Mengungkap Faktor Kunci Keberlanjutan PAMSIMAS: Studi Kasus, dan Tantangan Masa Depan Air Bersih di Desa Indonesia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

03 Juli 2025, 06.41

pixabay.com

Mengapa Keberlanjutan PAMSIMAS Penting untuk Masa Depan Air Bersih Indonesia?

Akses air minum layak dan sanitasi aman adalah fondasi kesehatan dan kemajuan desa. Namun, tantangan besar masih membayangi Indonesia, terutama di wilayah pedesaan yang sering tertinggal dalam hal infrastruktur dan pengelolaan air bersih. Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) hadir sejak 2006 sebagai salah satu inisiatif terbesar di dunia untuk memperbaiki kondisi ini. Hingga 2022, PAMSIMAS telah menjangkau lebih dari 25,6 juta penduduk di lebih dari 37.000 desa di 37 provinsi1.

Namun, pertanyaan besarnya: apakah sistem air bersih yang dibangun benar-benar berfungsi dan bertahan lama? Artikel ini merangkum temuan riset terbaru tentang faktor-faktor yang memengaruhi keberfungsian (functionality) PAMSIMAS, lengkap dengan data, studi kasus, dan refleksi kritis untuk masa depan air bersih desa yang lebih berkelanjutan.

Gambaran Umum: Capaian dan Tantangan PAMSIMAS

Statistik Kunci PAMSIMAS

  • Jumlah proyek: 28.936 sistem PAMSIMAS di 33 provinsi (data 2020)2.
  • Status fungsional: 85,4% berfungsi penuh, 9,1% sebagian, 5,5% tidak berfungsi.
  • Wilayah tertinggi tidak berfungsi: Kalimantan (8,6%), Sulawesi (8,5%).
  • Wilayah terbaik: Bali (100% sistem berfungsi penuh), Lampung (97%).
  • Rata-rata penerima manfaat per desa: 510 jiwa (median), dengan variasi antar wilayah.
  • Jenis sambungan: 83,9% sambungan rumah tangga, 16,1% sambungan komunal.

Tantangan Utama

  • Kesenjangan geografis: Wilayah timur Indonesia lebih rentan terhadap kegagalan sistem.
  • Kondisi keuangan pengelola desa: Hanya 62% rata-rata desa yang memiliki kondisi keuangan sehat (tarif air menutupi biaya operasi dan pemulihan)1.
  • Partisipasi perempuan: Rata-rata hanya 25% anggota pengelola air desa adalah perempuan, jauh di bawah target 40% yang diamanatkan PAMSIMAS.
  • Risiko iklim: Drought (kekeringan) dan kenaikan muka air laut mengancam lebih dari 12.000 sistem PAMSIMAS dan 79 juta penduduk desa1.

Studi Kasus: Kinerja dan Risiko Sistem Air Bersih Desa

1. Fungsi Sistem di Berbagai Provinsi

Analisis data nasional menunjukkan 15 provinsi memiliki proporsi sistem berfungsi penuh di bawah 87%. Bali menjadi satu-satunya provinsi dengan 100% sistem berfungsi. Di sisi lain, Kalimantan dan Sulawesi mencatat tingkat kegagalan tertinggi, menandakan perlunya perhatian khusus untuk wilayah ini1.

2. Dampak Risiko Iklim

  • Kekeringan: 13 provinsi dikategorikan berisiko tinggi kekeringan, mengancam lebih dari 12.500 sistem PAMSIMAS dan 79 juta penduduk desa.
  • Kenaikan muka air laut: 15 provinsi berisiko tinggi banjir rob, berdampak pada 14.500 sistem dan 67 juta penduduk desa.
  • Kualitas air: Lima provinsi memiliki kurang dari 25% sumber air yang bebas kontaminasi feses, mengancam kesehatan masyarakat secara luas.

3. Kondisi Keuangan Pengelola Air Desa

Hanya enam provinsi yang masuk kategori rendah risiko keuangan (lebih dari 84% desa memiliki keuangan sehat). Sebaliknya, lebih dari 15.000 sistem PAMSIMAS berada di provinsi dengan risiko keuangan tinggi, melayani sekitar 43 juta penduduk desa1.

Analisis Faktor Penentu Keberfungsian Sistem PAMSIMAS

1. Manajemen dan Tata Kelola

  • Desa dengan manajemen pengelola air (BPSPAMS/KPSPAMS) yang baik (memiliki daftar aset, pembukuan, rencana kerja, dan kemitraan) jauh lebih mungkin memiliki sistem yang berfungsi penuh.
  • Kombinasi manajemen kuat, kondisi keuangan sehat, dan sambungan rumah tangga meningkatkan peluang sistem berfungsi penuh hingga 98% (baseline 87%)2.

2. Sistem Pembayaran dan Tarif Air

  • Tidak adanya sistem pembayaran air meningkatkan risiko sistem tidak berfungsi hingga 20 kali lipat dibandingkan desa yang menerapkan tarif2.
  • Sistem komunal lebih sering tidak menarik iuran dibandingkan sambungan rumah tangga (38,9% vs 3,5%).

3. Jenis Sambungan

  • Sambungan rumah tangga jauh lebih andal: hanya 0,6% yang tidak berfungsi, dibandingkan 31,1% pada sambungan komunal.

4. Partisipasi Perempuan

  • Partisipasi perempuan dalam pengelolaan air desa berkorelasi positif dengan keberfungsian sistem.
  • Hanya 32,5% desa yang memenuhi target minimal 40% perempuan di pengelola air desa, menandakan perlunya penguatan aspek gender.

5. Partisipasi Masyarakat

  • Menariknya, tingginya partisipasi masyarakat awal justru berkorelasi dengan sistem yang tidak berfungsi. Hal ini diduga karena euforia awal tidak selalu berlanjut menjadi kepemilikan dan tanggung jawab jangka panjang2.

6. Investasi Per Kapita

  • Investasi per kapita yang tinggi (umumnya di wilayah terpencil dan rumah tersebar) justru berkorelasi negatif dengan keberfungsian sistem. Hal ini menandakan perlunya studi kelayakan ekonomi yang lebih matang sebelum membangun sistem di wilayah-wilayah ini.

Studi Kasus: Dampak Kombinasi Faktor pada Keberfungsian Sistem

Skenario optimis dari model Bayesian menunjukkan bahwa kombinasi tiga faktor utama—manajemen baik, kondisi keuangan sehat (tarif air menutupi biaya operasi dan pemulihan), serta sambungan rumah tangga—dapat meningkatkan peluang sistem berfungsi penuh dari 87% menjadi 98%2. Sebaliknya, sistem tanpa pembayaran dan hanya sambungan komunal memiliki peluang kegagalan hingga 23%.

Implikasi Praktis & Rekomendasi

1. Perkuat Tata Kelola dan Monitoring

  • Perlu penguatan kapasitas dan monitoring pengelola air desa (BPSPAMS/KPSPAMS), termasuk pelatihan manajemen dan pelaporan keuangan.
  • Pengumpulan data dan update sistem secara berkala harus menjadi standar, agar pemerintah pusat dapat memantau dan mengintervensi lebih cepat.

2. Wajibkan Sistem Pembayaran Air

  • Sistem tanpa iuran terbukti tidak berkelanjutan. Pemerintah dan fasilitator desa harus memastikan setiap sistem air menerapkan tarif yang realistis dan adil.

3. Dorong Sambungan Rumah Tangga

  • Sambungan rumah tangga lebih berkelanjutan daripada sistem komunal. Perlu insentif dan kemudahan agar masyarakat mau berinvestasi pada sambungan pribadi.

4. Tingkatkan Keterlibatan Perempuan

  • Target minimal 40% perempuan di pengelola air desa harus ditegakkan dan dikawal, karena terbukti meningkatkan keberfungsian sistem.

5. Studi Kelayakan Ekonomi di Wilayah Tertinggal

  • Untuk wilayah dengan rumah tersebar dan akses sulit, perlu pendekatan investasi berbeda agar tidak membebani masyarakat dan meminimalisir kegagalan sistem.

6. Antisipasi Risiko Iklim

  • Daerah rawan kekeringan dan kenaikan air laut harus menjadi prioritas adaptasi, misalnya dengan diversifikasi sumber air, perlindungan sumber air, dan teknologi tahan iklim.

Perbandingan dengan Studi Lain & Tren Global

Penelitian terkait di Afrika menunjukkan pola serupa: sistem air desa yang dikelola komunitas sering gagal jika tidak ada pembayaran, manajemen lemah, atau investasi tidak efisien. Namun, Indonesia punya keunikan dalam skala program dan tantangan geografis. Negara-negara lain dapat belajar dari pengalaman PAMSIMAS dalam mengintegrasikan aspek gender, monitoring nasional, serta adaptasi terhadap risiko iklim.

Tantangan dan Peluang Masa Depan

  • Data dan monitoring: Masih banyak data yang tidak lengkap, terutama dari wilayah terpencil. Perlu inovasi digital untuk pelaporan berbasis aplikasi.
  • Keadilan sosial: Desa dengan tingkat kemiskinan tinggi cenderung lebih rentan kegagalan sistem. Subsidi silang dan bantuan teknis perlu diprioritaskan.
  • Kesiapan menghadapi perubahan iklim: PAMSIMAS generasi baru harus lebih responsif terhadap risiko iklim dan inklusi sosial (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion/GEDSI).

Kesimpulan: Menuju Sistem Air Bersih Desa yang Tangguh dan Inklusif

Keberhasilan PAMSIMAS tidak hanya diukur dari jumlah sistem yang dibangun, tetapi dari berapa banyak yang benar-benar berfungsi dan bertahan lama. Kunci keberlanjutan ada pada tata kelola yang baik, sistem pembayaran yang adil, keterlibatan perempuan, serta adaptasi terhadap risiko iklim dan sosial. Dengan pembenahan di titik-titik kritis ini, Indonesia dapat menjadi contoh global dalam penyediaan air bersih desa yang tangguh dan inklusif.

Sumber artikel:
D. Daniel, Trimo Pamudji Al Djono, Widya Prihesti Iswarani. (2023). Factors related to the functionality of community-based rural water supply and sanitation program in Indonesia. Geography and Sustainability, 4, 29–38.