Mengadopsi Inovasi Ramah Lingkungan di Industri Konstruksi: Studi Kasus Hempcrete di Swedia

Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza

24 April 2025, 13.03

Freepik.com

Mengapa Industri Konstruksi Perlu Berubah?

 

Industri konstruksi adalah salah satu sektor dengan kontribusi emisi karbon tertinggi secara global—mencapai hingga 38% dari total emisi dunia jika memasukkan operasional gedung. Material dominan seperti beton menyumbang sekitar 8% emisi gas rumah kaca, dan angka ini diperkirakan meningkat hingga 12% pada 2060. Di tengah darurat iklim ini, muncul kebutuhan mendesak untuk mengganti material konvensional dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan.

 

Swedia, sebagai salah satu pemimpin inovasi di Eropa, ironisnya justru menunjukkan tingkat adopsi inovasi yang rendah di sektor konstruksinya. Hal inilah yang menjadi fokus utama studi yang dilakukan Jefimova dan Tafertshofer—menelusuri bagaimana adopsi material inovatif seperti hempcrete dapat dipercepat di pasar Swedia.

 

 

Apa Itu Hempcrete dan Mengapa Penting?

 

Hempcrete adalah material bangunan yang terbuat dari campuran serat rami (hemp shives), kapur, dan air. Berbeda dari beton, material ini ringan, dapat menyerap karbon (sekitar 1,7 kali berat keringnya), tahan api, dan sangat baik dalam mengatur suhu serta kelembapan ruangan. Selain itu, hempcrete juga tidak beracun dan dapat didaur ulang.

 

Namun, meskipun memiliki potensi besar, penggunaannya di Swedia masih sangat terbatas. Perusahaan House of Hemp, yang menjadi mitra studi ini, baru memulai distribusi pada 2018 dan masih berjuang menembus pasar arsitektur arus utama.

 

 

Tiga Aktor Kunci dalam Mendorong Adopsi Inovasi

 

Penelitian ini mengidentifikasi tiga kelompok pemangku kepentingan utama yang dapat mempercepat adopsi material ramah lingkungan:

 

1. Adopter (Pengguna Material)

Termasuk arsitek, insinyur, kontraktor, dan pengembang properti.

Tantangan: Kurangnya pengetahuan tentang hempcrete, serta ketakutan terhadap risiko proyek dan biaya tinggi akibat kurangnya referensi atau bukti keberhasilan sebelumnya.

Solusi: Pelatihan langsung, demo proyek, dan referensi visual dapat meningkatkan keyakinan pengguna awal.

 

2. Supplier (Pemasok Inovasi)

Seperti House of Hemp, mereka berperan penting dalam edukasi dan penyediaan produk.

Strategi efektif: Mengembangkan komunitas pengguna awal (early adopters), menciptakan ekosistem dukungan teknis, dan aktif berkolaborasi dalam proyek pilot seperti “Hoppet”—proyek bangunan bebas fosil pertama di Swedia.

 

3. Pemerintah

Pemerintah daerah dan nasional dapat menciptakan kerangka regulasi serta insentif finansial.

Contoh kebijakan: Climate Declaration 2022 yang mewajibkan pengembang melaporkan dampak iklim dari proyek baru.

Potensi perbaikan: Sertifikasi lokal dan pembukaan akses ke database seperti SundaHus atau BASTA untuk hempcrete.

 

 

Hambatan Adopsi: Bukan Sekadar Teknologi, Tapi Budaya

 

Studi ini menggunakan kerangka model difusi inovasi dari Everett Rogers dan memperbaruinya agar sesuai dengan konteks Swedia. Salah satu temuan paling signifikan adalah adanya “jurang” (the chasm) antara pengguna awal dan pasar massal. Di titik ini, inovasi kerap gagal menembus arus utama karena perbedaan ekspektasi, kebutuhan, dan pendekatan.

 

Beberapa hambatan utama lainnya meliputi:

  • Kurangnya standarisasi dan sertifikasi lokal untuk hempcrete.
  • Kegagalan integrasi dalam proyek besar, karena hempcrete dianggap tidak kompatibel dengan sistem konstruksi yang ada.
  • Kurangnya data empiris, sehingga keputusan bisnis sulit dibuat dengan keyakinan tinggi.

 

 

Strategi Menjembatani Jurang Adopsi

 

Penelitian ini menyarankan sejumlah strategi untuk mengatasi hambatan tersebut:

Fokus pada “Beachhead Market”

Alih-alih mencoba menjangkau seluruh pasar sekaligus, perusahaan seperti House of Hemp disarankan untuk memusatkan strategi pada satu segmen pasar yang sangat spesifik dan bisa dikuasai sepenuhnya. Contohnya: proyek rumah tinggal berkelanjutan di daerah urban.

 

Bangun “Produk Lengkap” (Whole Product Concept)

Menjual hempcrete tidak cukup hanya dengan menawarkan material. Dibutuhkan ekosistem yang mendukung, mulai dari panduan penggunaan, pelatihan tenaga kerja, sampai akses ke perangkat lunak perhitungan teknis.

 

Gandeng Aliansi & Kolaborator

Kolaborasi dengan universitas, pengembang besar, dan pemerintah kota akan memperkuat kepercayaan pasar. Keterlibatan dalam proyek seperti “Hoppet” menunjukkan contoh nyata kolaborasi ini berhasil.

 

 

Studi Kasus: Proyek “Hoppet” di Gothenburg

 

Salah satu bukti nyata bahwa perubahan bisa terjadi adalah keterlibatan House of Hemp dalam proyek Hoppet—proyek pembangunan bebas fosil pertama di Swedia. Dalam proyek ini, hempcrete digunakan untuk membangun bangunan pelengkap sebagai alternatif dari material konvensional. Keberhasilan proyek ini bisa menjadi titik balik penting dalam membangun kepercayaan terhadap hempcrete di kalangan pembuat keputusan proyek konstruksi.

 

 

Implikasi Praktis dan Teoretis

 

Secara praktis, penelitian ini memberikan panduan strategis bagi perusahaan material ramah lingkungan, pengembang properti, dan pembuat kebijakan yang ingin mendorong transformasi sektor konstruksi.

 

Secara teoretis, penyesuaian model difusi inovasi Rogers dalam konteks Swedia menawarkan kontribusi akademik yang signifikan, terutama dalam bidang eco-innovation dan adopsi material rendah teknologi di industri konservatif.

 

 

Kesimpulan: Inovasi Hijau Perlu Ekosistem, Bukan Hanya Produk

 

Hempcrete adalah contoh sempurna dari inovasi yang secara teknis unggul namun tertahan oleh hambatan sistemik—baik dari sisi budaya industri, regulasi, maupun preferensi pasar. Tanpa pendekatan strategis dan kolaboratif yang melibatkan seluruh ekosistem, inovasi ramah lingkungan seperti hempcrete akan sulit menembus pasar arus utama, bahkan di negara seprogresif Swedia.

 

 

Sumber:

Jefimova, A. M., & Tafertshofer, S. (2021). Innovation Adoption for Eco Materials in the Construction Industry in Sweden: A Case Study on the Material Hempcrete. Master's Thesis, University of Gothenburg.