Menguak Hambatan dan Potensi Implementasi BIM di Indonesia: Studi Lokal Palembang

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

07 Mei 2025, 16.00

freepik.com

BIM: Solusi Digital untuk Industri Konstruksi yang Masih Manual

Teknologi Building Information Modeling (BIM) telah merevolusi dunia konstruksi global. Dengan kemampuan untuk memodelkan bangunan secara 3D, menjadwalkan pekerjaan (4D), dan menghitung estimasi biaya (5D), BIM menjanjikan efisiensi luar biasa dibanding metode tradisional. Sayangnya, adopsi BIM di Indonesia—khususnya di kalangan kontraktor lokal—masih sangat rendah. Studi oleh Fitriani dkk. menyoroti langsung kondisi ini dari akar rumput: para profesional konstruksi di Palembang, Sumatra Selatan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

  1. Menilai tingkat pengetahuan dan kesadaran kontraktor lokal terhadap BIM,
  2. Mengidentifikasi manfaat BIM menurut persepsi profesional konstruksi,
  3. Menemukan hambatan utama dalam implementasi BIM di perusahaan arsitektur, teknik, dan konstruksi (AEC) lokal.

Studi dilakukan dengan metode kuantitatif melalui survei kuesioner Likert skala 1–5, yang disebarkan kepada 100 responden dari perusahaan konstruksi berkualifikasi menengah dan besar di Palembang.

Potret Pengetahuan dan Penggunaan BIM: Mayoritas Masih Mengandalkan AutoCAD

Meskipun hampir semua responden mengenal software seperti Revit dan ArchiCAD, kenyataannya 100% responden masih menggunakan AutoCAD dan Microsoft Office dalam proyek mereka. Penggunaan software khusus BIM seperti StaadPro hanya mencapai 25%.

Sebagian besar responden (85%) berlatar belakang pendidikan sarjana, dan mayoritas adalah perancang (67%), menunjukkan bahwa keterbatasan bukan dari sisi intelektual, tetapi dari sisi eksposur dan pelatihan terhadap teknologi BIM.

Persepsi Fungsi BIM: Masih Terbatas pada Visualisasi

Berikut ini adalah fungsi BIM yang dinilai paling signifikan oleh responden:

  1. Manajemen fasilitas – Skor rata-rata: 3,76
  2. 3D modeling dan visualisasi – 3,74
  3. Simulasi energi dan informasi – 3,64
  4. Optimisasi energi bangunan – 3,58

Sementara fungsi-fungsi penting seperti change management (3,33) dan metadata management (3,15) berada di posisi bawah. Ini menunjukkan bahwa pemahaman para pelaku konstruksi lokal masih terbatas pada aspek visual, bukan manajerial dan koordinatif yang menjadi kekuatan utama BIM di negara maju.

Manfaat Implementasi BIM: Persepsi vs Realitas

Manfaat paling tinggi yang diakui oleh para profesional:

  • Mengurangi durasi dan biaya proyek (4,00),
  • Meningkatkan kemampuan manajemen proyek (3,89),
  • Mempermudah estimasi biaya (3,85),
  • Mengurangi perubahan desain (3,76).

Namun, beberapa manfaat mendasar BIM seperti peningkatan kolaborasi (skor 3,27) dan komunikasi antar pihak (2,76) berada di urutan bawah. Ini berbanding terbalik dengan negara seperti Inggris, di mana BIM diwajibkan dalam proyek pemerintah justru karena manfaat kolaboratifnya.

Studi Pendukung: Berlian et al. (2016)

Studi pendukung oleh Berlian et al. menunjukkan bahwa BIM dapat:

  • Mempercepat waktu perencanaan proyek hingga ±50%,
  • Mengurangi kebutuhan tenaga kerja sebesar 6,7%,
  • Menghemat biaya personil hingga 52,25%.

Ini memperkuat hasil dari Fitriani dkk. yang menyatakan bahwa BIM memiliki potensi besar dalam meningkatkan efisiensi proyek.

Hambatan Implementasi BIM: Biaya & Kurangnya Pengetahuan

Lima hambatan utama implementasi BIM di Indonesia menurut survei:

  1. Biaya tinggi software & hardware BIM – Skor tertinggi: 4,65
  2. Kurangnya pengetahuan teknis penggunaan BIM – 4,30
  3. Kurangnya kesadaran akan manfaat BIM – 4,03
  4. Tingginya biaya pelatihan – 3,99
  5. Kurangnya permintaan dari klien – 3,83

Menariknya, dukungan pemerintah justru berada di urutan terakhir (skor 3,33), menunjukkan bahwa pelaku industri belum melihat kebijakan pemerintah sebagai faktor penentu, walau sebenarnya regulasi nasional bisa menjadi pendorong adopsi seperti yang terjadi di Inggris dan Singapura.

Analisis Tambahan: Perbandingan Global

Bandingkan tingkat penggunaan BIM secara global (Smart Market Report, 2015):

  • Amerika Serikat: 79%
  • Brasil: naik dari 24% (2013) ke 73% (2015)
  • Jepang: dari 16% ke 43%
  • Indonesia: masih sangat rendah (angka tidak tersedia, tetapi diperkirakan <10% berdasarkan studi Telaga, 2018)

Ini memperlihatkan jarak yang cukup jauh antara Indonesia dan negara-negara lain dalam adopsi teknologi konstruksi digital.

Rekomendasi Penulis

Untuk mendorong adopsi BIM di Indonesia, penulis merekomendasikan:

  • Peningkatan pelatihan teknis bagi tenaga kerja profesional, terutama di bidang AEC,
  • Subsidi atau insentif pemerintah untuk software BIM,
  • Kampanye edukasi manfaat BIM dalam lingkup proyek lokal,
  • Kolaborasi dengan institusi pendidikan tinggi untuk memasukkan BIM dalam kurikulum teknik sipil dan arsitektur.

Penutup: Jalan Panjang Menuju Adopsi BIM di Indonesia

Studi ini memberikan gambaran jelas bahwa meskipun teknologi BIM menawarkan solusi atas permasalahan efisiensi, koordinasi, dan biaya dalam proyek konstruksi, realitas di lapangan—khususnya di Palembang—masih jauh dari optimal. Biaya, minimnya pelatihan, serta kurangnya kesadaran menjadi penghalang utama.

Namun, dengan dukungan yang tepat dari pemerintah, institusi pendidikan, dan asosiasi industri, adopsi BIM di Indonesia bisa meningkat signifikan dalam beberapa tahun ke depan. BIM bukan sekadar alat digital, tetapi sistem kerja baru yang bisa merevolusi sektor konstruksi Indonesia jika dipahami dan diimplementasikan dengan benar.

Sumber Artikel Asli:

Fitriani, H., Budiarto, A., Saheed, A., & Idris, Y. (2019). Implementing BIM in Architecture, Engineering and Construction Companies: Perceived Benefits and Barriers among Local Contractors in Palembang, Indonesia. International Journal of Construction Supply Chain Management, Vol. 9, No. 1, hlm. 20–34.