Mengenal Pemurnian Air: Teknologi dan Aplikasi

Dipublikasikan oleh Dias Perdana Putra

02 Mei 2024, 10.02

Sumber: en.wikipedia.org

Pemurnian air

Pemurnian air adalah proses penting untuk menghilangkan bahan kimia yang tidak diinginkan, kontaminan biologis, padatan tersuspensi, dan gas dari air. Tujuannya adalah agar air menjadi layak untuk digunakan dalam berbagai keperluan, terutama sebagai air minum untuk manusia. Namun, pemurnian air juga diperlukan untuk aplikasi medis, farmakologi, kimia, dan industri. Proses pemurnian air telah berkembang seiring waktu, melibatkan metode fisik seperti filtrasi, sedimentasi, dan distilasi, serta metode biologis seperti filter pasir lambat atau karbon aktif biologis. Proses kimia seperti flokulasi dan klorinasi juga digunakan, begitu pula dengan penggunaan radiasi elektromagnetik seperti sinar ultraviolet.

Pemurnian air bertujuan untuk mengurangi konsentrasi materi partikulat dan kontaminan lainnya seperti parasit, bakteri, alga, virus, dan jamur, serta mengurangi konsentrasi materi terlarut dan partikulat lainnya. Standar kualitas air minum biasanya ditetapkan oleh pemerintah atau standar internasional, yang mencakup konsentrasi kontaminan minimum dan maksimum sesuai dengan penggunaan air tersebut.

Namun, hanya dengan inspeksi visual saja tidak cukup untuk menentukan kualitas air. Proses sederhana seperti merebus atau menggunakan filter karbon aktif di rumah tangga mungkin tidak cukup untuk menghilangkan semua kontaminan yang mungkin ada dalam air dari sumber yang tidak diketahui. Oleh karena itu, analisis kimia dan mikrobiologi, meskipun mahal, adalah satu-satunya cara untuk memastikan kualitas air dan memutuskan metode pemurnian yang tepat.

Sumber Air

Dalam proses pemurnian air, ada berbagai sumber air yang perlu dipertimbangkan, masing-masing dengan karakteristik yang berbeda. Pertama, air tanah yang berasal dari dalam bumi seringkali memiliki kualitas bakteriologis yang tinggi, namun dapat kaya akan padatan terlarut seperti karbonat dan sulfat kalsium dan magnesium. Meskipun sering tidak memerlukan banyak pengolahan, penyesuaian tertentu mungkin diperlukan tergantung pada kandungan mineral yang spesifik. Sumber air lainnya adalah danau dan waduk di dataran tinggi, yang biasanya memiliki tingkat bakteri dan patogen yang rendah, meskipun beberapa bakteri, protozoa, atau alga mungkin hadir.

Penyesuaian pH kadang-kadang diperlukan terutama di daerah dengan vegetasi tertentu. Di sisi lain, air permukaan di daerah dataran rendah seperti sungai, kanal, dan waduk cenderung lebih terkontaminasi dengan bakteri, alga, padatan tersuspensi, dan unsur terlarut lainnya. Ada juga teknologi pembangkitan air atmosferik yang mengekstraksi air dari udara, memberikan sumber air minum berkualitas tinggi dengan mendinginkan udara dan mengembunkan uap air. Metode lain seperti pemanenan air hujan atau pengumpulan kabut cocok untuk daerah-daerah dengan musim kemarau panjang atau daerah yang sering dilanda kabut meskipun curah hujannya rendah. Terakhir, proses desalinasi air laut menggunakan distilasi atau reverse osmosis untuk mengubah air laut menjadi air tawar yang layak konsumsi. Penting untuk memilih sumber air yang tepat dan proses pemurnian yang sesuai untuk memastikan kualitas air yang aman dan sehat untuk digunakan dalam berbagai aplikasi.

Perlakuan

Sasaran

Tujuan dari proses pengolahan air adalah untuk menghilangkan berbagai unsur yang tidak diinginkan dalam air, sehingga menjadikannya aman untuk diminum atau digunakan dalam berbagai aplikasi industri atau medis. Ada berbagai teknik yang tersedia untuk menghilangkan kontaminan seperti padatan halus, mikroorganisme, bahan anorganik dan organik terlarut, serta polutan farmasi yang mungkin persisten di lingkungan sekitar. Pemilihan metode pengolahan air bergantung pada kualitas air mentah yang akan diolah, biaya proses pengolahan, dan standar kualitas yang diharapkan dari air hasil olahan.

Proses-proses umum yang sering digunakan dalam pabrik pemurnian air mencakup penyaringan, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi. Penyaringan digunakan untuk menghilangkan partikel-partikel kasar dari air, sedangkan koagulasi dan flokulasi membantu menggumpalkan partikel-partikel halus agar lebih mudah diendapkan. Setelah itu, air diamkan dalam tangki sedimentasi di mana partikel-partikel yang telah mengendap akan dipisahkan dari air. Langkah terakhir adalah filtrasi, di mana air melewati lapisan filter tambahan untuk menghilangkan partikel-partikel kecil yang tersisa. Meskipun beberapa proses mungkin tidak selalu diterapkan tergantung pada skala pabrik dan kualitas air mentah yang digunakan, langkah-langkah tersebut secara umum membentuk inti dari proses pemurnian air yang efektif.

Perawatan awal

Perawatan awal air sebelum proses pemurnian meliputi beberapa langkah penting:

Pemompaan dan Penahanan: Air biasanya dipompa dari sumbernya atau dialirkan ke pipa atau tangki penampung. Infrastruktur fisik harus dirancang dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi yang tidak disengaja.

Penyaringan: Langkah pertama dalam pemurnian air permukaan adalah menghilangkan kotoran besar seperti batang, daun, sampah, dan partikel besar lainnya yang dapat mengganggu proses pemurnian berikutnya. Meskipun sebagian besar air tanah dalam tidak memerlukan penyaringan tambahan.

Penyimpanan: Air dari sungai dapat disimpan di waduk tepi sungai untuk jangka waktu tertentu agar pemurnian biologis alami dapat terjadi. Waduk penyimpanan juga berfungsi sebagai penyangga terhadap kekeringan jangka pendek atau pencemaran sementara di sungai sumber.

Pra-klorinasi: Beberapa pabrik menggunakan pra-klorinasi, yaitu pemberian klorin pada air masuk untuk mengurangi pertumbuhan organisme pengotor di pipa dan tangki. Namun, penggunaan klorin dapat memiliki dampak negatif terhadap kualitas air dan praktik ini telah dikurangi seiring berjalannya waktu.

Penyesuaian pH

Air murni memiliki pH mendekati 7, menunjukkan sifat netralnya, sedangkan air laut cenderung memiliki pH yang sedikit basa, berkisar antara 7,5 hingga 8,4. pH air tawar bervariasi tergantung pada karakteristik geologi cekungan drainase atau akuifer, serta pengaruh kontaminan seperti hujan asam. Untuk mengatasi air yang bersifat asam (pH di bawah 7), berbagai bahan seperti kapur, soda abu, atau natrium hidroksida dapat ditambahkan selama proses pemurnian untuk menaikkan pH. Penambahan kapur meningkatkan kesadahan air dengan meningkatkan konsentrasi ion kalsium. Pada air sangat asam, penggunaan degasifier dengan aliran paksa dapat efektif untuk meningkatkan pH dengan menghilangkan karbon dioksida terlarut dari air.

Menjadikan air bersifat basa membantu dalam proses koagulasi dan flokulasi, serta membantu mengurangi risiko larutnya timbal dari pipa timbal atau solder timbal pada pipa. Keberadaan alkalinitas yang cukup juga dapat mengurangi sifat korosif air terhadap pipa besi. Di sisi lain, dalam beberapa situasi, seperti untuk menurunkan pH, asam seperti asam karbonat, asam klorida, atau asam sulfat dapat ditambahkan ke dalam air yang bersifat basa. Namun, air yang bersifat alkali (pH di atas 7,0) tidak menjamin bahwa logam seperti timbal atau tembaga tidak akan larut ke dalam air. Kemampuan air untuk mengendapkan kalsium karbonat, yang melindungi permukaan logam dan mengurangi kemungkinan terlarutnya logam beracun, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, mineral, suhu, alkalinitas, dan konsentrasi kalsium.

Koagulasi dan Flokulasi

Salah satu langkah awal dalam proses pemurnian air konvensional adalah penambahan bahan kimia untuk membantu menghilangkan partikel yang tersuspensi dalam air, baik yang bersifat anorganik seperti tanah liat dan lanau, maupun organik seperti alga, bakteri, virus, protozoa, dan bahan organik alami. Partikel ini berkontribusi pada kekeruhan dan warna air.

Koagulan anorganik seperti aluminium sulfat atau garam besi (III) seperti besi (III) klorida ditambahkan untuk menyebabkan interaksi kimia dan fisik pada partikel. Dalam hitungan detik, muatan negatif pada partikel dinetralkan oleh koagulan anorganik, sementara endapan logam hidroksida dari ion besi dan aluminium mulai terbentuk. Endapan ini bergabung menjadi partikel yang lebih besar melalui proses alami seperti gerak Brown dan flokulasi. Flok tersebut menyerap dan menjerat partikel dalam suspensi, memfasilitasi penghilangan partikel melalui proses sedimentasi dan filtrasi selanjutnya.

Pembentukan aluminium hidroksida biasanya terjadi dalam kisaran pH antara 5,5 hingga sekitar 7,7, sementara besi (III) hidroksida dapat terbentuk pada kisaran pH yang lebih luas, termasuk tingkat pH yang lebih rendah daripada yang efektif untuk tawas, yaitu antara 5,0 hingga 8,5.

Proses koagulasi dan flokulasi seringkali terjadi setelah penambahan koagulan garam logam anorganik diikuti oleh flokulasi yang melibatkan perangkat pencampur lembut. Polimer organik, seperti PolyDADMAC, digunakan sebagai bahan pembantu koagulasi atau pengganti koagulan garam logam anorganik. Ketika polimer organik ditambahkan ke dalam air yang mengandung partikulat, senyawa dengan berat molekul tinggi ini teradsorpsi ke permukaan partikel dan membantu membentuk flok dengan menghubungkan antarpartikel.

Pengendapan

Air yang mengalir keluar dari cekungan flokulasi masuk ke dalam cekungan sedimentasi, juga dikenal sebagai clarifier atau sedimentasi. Tangki ini memiliki kecepatan air yang rendah, memungkinkan flok untuk mengendap di dasar. Idealnya, cekungan sedimentasi ditempatkan dekat dengan cekungan flokulasi untuk mencegah pengendapan atau pecahnya flok selama transit antara kedua proses tersebut. Bentuk cekungan sedimentasi dapat beragam, baik persegi panjang dengan aliran dari ujung ke ujung, maupun melingkar dengan aliran dari pusat ke arah luar. Aliran keluar dari bak sedimentasi biasanya terjadi di atas bendungan untuk memastikan hanya lapisan atas air yang keluar, yang terjauh dari lumpur.

Allen Hazen pada tahun 1904 menunjukkan bahwa efisiensi proses sedimentasi bergantung pada kecepatan pengendapan partikel, aliran melalui tangki, dan luas permukaan tangki. Tangki sedimentasi biasanya dirancang dengan laju luapan berkisar antara 0,5 hingga 1,0 galon per menit per kaki persegi (atau 1250 hingga 2500 liter per meter persegi per jam). Meskipun efisiensi tidak tergantung pada waktu penahanan atau kedalaman, kedalaman cekungan harus mencukupi agar arus air tidak mengganggu lumpur dan mendorong interaksi partikel yang mengendap. Waktu penahanan sedimentasi berkisar antara 1,5 hingga 4 jam dengan kedalaman cekungan 10 hingga 15 kaki.

Clarifier Lamella, yang terdiri dari pelat atau tabung datar miring, dapat ditambahkan ke bak sedimentasi tradisional untuk meningkatkan kinerja penghilangan partikel dengan memperluas luas permukaan. Clarifier Lamella memungkinkan pengurangan luas permukaan tanah yang ditempati oleh cekungan sedimentasi, yang dapat mengurangi ukuran instalasi secara keseluruhan.

Selama partikel mengendap, lapisan lumpur terbentuk di dasar bak sedimentasi dan perlu dibuang dan diolah. Volume lumpur yang dihasilkan biasanya mencapai 3 hingga 5 persen dari total volume air yang diolah. Proses pengolahan dan pembuangan lumpur dapat memiliki dampak signifikan pada biaya operasional instalasi pengolahan air. Bak sedimentasi dapat dilengkapi dengan alat pembersih mekanis atau dibersihkan secara manual secara berkala.

Salah satu subkategori sedimentasi adalah klarifikasi selimut flok, di mana partikel terperangkap dalam lapisan flok tersuspensi saat air didorong ke atas. Meskipun menempati tapak yang lebih kecil, efisiensi penghilangan partikel dapat bervariasi tergantung pada kualitas air influen dan laju aliran.

Disadur dari: en.wikipedia.org