Mengintegrasikan GIS untuk IWRM yang Efektif di Afrika Barat: Studi Kasus Sungai Agneby

Dipublikasikan oleh Viskha Dwi Marcella Nanda

21 Mei 2025, 11.27

pixabay.com

Mengapa IWRM Membutuhkan Terobesan Teknologi?

Air Pengelolaan sumber daya air semakin kompleks. Di tengah perubahan tekanan iklim, urbanisasi, dan pertumbuhan penduduk, pendekatan konvensional terbukti tidak lagi cukup. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (IWRM) hadir sebagai solusi holhadir sebagai solusi holistik, namun pelaksanaannya sering terganjal pada dua aspek krusial: minimnya data dandan kurangnya alat bantu teknis . Di akhir tesis Christ Herbert Koffi menawarkan solusi visioner: membangun alat pendukung keputusan berbasis GIS di wilayah Sungai Agneby, Pantai Gading.

Peta Masalah: Krisis Air di Sungai Agneby

Sungai Agneby membentang sepanjang 277 km dengan luas DAS 8.525 km². Meskipun wilayah ini menyimpan potensi udara yang besar, permasalahannya tidak sepele:

  • Distribusi udara yang tidak merata
  • Ketiadaan sistem informasi spasial untuk manajemen
  • Tumpang kewenangan antar kementerian dan lembaga
  • Fragmentasi data di berbagai institusi

Misalnya, data kualitas dan kuantitas udara yang tersebar di berbagai institusi, namun tidak terintegrasi , membuat pengambilan keputusan hampir mustahil dilakukan secara tepat waktu dan akurat.

Solusi Cerdas: Sistem Pendukung Keputusan Berbasis GIS

Dalam tesisnya, Koffi membangun sebuah sistem Web-GIS berbasis open-source, yang mengintegrasikan berbagai komponen:

  • Basis data spasial menggunakan PostgreSQL + PostGIS
  • Peta tematik : administrasi, infrastruktur, pemanfaatan lahan, hingga fasilitas kesehatan
  • Antarmuka Web Interaktif : berbasis Leaflet dan GeoServer

Alat ini dirancang bukan hanya sebagai alat visualisasi, tetapi juga sebagai platform koordinasi lembaga lintas yang memungkinkan penyusunan kebijakan berbasis data nyata di lapangan.

Apa Saja Temuan Utama?

1. Pemetaan Terintegrasi

Sistem berhasil menyatukan data spasial seperti:

  • 277 km aliran sungai utama
  • 8525 km² daerah tangkapan
  • Data curah hujan tahunan >2000 mm
  • Suhu rata-rata 24–33°C
  • Relief dan morfometri DAS

2. Prototipe Web-GIS yang Fungsional

Dengan tampilan yang user-friendly, sistem mampu menyajikan:

  • Data udara permukaan dan infrastruktur
  • Titik-titik pemanfaatan udara (irigasi, konsumsi, sanitasi)
  • Lapisan penggunaan lahan yang berubah dengan cepat akibat urbanisasi dan intensifikasi pertanian

3. Potensi Kolaborasi Lintas Sektor

Sistem ini dirancang untuk digunakan oleh:

  • Kementerian (Udara, Lingkungan, Pertanian, Energi)
  • LSM dan sektor swasta
  • Akademisi dan pelajar
  • Komunitas lokal dan manajer DAS

Kritik dan Analisis Tambahan

Kelebihan Utama:

  • Open-source : Tidak tergantung vendor
  • Interoperabel : mengikuti standar OGC (Open Geospatial Consortium)
  • Fleksibel : Dapat diakses melalui web di berbagai perangkat

Tantangan Implementasi:

  • Belum adanya peraturan nasional tentang sistem informasi udara terpadu
  • Ketergantungan pada koneksi internet untuk Web-GIS
  • Perlu pelatihan SDM agar sistem tidak hanya dimiliki, tetapi juga digunakan

Perbandingan dengan Studi Serupa

Penelitian seperti Pearson dkk. (2009) dan Zhang dkk. (2009) telah mengembangkan DSS serupa di California dan Tiongkok. Namun, pendekatan Koffi lebih membumi dan sesuai konteks Afrika Barat yang memiliki keterbatasan sumber daya dan infrastruktur.

Studi Kasus & Relevansi Global

Dalam Skala global, studi ini menjadi model penting bagi negara-negara berkembang yang menghadapi:

  • Keterbatasan akses air
  • Data yang tersebar dan tidak sinkron
  • Fragmentasi kelembagaan

UN SDG 6 menjadi acuan kuat di sini: memastikan ketersediaan udara dan pengelolaan berkelanjutan untuk semua. Sistem ini adalah wujud nyata dari tata kelola berbasis data untuk mendukung target tersebut.

Dampak Praktis di Lapangan

Dengan alat ini, para pemangku kepentingan dapat:

  • Menyusun kebijakan berbasis fakta spasial
  • Mengidentifikasi wilayah rawan banjir atau kekeringan
  • Menentukan lokasi strategi pembangunan infrastruktur udara
  • Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam konservasi sumber daya udara

Kesimpulan: Dari Prototipe ke Penerapan Nasional

Karya Koffi menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya air berbasis data bukan hanya impian teknokratik , tetapi kebutuhan yang mendesak. Di era gangguan iklim dan tekanan urbanisasi, alat seperti ini bisa jadi tulang punggung sistem peringatan dini, pengawasan kualitas udara, hingga perencanaan tata ruang berkelanjutan.

Dengan penguatan regulasi dan dukungan kelembagaan, prototipe ini dapat berkembang menjadi sistem informasi nasional , menjawab kebutuhan riil masyarakat dan lingkungan sekaligus.

Referensi

Koffi, CH (2021). Pengembangan Alat Pendukung Berbasis GIS untuk Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu: Studi Kasus di Cekungan Sungai Agneby, Selatan Pantai Gading . Institut Ilmu Air dan Energi Universitas Pan-Afrika