Mengurai Risiko Proyek Migas untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

13 Mei 2025, 08.23

freepik.com

Mengurai Risiko Proyek Migas untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil migas (minyak dan gas bumi) dengan cadangan besar yang tersebar di berbagai wilayah. Salah satu wilayah yang sangat strategis adalah Blok Cepu di Bojonegoro, Jawa Timur. Wilayah ini telah menjadi fokus utama dalam pengembangan energi nasional sejak eksplorasi intensif dimulai pada 2005. Namun, proyek-proyek migas, terutama yang terkait dengan pembangunan infrastruktur pendukung seperti waduk dan jaringan pipa, tidak terlepas dari tantangan risiko yang tinggi.

Faktor risiko dalam proyek konstruksi di sektor migas bukan hanya menyangkut masalah teknis seperti kesalahan desain atau kendala operasional. Risiko juga mencakup aspek sosial, politik, hukum, hingga ancaman terhadap lingkungan hidup. Artikel ilmiah yang ditulis oleh Nova Nevila Rodhi, Nadjadji Anwar, dan I Putu Artama Wiguna mengulas secara mendalam berbagai faktor risiko ini dan bagaimana teknik penilaian risiko bisa digunakan untuk mengelola proyek dengan lebih berkelanjutan.

Studi yang menjadi dasar resensi ini mengangkat proyek migas di Bojonegoro sebagai contoh nyata. Proyek eksplorasi di Blok Cepu dimulai pada 2005 oleh salah satu perusahaan minyak besar, yang kemudian berhasil mencapai produksi 28.000 barel minyak mentah per hari pada 2007. Target puncak produksi sebesar 165.000 barel per hari awalnya diharapkan tercapai pada 2013, namun mundur hingga 2015.

Menariknya, pencapaian target produksi ini sangat bergantung pada pasokan air sebesar 0,944 meter kubik per detik, yang harus disuplai dari Sungai Bengawan Solo. Ketergantungan terhadap sumber daya alam ini membuka risiko baru yang berkaitan dengan lingkungan dan sosial, mulai dari kekeringan, konflik air, hingga degradasi ekosistem.

Klasifikasi Risiko: Internal dan Eksternal

Dalam literatur yang dianalisis oleh penulis, risiko proyek dibagi menjadi dua kategori utama: risiko internal dan risiko eksternal.

Risiko internal mencakup elemen yang berada dalam kendali langsung proyek, seperti:

  • Kualitas desain infrastruktur
  • Gangguan dalam pelaksanaan konstruksi
  • Pengadaan material yang terlambat atau tidak sesuai
  • Fluktuasi keuangan proyek
  • Kinerja personel lapangan
  • Gangguan logistik dan distribusi
  • Kontrak yang tidak jelas atau ambigu

Sedangkan risiko eksternal mencakup elemen-elemen yang sulit dikendalikan, seperti:

  • Perubahan kebijakan pemerintah
  • Penolakan dari masyarakat sekitar proyek
  • Konflik sosial di wilayah operasional
  • Fluktuasi harga minyak di pasar global
  • Bencana alam yang memengaruhi lokasi proyek
  • Regulasi lingkungan yang ketat

Pentingnya memahami kedua jenis risiko ini tidak bisa diabaikan. Jika salah satu dari elemen ini tidak diantisipasi sejak awal, proyek dapat mengalami pembengkakan biaya, keterlambatan, atau bahkan pembatalan total.

Risiko Lingkungan: Masalah yang Sering Diremehkan

Dalam sektor migas, risiko lingkungan menjadi aspek yang sangat kritis. Aktivitas eksplorasi dan produksi migas, apalagi di wilayah daratan seperti Blok Cepu, memiliki potensi mencemari air tanah, merusak ekosistem sungai, dan menghasilkan limbah berbahaya.

Ironisnya, banyak studi dan kebijakan masih terlalu fokus pada aspek teknis atau keuangan, dan mengabaikan pentingnya perlindungan lingkungan. Padahal, risiko lingkungan justru memiliki dampak jangka panjang yang sulit dipulihkan. Oleh karena itu, pendekatan penilaian risiko yang terintegrasi sangat diperlukan—yang tidak hanya menghitung dampak langsung terhadap proyek, tetapi juga terhadap keberlanjutan lingkungan dan sosial.

Teknik Penilaian Risiko: Dari Teori hingga Aksi Nyata

Penulis melakukan tinjauan mendalam terhadap teknik penilaian risiko yang digunakan secara global dalam proyek konstruksi, khususnya yang relevan untuk industri migas. Salah satu pendekatan yang sering direkomendasikan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Teknik ini bekerja dengan membagi kompleksitas risiko menjadi hierarki sederhana, kemudian memberi bobot prioritas berdasarkan dampaknya.

Pendekatan lain yang cukup populer adalah Decision Tree Analysis (DTA), di mana berbagai skenario risiko dianalisis secara grafis untuk mengevaluasi kemungkinan hasil yang berbeda. Kombinasi antara AHP dan DTA memberikan hasil yang lebih akurat dalam menentukan strategi mitigasi.

Model-model berbasis statistik seperti Monte Carlo Simulation juga disebutkan sebagai alat bantu penting untuk mengevaluasi probabilitas risiko dalam kondisi ketidakpastian tinggi. Sementara itu, penggunaan teori Fuzzy Logic dapat membantu mengakomodasi ketidakjelasan data atau informasi yang bersifat kualitatif, seperti opini ahli atau persepsi masyarakat.

Tantangan Utama: Jarak antara Teori dan Praktik

Salah satu temuan paling penting dari studi ini adalah adanya kesenjangan besar antara teori penilaian risiko dan implementasi di lapangan. Meskipun tersedia banyak model dan perangkat penilaian, sangat sedikit proyek konstruksi migas di Indonesia yang benar-benar mengimplementasikannya secara menyeluruh.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya:

  • Kurangnya pelatihan teknis bagi manajer proyek
  • Minimnya data risiko yang terdokumentasi dengan baik
  • Keterbatasan software atau teknologi pendukung
  • Fokus yang terlalu berat pada biaya dan waktu, bukan pada keberlanjutan

Padahal, ketika penilaian risiko dilakukan dengan baik, proyek tidak hanya menjadi lebih aman dan efisien, tetapi juga lebih diterima oleh masyarakat dan ramah lingkungan.

Rekomendasi: Menuju Model Penilaian Risiko Terpadu

Penulis menyarankan agar ke depan dikembangkan model penilaian risiko yang sederhana, terintegrasi, dan mudah diimplementasikan oleh praktisi di lapangan. Model ini harus mencakup:

  1. Risiko teknis dan operasional, seperti desain, pengadaan, dan jadwal konstruksi.
  2. Risiko sosial dan ekonomi, seperti konflik masyarakat, fluktuasi harga, dan tenaga kerja.
  3. Risiko lingkungan, seperti pencemaran air dan dampak terhadap biodiversitas.

Model seperti ini akan sangat bermanfaat untuk membantu pemangku kebijakan dan manajer proyek dalam mengambil keputusan yang seimbang antara keuntungan ekonomi dan tanggung jawab sosial-lingkungan.

Menuju Keberlanjutan: Bukan Lagi Pilihan, Tapi Keharusan

Dalam konteks perubahan iklim global dan meningkatnya kesadaran publik terhadap dampak lingkungan proyek industri, manajemen risiko bukan lagi sekadar alat teknis. Ia telah menjadi strategi utama untuk memastikan keberlanjutan. Industri migas, yang sering kali dianggap sebagai industri "kotor", kini dituntut untuk berubah menjadi lebih transparan, adaptif, dan berorientasi pada masa depan.

Hal ini bisa dicapai jika pendekatan penilaian risiko yang menyeluruh benar-benar diadopsi sejak tahap awal proyek. Tidak cukup hanya dengan memenuhi regulasi minimum; proyek-proyek harus mampu menjadi contoh bagi penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) yang sesungguhnya.

Penutup: Membangun Masa Depan dengan Mengelola Risiko Hari Ini

Resensi ini menegaskan bahwa memahami risiko bukan hanya tentang menghindari kerugian, tetapi juga tentang membuka peluang. Ketika proyek migas direncanakan dengan mempertimbangkan risiko sosial, lingkungan, dan operasional secara seimbang, hasilnya bukan hanya proyek yang sukses secara teknis, tetapi juga berkelanjutan secara sosial dan ekologis.

Model manajemen risiko yang diusulkan dalam studi ini bukan sekadar alat pengukur bahaya, melainkan juga kompas penunjuk arah dalam merancang masa depan industri konstruksi yang lebih bertanggung jawab.

Referensi Asli:

Rodhi, Nova Nevila; Anwar, Nadjadji; Wiguna, I Putu Artama. Studi Literatur terhadap Faktor Risiko Proyek Konstruksi dalam Industri Migas untuk Mencapai Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Saintek, Vol. 15, No. 2, Desember 2018, hlm. 71–75.