganalisis hubungan Woody-Serneke melalui enam dimensi HIR, berikut rangkumannya:

1. Longevity (Durasi Hubungan)

Hubungan telah terjalin selama bertahun-tahun, meski tanpa formalisasi perjanjian jangka panjang. Hubungan lebih didasarkan pada kepercayaan pribadi daripada kontrak hukum.

2. Adaptations (Penyesuaian)

Woody sering melakukan penyesuaian logistik untuk memenuhi kebutuhan proyek Serneke, namun belum ada investasi sistem bersama (seperti integrasi IT).

3. Dependence (Ketergantungan)

Serneke cukup bergantung pada Woody untuk kecepatan pengiriman dan fleksibilitas layanan. Namun, ketergantungan formal minim karena tidak ada kontrak eksklusif.

4. Interactions (Interaksi)

Interaksi intens terjadi secara informal, dengan banyak komunikasi personal antar individu. Namun, koordinasi formal antar organisasi masih lemah.

5. Relationship Atmosphere (Suasana Hubungan)

Hubungan didominasi kepercayaan personal, namun rentan terhadap konflik kecil akibat kurangnya struktur formal.

6. Mutual Orientation (Orientasi Bersama)

Kedua belah pihak menunjukkan kesadaran akan kebutuhan satu sama lain, tetapi belum maksimal dalam menyelaraskan tujuan jangka panjang.

Studi Kasus Angka: Mengapa Ini Penting?

  • Biaya material: Material menyumbang 40–45% dari total biaya proyek.
  • Potensi Waste: Dengan supply chain terfragmentasi, waste material dapat mencapai 10%–21% dari total volume material, tergantung jenis.
  • Lead Time: Tanpa kolaborasi formal, ketidakteraturan pengiriman bisa menambah lead time hingga 15–20%.

Artinya, hanya dengan meningkatkan kualitas hubungan contractor-supplier, potensi penghematan waktu dan biaya bisa sangat signifikan.

Analisis Kritis: Kelebihan dan Kekurangan Hubungan Woody-Serneke

Kelebihan:

  • Kepercayaan personal yang kuat,
  • Fleksibilitas layanan dari Woody,
  • Konsistensi suplai material meski tanpa kontrak jangka panjang.

Kekurangan:

  • Minimnya perjanjian formal membuat hubungan rawan perubahan tiba-tiba,
  • Kurangnya integrasi teknologi menghambat visibilitas supply chain,
  • Potensi inefisiensi dalam jangka panjang karena tidak adanya standar prosedur kolaboratif.

Rekomendasi Strategis: Membangun Hubungan Contractor-Supplier yang Lebih Efektif

Berdasarkan analisis studi ini, penulis merekomendasikan langkah-langkah berikut:

1. Membuat Perjanjian Jangka Panjang Bertahap

  • Dimulai dengan Intermediate Partnering: Kontrak setengah formal untuk proyek-proyek besar tertentu sebelum beranjak ke kolaborasi penuh.

2. Menambahkan Nilai Tambah dari Pemasok

  • Supplier seperti Woody bisa memperluas layanan, misalnya dengan prefabrikasi atau pengelolaan stok onsite.

3. Mengintegrasikan Teknologi Supply Chain

  • Penerapan sistem ERP sederhana yang menghubungkan Serneke dan Woody akan mempercepat komunikasi dan mengurangi kesalahan pengiriman.

4. Meningkatkan Transfer Pengetahuan

  • Pelatihan bersama antara kontraktor dan pemasok untuk meningkatkan pemahaman teknis satu sama lain.

Hubungan dengan Tren Global: Mengapa Ini Semakin Relevan?

Dengan meningkatnya tren Digital Construction dan Lean Construction, dunia konstruksi kini bergerak ke arah:

  • Kolaborasi supply chain berbasis cloud,
  • Integrated Project Delivery (IPD),
  • Kontrak berbasis kinerja bersama.

Negara seperti Inggris telah memulai penerapan "Supply Chain Collaboration Charters" untuk semua proyek pemerintah, mewajibkan prinsip high-involvement partnership.

Artinya, temuan studi ini tidak hanya relevan untuk Swedia, tapi juga menjadi pelajaran penting untuk industri konstruksi Indonesia yang ingin meningkatkan daya saingnya di tingkat global.

Kesimpulan: Contractor-Supplier Relationship Bukan Lagi Sekadar Urusan Harga

Studi ini membuktikan bahwa membangun hubungan yang kuat dan terstruktur antara kontraktor dan pemasok dapat memberikan:

  • Efisiensi biaya dan waktu,
  • Kualitas proyek yang lebih baik,
  • Pengurangan risiko supply chain,
  • Inovasi berkelanjutan.

Namun, keberhasilan hubungan ini membutuhkan:

  • Perjanjian yang jelas,
  • Investasi pada teknologi dan SDM,
  • Mindset kolaboratif jangka panjang.

Meningkatkan hubungan contractor-supplier adalah langkah fundamental bagi industri konstruksi untuk memasuki era baru: konstruksi yang lebih ramping, cepat, dan cerdas.

Sumber Artikel Asli: Roham Nikinosheri, Filip Staxäng. (2016). Contractor-supplier relationships in the construction industry: A case study. Chalmers University of Technology, Department of Technology Management and Economics, Division of Service Management and Logistics.