Pendahuluan: Jalan Rusak, Masalah Kualitas yang Sistemik
Infrastruktur jalan di Indonesia bukan hanya menjadi urat nadi mobilitas, tapi juga cerminan kematangan manajemen konstruksi nasional. Namun, realitas menunjukkan banyak proyek jalan yang tidak mencapai standar mutu. Dalam konteks ini, penelitian Febriane dkk. menghadirkan kontribusi penting untuk mengidentifikasi penyebab serta menawarkan solusi terhadap rendahnya mutu proyek jalan raya, khususnya di Indonesia. Dengan fokus pada proyek Manado Outer Ring Road (MOR) III, paper ini menjadi potret komprehensif bagaimana tiga aktor utama—pemerintah, kontraktor, dan konsultan pengawas—berinteraksi dalam proses mutu.
Metodologi Penelitian: Gabungan Delphi dan Focus Group
Penelitian ini menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui wawancara awal, dua putaran survei Delphi, serta wawancara kelompok terfokus. Tiga kelompok responden utama dilibatkan: perwakilan pemerintah (NRIA), konsultan pengawas, dan kontraktor proyek MOR III. Studi ini bertujuan menjawab tiga pertanyaan utama:
Bagaimana proses manajemen mutu saat ini dijalankan?
Apa tantangan kritis yang dihadapi dalam implementasinya?
Bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi kendala tersebut?
Dengan nilai proyek mencapai Rp60 miliar, studi kasus MOR III menjadi representasi konkret dari persoalan nyata di lapangan.
Faktor Kunci yang Memengaruhi Kualitas Proyek Jalan
1. Dokumentasi Standar Kualitas yang Tidak Lengkap
Salah satu akar masalah utama adalah dokumen kualitas yang tidak memadai, termasuk form permintaan pekerjaan konstruksi dan checklist pengawasan. Kondisi ini menghambat proses awal proyek, menyebabkan ketidakjelasan standar, dan memperpanjang waktu pelaksanaan.
Analisis Tambahan: Masalah dokumentasi ini juga umum ditemukan dalam proyek skala kecil-menengah, terutama di daerah dengan kapasitas manajerial terbatas. Dalam era digital, penerapan e-QMS bisa menjadi solusi yang layak diterapkan secara bertahap.
2. Kompetensi Tim Proyek
Banyak proyek melibatkan tenaga kerja dan tim yang belum cukup berpengalaman, terutama pada pihak kontraktor dan konsultan. Ketidakhadiran tenaga ahli dalam rapat prapelaksanaan memperburuk komunikasi dan pengambilan keputusan teknis.
Opini: Ini menunjukkan perlunya standarisasi kompetensi minimal dan sertifikasi profesi teknis yang lebih ketat dalam pengadaan jasa konstruksi pemerintah.
3. Keterlibatan Stakeholder yang Tidak Merata
Konsultan pengawas kerap diperintahkan oleh pemilik proyek untuk bekerja tanpa kelengkapan dokumen, menyebabkan kebingungan dalam eksekusi. Selain itu, kurangnya independensi konsultan dalam mengawasi proyek milik pemerintah menjadi isu krusial.
Perbandingan: Di negara maju seperti Jepang, konsultan bersifat independen dan memiliki otoritas penuh dalam sistem audit mutu proyek, mencegah konflik kepentingan.
Kendala Sistemik dalam Proyek Jalan di Indonesia
A. Ketimpangan Kapasitas antara Kontraktor Besar dan Kecil
Distribusi proyek nasional kepada kontraktor kecil-menengah sebagai bagian dari pelatihan kerja justru menyumbang pada ketimpangan mutu. Kontraktor besar memiliki sistem manajemen mutu dan sumber daya yang matang, sementara yang kecil masih tertatih memahami dasar-dasar QMS.
B. Politik dan Nepotisme
Pengaruh politik dalam penunjukan kontraktor menurunkan objektivitas pemilihan dan membuka peluang bagi penyedia jasa yang tidak kompeten untuk terlibat dalam proyek bernilai besar.
C. Kurangnya Sistem Monitoring dan Evaluasi
Minimnya penerapan SOP dan pemeriksaan mutual checks (MC-0) pada fase awal konstruksi menghambat pengukuran kualitas secara konsisten.
Rekomendasi dan Strategi Solutif
1. Kewajiban Sertifikasi dan Audit Internal
Perlu diterapkan kewajiban memiliki sertifikasi ISO 9001 bagi semua kontraktor, terutama yang menangani proyek jalan nasional. Selain itu, perlu dibuat sistem audit internal bersama antara pemilik proyek, konsultan, dan kontraktor.
2. Digitalisasi Proses Mutu
Penggunaan sistem digital (misalnya Building Information Modeling dan e-QMS) bisa mempermudah pengumpulan dan evaluasi dokumen mutu. Sistem ini juga meningkatkan transparansi proses antara pihak-pihak yang terlibat.
3. Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan
Pelatihan berkala mengenai proses mutu dan manajemen proyek sangat dibutuhkan, terutama bagi kontraktor kecil. Pemerintah dapat menjadikan hasil riset ini sebagai modul pelatihan dalam coaching clinic proyek strategis nasional.
Studi Kasus Tambahan: Proyek yang Gagal karena Lemahnya Sistem Mutu
Beberapa kecelakaan konstruksi besar seperti ambruknya LRT Jakarta (2018) dan proyek tol Bekasi–Cawang (2018) mencerminkan lemahnya sistem manajemen mutu dan keselamatan. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan bukan sekadar teknis, melainkan sistemik dan manajerial.
Kesimpulan: Menuju Budaya Mutu di Industri Konstruksi Indonesia
Penelitian ini memperlihatkan bahwa kualitas proyek jalan di Indonesia bukan hanya ditentukan oleh kecanggihan alat atau material, melainkan juga oleh interaksi manusia dan sistem dokumentasi yang baik. Dengan pendekatan berbasis data, riset ini menjadi rujukan penting untuk perumusan kebijakan, pelatihan praktisi, hingga standar pemilihan kontraktor.
Membangun budaya mutu tidak bisa instan. Perlu sinergi antara pemerintah sebagai pemilik proyek, kontraktor sebagai pelaksana, dan konsultan sebagai pengawas independen. Kesadaran kolektif ini menjadi kunci utama dalam membenahi wajah infrastruktur nasional menuju pembangunan berkelanjutan.
Sumber Artikel:
Febriane, D., Huda, N., & Widiyanto, A. (2024). Management of Road Construction Projects. The TQM Journal. https://doi.org/10.1108/TQM-04-2022-0132